Menurut Duterte, warga Filipina dapat
dengan mudah memproduksi senjata dan negaranya juga akan membeli senjata
dari Rusia. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CB
--
Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengaku tak peduli
dengan keputusan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat untuk
menghentikan penjualan senjata ke negaranya. Menurut Duterte, warga
Filipina dapat dengan mudah memproduksi senjata dan negaranya juga akan
membeli senjata dari Rusia.
"Banyak senjata di sini. Saya tidak takut kekurangan senjata hanya
karena AS menghentikan penjualan senjata ke Filipina," tutur Duterte
seperti dikutip
Inquirer pada Rabu (2/11).
Duterte kemudian mengatakan bahwa Rusia dapat menyediakan pasokan senjata kepada Filipina.
Duterte
mengaku, tak lama setelah dirinya terpilih sebagai presiden, salah satu
diplomat Rusia, Igor Khovaev, mengajaknya datang ke Rusia dan
menyatakan Moskow memiliki segala yang dibutuhkan Filipina.
Dalam
pertemuan Mei lalu, keduanya sepakat memperkuat hubungan bilateral
antara Filipina dan Rusia. Menurut Duterte, hubungan antar
Filipina-Rusia "sangat akrab."
"Kami (Filipina-Rusia) tidak memiliki sengketa, kontradiksi politik, atau perbedaan lainnya," kata Khovaev.
Dalam
pertemuan Asean Summit di Laos beberapa waktu lalu, Duterte juga sempat
bertemu Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev. Dalam pertemuan itu,
Duterte menyebut Medvedev berjanji bahwa Rusia akan membantu Filipina.
Sementara
itu, dalam pernyataannya ke media, Senator Partai Liberal Filipina
Ralph Recto mendesak Duterte untuk segera membangun industri produksi
senjata dan peralatan militer lokal.
Recto menggambarkan
penghentian penjualan senjata AS ke Filipina ini sebagai panggilan
pemerintah untuk segera menghentikan ketergantungan negara pada pihak
asing.
"Senjata yang dibuat di Marikina sama bagusnya dengan
senjata yang dibuat di Amerika," kata Recto merujuk pada industri alat
militer Filipina di Marikina.
Keputusan Kemlu AS untuk
membatalkan rencana penjualan 26 ribu senjata ke Filipina dipicu oleh
penolakan salah satu senator AS, Ben Cardin.
Senapan-senapan dari AS ini seharusnya dijual ke Manila untuk digunakan oleh Kepolisian Nasional Filipina.
Salah
satu sumber mengatakan, politisi Partai Demokrat itu tidak setuju jika
AS harus menyediakan bantuan senjata ke Manila karena adanya dugaan
pelanggaran HAM yang semakin mengkhawatirkan di Filipina.
Credit
CNN Indonesia
Geram Penjualan Senjata Batal, Duterte Sebut AS 'Monyet'
Menyusul batalnya penjualan 26 ribu
senjata AS ke Filipina, Presiden Rodrigo Duterte memaparkan bahwa
kepercayaannya kepada Washington kini sudah pudar. (Reuters/Erik De
Castro)
Jakarta, CB
--
Presiden Rodrigo Duterte kembali meluncurkan
kata-kata kasar ketika mencaci keputusan Amerika Serikat menghentikan 26
ribu penjualan senjata ke Filipina. Duterte menyebut keputusan itu
"bodoh" dan pejabat AS yang menyebabkan pembatalan itu "monyet", sembari
menegaskan bahwa ia akan dengan mudah beralih ke Rusia dan China untuk
membeli senapan.
Komentar tajam semacam itu kini menjadi hal
yang biasa diucapkan oleh pria 71 tahun yang memimpin Filipina sejak
akhir Juni lalu. Dalam pidatonya yang disiarkan televisi lokal pada Rabu
(2/11), Duterte memaparkan bahwa kepercayaannya kepada Washington kini
sudah pudar.
"Lihatlah monyet-monyet ini, kita ingin membeli 26
ribu senjata, mereka tidak ingin menjualnya. Keparat, kami memiliki
banyak senjata buatan sendiri di sini. Amerika bodoh," tutur Duterte.
Keputusan Kemlu AS untuk membatalkan penjualan senjata untuk Kepolisian
Nasional Filipina dipicu oleh penolakan salah satu senator AS, Ben
Cardin. Salah satu sumber Reuters mengatakan, politisi Partai Demokrat
itu tidak setuju atas penjualan senjata, menyusul adanya dugaan
pelanggaran HAM yang semakin mengkhawatirkan di Filipina.
Pasalnya,
lebih dari 3.800 orang yang diduga pengguna dan pengedar narkoba tewas
tanpa melalui proses hukum, sebanyak 2.300 di antaranya terbunuh dalam
baku tembak dengan polisi.
Duterte geram atas sikap AS dan PBB
yang mengkritik perang melawan narkoba yang diusungnya, yang dinilai
tidak memperhatikan HAM para terduga pecandu narkoba.
"Itu sebabnya saya kasar pada mereka, karena mereka kasar pada saya," katanya.
Menurut
prosedur di Washington, Kementerian Luar Negeri AS akan
menginformasikan Kongres ketika terdapat rencana penjualan senjata
internasional. Namun, Kemlu AS diberitahu bahwa Cardin akan menentang
penjualan senjata itu, sehingga rencana ini otomatis terhenti.
Juru
bicara Kemlu AS, John Kirby mengaku tak dapat berkomentar soal status
penjualan senjata itu, namun menekankan bahwa AS berkomitmen terhadap
persekutuannya dengan Filipina.
Sementara, kepala polisi
Filipina, Ronald dela Rosa, mengaku kecewa atas penghentian penjualan
senjata, karena polisi Filipina kita tak akan mendapatkan senapan M4.
"Kita punya beberapa pilihan, tapi jika memang [penjualan terhenti], maka mereka yang rugi, bukan kita," ujarnya.
"Rusia,
mereka mengundang kita, begitu juga dengan China. Tapi saya masih
menundanya, karena ingin bertanya kepada militer, 'Apakah Anda tetap
ingin senjata AS?' Tapi mereka kasar kepada kita," ujar dela Rosa.
Renggangnya
hubungan antara Filipina dan AS mulai terlihat ketika pada awal
September lalu Duterte menyebut presiden petahana AS, Barack Obama "anak
pelacur". Komentar itu membuat pertemuan kedua kepala negara yang sudah
dijadwalkan disela-sela KTT ASEAN-AS di Laos batal.
Pada akhir
Oktober lalu dalam kunjungannya ke Beijing, China, Duterte bahkan
mengumumkan "perceraian" dengan AS. Duterte mengaku ia berupaya
meninggalkan AS dan merapat ke pemerintah Beijing.
Credit
CNN Indonesia