Kamis, 31 Januari 2019

Maduro Tuding Trump Perintahkan Pembunuhan Dirinya




CBCaracas – Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, mengatakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, meminta pemerintah Kolombia dan kelompok mafia di negara itu untuk membunuhnya.

 
Maduro mengatakan ini dalam wawancara dengan media RIA Novosti dari Rusia.
“Tanpa diragukan lagi, Donald Trump memerintahkan pembunuhan atas diri saya, meminta pemerintah Kolombia, mafia Kolombia, untuk membunuh saya. Jika sesuatu terjadi pada diri saya, Donald Trump dan Presiden Kolombia, Ivan Duque, bertanggung jawab,” kata Maduro kepada media RIA Novosti dan dilansir Reuters dan Russia Today pada Rabu, 30 Januari 2019.
Maduro mengaku dia merasa yakin dengan keamanannya karena dijaga dengan ketat. “Saya selalu dilindungi oleh rakyat Venezuela. Kami punya lembaga intelijen yang bagus,” kata dia.

 
Soal Kolombia, penasehat keamanan AS, John Bolton, terekam kamera memegang catatan yang berisi tulisan 5000 tentara ke Kolombia. Ini menimbulkan pertanyaan apakah AS akan mengirim pasukan lewat Kolombia terkait krisis di Venezuela.

Penasehat keamanan nasional Gedung Putih, John Bolton, memegang buku catatan yang berisi tulisan "5000 tentara ke Kolombia" pada Selasa, 29 Januari 2019. Sky News
Maduro baru saja dilantik sebagai Presiden Venezuela pada 10 Januari 2019 untuk masa pemerintahan kedua selama enam tahun.
Namun, seperti dilansir Reuters, kalangan oposisi dan negara Barat menilai pelaksanaan pemilu Venezuela berlangsung penuh kecurangan sehingga tidak memiliki legitimasi. Sejumlah negara Barat seperti Jerman dan Prancis mendesak Maduro menggelar pemilu dalam delapan hari.

 
Pada saat yang sama, pemimpin oposisi Venezuela, Juan Guaido, menobatkan diri sebagai Presiden interim pada pekan lalu dan berjanji akan menggelar pemilu secepatnya setelah Maduro mundur. Trump, sejumlah negara Eropa dan Amerik Latin, mendukung Guaido sebagai Presiden interim.

Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, menggelar acara lari bersama tentara loyalis pada 27 Januari 2019. Reuters
Lewat cuitan di akun @realdonaldtrump, Trump mengatakan baru saja bicara dengan Guaido. “Saya baru saya bicara hari ini dengan Presiden interim Venezuela, Juan Guaido, untuk mengucapkan selamat kepadanya mengenai kenaikannya sebagai Presiden dan menguatkan dukungan kuat AS kepada perjuangan Venezuela untuk meraih kembali demokrasi,” kata Trump sambil menyebut terjadi unjuk rasa besar terhadap Maduro. “Perjuangan untuk kebebasan sudah dimulai,” kata dia.

 
Trump juga mencuit soal kesediaan Maduro untuk bernegosiasi dengan kelompok oposisi di Venezuela. “Ini terjadi setelah AS mengenakan sanksi memotong pendapatan minyak,” kata Trump sambil menyebut Guaido menjadi target Mahkamah Agung dan unjuk rasa besar di sana.

Dalam wawancara ini, Maduro menolak permintaan pemilu ulang dan mengatakan pemilu berikutnya akan berlangsung pada 2025.
Dia juga mengaku mencoba menjalin dialog dengan Presiden Trump namun upaya ini gagal karena dihalangi oleh penasehat keamanan nasional Gedung Putih yaitu John Bolton.
“Selama bertahun-tahun, saya mencoba mengadakan dialog.. Tapi Bolton mencegah Donald Trump melakukan dialog dengan Nicolas Maduro. Saya punya informasi dia mencegah ini agar tidak terjadi,” kata Maduro.






Credit  tempo.co






Aksi Militer, Maduro Sebut AS Ingin Jadikan Venezuela Seperti Vietnam


Aksi Militer, Maduro Sebut AS Ingin Jadikan Venezuela Seperti Vietnam
Presiden Venezuela Nicolas Maduro peringatkan AS untuk tidak melakukan aksi militer terhadap negaranya. Foto/Istimewa

CARACAS - Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, memperingatkan Amerika Serikat (AS) bahwa aksi militer bergaya perang Vietnam akan sangat berbahaya jika dilakukan terhadap negaranya. Sementara di saat yang sama ia mengaku bersedia untuk memulai dialog dengan para pemimpin oposisi.

“Kami tidak akan mengizinkan Vietnam di Amerika Latin. Mereka ingin meletakkan tangan mereka pada minyak kita seperti yang mereka lakukan di Irak, seperti yang mereka lakukan di Libya,” kata Maduro dalam video empat menit yang diterbitkan di Facebook.

"Saya meminta Venezuela dihormati dan saya meminta dukungan orang-orang Amerika Serikat sehingga tidak ada Vietnam baru," tambahnya seperti dikutip dari New York Post, Kamis (31/1/2019).

Pemerintahan Trump telah memberikan dukungannya di belakang Juan Guaido, pemimpin Majelis Nasional Venezuela yang menyatakan dirinya sebagai presiden pekan lalu. AS juga telah menjatuhkan sanksi pada perusahaan minyak milik Venezuela.

Penasihat keamanan nasional AS John Bolton memberi tahu Maduro dan para pendukungnya bahwa langkah apa pun untuk mengintimidasi atau menargetkan diplomat Amerika atau Guaido di negara Amerika Selatan itu akan disambut dengan "respons yang signifikan."

Dalam kesempatan itu, Maduro juga mengatakan dia bersedia untuk berbicara dengan Guaido.

"Saya siap untuk duduk di meja perundingan dengan oposisi sehingga kita dapat berbicara tentang apa yang menguntungkan Venezuela," kata Maduro dalam sebuah wawancara dengan media pemerintah Rusia.


Dia juga menyarankan bahwa negara-negara lain - termasuk Meksiko, Uruguay, Bolivia, Vatikan dan Rusia - dapat bertindak sebagai mediator.

Rusia, Turki, Iran, Kuba, Bolivia, dan El Salvador mendukung Maduro.


Presiden Trump, mencatat kerusuhan di Venezuela, mengeluarkan peringatan di Twitter tentang perjalanan ke sana.

"Maduro bersedia bernegosiasi dengan oposisi di Venezuela setelah sanksi AS dan pemotongan pendapatan minyak," tulis Trump di halaman Twitter-nya.

“Guaido menjadi sasaran Mahkamah Agung Venezuela. Protes besar-besaran diharapkan terjadi hari ini. Orang Amerika seharusnya tidak melakukan perjalanan ke Venezuela sampai pemberitahuan lebih lanjut," imbaunya.

Guaido telah menyerukan pemogokan nasional hari Rabu setelah pemerintah Maduro melarang dia meninggalkan negara itu. 








Credit  sindonews.com





5 Skenario Gonjang-ganjing Venezuela: Maduro Bertahan hingga Invasi AS



5 Skenario Gonjang-ganjing Venezuela: Maduro Bertahan hingga Invasi AS
Ribuan warga Venezuela demo besar-besaran di Caracas pada 19 April 2017. Massa pro-oposisi ini menuntut Presiden Nicolas Maduro Moros lengser. Foto/REUTERS

CARACAS - Keputusan Amerika Serikat (AS) di bawah kekuasaan Presiden Donald John Trump telah membebani krisis politik yang saat ini mengguncang Venezuela. Intervensi Paman Sam bisa mendorong negara warisan Hugo Chavez yang kaya minyak ini menjadi panggung untuk perang di masa depan.

Saat ini, negara Amerika Latin tersebut berada di tengah-tengah konflik politik yang berpotensi meledak antara dua orang yang keduanya mengklaim sebagai presiden Venezuela yang sah; Nicolás Maduro Moros, yang terpilih kembali sebagai presiden pada pemilihan umum (pemilu) Mei 2018, dan pemimpin oposisi Juan Guaido.

Maduro, 56, dari partai berhaluan sosialis, United Socialist Party of Venezuela (PSUV) sudah dilantik sebagai presiden untuk periode kedua pada 11 Januari 2019. Dia akan berkuasa hinggga enam tahun ke depan.


Tapi, Guaido, 35, mengklaim pemilu tahun 2018 dicurangi. Guaido dari Partai Popular Will (VP) yang menjabat sebagai ketua Majelis Nasional (badan legislatif negara) sekarang merasa menjadi presiden yang sah menurut konstitusi negara.

Pada hari Rabu, 23 Januari 2019, Trump secara resmi mengakui Guaido sebagai presiden sementara Venezuela dan menyebut klaim Maduro sebagai presiden "tidak sah". Namun Maduro telah menanggapi dengan menantang lawan-lawannya, dan sejauh ini tidak menunjukkan tanda-tanda dia akan mundur.

Pertanyaannya sekarang adalah apa yang terjadi selanjutnya. Para pejabat dan pakar AS mengatakan jawaban yang meresahkan adalah tidak ada yang benar-benar tahu. Tetapi Ronal Rodriguez, seorang ahli di Observatorium Venezuela di University of Rosario di Kolombia, menyusun lima skenario yang memungkinkan.

Yang paling mungkin saat ini adalah bahwa dorongan untuk menggulingkan Maduro gagal, dan dia mempertahankan kekuasaan sambil menjerumuskan Venezuela ke dalam krisis ekonomi dan kesehatan yang lebih besar. Hasil yang paling tidak mungkin adalah bahwa invasi militer asing untuk menghapus Maduro memicu perang saudara yang dapat membunuh ribuan orang dan mengubah negara yang sudah berjuang itu menjadi negara yang gagal.

Mengutip Vox, berikut lima skenario yang mungkin terjadi pada Venezuela di masa depan, yang diperingkat berdasarkan urutan kemungkinan yang paling kecil terjadi.

Skenario 1: Maduro Tetap Berkuasa



5 Skenario Gonjang-ganjing Venezuela: Maduro Bertahan hingga Invasi AS
Foto/REUTERS


Terlepas dari kekacauan beberapa hari terakhir, Maduro mungkin akan tetap pada kekuasaannya.

Alasannya, kepemimpinan angkatan bersenjata Venezuela tetap setia kepada Maduro. Pada hari Senin, misalnya, militer dengan cepat menghentikan pemberontakan dari 27 anggota garda nasional anti-Maduro yang tampaknya bertujuan untuk mendorong penggulingan presiden. Plus, loyalis Maduro mengendalikan banyak lembaga penting lain di negara itu, seperti Mahkamah Agung.

Jadi Maduro tidak memiliki insentif untuk mundur, meskipun ribuan orang di Venezuela mendukung penggulingannya dan mendukung Guaido. Dia sudah mengatakan dia tidak akan lengser, dan bahkan sudah mulai melawan.

Pada hari Rabu, 23 Januari 2019, hanya beberapa jam setelah keputusan Trump, Maduro memutuskan semua hubungan diplomatik dengan Washington dan memberikan waktu 72 jam bagi para diplomat Amerika untuk meninggalkan Venezuela. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Michael Pompeo membalas dengan mengatakan bahwa AS tidak akan mematuhi perintah Maduro karena pemerintah Washington tidak melihatnya lagi sebagai presiden sah negara Venezuela.

Meski begitu, Maduro kemungkinan akan tetap berkuasa. Itu berita buruk bagi banyak orang di Venezuela, petak besar penduduk hidup dalam kemiskinan karena salah urus ekonomi oleh diktator sosialis.

Inflasi di negara itu sekarang melayang di atas satu juta persen, dan bisa mencapai 10 juta persen tahun ini, menurut Dana Moneter Internasional. Makanan dan obat-obatan terlalu mahal untuk dibeli. Dan sejak 2015, lebih dari 3 juta rakyat Venezuela telah meninggalkan negara itu untuk mencari peluang yang lebih baik di tempat lain, terutama di Kolombia. Pada 2019, diprediksi ada 2 juta lagi warga negara itu yang akan menjadi pengungsi.

Tekanan politik terhadap Maduro tentu akan melemahkannya, dan tekanan ekonomi akan mempersulit upaya apa pun yang ia lakukan untuk memperbaiki situasi ekonomi negaranya. AS, misalnya, telah memberlakukan sanksi pada perusahaan minyak negara Venezuela. Sanksi itu mengancam akan menjatuhkan peringkat kepercayaan Maduro di mata rakyatnya 20 menjadi lebih rendah.

Kenyataannya kemudian, adalah hasil yang paling mungkin dari dorongan anti-Maduro saat ini ia tetap menjadi pemimpin negara, meskipun sangat "babak belur".

Skenario 2: Maduro Mundur, tapi Ideologi Politik dan Kebijakan Ekonomi yang Dahsyat Berlanjut



5 Skenario Gonjang-ganjing Venezuela: Maduro Bertahan hingga Invasi AS
Foto/REUTERS



Maduro dapat mundur dari kursi kepresidenan jika dia dapat memilih pemimpin baru yang menganut ideologi politik yang sama dengan yang dia lakukan.


Dia adalah seorang chavista, seseorang yang percaya merek populis sosialisme otoriter seperti mantan Presiden Hugo Chavez adalah cara terbaik untuk memerintah.

Chavez adalah tokoh legendaris di Venezuela yang mengubah lanskap politik dan ekonomi negara itu dengan menasionalisasi industri dan menyalurkan sejumlah besar uang pemerintah ke dalam program sosial.

Di bawah pemerintahannya, tingkat pengangguran Venezuela menurun hampir 50 persen, pendapatan per kapita meningkat lebih dari dua kali lipat, tingkat kemiskinan turun lebih dari setengahnya, pendidikan meningkat, dan angka kematian bayi menurun.

Tetapi dia juga menumpuk pengadilan negara itu dengan sekutu politik, mengeluarkan undang-undang yang membatasi kemampuan jurnalis untuk mengkritik pemerintah, dan secara konsisten mencari cara untuk menghilangkan cek pada kekuasaannya.

Maduro mencoba mengikuti buku pedoman Chavez, tetapi hasilnya merusak bagi negara. Harga minyak jatuh pada akhir 2014, dan ekonomi ikut-ikutan jatuh. Setelah lawan politik mengambil alih Majelis Nasional pada 15 Desember, ia mencoba membubarkannya sambil menempatkan kroninya di Mahkamah Agung dan di tempat lain. Apa yang didapat Venezuela adalah pemimpin yang semakin otoriter yang mengawasi ekonomi yang hancur.

Sekarang, kira-kira 80 persen warga negara—dan ribuan orang di jalanan—menentangnya. Itu mungkin memaksa para pemimpin partai sosialis Maduro untuk memintanya minggir dan melihat apakah chavista lain bisa berbuat lebih baik sebagai presiden. Setidaknya ada empat orang, termasuk seorang gubernur dan walikota, menunggu di sayap untuk saatnya tiba diangkat.

Jika skenario ini berjalan, itu berarti masa depan Venezuela akan terlihat cukup mirip dengan jika Maduro tetap menjabat. Pada dasarnya; wajah baru, pemerintahan sama.

Skenario 3: Oposisi Mengambil Alih Kekuasaan



5 Skenario Gonjang-ganjing Venezuela: Maduro Bertahan hingga Invasi AS
Foto/REUTERS



Tekanan domestik dan internasional yang meningkat pada akhirnya mungkin terbukti terlalu banyak untuk Maduro, memaksanya untuk membuat kesepakatan dengan oposisi dan mundur.


Tidak jelas seperti apa kesepakatan itu. Salah satu kemungkinannya adalah Maduro setuju untuk tetap berkuasa sampai pemilu yang adil diadakan dan kemudian lengser sehingga pemenang pemilu dapat mengambil alih. Kemungkinan lain adalah Maduro rela menyerahkan negara ke Guaido sebagai juru kunci sementara ia menyerukan pemilu baru.

Kamis malam, Guaido mengatakan kepada Univision bahwa dia mungkin mempertimbangkan untuk menawarkan amnesti Maduro jika dia rela meninggalkan kantor. "Dalam masa transisi, kami telah melihat hal serupa terjadi," katanya. “Kami tidak dapat membuang elemen apa pun. Kita harus tegas, untuk mendapatkan bantuan kemanusiaan. Prioritas kami adalah orang-orang kami."

Harapannya adalah bahwa pemimpin baru, mungkin bukan dari partai sosialis Maduro, akan mengarahkan negara kembali ke demokrasi. Tetapi hasil yang indah ini pun memiliki tantangan.

Itu karena beberapa kebijakan Maduro tetap populer, terutama penekanan partainya pada pengeluaran sejumlah besar pendapatan negara untuk mendanai program-program sosial seperti perawatan medis gratis dan makanan yang terjangkau. Dan pemimpin baru hampir pasti harus membuat pilihan sulit—termasuk memotong dana untuk beberapa program tersebut—demi mengakhiri keruntuhan ekonomi Venezuela.

Itu bisa membuat warga berkelahi, dan mungkin mendongkel pemimpin baru dalam waktu singkat. Dengan kata lain, orang yang menggantikan Maduro dengan harapan tulus memperbaiki Venezuela akan memiliki pekerjaan yang sangat sulit, dan mungkin tidak terlalu populer untuk melakukannya.

Skenario 4: Militer Venezuela Mengambil Alih Kekuasaan



5 Skenario Gonjang-ganjing Venezuela: Maduro Bertahan hingga Invasi AS
Foto/REUTERS



Militer Venezuela adalah salah satu institusi paling kuat di negara itu. Kepemimpinan militer mendukung klaim Maduro atas kekuasaan. Tetapi jika krisis politik memburuk, militer pada akhirnya dapat memutuskan saatnya untuk membelot dan memilih untuk menangani sendiri dengan menggulingkan Maduro.


Ada kemungkinan bahwa para pemimpin militer akan menyerukan pemilu yang bebas dan adil dan kemudian minggir untuk memberi kesempatan bagi pemenang pemilu.

Tetapi sejarah menyarankan sebaliknya. Banyak yang khawatir bahwa skenario ini dapat membawa kembali pada hari-hari mengerikan tentang kediktatoran militer di Venezuela (dan Amerika Selatan pada umumnya). Dari tahun 1948 hingga 1958, para pemimpin militer--terutama Jenderal Marcos Pérez Jiménez--mengawasi penyiksaan, pemenjaraan politik, dan pembunuhan lawan. Korupsi juga merajalela, karena dana untuk pendidikan dan kesehatan dialihkan untuk memenuhi kantong para elite.

Kekhawatirannya adalah bahwa seorang penguasa militer—mungkin seorang perwira senior, seperti seorang jenderal—seperti pada tahun-tahun sebelumnya akan mengorbankan akuntabilitas demokratis atas nama stabilitas sosial.

Itu mungkin berarti masyarakat yang represif dengan kebebasan pribadi yang lebih sedikit, dan kemungkinan besar tahanan politik menjadi meningkat. Meskipun, untuk bersikap adil, itu tidak tampak berbeda dari bagaimana Maduro menjalankan negaranya sekarang.

Kediktatoran militer di Venezuela juga akan menjadi hasil yang ironis. Para pemrotes anti-Maduro berunjuk rasa pada 23 Januari karena alasan tertentu. Itu adalah peringatan ke-61 tahun ketika sebuah kediktatoran militer jatuh di negara itu.

Namun, sekali lagi, skenario ini sangat tidak mungkin. Pada hari Kamis, kepemimpinan militer Venezuela mengatakan bahwa mereka berdiri kokoh di belakang Maduro dan akan menentang upaya kudeta terhadapnya. Jadi jika Maduro lengser, itu mungkin tidak akan terjadi karena militer mengambil alih. Tetapi hal-hal aneh telah terjadi, termasuk pembelotan para perwira.

Skenario 5: Invasi Militer AS Menggulingkan Maduro dan Memicu Perang Saudara

5 Skenario Gonjang-ganjing Venezuela: Maduro Bertahan hingga Invasi AS
Foto/REUTERS


Pada Agustus 2017, Trump secara terbuka mengumumkan kemungkinan menggunakan beberapa "opsi militer" yang tidak ditentukan untuk mengusir Maduro dan untuk mengatasi kemalangan politik dan ekonomi Venezuela. Menurut beberapa laporan, Trump membahas kemungkinan mengambil tindakan militer terhadap negara itu dengan beberapa pembantunya pada waktu itu.

Penasihat Trump, terutama Penasihat Keamanan Nasional saat itu; H.R. McMaster, jelas meyakinkan presiden untuk tidak melanjutkan tindakan itu.

Tapi itu dulu. Saat ini, situasi di Venezuela sangat berbeda; Ada pemimpin oposisi yang jelas mengklaim mantel legitimasi yang tampaknya mendapat dukungan dari sebagian besar rakyat Venezuela, dan yang secara terbuka dinyatakan oleh AS sebagai pemimpin sejati negara itu.

Selain itu, para penasihat yang menjauhkan Trump dari "opsi militer" terakhir kali bukanlah penasihat yang sama dengan yang ia miliki sekarang. McMaster dan Menteri Pertahanan James Norman Mattis telah hengkang, dan John Bolton yang jauh lebih hawkish kini menjadi Penasihat Keamanan Nasional.

Bolton, dalam pidatonya November lalu, menyinggung Venezuela. "Di bawah Presiden Trump, Amerika Serikat mengambil tindakan langsung...untuk mempertahankan supremasi hukum, kebebasan, dan kesusilaan dasar manusia di wilayah kita," katanya. Sikap Bolton jauh lebih terbuka untuk intervensi militer AS daripada McMaster.

Jadi, ada kemungkinan—meski bukan yang besar—bahwa Trump dapat memilih untuk menyerang Venezuela, atau setidaknya mendukung negara-negara regional yang mungkin ingin secara paksa menyingkirkan Maduro menggunakan militer mereka sendiri. Sejauh ini, tampaknya tidak ada selera untuk itu. Misalnya, pada hari Kamis, para jenderal Brasil mengatakan kepada BuzzFeed News bahwa mereka mengesampingkan opsi militer.

Invasi semacam itu, untuk lebih jelasnya, hampir pasti akan mematikan, mahal, dan bertahan lama, serta dapat dengan mudah menjerumuskan negara itu ke dalam perang saudara.

Dan dalam skenario seperti ini, militer Maduro kemungkinan akan membela dirinya. Maduro sudah mengerahkan pasukannya kalau-kalau Trump melancarkan invasi. "Anda tidak dapat menurunkan kewaspadaan Anda untuk sedetik pun, karena kami akan membela hak terbesar yang dimiliki tanah air kami dalam semua sejarahnya, yaitu hidup dalam damai," kata Maduro Juli lalu.

Namun, beberapa bagian dari militer mungkin "bercerai" dan bergabung dengan pasukan penyerang. Hal itu bisa memicu perang brutal berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan yang berpotensi menyebabkan ratusan atau ribuan orang tewas dan kota-kota hancur.

Tetapi Rodriguez dan para pejabat AS memperingatkan hal itu bisa menjadi lebih buruk. Jika Maduro akhirnya digulingkan, perebutan kekuasaan atas siapa yang akan menggantikannya dapat mengadu banyak faksi di negara itu satu sama lain, memicu perang saudara. Dengan tidak ada pemenang yang jelas, faksi-faksi itu dapat mulai mengontrol dan mengatur wilayah Venezuela mereka sendiri yang terpisah.

Akibatnya, Venezuela bisa tidak ada lagi dan menjadi negara yang lebih gagal daripada sekarang. Itu jelas skenario terburuk, tetapi tidak di luar bidang kemungkinan. Situasi serupa telah terjadi di negara-negara lain, termasuk di Libya dan Suriah.

Untungnya, invasi militer—baik oleh AS atau negara lain—tampaknya merupakan skenario yang paling tidak mungkin saat ini. Tokoh oposisi Venezuela dan banyak pemimpin Amerika Latin mengatakan mereka menentang langkah semacam itu. Dan Trump, terlepas dari pernyataan publiknya pada tahun 2017 tentang kemungkinan "opsi militer" dan komentar 2018 tentang bagaimana Maduro dapat "dijatuhkan dengan sangat cepat" oleh kudeta militer, sebaliknya sangat jelas dan konsisten tentang keinginannya untuk menjauhkan AS dari perang asing.

Jenderal Angkatan Udara Douglas Fraser, yang memimpin Komando Selatan AS dari Juni 2009 hingga November 2012, mengatakan kepada bahwa dia tidak "melihat alasan yang baik" bagi militer AS "untuk dipekerjakan dalam situasi ini."

Tapi Trump mengatakan dia belum sepenuhnya mengesampingkan kemungkinan itu. Ketika ditanya oleh wartawan Kamis apakah opsi militer masih di atas meja, presiden berkata, "Kami tidak mempertimbangkan apa pun, tetapi semua opsi ada di atas meja." 




Credit  sindonews.com




FBI Sebut China Mata-Matai Ekonomi AS


FBI Sebut China Mata-Matai Ekonomi AS
Ilustrasi lambang Biro Penyelidik Federal Amerika Serikat (FBI). (Reuters)



Jakarta, CB -- Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) tengah menyelidiki dugaan tindakan spionase yang dilakukan China terhadap sedikitnya 56 instansi dan lembaga ekonomi Amerika Serikat. Di hadapan Senat, Direktur FBI Christopher Wray mengatakan Negeri Tirai Bambu merupakan ancaman intelijen paling signifikan untuk AS.

"Kami memiliki sejumlah investigasi ekonomi, misalnya, di hampir setiap 56 lembaga kami. Ini hanya pengungkapan di satu sektor saja," ucap Wray pada Selasa (29/1).

"Jumlah mata-mata mereka mungkin meningkat dua kali lipat dalam tiga atau empat tahun terakhir, dan tidak semuanya, tetapi hampir semuanya mengarah lagi ke China," ujar Wray.



Wray menyatakan hal itu sehari setelah Kementerian Kehakiman mendakwa raksasa telekomunikasi China, Huawei, atas sangkaan mencuri rahasia perusahaan pesaingnya, T-Mobile USA.


Isi dakwaan menyatakan Huawei menawarkan bonus kepada setiap karyawan yang jumlahnya berdasarkan nilai informasi yang bisa mereka curi dari perusahaan lain di seluruh dunia.

Informasi-informasi curian tersebut disebut dikirim para karyawan melalui alamat surat elektronik dengan sandi ke kantor pusat Huawei.

Dalam rapat, sejumlah petinggi intelijen menilai China merupakan ancaman paling kuat secara politik, militer, dan ekonomi bagi AS. Mereka menganggap ancaman tersebut terus tumbuh.



Menurut laporan intelijen AS berjudul 'Penilaian Ancaman Sedunia' yang dirilis pada Selasa (29/1) kemarin, China disebut juga menargetkan sektor teknologi AS yang penting terkait spionase. Laporan itu memperkirakan China akan mencuri setiap teknologi yang tidak bisa mereka buat sendiri tetapi penting bagi kepentingan negaranya.

"Kami juga prihatin tentang potensi intelijen China dan layanan keamanan mereka memanfaatkan perusahaan teknologi informasi China sebagai platform spionase rutin dan sistematik terhadap AS dan sekutu kami," bunyi laporan itu seperti dikutip AFP.

Sementara itu, Direktur Badan Intelijen Kementerian Pertahanan AS, Letnan Jenderal Robert Ashley, mengatakan pemerintah China telah mempersulit perusahaan Negeri Tirai Bambu untuk menjadi penguasa murni dan menghindari kecurigaan.

"Huawei perlu membuat keputusan tentang arah yang ingin mereka ambil terkait bagaimana mereka mendukung pemerintah China atau sebagai bisnis independen," ucap Ashley.



"Tantangannya adalah Huawei tidak berwenang memutuskan itu, tapi Partai Komunis China dan Presiden Xi Jinping," ujar Ashley.




Credit  cnnindonesia.com






Apa Saja yang Akan Terjadi di Inggris Jika Brexit Gagal?



Para pengunjuk rasa membentangkan spanduk di Jembatan Westminster sebelum demonstrasi anti-Brexit, di London pusat, Inggris, Sabtu, 20 Oktober 2018. REUTERS/Simon Dawson
Para pengunjuk rasa membentangkan spanduk di Jembatan Westminster sebelum demonstrasi anti-Brexit, di London pusat, Inggris, Sabtu, 20 Oktober 2018. REUTERS/Simon Dawson

CB, Jakarta - Masa depan Inggris kini terletak pada lolos tidaknya proposal Brexit.
Jika Brexit gagal mencapai kesepakatan atau yang dikenal sebagai No Brexit Deal, maka konsekuensi terburuknya adalah Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan sama sekali.
No Deal Brexit, seperti dikutip dari Mirror.co.uk, 30 Januari 2019, adalah opsi jika anggota parlemen, Uni Eropa dan pemerintah Inggris tidak dapat menyetujui perjanjian pengunduran Brexit pada tanggal 29 Maret 2019.

Kesepakatan setebal 585 halaman akan memastikan bisnis tidak terputus dengan melanjutkan aturan dalam masa transisi hingga Desember 2020.
Meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan berarti akan jatuh kembali pada tarif perdagangan WTO, meningkatkan harga impor dan ekspor, dan dapat meninggalkan lubang hitam legal di mana hukum Uni Eropa berdiri sebelumnya.
Pemerintah Inggris telah meningkatkan persiapan tanpa kesepakatan sejak awal musim panas 2018.
Anggota parlemen percaya bahwa mereka dapat menemukan cara untuk memblokir No Deal Brexit melalui Parlemen, termasuk dengan menunda tanggal 29 Maret, tetapi jika tidak, itu masih merupakan opsi yang harus diantisipasi pada pukul 11 malam pada tanggal 29 Maret dan berikut yang akan terjadi di Inggris jika Brexit keluar tanpa kesepakatan.

1. Darurat Militer
Lebih dari 3.000 tentara dikerahkan jika ada Brexit yang tidak memiliki kesepakatan.
Cadangan tentara juga secara hukum dapat dipanggil jika ada kerusuhan sipil, sementara dewan bersiap untuk kemungkinan perampokan bank, bahan bakar dan makanan.
Pemerintah memiliki rencana jika perlu memberlakukan darurat militer dan jam malam untuk memulihkan ketertiban.

2. Wajib Memperbarui Paspor
Pada saat ini, warga negara Inggris dapat memasuki negara-negara Schengen dengan paspor yang valid bahkan jika mereka hanya memiliki satu hari tersisa sebelum mereka berakhir.
Tetapi dalam kesepakatan Brexit, setelah 29 Maret 2019, warga Inggris mungkin tidak dapat melakukan perjalanan ke negara-negara ini jika warga Inggris memiliki kurang dari enam bulan tersisa di paspornya.
Pemerintah menyarankan para pelancong untuk memperbarui paspor yang lebih tua dari sembilan tahun enam bulan.
Biasanya ini berarti memperbarui enam bulan sebelum paspor kedaluwarsa. Tetapi jika paspor memiliki validitas lebih dari 10 tahun, maaka harus memperbarui lebih awal, karena bulan tambahan di atas 10 tahun tidak masuk hitungan.
Berikut ini adalah anggota Perjanjian Schengen: Austria, Belgia, Republik Ceko, Denmark, Estonia, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Hongaria, Islandia, Italia, Latvia, Liechtenstein, Lithuania, Luksemburg, Malta, Belanda, Norwegia, Polandia, Portugal, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia dan Swiss.
3. Hewan Peliharaan

Pengunjuk rasa anti-Brexit mengikuti pawai yang disebut "Wooferendum" dengan membawa anjing mereka di London, Inggris, Ahad, 7 Oktober 2018. Pemberlakuan Brexit dikhawatirkan akan menyebabkan kekurangan dokter hewan dan kenaikan biaya makanan hewan peliharaan. REUTERS/Henry Nicholls


Ada perubahan besar untuk pemilik hewan peliharaan yang ingin membawa hewan kesayangan mereka ke luar negeri.
Saat ini anjing, kucing, dan musang dapat melakukan perjalanan ke mana saja di UE selama mereka memiliki "paspor hewan peliharaan".
Syarat utama adalah bahwa tiga minggu sebelum kunjungan pertama, pemilik harus pergi ke dokter hewan untuk divaksinasi rabies dan ditanam mikrochip.
Tetapi dalam kasus terburuk Brexit, pemilik hewan peliharaan harus mengunjungi dokter hewan setidaknya empat bulan sebelum membawa hewan peliharaan mereka ke UE.

4. Restoran Cepat Saji Kehabisan Makanan
Makanan sedang ditimbun sebagai antisipasi Inggris keluar UE tanpa kesapakatan.
Pada bulan Januari, nama-nama besar seperti KFC, Pret, Lidl, Co-Op, M&S, Waitrose, Sainsbury, Asda, dan McDonald's menandatangani surat peringatan yang memperingatkan bahwa persediaan makanan bisa kekurangan karena gangguan pada rantai pasokan.

5. Kehilangan Pekerjaan
Sejumlah perusahaan telah memindahkan pekerjaan dari Inggris atau mengancam akan melakukannya dalam situasi tanpa kesepakatan.
Salah satunya Airbus, yang mempekerjakan 14.000 orang di Inggris dengan sekitar 110.000 pekerjaan di rantai pasokan, memperingatkan akan pindah ke tempat lain.
Dan kritikus khawatir investasi baru tidak akan datang ke Inggris, menghantam pekerjaan di generasi mendatang.

6. Jutaan Tiket Pesawat Bisa Dibatalkan

Pesawat British Airways. REUTERS/Arnd Wiegmann
Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) memperingatkan hingga 5 juta tiket pesawat bisa dibatalkan jika tidak ada kesepakatan.
Saat ini tidak diketahui dengan pasti tiket mana yang kena imbas, atau bagaimana calon penumpang akan mengetahui jika penerbangan mereka dibatalkan.

7.Semakin Sulit Mengemudi di UE
Saat ini SIM Inggris adalah satu-satunya hal yang perlu pengunjung dapatkan di belakang kemudi di Uni Eropa.
Tetapi di bawah Brexit yang tidak sesuai kesepakatan, warga Inggris harus mendapatkan Izin Mengemudi Internasional.
Sementara itu warga Inggris juga akan dipaksa untuk mengajukan "kartu hijau" untuk membuktikan bahwa Anda memiliki asuransi mobil yang tepat.

8. Warga UE Kehilangan Izin Tinggal di Inggris
Lebih dari 3 juta warga negara Uni Eropa yang tinggal di Inggris akan memiliki hak tinggal yang kurang konkret.
Apakah ada kesepakatan Brexit atau tidak, warga negara Uni Eropa dapat tinggal di Inggris jika mereka mendaftar untuk "status menetap" dengan pemerintah.
Dalam No Deal Brexit, hanya warga negara Uni Eropa yang tiba sebelum 29 Maret yang dapat mengajukan permohonan, bukan mereka yang tiba pada Desember 2020.
Batas waktu untuk pengajuan adalah 31 Desember 2020, bukan 30 Juni 2021 jika ada kesepakatan Brexit.

9. Apotek dan Rumah Sakit Membatasi Obat
Apoteker telah meminta wewenang khusus untuk menjatah obat jika tidak ada kesepakatan Brexit.
Di bawah rencana Asosiasi Distribusi Layanan Kesehatan, mereka akan memiliki wewenang khusus untuk memvariasikan resep dokter dan menawarkan sesuatu yang lain jika obat tidak tersedia.
37 juta paket obat-obatan diimpor ke Inggris dari UE setiap bulan, dan Kementerian Kesehatan Inggris (NHS) sedang mempersiapkan skenario untuk mencegah pasokan kering.
Kepala pemerintah dan NHS telah mendirikan Pusat Respons Operasional dan perusahaan-perusahaan industri menciptakan persediaan obat enam minggu.

10. Biaya Roaming Ponsel Lebih Mahal
Biaya roaming ponsel dapat dinaikkan kurang dari dua tahun setelah dipotong di Uni Eropa.
Biaya dipotong pada Juni 2017, artinya tidak ada biaya tambahan untuk menggunakan perangkat Inggris di benua untuk panggilan, teks dan data.
Operator tidak akan terikat oleh perjanjian jika Inggris keluar tanpa kesepakatan.
Roaming bebas biaya tambahan saat warga Inggris bepergian ke UE tidak dapat lagi dijamin.

11. Dua Kali Lewati Keamanan Bandara Eropa
Penumpang pesawat yang mengubah penerbangan di UE mungkin harus menjalani dua pemeriksaan keamanan di bawah No Deal Brexit.
Wisatawan yang menaiki pesawat di Inggris untuk terbang ke bandara Eropa, sebelum berganti penerbangan untuk tujuan selanjutnya, akan transit di Inggris seperti sekarang.
Tetapi mereka mungkin harus melakukan pemeriksaan kedua di UE sebelum mendapatkan penerbangan lanjutan mereka.

12. Irlandia Utara Alami Pemadaman Listrik
Irlandia Utara akan dipaksa untuk mengambil tindakan drastis untuk memadamkan listrik.
Kasus terburuk No Deal Brexit akan mengacaukan pasar listrik semua pulau yang dimiliki oleh Irlandia Utara dan Republik, membiarkannya "tanpa dasar hukum".
Untuk menghentikan pemadaman, Irlandia Utara harus mengambil lebih banyak listrik dari pembangkit listrik Inggris melalui "interkonektor" yang berjalan di bawah Laut Irlandia.
Tetapi Operator Sistem Transmisi Irlandia Utara mungkin perlu bergantung pada pengaturan mundur untuk memastikan daya terus mengalir.

13. Kemasan Rokok Berubah
Peringatan grafis pada paket rokok akan digantikan oleh versi Australia jika tanpa kesepakatan Brexit.
Dalam beberapa hal kemasan bahkan lebih mengerikan daripada yang diedarkan di Inggris saat ini.
Gambar-gambar suram menunjukkan kaki penuh dengan penyakit pembuluh darah, arteri yang tersumbat, otak yang berdarah dan gigi bernoda hitam.
Foto-foto akan diubah dalam No Deal Brexit karena Komisi Eropa memiliki hak cipta yang digunakan Inggris saat ini.


14. Obat-obatan dan Parfum Lebih Mahal
Saat ini, bahan-bahan populer dalam obat flu biasanya dapat diperdagangkan di UE tanpa lisensi. Dalam kesepakatan, lisensi akan diperlukan untuk berdagang yang disebut "prekursor" ini.
Jika Brexit tanpa kesepakatan, perusahaan yang ingin memperdagangkan bahan kimia semacam itu dengan UE harus mendaftar ke Home Office, yang biayanya antara 109 Poundsterling (Rp 2 juta) hingga 3.665 Poundsterling (Rp 67,7 juta).
Mereka juga akan memerlukan lisensi impor/ekspor, yang biayanya 24 Poundsterling (Rp 443 ribu). Para kritikus mengatakan ini bisa menaikkan harga bagi konsumen di toko-toko.

Demikian pula, perusahaan kosmetik akan kena dampak dengan lebih banyak birokrasi untuk membuktikan produk mereka aman untuk kesehatan manusia.

15. Pasokan Kaviar
Impor kaviar akan dikurangi atau dihentikan sepenuhnya dalam No Deal Brexit.
Telur ikan Sturgeon bersama dengan koleksi anggrek dan reptil yang membutuhkan izin impor dan ekspor untuk melintasi perbatasan UE.
Warga Inggris hanya diizinkan membawa 125 gram kaviar dari Uni Eropa untuk penggunaan pribadi jika Brexit berakhir tanpa kesepakatan.





Credit  tempo.co



Brexit di Ujung Tanduk, Kekacauan Ekonomi Mengancam Inggris



Perdana Menteri Inggris Theresa May berbicara selama debat tentang Brexit-nya.
Perdana Menteri Inggris Theresa May berbicara selama debat tentang Brexit-nya.

CB, Jakarta - Perdana Menteri Inggris Theresa May berupaya menyelamatkan kesepakatan Brexit yang semakin mendekati tenggat waktu kurang dari 60 hari untuk Inggris keluar dari blok Uni Eropa.
Pasalnya, parlemen Inggris gagal mengesahkan amandemen yang akan memberikan May wewenang menunda Brexit demi ketertiban dan bahkan berujung kerusuhan karena Inggris terancam keluar dari blok Uni Eropa tanpa kesepakatan pada 29 Maret, seperti dikutip dari laporan New York Times, 30 Januari 2019.

Namun, May kehilangan suara pada amandemen tidak mengikat yang mengatakan Inggris tidak boleh meninggalkan blok tanpa kesepakatan. Ini membuat May berusaha lebih keras menyelamatkan kesepakatan Brexit.
May menghadapi tugas yang semakin sulit dalam mencoba membalikkan penolakan besar-besaran Parlemen terhadap rencana Brexit bulan ini.
Akibatnya, dia kembali ke tempat dia mulai sebelum proses amandemen. Satu-satunya kartu yang tersisa adalah jika parlemen benar-benar tidak menyukai rencana Brexit-nya, politisi Inggris tetap terpecah dan lumpuh karena alternatif.

Anggota parlemen Inggris pada hari Selasa, 29 Januari 2019, menginstruksikan Perdana Menteri Theresa May untuk membuka kembali perjanjian Brexit dengan Uni Eropa untuk menggantikan pengaturan perbatasan Irlandia yang kontroversial.[REUTERS]
May menjanjikan pendukung garis keras Brexit di partainya sendiri bahwa dia dapat menyusun ulang teks hukum setebal 585 halaman, dinegosiasikan selama hampir dua tahun, yang oleh negosiator Uni Eropa katakan tidak bisa dibuka kembali.

Sampai baru-baru ini, dia sendiri bersikeras bahwa tidak mungkin untuk menegosiasikan ulang perjanjian ini. May berpendapat bahwa meskipun sulit, itu bisa dilakukan.

May mendapatkan beberapa dukungan yang diperlukan dalam pemungutan suara, ketika parlemen menyetujui amandemen, yang dirancang oleh Konservatif senior, Graham Brady, yang menyuarakan dukungan untuk strateginya membuka kembali negosiasi untuk mencari "kesepakatan alternatif".Dalam pemungutan suara yang alot, anggota parlemen memberikan suara 317 banding 301 untuk memerintahkan May mencari kesepakatan baru dengan Uni Eropa atas perbatasan Irlandia, masalah yang tidak disetujui oleh pro Brexit garis keras yang telah memusingkan May selama berbulan-bulan. May sebelumnya mengatakan kepada House of Commons bahwa dia akan mendukung inisiatif ini, dalam upaya untuk meyakinkan mayoritas anggota parlemen untuk mendukung beberapa rencana Brexit.


Dilaporkan Reuters, Theresa May berbicara dengan Presiden Komisi Uni Eropa Jean-Claude Juncker pada hari Selasa sebelum meminta parlemen untuk mengirim pesan langsung ke Uni Eropa tentang perlunya perubahan pada kesepakatan Brexit.
Namun, Uni Eropa telah berulang kali mengatakan tidak ingin membuka kembali perjanjian yang ditandatangani oleh 27 pemimpin UE lainnya.

Berbicara segera setelah pemungutan suara di parlemen, seorang juru bicara Presiden Dewan Eropa Donald Tusk mengatakan hambatan itu adalah bagian dari kesepakatan penarikan dan tidak siap untuk negosiasi, sikap yang digemakan oleh pemerintah Irlandia.
Kantor Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan tidak mungkin ada negosiasi ulang dan menuntut proposal Inggris yang "kredibel".
Jika parlemen Inggris tidak dapat menemukan mayoritas untuk melangkah ke depan, Inggris akan meninggalkan blok perdagangan global terbesar tanpa kesepakatan Brexit apapun, sebuah skenario yang ditakutkan oleh para pelaku bisnis akan membawa kekacauan pada ekonomi terbesar kelima di dunia.




Credit  tempo.co




PBB Temukan 15 Kuburan Massal di Kongo



PBB Temukan 15 Kuburan Massal di Kongo
Misi PBB di Kongo, MONUSCO, menemukan 15 kuburan massal telah ditemukan di bagian barat laut Republik Demokratik Kongo tiga hari setelah pertumpahan darah antar etnis pada bulan Desember lalu. Foto/Ilustrasi/Istimewa

KINSHASA - Setidaknya 15 kuburan massal telah ditemukan di bagian barat laut Republik Demokratik Kongo setelah tiga hari pertumpahan darah antar etnis pada bulan Desember lalu. Demikian pernyataan juru bicara misi PBB di Kongo, MONUSCO.

Sebelumnya pada bulan Januari, PBB memperkirakan bahwa setidaknya 890 orang terbunuh sebagai akibat dari kekerasan, beberapa yang terburuk di daerah itu selama bertahun-tahun yang menyoroti keadaan genting hubungan antar-etnis bahkan di daerah yang lebih damai di negara Afrika Tengah itu.

Juru bicara MONUSCO, Florence Marchal mengatakan, sebuah misi khusus badan itu yang menyelidiki situasi pertempuran menemukan setidaknya 11 kuburan massal dan 43 kuburan individu di sekitar kota Yumbi dan setidaknya empat kuburan komunal yang berisi setidaknya 170 mayat yang berdekatan di Bongende.



"Sementara kesimpulan dari misi ini masih diselesaikan, kami dapat mengkonfirmasi bahwa beberapa ratus orang termasuk wanita dan banyak anak-anak terbunuh dalam keadaan yang tidak mengenaskan," ujarnya.

"Kecepatan, modus operandi dan tingginya angka kematian dari kekerasan ini menunjukkan bahwa peristiwa ini direncanakan dan dipikirkan terlebih dahulu sebelumnya," ungkapnya seperti dilansir dari Reuters, Rabu (30/1/2019).

Perselisihan terkait dengan pemakaman kepala suku dipandang sebagai katalis untuk pertempuran antara komunitas Banunu dan Batende. Ini menyebabkan pemerintah membatalkan pemungutan suara di daerah itu untuk pemilihan presiden bulan lalu.

Sementara pertumpahan darah itu tidak terkait langsung dengan pemungutan suara 30 Desember, seorang aktivis setempat mengatakan kepada Reuters pada saat itu ketegangan antara kedua kelompok etnis itu mereda karena para pemimpin Batende mendukung koalisi yang berkuasa sementara para pemimpin Banunu mendukung para kandidat oposisi.

Marchal mengatakan daerah itu sekarang relatif tenang, tetapi memperingatkan: "Ketegangan antara kedua komunitas masih sangat jelas dan berisiko memburuk."


Melindungi situasi keamanan Kongo yang rapuh akan menjadi salah satu tugas utama bagi Presiden Felix Tshisekedi, yang dilantik pada 24 Januari lalu dalam transfer kekuasaan pertama di Kongo melalui pemilihan umum dalam 59 tahun kemerdekaan negara itu.

Kongo tetap tidak stabil selama bertahun-tahun setelah berakhirnya perang regional 1998-2003 di perbatasan timur dengan Uganda, Rwanda dan Burundi yang menyebabkan jutaan kematian, sebagian besar karena kelaparan dan penyakit. Lusinan milisi terus membinasakan daerah-daerah itu. 




Credit  sindonews.com




Malaysia Kutuk Serangan Teroris di Filipina



Malaysia Kutuk Serangan Teroris di Filipina
Malaysia mengutuk serangan teroris di Filipina. Foto/Istimewa

JAKARTA - Malaysia mengutuk serangkaian aksi teror yang terjadi di Filipina. Dalam rentang tiga hari wilayah Filipina selatan diguncang serangkaian serangan teroris yang menyasar rumah ibadah.

"Pemerintah Malaysia mengutuk serangkaian serangan teroris yang keji dan pengecut yang meliputi Katedral Our Lady of Mount Carmel di Lolo, Sulu pada 27 Januari 2019 serta Masjid Maharlika di kota zamboanga pada 30 Januari 2019 yang telah menyebabkan hilangnya secara tragis nyawa dan korban luka-luka tak berdosa termasuk prajurit dan warga sipil," kata pemerintah Malaysia dalam rilis yang diterima Sindonews, Kamis (31/1/2019).

Dalam rilisnya, Malaysia juga menyampaikan simpati dan belasungkawa yang paling dalam kepada pemerintah dan warga Filipina serta keluarga korban yang berduka. Negeri Jiran itu berharap para korban luka dapat kembali pulih dengan cepat.


Dalam kesempatan itu, Malaysia juga menegaskan tidak ada warganya yang menjadi korban dalam serangkaian serangan teror itu.

Seperti diwartakan sebelumnya serangan bom kembar terjadi di Katedral Our Lady of Mount Carmel di Lolo, Sulu, pada Minggu (27/1/2019). Serangan yang terjadi pada saat Misa tersebut menewaskan 21 orang. 


Sementara serangan terbaru sebuah granat yang dilemparkan ke sebuah masjid di Filipina Selatan menewaskan dua orang dan melukai empat orang lainnya.





Credit  sindonews.com



Bangladesh Gugat Bank Filipina Atas Kasus Pembobolan Rekening


Bangladesh Gugat Bank Filipina Atas Kasus Pembobolan Rekening
Ilustrasi peretas. (Foto: Istockphoto/gorodenkoff)


Jakarta, CB -- Bangladesh memutuskan bereaksi hukum atas keterlibatan bank Filipina pada salah satu pencurian siber terbesar di dunia. Gubernur bank sentral Bangladesh Fazle Kabir mengatakan akan mengajukan gugatan hukum di New York, Amerika Serikat.

Peretas yang tidak bisa teridentifikasi telah mencuri US81 juta (Rp 1,13 triliun) dari rekening bank sentral Bangladesh di bank sentral AS (Federeal Reserve/The Fed) di New York pada Februari 2016.

Uang tersebut kemudian ditransfer ke Rizal Commercial Banking Corp (RCBC) cabang Manila lalu secara cepat ditarik lantas dicuci di kasino lokal.



Kabir mengatakan pada AFP bahwa kasus bakal diajukan melawan RCBC dan "semua pihak" yang terlibat pencurian guna mencoba mengembalikan dana yang hilang. Dia juga menambahkan telah terjalin kesepakatan antara pihaknya dengan bank sentral AS di New York buat mendukung gugatan.

Bangladesh telah mengirim tim legal ke New York untuk persiapan pertarungan buat mengembalikan dana.

Pada 2016 lalu Filipina sudah mengenakan denda US$21 juta (Rp294,5 miliar) pada RCBC setelah menginvestigasi keterlibatannya pada pencurian. RCBC menolak tuduhan itu kemudian pada 2017 menuduh bank sentral Bangladesh telah melakukan "pengalihan isu".

Pada bulan ini mantan manajer RCBC Maia Deguito dijatuhi hukuman penjara yang panjang dan didenda US$109 juta (Rp1,5 triliun). Deguito merupakan manajer cabang bank yang jadi lokasi transfer pencurian, dia dituduh mengoordinasikan transfer ilegal itu.

Deguito berencana mengajukan banding dan bisa bebas dengan jaminan sampai putusan resmi.


Pencurian ini mengekspos Filipina sebagai surga uang kotor. Peretas dijelaskan menyerang bank sentral AS dengan lusinan permintaan transfer yang mencoba mencuri lebih dari US$850 juta.

Namun sistem keamanan bank dan penulisan yang salah pada beberapa permintaan mencegah kebobolan lebih banyak.

Aksi pencurian itu terjadi pada Jumat, saat bank sentral Bangladesh tutup. Bank sentral AS tutup pada Sabtu dan Minggu, hingga membuat respons terlambat. Bank sentral AS yang mengatur rekening bank sentral Bangladesh telah menyangkal sistem mereka diretas.



Credit  cnnindonesia.com






Presiden Venezuela siap berunding dengan oposisi


Presiden Venezuela siap berunding dengan oposisi
Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengacungkan dua jari setelah menerima selempang kepresidenan dalam upacara pengambilan sumpahnya sebagai presiden untuk periode kedua di Mahkaman Agung di Karakas, Venezuela, 10 Januari 2019. (REUTERS/Carlos Garcia Rawlins)




Moskow (CB) - Presiden Venezuela Nicolas Maduro pada Rabu mengatakan siap duduk bersama dan menggelar pembicaraan dengan oposisi negara tersebut.

Presiden juga tidak menutup kemungkinan adanya mediasi oleh negara ketiga, demikian dilaporkan Kantor Berita Rusia RIA.

Kantor berita RIA merilis sejumlah komentarnya saat perjuangan untuk mengendalikan Venezuela semakin intensif, dengan persiapan penyelidikan yang dilakukan oleh pemerintah.

Penyelidikan tersebut dapat berujung pada penangkapan pemimpin oposisi Juan Guaido, yang mengangkat dirinya sebagai presiden sementara dan menyerukan aksi turun ke jalan.

Venezuela pekan lalu terjerumus ke dalam kekekacauan politik setelah Amerika Serikat mengakui pemimpin oposisi Venezuela, Juan Guaido yang berusia 35 tahun sebagai presiden sementara,  sementara Rusia terus memberikan dukungannya kepada Maduro.

"Saya siap untuk duduk di meja perundingan dengan oposisi agar kita membicarakan kepentingan Venezuela, demi perdamaian dan masa depan negara," kata Maduro yang dikutip kantor RIA.

Maduro memberikan sejumlah komentar dalam wawancara dengan Kantor Berita Rusia RIA di Karakas pada Rabu.

Ditanya mengenai kemungkinan mediasi dengan negara ketiga dalam perselisihan tersebut, Maduro seperti yang dikutip mengatakan: "Ada beberapa pemerintah, secara umum organisasi-organisasi, yang menunjukkan perhatian tulus mereka tentang apa yang sedang terjadi di Venezuela dan mereka menyerukan agar dialog dilakukan."




Credit  antaranews.com





Cina dan India Dapat Minyak Murah Venezuela karena Sanksi AS




CBWashington – Sanksi Amerika Serikat terhadap perusahaan negara minyak PDVS asal Venezuela bakal memaksa perusahaan menjual minyak dengan harga murah. Ini bakal menguntungkan negara pembeli seperti Cina dan India.


“PDVSA bakal harus memberikan diskon besar untuk menggantikan minyak mentah asal Timur Tengah. Ini juga bakal menimbulkan biaya ekstra transportasi,” kata Risa Grais-Targow seperti dilansir CNBC pada Senin, 28 Januari 2019. PDVSA merupakan nama perusahaan minyak pelat merah Venezuela.
Analis Risa mengatakan sanksi ini juga berdampak pada pendapatan pemerintah Venezuela, yang bakal berkurang. Sanksi AS ini berlaku sejak Senin pekan ini.


Tekanan ekonomi AS ini bertujuan agar Presiden Nicolas Maduro mundur dari posisinya. Maduro merupakan Presiden berideologi sosialis dan baru saja memenangkan pemilu Presiden untuk kedua kalinya.
Namun, Reuters melansir, sejumlah negara Barat menilai pemilu itu penuh dengan kecurangan. AS dan sejumlah negara Eropa serta Amerika Latin mendukung Juan Guaido, yang merupakan Presiden Majelis Nasional, sebagai Presiden interim hingga pemilu baru digelar. Madruo menolak ini dan menuding AS memimpin upaya kudeta terhadap dirinya.


Menurut penasehat keamanan nasional AS, John Bolton, sanksi AS bakal membuat Venezuela kehilangan pendapatan sekitar US$11 miliar atau sekitar Rp155 triliun pendapatan negara itu dari berjualan minyak di AS. Sanksi AS ini juga membekukan sekitar US$7 miliar aset atau sekitar Rp99 triliun.
Menurut analis politik dari Verisk Maplecroft, situasi keuangan perusahaan PDVSA sudah berada diujung tanduk dengan hanya setengah dari minyak mentahnya menghasilkan uang. Sekitar setengah lainnya dikirim ke Cina sebagai pembayaran atas pinjaman miliaran dolar selama satu dekade terakhir.


Venezuela diperkirakan bakal memanfaatkan kilang minyak di India dan Cina untuk mengolah jenis minyak bumi produksinya. Minyak ini memiliki sifat padat, dan asam.
Reuters melansir Presiden Maduro menawarkan dialog dengan pemimpin oposisi Juan Guaido, yang menolaknya. Maduro menuding Guaido mencoba memimpin Venezuela dari Washington. Presiden AS Donald Trump dan Wapres Mike Pence, mendukung Guaido secara terbuka untuk menggantikan Maduro, yang dinilai diktator.




Credit  tempo.co




Venezuela selidiki Guaido, larang bepergian, bekukan aset


Venezuela selidiki Guaido, larang bepergian, bekukan aset
Pemimpin oposisi yang menyatakan diri sebagai presiden sementara Venezuela, Juan Guaido, (kanan) menghadiri sidang Majelis Nasional Venezuela di Karakas, Venezuela, 29 Januari 2019. (REUTERS/Carlos Garcia Rawlins)



Karakas (CB) - Pemerintah Venezuela memukul balik Juan Guaido, yang mendeklarasikan diri sebagai presiden sementara, pada Selasa (29/1) dengan Mahkamah Agung memberlakukan larangan perjalanan dan membekukan rekening-rekening banknya.

Tindakan itu diambil Pemerintah kendati ada peringatan dari Washington mengenai "konsekuensi serius" jika hal itu dilakukan.

Mahkamah juga mengatakan kejaksaan bisa menyelidiki Guaido. Langkah itu sepertinya merupakan balasan atas memberlakuan sanksi-sanksi Amerika Serikat atas perusahaaan minyak milik Venezuela, PDVSA, yang diumumkan pada Senin (28/1).

Dengan berlakunya sanksi, perusahaan minyak negara kemungkinan tidak dapat memenuhi kontrak dengan para perusahaan pembeli di Amerika Utara, kata pemerintahan Presiden Nicolas Maduro.

Sanksi-sanksi Washington tersebut, yang bertujuan untuk menekan Maduro mundur dari kekuasaan, merupakan tindakan paling keras terhadap mantan pemimpin serikat berusia 56 tahun itu. Selama pemerintahan Maduro, ekonomi Venezuela mengalami keruntuhan dan jutaan warga Venezuela berbondong-bondong pergi ke negara-negara tetangga dalam beberapa tahun belakangan.

Sanksi-sanksi AS memicu harga minyak dunia naik, kemarahan dari China dan Rusia dan langkah-langkah serius pertama terhadap Guaido sejak ia menantang klaim Maduro menang dalam pemilihan presiden dan menjadi presiden untuk periode kedua pekan lalu.

Mahkamah Agung menyetujui permintaan Jaksa Agung Venezuela Tarek Saab untuk mengadakan investigasi pendahuluan terhadap Guaido atas tuduhan bahwa ia telah membantu negara-negara asing campur tangan dalam urusan dalam negeri Venezuela. Mahkamah juga memberlakukan larangan bepergian atas pemimpin yang berusia 35 tahun itu dan membekukan rekening-rekeningnya.

Sebagai anggota parlemen yang memimpin Majelis Nasional, Guaido memiliki kekebalan dari tuntutan jika tidak ada perintah pengadilan tinggi. Tetapi Mahkamah Agung yang beranggota 32 orang itu setia kepada Maduro dan bergerak cepat untuk melakukan penyelidikan.

Sebagai tanggapan atas berita awal rencana jaksa agung Venezuela itu, penasihat keamanan nasional AS John Bolton memperingatkan "konsekuensi serius bagi mereka yang berusaha menumbangkan demokrasi dan mencederai Guaido," dalam cuitannya yang menggambarkan Saab sebagai "mantan jaksa agung Venezuela yang tak sah."

AS dan beberapa negara lain telah mengakui Guaido sebagai kepala negara sah Venezuela dan mengecam Maduro sebagai perebut kekuasaan.

Maduro, yang diambil sumpah sebagai presiden pada 10 Januari untuk periode kedua setelah pemilihan yang diperselisihkan tahun lalu, menuduh Guaido melakukan kudeta yang diarahkan AS terhadap dirinya. Maduro didukung sejumlah negara, termasuk Rusia.

Pelantikan Maduro memicu protes di seluruh negeri. Lebih 40 orang diyakini tewas dalam kekerasan politik pekan lalu, termasuk 26 orang ditembak pasukan pemerintah, lima tewas dalam razia rumah ke rumah dan 11 lainnya tewas dalam penjarahan, kata juru bicara HAM PBB Rupert Colville pada Selasa.

Menurut dia, lebih 850 orang ditahan antara 21-26 Januari, termasuk 77 anak-anak, yang di antaranya berusia 12 tahunan.






Credit  antaranews.com



Diplomat Sakit Misterius, Kanada Tarik Staf Kedubes di Kuba


Diplomat Sakit Misterius, Kanada Tarik Staf Kedubes di Kuba
Kanada tarik setengah personel perwakilan di Kuba usai satu diplomat terkena penyakit misterius, menambah daftar pejabat yang mengalami gejala aneh sejak 2017. (Reuters/Stringer)


Jakarta, CB -- Kanada menarik setengah personel perwakilan negaranya di Kuba setelah seorang diplomat kembali dilaporkan diserang penyakit misterius, menambah panjang daftar pejabat yang mengalami gejala kesehatan aneh sejak 2017.

"Pemangkasan pegawai [di Kedubes Kanada] akan menjadi respons yang layak atas kejadian ini," ujar seorang pejabat Kanada kepada Reuters, Rabu (30/1).

Pejabat anonim itu mengatakan bahwa diplomat tersebut mulai mengeluh sering sakit kepala, mual, dan mengalami gangguan penglihatan serta pendengaran sejak musim semi 2017.


Gejala ini serupa dengan yang dialami 14 staf kedubes Kanada sebelumnya, juga 25 pejabat Amerika Serikat di Kuba dalam beberapa tahun terakhir.


"Tes kesehatan menunjukkan karyawan itu mengalami gejala yang sama dengan karyawan sebelumnya," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Kanada.

Namun, Kanada tak mengetahui penyebab gejala tersebut. Kanada dan Kuba masih terus berkoordinasi dan bekerja sama untuk memecahkan masalah ini.


"Saya pikir pejabat Kuba juga frustrasi karena kami tak kunjung dapat mengetahui penyebabnya," kata sumber Reuters tersebut.

Kanada adalah salah satu rekan ekonomi paling penting bagi Kuba. Total perdagangan kedua negara mencapai US$790 juta pada 2017, membuat Kanada masuk dalam daftar 10 besar negara rekan dagang Kuba.

Selain itu, Kanada juga menjadi pasar pariwisata besar dengan lebih dari setengah juta warga berpelesir ke Kuba setiap tahunnya.





Credit  cnnindonesia.com



Rabu, 30 Januari 2019

Sekjen NATO Pede Bisa Rontokkan Pertahanan Udara Rusia


Sekjen NATO Pede Bisa Rontokkan Pertahanan Udara Rusia
Sekjen NATO Jens Stoltenberg. Foto/Istimewa

BRUSSEL - Sekretaris Jenderal (Sekjen) NATO, Jens Stoltenberg, meyakini jet tempur siluman organisasi yang dipimpinnya dapat meruntuhkan pertahanan udara Rusia. Hal itu diungkapkannya dalam pertemuan dengan media Amerika Serikat (AS), Washington Examiner.

Menurut surat kabar itu, Stoltenberg mengklaim bahwa pesawat pembom NATO yang paling canggih dapat merusak kemampuan Rusia untuk menggunakan sistem anti akses/area, yang biasa disebut A2/AD, untuk membahayakan wilayah pakta pertahan bentkan AS itu.

"Jet tempur generasi kelima (NATO) sangat mampu untuk dapat menangani A2/AD. Jadi tidak seperti A2/AD adalah semacam penyumbatan 100 persen, itu hanya membutuhkan lebih banyak upaya dan sistem yang lebih maju. Dan kami berinvestasi dalam hal itu," ujarnya sambil mencatat bahwa tidak ada ancaman segera dari invasi Rusia seperti dikutip Sputnik dari Washington Examiner, Rabu (30/1/2019).

Surat kabar yang berbasis di AS itu menyatakan bahwa mantan perdana menteri Norwegia itu merujuk pada superioritas udara F-22 dan platform pesawat tempur F-35, yang menunjukkan bahwa kemampuan siluman yang dimiliki kedua pesawat itu membuat mereka sulit dilacak dan dihancurkan. Menurutnya, ini merupakan masalah utama bagi para perencana perang Rusia.

Komentar Stoltenberg seolah mengamini pernyataan Jenderal AS Philip Breedlove pada 2016 lalu. Komandan Komando Eropa AS itu mengatakan bahwa sangat penting untuk berinvestasi dalam kemampuan dan kapasitas yang memungkinkan NATO untuk masuk ke dalam lingkungan A2/AD dan dapat memperkuatnya.

Sementara itu analis militer Dave Majumdar telah menulis sebuah artikel untuk The National Interest, yang menyarankan bahwa Jenderal Breedlove merujuk pada jet tempur F-22 Raptor dan F-35, yang lebih mampu menangani pertahanan udara modern yang dibangun Rusia modern yang terintegrasi dengan sistem, seperti S-300 dan S-400.

Sementara itu, Turki siap menjadi negara anggota NATO pertama yang memperoleh sistem pertahanan rudal S-400 buatan Rusia terlepas dari proposal balasan AS untuk membeli sistem pertahanan rudal Patriot-nya.

Washington secara konsisten menyatakan keprihatinannya atas keputusan Ankara untuk melanjutkan pembelian pertahanan udara Rusia, dan mengancam akan memblokir pengiriman F-35 buatan AS sebagai balasan.

Pentagon telah prihatin dengan fakta bahwa akuisisi S-400 di Ankara bersamaan dengan F-35 dapat memberikan para ahli Rusia wawasan utama tentang penampang radar, profil penerbangan, dan informasi sensitif lainnya yang terkait dengan teknologi jet tempur. 





Credit  sindonews.com




Intelijen Amerika Berbeda Pendapat dengan Presiden Trump


Presiden AS, Donald Trump (kiri) dan Direktur Intelijen Nasional Dan Coats
Presiden AS, Donald Trump (kiri) dan Direktur Intelijen Nasional Dan Coats

CB, Washington – Pimpinan lembaga intelijen Amerika Serikat berbeda pandangan dengan Presiden Donald Trump mengenai sejumlah isu penting seperti Korea Utara, Iran dan Suriah.

Mereka juga mengatakan Cina dan Rusia sebagai dua negara ancaman terbesar bagi AS. Kedua negara ini semakin erat bekerja sama dibanding beberapa dekade sebelumnya.
“Cina, Rusia, dan Korea Utara, semakin meningkatkan penggunaan operasi siber untuk mengancam pikiran dan mesin dengan mengembangkan sejumlah cara, mencuri informasi, mempengaruhi warga negara kita, dan mengganggu infrastruktur penting,” kata Dan Coats, direktur Intelijen Nasional, dalam penjelasan di Komite Intelijen Senat AS pada Selasa, 29 Januari 2018.

Dan Coats menambahkan,”Hubungan Moskow dan Beijing semakin dekat dibandingkan beberapa dekade sebelumnya.”
Dalam pertemuan ini, Coats didampingi Direktur CIA, Gina Haspel, Direktur FBI, Christopher Wray, Direktur National Security Agency Jenderal Paul Nakasone, Direktur Defense Intelligence Agency Jenderal Robert Ashley and Direktur National Geospatial-Intelligence Director Robert Cardillo.
Penjelasan pimpinan intelijen ini berbeda dengan sejumlah pernyataan Trump sebelumnya mengenai bahaya Rusia terhadap pemilu AS dan institusi demokrasi, ancaman ISIS di Suriah, dan komitmen Korea Utara untuk denuklirisasi.

Intelijen, misalnya, mengatakan, mereka telah melindungi pemilu sela 2018 dari gangguan luar. Tapi mereka memprediksi bakal ada serangan lebih canggih dan baru untuk pemilu Presiden 2020.
Coats mengatakan musuh-musuh AS bakal,”Menggunakan operasi pengaruh di online untuk mencoba melemahkan institusi demokrasi, melemahkan kemitraan dan sekutu, dan mengubah kebijakan.”
Soal Korea Utara, Coats mengatakan negara komunis tertutup itu sepertinya tidak akan menyerahkan senjata nuklirnya. Sebelumnya, Trump mengatakan Korea Utara bukan lagi sebuah ancaman.

Coats juga mengatakan ISIS akan terus mencoba menyerang dari Suriah dan Irak terhadap musuh-musuhnya dari Barat dan regional termasuk AS. Trump sebelumnya mengumumkan penarikan pasukan AS dari Suriah dengan alasan AS telah mengalahkan kelompok teroris.
Intelijen AS juga mengatakan Iran tidak mengembangkan senjata nuklir yang bertentangan dengan perjanjian nuklir 2015. Namun, Teheran telah mengancam akan membalik sejumlah komitmen yang dibuat setelah Trump menarik diri dari perjanjian nuklir Iran pada 2018.
Pada saat yang sama, ABC News melansir, Coats mengatakan sejumlah negara sekutu justru menjauh karena perubahan kebijakan perdagangan dan keamanan AS.
“Sejumlah sekutu dan mitra AS menjadi lebih independen dari Washington sebagai respon terhadap perubahan kebijakan AS mengenai keamanan dan perdagangan dan menjadi lebih terbuka terhadap kemitraan bilateral dan multilateral,” kata Coats.
Menanggapi ini, sejumlah senator mengungkapkan kekhawatirannya. “Kerja sama yang meningkat antara Rusia dan Cina, yang tidak terjadi selama waktu yang lama, bisa menjadi hal yang sangat besar bagi AS,” kata Angus King, senator independen yang terafiliasi dengan Partai Demokrat.



Credit  tempo.co






Intelijen Sebut Negara Sekutu Mulai Menjauhi Amerika

Sejumlah pejabat tinggi intelijen AS memberikan penjelasan dalam rapat dengan Komite Intelijen Senat pada 29 Januari 2019. Mereka adalah Direktur Intelijen Nasional Dan Coats, Direktur CIA, Gina Haspel, Direktur FBI, Christopher Wray, Direktur National Security Agency Jenderal Paul Nakasone, Direktur Defense Intelligence Agency Jenderal Robert Ashley and Direktur National Geospatial-Intelligence Director Robert Cardillo.
Sejumlah pejabat tinggi intelijen AS memberikan penjelasan dalam rapat dengan Komite Intelijen Senat pada 29 Januari 2019. Mereka adalah Direktur Intelijen Nasional Dan Coats, Direktur CIA, Gina Haspel, Direktur FBI, Christopher Wray, Direktur National Security Agency Jenderal Paul Nakasone, Direktur Defense Intelligence Agency Jenderal Robert Ashley and Direktur National Geospatial-Intelligence Director Robert Cardillo.

CBWashington – Direktur Intelijen Nasional, Dan Coats, mengatakan sejumlah negara sekutu menjauh sebagai reaksi terhadap perubahan kebijakan AS mengenai keamanan dan perdagangan.


“Sejumlah sekutu dan mitra AS menjadi lebih independen dari Washington sebagai respon terhadap perubahan kebijakan AS mengenai keamanan dan perdagangan dan menjadi lebih terbuka terhadap kemitraan bilateral dan multilateral,” kata Coats dalam rapat dengan Komite Intelijen Senat seperti dilansir ABC News pada Selasa, 29 Januari 2019.
Dalam pertemuan ini, Coats didampingi Direktur CIA, Gina Haspel, Direktur FBI, Christopher Wray, Direktur National Security Agency Jenderal Paul Nakasone, Direktur Defense Intelligence Agency Jenderal Robert Ashley and Direktur National Geospatial-Intelligence Director Robert Cardillo.


Sejak dilantik sebagai Presiden AS ke 45, Donald Trump membuat sejumlah terobosan yang menciptakan friksi dengan sejumlah negara sekutu.
Trump mengritik soal iuran NATO, yang menurut dia mayoritas ditanggung oleh AS. Negara sekutu besar seperti Jerman, Prancis dan Inggris dinilai tidak memberikan kontribusi sumbangan iuran yang memadai yaitu mengalokasikan 2 persen dari total produk domestik mereka untuk pertahanan.


Belakangan, dalam pertemuan puncak NATO di Brussel pada 2018, Trump meminta negara-negara anggota NATO menaikkan anggaran pertahanan menjadi 4 persen, yang dinilai semakin membebani keuangan.

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Sumber: AP

Trump juga menarik diri dari Perjanjian Nuklir Iran pada 2018 dengan alasan perjanjian nuklir ini menguntungkan negeri Mullah dan memberikan kesempatan untuk membuat senjata nuklir. Sikap Trump ini ditolak oleh negara-negara sekutu yang ikut menandatangani perjanjian nuklir ini seperti Jerman, Inggris, dan Prancis.

Ketiga negara sekutu justru mendukung perjanjian nuklir ini dan mengupayakan skema pembayaran untuk kegiatan ekspor dan impor Iran agar tidak terkena sanksi AS.
Trump juga menarik AS dari Kesepakatan Perubahan Iklim Paris pada 2018. Ini menimbulkan kecaman dari berbagai kalangan termasuk bekas Menlu AS, John Kerry, yang menilai Trump berbohong mengenai alasan penarikan diri itu.





Credit  tempo.co






RI Kecam Vanuatu karena 'Selundupkan' Benny Wenda ke PBB


RI Kecam Vanuatu karena 'Selundupkan' Benny Wenda ke PBB
Dubes RI untuk PBB di Jenewa, Hasan Kleib, mengecam Vanuatu yang diam-diam memasukkan pemimpin ULMWP, Benny Wenda, dalam delegasinya saat bertemu Komisioner Tinggi HAM PBB di Jenewa pekan lalu. (CNN Indonesia/Natalia Santi)


Jakarta, CB -- Indonesia mengecam Vanuatu yang diam-diam memasukkan pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda, dalam delegasinya saat bertemu Komisioner Tinggi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, Swiss, pekan lalu.

"Indonesia mengecam keras tindakan Vanuatu yang dengan sengaja telah mengelabui KTHAM dengan melakukan langkah manipulatif melalui penyusupan Benny Wenda ke dalam delegasi Vanuatu," ucap Duta Besar RI untuk PBB di Jenewa, Hasan Kleib, melalui pernyataan di situs resmi kantornya, pada Selasa (29/1).

Dalam pertemuan tersebut, Benny menyerahkan petisi referendum kemerdekaan Papua Barat yang diklaim sudah ditandatangani oleh 1,8 juta orang.


Hasan membeberkan bahwa penyerahan petisi itu terjadi ketika delegasi Vanuatu tengah melakukan kunjungan kehormatan ke kantor KT HAM PBB di Jenewa pada Jumat (25/1).


Kunjungan kehormatan itu dilakukan dalam rangka pembahasan laporan penegakan HAM tahunan (Universal Periodic Review/UPR) Vanuatu di Dewan HAM PBB.

Hasan mengatakan Vanuatu memasukkan Beny ke dalam delegasinya tanpa sepengetahuan KT HAM PBB. Menurutnya, nama Benny Wenda "tidak masuk dalam daftar resmi delegasi Vanuatu untuk UPR."


Kantor KTHAM PBB, kata Hsan, bahkan sangat terkejut atas kehadiran Beny saat itu, mengingat pertemuan semata-mata dimaksudkan untuk membahas UPR Vanuatu.

"Tindakan Vanuatu tersebut merupakan tindakan yang sangat tidak terpuji dan sangat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip fundamental Piagam PBB. Indonesia tidak akan pernah mundur untuk membela dan mempertahankan kedaulatan wilayah NKRI," tutur Hasan.

Kepada wartawan di Jenewa pekan lalu, Benny mengklaim telah menyerahkan petisi yang sudah ditandatangani 1,8 juta orang tersebut kepada Komisioner Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet.


Benny mengatakan bahwa di bawah pemerintahan Indonesia, warga Papua tak memiliki kebebasan berpendapat, berekspresi, dan berkumpul.

Dia juga menganggap satu-satunya cara untuk mendapatkan kebebasan itu adalah melalui petisinya tersebut, yang diklaim ditandatangani oleh hampir tiga perempat orang dari total 2,5 juta rakyat Papua.

Dalam pertemuan itu, Benny juga meminta Bachelet mengirim tim pencari fakta ke Papua untuk menyelidiki dugaan penggunaan senjata kimia di wilayah Indonesia paling timur itu.




Credit  cnnindonesia.com




Masjid di Selatan Filipina Dilempari Granat, Dua Orang Tewas


https: img.okeinfo.net content 2019 01 30 18 2011263 masjid-di-selatan-filipina-dilempari-granat-dua-orang-tewas-DXVCxVoXYP.jpg
Ilustrasi.



MANILA – Sebuah granat yang dilempar ke dalam sebuah masjid di selatan Filipina menewaskan dua orang dan melukai empat lainnya. Serangan tersebut terjadi hanya berselang tiga hari setelah ledakan bom ganda di sebuah gereja di Jolo yang menewaskan 21 orang.

Berdasarkan keterangan pihak keamanan yang dilansir Reuters, Rabu (30/1/2019), insiden itu terjadi lepas tengah malam di Kota Zamboanga, kota mayoritas Kristen di Mindanao. Menyusul serangan tersebut, militer Filipina segera meminta masyarakat untuk tidak menyebarkan spekulasi melalui media sosial dan menjaga persatuan antarwarga.

Komandan satuan tugas regional Kolonel Leonel Nicolas menekankan bahwa insiden itu "bukanlah tindakan pembalasan".

Dua serangan yang mengguncang Filipina selatan dalam sepekan terakhir terjadi menyusul referendum Bangsamoro yang sukses dan damai pada 21 Januari. Hasil referendum menunjukkan dukungan yang luas dari masyarakat di selatan Filipina untuk status otonomi di wilayah mayoritas Muslim tersebut.
Status otonomi itu digagas guna mengatasi masalah separatisme, kekerasan, kemiskinan dan keterbelakangan pembangunan di wilayah selatan Filipina yang telah terjadi selama bertahun-tahun.

Dewan Ulama Semenanjung Zamboanga mengutuk serangan yang disebutnya sebagai "tindakan setan, tidak rasional, dan tidak manusiawi" dan mendorong masyarakat orang untuk selalu waspada.

Belum diketahui siapa yang bertanggungjawab atas serangan terhadap masjid tersebut, namun pemerintah meyakini kelompok Abu Sayyaf yang berafiliasi dengan ISIS adalah pelaku dari serangan yang terjadi di gereja pekan lalu.          




Credit  okezone.com








Duterte Pastikan Bom Gereja Jolo Serangan Bunuh Diri


Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Foto: AP Photo/Ahn Young-joon

Pengeboman tersebut terjadi enam hari usai referendum Muslim Bangsamoro,





CB, MANILA— Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mengatakan ledakan kembar yang menewaskan 20 orang di sebuah gereja di pulau bagian selatan Filipina pada akhir pekan lalu kemungkinan serangan bunuh diri, mengutip taklimat yang disampaikan para panglima kepadanya.


Komentar Duterte berbeda dari pernyataan-pernyataan para perwira militer dan kepolisian pada Selasa (29/1), yang mengatakan bom-bom di dalam dan di luar gereja di Jolo tampaknya diledakkan dari jarak jauh.

Gambar dari kamera keamanan mengenai para tersangka, yang diyakini memasang bom-bom tersebut, telah diperlihatkan kepada media.


Jika bisa dipastikan kebenarannya, pengeboman itu akan menjadi salah satu kasus pertama yang diketahui sebagai serangan bunuh diri di Filipina dan akan sesuai dengan klaim ISIS melalui kantor beritanya, Amaq, pada Senin pagi.


ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.


"Bom itu meledak. Itu terorisme dan bunuh diri. Anda tidak dapat membawa tas-tas plastik, Anda akan ditanya oleh polisi, militer ketika Anda bawa tas pungung," kata Duterte ketika ditanya oleh wartawan untuk menjelaskan keterangan sebelumnya.


Dia menambahkan, "Tetapi Anda dapat melihat semua potongan daging. Kami bahkan melangkahinya."


Ketika ditanya secara terpisah tentang komentar Duterte, Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana mengatakan kemungkinan ledakan kedua dilakukan oleh seorang pengebom bunuh diri.


"Bom pertama yang meledak di dalam gereja tampak ditinggalkan oleh seorang wanita," ujarnya.


Sementara bom kedua yang meledak di pintu masuk sekitar satu setengah menit kemudian, menurut Lorenzana, mungkin dilakukan pengebom bunuh diri seperti terindikasi oleh bagian-bagian tubuh yang terserak.


Pengeboman tersebut terjadi enam hari setelah penyelenggaraan referendum mengenai otonomi bagi kawasan yang sebagian besar berpenduduk orang-orang Islam itu.


Lebih 100 orang menderita cedera selain 20 orang tewas di Jolo dalam salah satu serangan paling mematikan dalam beberapa tahun belakangan di kawasan yang dilanda ketakstabilan.




Credit  republika.co.id






PBB Masih Tunggu Indonesia Beri Akses ke Papua


PBB Masih Tunggu Indonesia Beri Akses ke Papua
Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, Michelle Bachelet, masih menunggu pemberian akses ke Papua dari pemerintah Indonesia. (AFP PHOTO/POOL/Fabrice COFFRINI)


Jakarta, CB -- Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Michelle Bachelet, masih menunggu pemberian akses ke Papua dari pemerintah Indonesia.

"Indonesia sepakat memberikan kantor kami akses ke Papua dan kami masih menunggu konfirmasi," ujar Wakil Juru Bicara Kantor Komisioner Tinggi HAM PBB (OHCHR), Ravina Shamdasani, kepada CNNIndonesia.com, Selasa (29/1).

CNNIndonesia.com sudah menghubungi juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, dan Duta Besar RI untuk PBB di Jenewa, Hasan Kleib, tapi belum ada tanggapan.


Indonesia memang mengundang PBB untuk melawat Papua. Undangan itu disampaikan langsung oleh Presiden RI, Joko Widodo, saat Komisioner Tinggi HAM PBB sebelumnya, Zeid Raad Al Hussein, berkunjung ke Istana Kepresidenan pada Februari 2018.


Namun, sejak saat itu, pemerintah Indonesia belum mengeluarkan izin karena prosesnya tak kunjung rampung.

Shamdasani melontarkan pernyataan ini saat mengonfirmasi kabar penyerahan petisi referendum kemerdekaan Papua Barat oleh pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda, kepada Komisioner Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet.



Shamdasani mengatakan kepada CNNIndonesia.com bahwa petisi tersebut diserahkan saat Bachelet sedang bertemu dengan delegasi Vanuatu, dalam sesi Ulasan Universal Periodik Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, pekan lalu.

"Dalam pertemuan ini, salah satu anggota delegasi Vanuatu, Benny Wenda, menyerahkan petisi kepada Komisioner Tinggi. Pertemuan ini tidak diatur khusus oleh Wenda untuk tujuan tersebut (menyerahkan petisi)," kata Shamdasani melalui surat elektronik, Selasa (29/1).

Menurut Shamdasani, Bachelet kemudian mengatakan kepada Benny bahwa OHCHR sudah berkoordinasi dengan Indonesia mengenai masalah HAM di Papua, dan masih menunggu akses ke pulau paling timur Indonesia tersebut.





Credit  cnnindonesia.com