Komunitas Druze merasa sebagai warga negara kelas dua.
CB,
TEL AVIV -- Puluhan ribu orang berkumpul di Tel Aviv memprotes
undang-undang baru Israel yang menyatakannya sebagai bangsa orang
Yahudi, Sabtu (4/8). UU tersebut memicu kemurkaan di kalangan Druze,
etnis minoritas yang paling terintegrasi di negara itu.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah membela UU tersebut.
UU itu menyatakan hanya orang-orang Yahudi yang memiliki hak penentuan
nasib sendiri di negara itu. UU juga menurunkan status Bahasa Arab
sebagai bahasa resmi.
Tetapi pemerintah sayap kanannya
telah dibutakan oleh reaksi dari komunitas Druze Israel, yang telah
menyuarakan rasa pengkhianatan yang dalam mengenai UU. Banyak warga
Druze merasa mereka adalah warga negara kelas dua.
Druze
merupakan anggota etnis Arab dan minoritas agama yang memiliki
kepercayaan berdasarkan Islam campur dengan unsur-unsur keyakinan lain.
Komunitas-komunitas terbesar mereka berada di Lebanon dan Suriah.
Di
Israel, mereka berjumlah sekitar 120 ribu atau kurang dari dua persen
dari total warga negara. Akan tetapi tak seperti orang-orang Israel
keturunan Arab, yang tak diperbolehkan berdinas militer, orang Druze
turut dalam militer dan banyak yang aktif di pemerintahan dan media.
Sebagian bahkan menempati posisi tinggi di bidang politik dan militer.
Para
pemerotes berkumpul di Alun-alun Rabin di Tel Aviv. Banyak orang Yahudi
Israel juga bergabung dengan mengibarkan bendera-bendera Israel dan
Druze, dan banyak memegang poster-poster yang menuntut UU tersebut
dicabut.
"Tak seorang pun dapat memberi petuah kepada kami
mengenai kesetiaan dan makam-makam militer merupakan saksi atas hal ini.
Kendati sudah menunjukkan kesetiaan, negara tidak melihat kami
sejajar," kata pemimpin spiritual Druze Syekh Muwafaq Tarif, dalam
pidatonya di depan pengunjuk rasa.
"Seperti halnya kami
bertempur untuk eksistensi dan keamanan negara, maka kami bertekad untuk
bertempur bersama bagi karakter dan hak untuk hidup di dalamnya atas
dasar kesejajaran dan martabat," kata Tarif.
Yat Salamy (53
tahun), seorang guru, mengatakan UU tersebut mempengaruhi karakter
Israel sebagai negara kosmopolitan. "Apa yang membuat Israel khusus
ialah jalinan sosialnya yang unik: Yahudi, Arab, Druze, Muslim, Kristen,
dan Badui. Circassia -- bersama kami semua orang Israel," ujarnya.
Orang-orang
Arab Israel berjumlah sekitar 20 persen dari sembilan juta jiwa
penduduknya. UU Israel menjamin mereka memiliki hak sejajar penuh,
tetapi banyak mengatakan mereka menghadapi diskriminasi dalam sektor
layanan dan alokasi untuk pendidikan yang tak adil, kesehatan dan
perumahan.
Kelompok sayap kiri Israel dan para pemimpin
komunitas Arab Israel juga mengutuk UU itu. Tetapi kritik dari Druze
lebih bergema, walaupun jumlah mereka relatif kecil, karena reputasi
mereka sebagai pendukung setia kepada negara.