Ilustrasi (Wikimedia)
Jakarta, CB
--
Inggris akan menggelar referendum untuk memutuskan
apakah keluar atau tetap berada di Uni Eropa (UE). Referendum yang
populer disebut Brexit atau British Exit ini akan menentukan nasib
perekonomian dan kondisi masyarakat Inggris ke depan.
Berikut
adalah berbagai pertanyaan soal Brexit dan latar belakang
diselenggarakannya referendum yang membagi Inggris menjadi dua kubu ini,
dikutip dari berbagai sumber.
Apa yang terjadi?Referendum
akan dilakukan pada Kamis, 23 Juni 2016, waktu setempat. Seluruh warga
Inggris yang berusia di atas 18 tahun bisa memberikan suara "ya" atau
"tidak". Kubu mana pun yang mendapatkan lebih dari setengah suara akan
memenangkan referendum.
Mengapa diadakan?Independent menuliskan,
referendum Brexit adalah janji Perdana Menteri David Cameron jika dia
terpilih kembali pada pemilu 2015, menyusul desakan dari anggota
partainya sendiri, Partai Konservatif, dan partai sayap kanan
anti-imigrasi Inggris, UKIP, yang mengatakan rakyat Inggris tidak pernah
lagi menyampaikan aspirasi secara langsung sejak tahun 1975. Kala itu,
Inggris dalam referendum menyatakan tetap ingin bergabung dengan Uni
Eropa.
Sejak referendum terakhir 41 tahun lalu, Uni Eropa telah
berubah drastis. Dari Komunitas Ekonomi Eropa yang hanya mengurusi
perekonomian dan pasar tunggal dengan sembilan anggota, menjadi
perserikatan besar beranggotakan 28 negara yang mengatur hampir seluruh
lini kebijakan negara-negara Eropa.
Menurut pendukung Brexit, Uni
Eropa dengan lebih dari 500 juta populasinya telah berubah menjadi
serikat politik, dan memiliki pengaruh yang sangat besar, bahkan
melampaui kebijakan parlemen negara anggotanya.
Pendukung Uni
Eropa mengatakan keanggotaan Inggris di Pasar Tunggal Eropa
menyelamatkan perekonomian mereka selama hampir 20 tahun, terutama saat
pemerintahan Tony Blair dan Gordon Brown dari Partai Buruh dan saat
terjadi krisis ekonomi tahun 2008.
Keluarnya Inggris dari UE,
ujar pendukung keanggotaan, akan menutup pasar bebas di Eropa dan
membawa negara ini ke dalam krisis ekonomi, berujung pada pemotongan
tenaga kerja, hilangnya pekerjaan dan ketidakpastian finansial.
Bendera Inggris terlihat di bangunan di Warsawa sebagai dukungan agar Inggris tak keluar dari Uni Eropa. (Reuters/Kacper Pempel)
|
Hubungan dengan imigrasi?Brexit juga muncul
akibat keresahan masyarakat Inggris soal imigran eropa. Sejak perluasan
keanggotaan UE dengan masuknya negara-negara Eropa Timur tahun 2004,
aliran imigran Eropa ke Inggris semakin deras.
Imigran pekerja
seperti para tukang ledeng dari Polandia, pekerja konstruksi, pelayan
dan staf bar awalnya disambut dengan baik, namun sejak krisis 2008,
standar kehidupan masyarakat menurun dan keresahan mulai muncul terkait
imigran asing.
UKIP mengatakan, keanggotaan di Uni Eropa membuat
Inggris dibanjiri imigran yang tidak berguna. Jika keluar dari UE, UKIP
mengajukan kebijakan imigran yang meniru Australia.
Dengan
kebijakan serupa Australia, Inggris hanya menerima orang-orang asing
berkemampuan khusus yang memang dibutuhkan negara itu. Australia
contohnya, menerima chef, mekanik, arsitek, dan perawat, karena negara
kekurangan tenaga terampil di bidang tersebut.
Sementara pendukung keanggotaan UE mengatakan laju imigran tidak akan pernah berhenti atau berkurang ke Inggris.
Siapa tokoh di balik Brexit?PM
Inggris David Cameron dan sebagian besar anggota partai Konservatif di
pemerintah yang mendukung kampanye keanggotaan di UE. Termasuk yang
mendukung adalah para mantan perdana menteri Inggris dari berbagai
partai.
Tokoh utama kubu Brexit, yang menolak keanggotaan di UE,
adalah Michael Gove, menteri kehakiman Inggris, dan Boris Johnson,
mantan walikota London. Hampir setengah anggota dewan dari Partai
Konservatif juga mendukung kubu ini.
Partai-partai sayap kanan
anti-imigran seperti Britain First dan UKIP yang dipimpin Nigel Farage
adalah pendukung ekstrem keluarnya Inggris dari UE.
Persoalan
imigran juga menjadi salah satu motivasi kuat bagi mereka yang
mendukung Inggris keluar dari Uni Eropa. (Reuters/ascal Rossignol)
|
Kubu mana yang akan menang?Tiga survei terakhir soal isu ini pada Sabtu pekan lalu menunjukkan hasil referendum masih menggantung.
Survei YouGov menunjukkan kubu "tetap pada UE" hanya unggul 1 persen, yaitu 44 persen, dari kubu "keluar dari UE."
Bursa
judi untuk referendum juga ramai di Inggris. Berbagai situs judi negara
itu menunjukkan taruhan untuk "tetap pada UE" lebih besar ketimbang
Brexit.
Apa yang akan terjadi setelah Brexit?Jika referendum memutuskan untuk tetap bersama UE, maka Inggris akan melanjutkan kebijakan semula, tanpa ada perubahan.
Namun
jika referendum menyatakan Inggris keluar dari UE, maka kemungkinan
besar Cameron akan mundur. Johnson telah menyiratkan rencana untuk maju
menjadi PM.
Dari sisi ekonomi, nilai mata uang Inggris diprediksi
akan anjlok dan harga saham menurun jika keluar dari UE, mengakibatkan
Bank of England meningkatkan nilai suku bunga.
Namun butuh
prosedur selama dua tahun hingga Inggris benar-benar keluar dari UE,
berdasarkan Traktat Pasal 50. Selama dua tahun itu, Inggris masih akan
melanjutkan kebijakan Eropa dan mengatur kerja sama pasca UE.
Dalam
jangka waktu dua tahun, perdebatan beralih kepada 27 negara anggota UE
lainnya, soal keluarnya Inggris dari serikat tersebut.
Credit
CNN Indonesia