UU dikhawatirkan makin memarginalkan 20 persen warga Israel keturunan Palestina
CB, TEL
AVIV -- Lebih dari 50 ribu orang menggelar demonstrasi di Tel Aviv's
Rabin Square, Israel, pada Sabtu (4/8) malam waktu setempat. Aksi itu
digelar dalam rangka memprotes Undang-Undang (UU) Negara Bangsa Yahudi.
Massa dalam aksi tersebut didominasi oleh anggota komunitas
minoritas Druze. Druze adalah kelompok keagamaan yang muncul dari Islam
dan dipengaruhi oleh agama serta aliran filsafat lain, termasuk filsafat
Yunani.
Dalam
aksinya, massa melambai-lambaikan bendera Israel dan bendera komunitas
Druze yang berlambang bintang dengan warna hijau, merah, kuning, biru,
dan putih di setiap sisinya. Mereka memprotes UU Negara Bangsa Yahudi
karena dinilai rasis dan membuat mereka menjadi warga negara kelas dua.
"Meskipun
kesetiaan kami kepada negara tanpa batas, (tapi) negara tidak
menganggap kami setara," kata pemimpin spiritual Druze Israel Sheikh
Muafak Tarif ketika berorasi dalam aksi tersebut, dikutip laman
the Times of Israel.
Anggota
komunitas Druze memang banyak yang bekerja di lembaga pemerintah,
termasuk mengabdi sebagai tentara Israel. Hal itu menjadi salah satu
faktor yang mendorong mereka menentang UU Negara Bangsa Yahudi.
Wali
Kota Tel Aviv Ron Huldai turut berpartisipasi dalam aksi tersebut. Ia
menilai, UU Negara Bangsa Yahudi adalah noktah noda pada demokrasi
Israel. "UU Negara Bangsa dalam versi saat ini tidak mengakui semua
warga Israel sederajat," katanya ketika berpidato dalam demonstrasi
tersebut.
Huldai menyerukan agara UU Negara Bangsa
Yahudi segera dibatalkan atau direvisi. "Atas nama cinta untuk bangsa,
saya berdiri di hadapan kalian hari ini, dan meminta kami untuk
menghapus atau mengubah hukum dasar yang meninggalkan orang lain di
pinggiran, dan menghilangkan noda kotor ini dari wajah negara Israel
kami," ucap Huldai.
Sementara
itu Menteri Keamanan Publik Israel Gilad Erdan menduga terdapat pihak
yang memiliki agenda politik anti-pemerintah dan berupaya menyulut
perpecahan di antara masyarakat Israel atas terbitnya UU Negara Bangsa
Yahudi. Erdan menegaskan pemerintah sangat menghargai kontribusi
komunitas Druze.
Kendati demikian, ia menolak
anggapan bahwa UU Negara Bangsa Yahudi telah mendiskreditkan komunitas
Druze atau komunitas lainnya. "Tidak ada kata dalam UU ini yang
menyakiti komunitas Druze dan komunitss lainnya," ujar Erdan.
UU
Negara Bangsa Yahudi disahkan Knesset (parlemen Israel) pada 19 Juli.
UU itu menuai kecaman karena dianggap rasis dan mempromosikan kebijakan
apartheid. Sebab dengan UU tersebut, Israel mendefinisikan diri sebagai
negara Yahudi.
UU yang memiliki kedudukan mirip
konstitusi itu dikhawatirkan akan memperluas aneksasi Israel atas tanah
Palestina di wilayah pendudukan, yakni di Tepi Barat dan Yerusalem
Timur. Hal ini karena UU itu menyebut perluasan permukiman Yahudi
merupakan nilai nasional.
Dengan kata lain, UU
Negara Bangsa mendorong dan mempromosikan kegiatan pembangunan mereka,
termasuk di wilayah pendudukan. Padahal PBB telah menyatakan pembangunan
permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur ilegal menurut
hukum internasional.
UU Negara Bangsa Yahudi juga
dikhawatirkan akan semakin memarginalkan masyarakat Palestina
berkewarganegaraan Israel yang mencapai 1,8 juta orang atau sekitar 20
persen dari total populasi masyarakat Israel.