Senin, 17 September 2018

Sekjen OAS Pertimbangkan Agresi Militer terhadap Venezuela



Sekjen OAS Pertimbangkan Agresi Militer terhadap Venezuela
Para warga Venezuela saat demonstrasi terkait krisis ekonomi yang semakin parah di negara tersebut. Foto/REUTERS/Carlos Garcia Rawlins

KUKUTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Negara-negara Amerika (OAS), Luis Almagro, mempertimbangkan agresi militer terhadap Venezuela. OAS selama ini dianggap Presiden Nicolas Maduro sebagai "agen CIA".

Opsi intervensi militer itu muncul sebagai respons atas krisis yang sedang berlangsung di negara Amerika Latin itu.

Menurut Almagro, opsi militer diambil OAS jika opsi diplomatiknya habis dalam upaya untuk meringankan penderitaan rakyat venezuela yang sedang dilanda krisis ekonomi yang parah.

"Sehubungan dengan intervensi militer yang bertujuan untuk menggulingkan rezim Nicolas Maduro, saya pikir kita tidak boleh mengesampingkan opsi apa pun," kata Almagro kepada AFP di Kukuta, Kolombia, yang dilansir Sabtu (15/9/2018).

Banyak warga Venezuela telah melarikan diri ke negara-negara tetangga karena kekurangan makanan dan air. Negara yang pernah dipimpin Hugo Chavez ini sedang menderita inflasi hebat dan pengangguran yang terus melonjak.

Almagro sedang mengakhiri perjalanan tiga harinya ke Kolombia dan telah dipengaruhi oleh gerakan pengungsi dari Venezuela.

Sekitar 3.000 orang Venezuela diperkirakan akan menyeberang ke negara itu setiap hari. Brasil, Peru, Ekuador, dan Chili juga berbagi beban untuk menampung pengungsi.

Almagro telah sering terlibat perang kata-kata dengan Maduro. Dalam kunjungannya ke Kukuta, dia menyebut Maduro dengan sebutan diktator."Kukuta kota yang paling mencontohkan kebohongan kediktatoran Venezuela," katanya.

Komentar itu muncul tak lama setelah laporan New York Times mengklaim pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah lama berkomplot dengan sekelompok perwira Venezuela untuk menggulingkan Maduro. Negosiasi diam-diam, yang melibatkan para pejabat AS yang terlibat dengan seorang komandan militer Venezuela, dilaporkan dimulai pada musim gugur 2017 dan berlanjut sepanjang tahun lalu.

Namun, menurut laporan itu, para pejabat AS akhirnya memutuskan untuk tidak mendukung komplotan perwira Venezuela, yang telah meminta dukungan AS dalam hal pasokan materi, termasuk sistem radio yang dienkripsi.

Ketika dikonfirmasi terkait laporan itu, Gedung Putih tidak secara langsung menyangkal bahwa para pejabat Washington terlibat dalam pembicaraan rahasia dengan para perwira Venezuela yang memberontak.

"Pemerintah Amerika Serikat mendengar setiap hari dari keprihatinan orang-orang Venezuela dari semua lapisan masyarakat, apakah mereka anggota partai yang berkuasa, dinas keamanan, elemen masyarakat sipil atau dari antara jutaan warga yang dipaksa oleh rezim untuk melarikan diri ke luar negeri," bunyi pernyataan Dewan Keamanan Nasional (NSC) Gedung Putih. 





Credit  sindonews.com




Jumat, 14 September 2018

Suriah dan Rusia Bombardir Idlib, Perang Berakhir?


Personel Tentara Pembebasan Suriah bersiap berpatroli di pinggiran Kota Jisr al-Shughur, Idlib, Suriah, Ahad, 9 September 2018. Ugur Can/DHA via AP
Personel Tentara Pembebasan Suriah bersiap berpatroli di pinggiran Kota Jisr al-Shughur, Idlib, Suriah, Ahad, 9 September 2018. Ugur Can/DHA via AP

CB, Jakarta - Angkatan bersenjata Suriah didukung sekutu Iran dan Rusia menyiapkan serangan besar untuk mengambil alih kembali benteng terkuat pemberontak di Provinsi Idlib.
Gempuran jet tempur dan kekuatan darat, tulis AP, dapat mengakhiri perang yang berlangsung tujuh tahun. Namun ongkos bencana kemanusiaan akibat konflik berdarah ini sangat tinggi.

Personel Tentara Pembebasan Suriah keluar dari markas bawah tanah dengan membawa senjata di pinggiran Kota Jisr al-Shughur, Idlib, 

Suriah, Ahad, 9 September 2018. Ugur Can/DHA via AP




"Bombardir yang dilancarkan pasukan Suriah mengakibatkan sekitar tiga juta penduduk sipil terperangkap di Idlib bersama dengan puluhan ribu pemberontak, termasuk militan garis keras," AP melaporkan.
Dalam beberapa hari ini, jet tempur Suriah dan Rusia yang menggempur kawasan di selatan provinsi dan menunjukkan sinyal mulai kendur.

Personel Tentara Pembebasan Suriah berjalan di lorong menuju pintu markas bawah tanah di pinggiran Kota Jisr al-Shughur, Idlib, Suriah, Ahad, 9 September 2018. Idlib yang berpenduduk sekitar 3 juta orang (termasuk 1 juta anak-anak) merupakan provinsi yang paling terdampak perang Suriah. Ugur Can/DHA via AP





Idlib berada di kawasan sebelah barat daya Suriah berbatasan dengan Turki. Sebagian wilayah ini dikuasai oleh Turki untuk mengganjal pemberontak Kurdi. Idlib dianggap daerah strategis menuju Aleppo dan Damasklus yang dikenal dengan sebutan M5.

Provinsi ini jatuh ke tangan pemberontak pada awal 2015. Sekarang, wilayah ini menjadi markas berbagai kelompok pemberontak termasuk militan ISIS dan Jihadis. Sebuah aliansi yang dikenal dengan Hay'at Tahrir al-Sham, pecahan dari al Qaeda dan sebelumnya berafiliasi dengan Front Nusra, mendominasi provinsi tersebut. Adapun grup pemberontak lainnya, Front Nasional untuk Pembebasan, yang mendapatkan dukungan dari Turki, juga bercokol di Idlib.




Credit  tempo.co





Prancis Mengakui Menyiksa Pejuang Kemerdekaan Aljazair



Macron
Macron

CB, Jakarta - Prancis, untuk pertama kalinya, mengaku bertanggung jawab melakukan penyiksaan terhadap para pejuang kemerdekaan Aljazair pada pertengahan 1950-an.
Pengakuan tersebut disampaikan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Kamis 13 September 2018. Dia mengatakan, Maurice Audin, seorang aktivis komunis pro-kemerdekaan hilang pada 1957.


Presiden Prancis Emmanuel Macron dan pengawalnya. [Philippe Wojazer/Reuters]
"Dia tewas setelah mendapatkan siksaan saat Aljazair masih menjadi bagian dari Prancis," ucapnya seperti dikutip Al Jazeera.
Macron yang melakukan kunjungan ke janda Audin pada Kamis itu juga akan menyiapkan sebuah kebijakan untuk membuka arsip mengenai warga sipil dan militer baik warga Prancis maupun Aljazair.
Selama perang kemerdekaan pada 1954-62, lebih dari 1,5 juta warga Aljazair tewas setelah mereka berhadapan dengan pasukan Prancis. Aljazair adalah sebuah negara di bawah koloni Prancis selama 130 tahun.

Jacques Chirac. AP/Thibault Camus




"Satu hal yang ingin saya sampaikan yakni mengakui kebenaran," kata Macron kepada istri Audin.

Sementara itu, Josette Audin mengatakan kepada wartawan di apartemennya di Bagonlet, timur pinggiran Paris, "Saya tidak pernah berpikir hari ini akan datang."
Bekas Presiden Jacques Chirac pada 2003, disusul para pemimpin Prancis mengecam pendudukan Aljazair. Namun, hanya Macron yang mengakui Prancis bertanggung jawab melakukan penyiksaan terhadap para tahanan Aljazair.





Credit  tempo.co





Jika Perang Lawan Cina, Duterte Mengaku Filipina Bakal Dibantai



Presiden Filipina Rodrigo Duterte, dan Presiden Cina Xi Jinping berjabat tangan setelah upacara penandatanganan di Beijing, Cina, 20 Oktober 2016. AP Photo
Presiden Filipina Rodrigo Duterte, dan Presiden Cina Xi Jinping berjabat tangan setelah upacara penandatanganan di Beijing, Cina, 20 Oktober 2016. AP Photo

CB, Manila – Presiden Filipina,  Rodrigo Duterte, mengaku sedang bertengkar dengan pemerintah Cina saat ini. Ini terjadi setelah pasukan Cina mengusir pesawat terbang milik Angkatan Laut Filpina, yang terbang di atas Laut Filipina Barat atau Laut Cina Selatan, yang menjadi sengketa kedua negara, pada Agustus 2018.


Namun, Duterte mengaku tidak akan mau berperang dengan Cina mengenai sengketa wilayah laut ini karena itu hanya akan berakhir dengan pembantaian pasukan Filipina.
“Saya tidak bisa memaksa mereka untuk pergi dari wilayah itu karena saya akan terlibat dalam perang, yang bakal membuat kita kalah,” kata Duterte seperti dilansir media lokal PhilStar Global pada Rabu, 12 September 2018.


 
Duterte melanjutkan,”Jika saya mengatakan kepada kalian ayo maju, apakah kalian akan mampu bertahan? Itu hanya akan berakhir dengan pembantaian. Kita berpikir tidak hanya mengenai saya tapi juga pejabat militer di kabinet.”
Seperti dilaporkan media massa pada Agustus 2018, pesawat AL Filipina mendapat peringatan keras dari militer Cina saat terbang di atas pulau buatan Cina di Laut Filipina Barat.
Saat itu, militer Cina mendesak pesawat Filipina untuk segera pergi dari wilayah sengketa atau menanggung resiko atas semua konsekuensi.


Seperti dilansir Reuters, militer Cina telah membangun sejumlah pulau buatan di Laut Cina Selatan dan membangun pangkalan militer di atasnya.


Menurut Philstar, Cina juga membangun pulau buatan di sekitar Laut Filipina Barat seperti di kawasan Kagitingan (Fiery Cross), Panganiban (Mischief), Zamora (Subi), dan Burgos (Gaven), Kennan (Hughes), Mabini (Johnson) dan karang Calderon (Cuarteron), yang terletak di sekitar Provinsi Palawan.


Sebelumnya, Duterte dikritik karena dinilai bersikap lemah terhadap perilaku Cina di Laut Cina Selatan. Duterte, beberapa bulan lalu, pergi ke Cina dan mendapat komitmen pencairan utang untuk membangun infrastruktur. Namun, kucuran dana kredit itu jauh di bawah harapan, yang membuat Duterte mengkritik Cina.
Juru bicara Presiden Filipina, Harry Roque, mengatakan hubungan Filipina dan Cina masih baik. Dia juga mengatakan kedua negara tidak bertengkar. “Tapi mungkin dia (Duterte) sempat marah. Itu ekspresi yang lebih tepat. Dia marah karena ada laporan soal peringatan terhadap pilot kita yang terbang di atas area milik kita,” kata dia.




Credit  tempo.co




AS Jual Rudal dan Jet Tempur Senilai Rp38,5 Triliun ke Korsel


AS Jual Rudal dan Jet Tempur Senilai Rp38,5 Triliun ke Korsel
Ilustrasi rudal Patriot. (Reuters/Issei Kato/File Photo)


Jakarta, CB -- Amerika Serikat menyetujui kesepakatan penjualan jet tempur dan rudal ke Korea Selatan dengan nilai mencapai US$2,6 miliar atau setara Rp38,5 triliun.

Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan AS (DSCA) menjabarkan bahwa penjualan itu termasuk enam pesawat tempur Poseidon bernilai US$2,1 miliar, setara Rp31,1 triliun.

Selain itu, Washington juga menyetujui kontrak untuk menjual 64 rudal Patriot senilai $501 juta, setara Rp7,4 triliun.



Kongres masih dapat membatalkan kesepakatan penjualan ini dalam 15 hari. Namun, kesepakatan ini kemungkinan besar disetujui mengingat hubungan baik AS dan Korsel, di mana ribuan tentara Washington diterjunkan di tengah ancaman Korea Utara.


"Penjualan ini mendukung kebijakan luar negeri AS dan mencapai tujuan pertahanan negara dengan memperkuat angkatan laut Korea untuk membantu pertahanan nasional dan berkontribusi signifikasn bagi operasi koalisi," demikian pernyataan resmi DSCA.

AFP melaporkan bahwa pesawat P-8A Poseidon yang ada dalam daftar penjualan ini bisa digunakan untuk misi pengawalan dan pengintaian, juga senjata anti-kapal permukaan dan anti-kapal selam.


Sementara itu, Rudal Patriot yang akan diproduksi oleh perusahaan Lockheed Martin, dirancang untuk mengintersepsi rudal balistik, rudal jelajah, dan ancaman udara lainnya.

Korea Selatan membeli Rudal Patriot untuk "memperkuat pertahanan udara, menjaga keamanan nasional, serta mencegah ancaman serangan."

"Penjualan persenjataan ini tidak akan mengubah keseimbangan militer di wilayah ini," bunyi pernyataan DSCA.



Kesepakatan ini tercapai di tengah ketidakpastian kesepakatan denuklirisasi antara AS dan Korut.

Presiden AS, Donald Trump, dan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un, berkomitmen untuk melakukan denuklirisasi di Semananjung Korea dalam pertemuan mereka di Singapura pada Juni.

Namun, belum ada perkembangan signifikan dari hasil pertemuan tersebut. Kedua negara masih berselisih pendapat mengenai detail kesepakatan yang harus dicapai.




Credit  cnnindonesia.com





Berubah Lagi, Spanyol Lanjutkan Penjualan 400 Bom ke Saudi


Berubah Lagi, Spanyol Lanjutkan Penjualan 400 Bom ke Saudi
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (kiri) bersalaman dengan Menteri Pertahanan Spanyol Maria Dolores Cospedal pada 12 April 2018. Foto/REUTERS/File Photo

MADRID - Pemerintah Spanyol mengubah kebijakannya hanya dalam hitungan hari. Negara itu melanjutkan penjualan 400 bom yang dipandu laser ke Arab Saudi setelah sebelumnya membatalkannya.

Beberapa hari lalu kesepakatan senilai 9,2 juta Euro dihentikan pihak Madrid di tengah kekhawatiran atas penggunaan senjata tersebut dalam perang di Yaman.

Menteri Luar Negeri Spanyol Josep Borrell pada hari Kamis mengumumkan perubahan kebijakan. Dia mengatakan, pemerintah telah meninjau kontrak dan merasa harus menghormatinya.

Keputusan itu muncul setelah para pekerja di galangan kapal Navantia milik negara di Spanyol selatan berunjuk rasa. Mereka berpendapat bahwa membatalkan kontrak akan menyebabkan pemerintah Saudi mundur dari kesepakatan pembelian lima kapal perang senilai 1,8 miliar Euro.



“Setelah satu minggu kerja intensif oleh berbagai kementerian, termasuk kementerian luar negeri, keputusannya adalah bahwa bom ini akan dikirimkan untuk menghormati kontrak dari 2015, yang dibuat oleh pemerintah sebelumnya dan di mana tidak ada ketidakberesan yang terdeteksi yang akan menghentikannya," kata Borrell kepada radio Onda Cero.


Menteri Borrel mengatakan kontrak telah ditinjau secara menyeluruh oleh berbagai kementerian dan diperiksa tiga kali oleh komisi antardepartemen yang mengawasi penjualan senjata.

Ditanya apakah pemerintah Saudi telah menyarankan pembelian kapal perang itu tergantung pada kesepakatan bom, Borrell mengatakan; “Arab Saudi melihat kesepakatan persenjataannya sebagai bagian dari hubungan keseluruhannya."

“Kementerian pertahanan dan kementerian luar negeri telah membicarakan hal ini dan menganalisanya selama seminggu. Dan saya pikir kami telah sampai pada kesimpulan bahwa kontrak ini harus dihormati," ujarnya, seperti dikutip The Guardian, Jumat (14/9/2018).

Amnesty International dan ahli PBB telah mengkritik penjualan senjata ke Arab Saudi, negara yang memimpin Koalisi Arab yang memerangi pemberontak Houthi Yaman.

Ditanya apakah pemerintah Spanyol menerima jaminan bahwa bom yang dijual itu tidak akan digunakan terhadap warga sipil di Yaman, Borrell bersikeras bahwa bom tersebut adalah senjata presisi yang akurat untuk jangkauan dalam satu meter dari targetnya.

"Itu berarti bahwa dengan senjata semacam ini Anda tidak akan mendapatkan pemboman yang Anda dapatkan dengan senjata yang kurang canggih yang dijatuhkan secara acak dan yang menyebabkan jenis tragedi yang kita semua kutuk," katanya. 

Borrell mengatakan pengumuman pekan lalu bahwa kesepakatan itu dihentikan karena ada kebingungan di internal kementerian pertahanan.

"(Kementerian) telah memeriksa semua kontrak dan berpikir telah menemukan sesuatu yang perlu dilihat dalam hal ini," katanya. “Itu bukan penjualan senjata oleh bisnis atau produsen, tetapi bagian dari stok milik angkatan udara kami sendiri. Itu pasti menonjol dan berarti kontrak itu dilihat. Tetapi itu semua informasi yang saya miliki."



Credit  sindonews.com




Menlu Turki: Milisi Kurdi Bantu Assad di Idlib


Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu saat berbicara di Konferensi Keamanan di Muenchen, Jerman, Ahad (19/2).
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu saat berbicara di Konferensi Keamanan di Muenchen, Jerman, Ahad (19/2).
Foto: Matthias Balk/dpa via AP

Turki menentang tindakan Presiden Assad yang menggelar operasi militer di Idlib



CB, ISTANBUL -- Dalam suratnya kepada New York Times Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan ada kemungkinan kelompok pemberontak Turki milisi YPG Kurdi membantu pemerintah Suriah dalam melancarkan operasi militer mereka ke Provinsi Idlib. Cavusoglu menuduh pemerintah Amerika membantu kelompok pemberontak tersebut.

"Laporan baru menunjukan kelompok teroris YPG yang bekerja dari Suriah telah menerima senjata dan bantuan dari pembayar pajak Amerika, membentuk aliansi dengan Assad dan mengirim tentara sebagai bagian kesepakatan pada bulan Juli lalu untuk membantunya merebut Idlib dari para pemberontak," kata Cavusoglu dalam surat tersebut, Jumat (14/9).

Baik Turki maupun Amerika Serikat sama-sama menentang tindakan Presiden Suriah Bashar al-Assad yang menggelar operasi militer di Idblib. Mereka telah memperingatkan pemerintah Suriah serangan tersebut dapat mengganggu stabilitas kawasan dan menewaskan penduduk sipil.

Tapi Turki dan Amerika berbeda pendapat tentang YPG. Kelompok milisi tersebut salah satu sekutu kuat Amerika melawan ISIS. Di sisi lain Turki melihat YPG sebagai kelompok teroris dan perpanjangan tangan dari Partai Pekerja Kurdi yang telah memberontak kepada pemerintah Turki sejak tahun 1980-an.

Sebelumnya Turki telah menegaskan bersama dua sekutu Suriah, yakni Rusia dan Iran tengah berusaha membangun stabilitas di Idlib. Mereka juga terus menentang upaya pemerintah Suriah merebut satu-satunya wilayah yang masih dikuasai oleh pemberontak tersebut dengan kekerasan.

Presiden Turki Tayyip Erdogan bertemu dengan para pemimpin Iran dan Rusia pekan lalu di Teheran, Iran. Tapi ia gagal membujuk kedua negara tersebut untuk meminta Suriah melakukan gencatan senjata di Idlib.





Credit  republika.co.id




Turki Terus Kerahkan Pasukan dan Tank ke Perbatasan Suriah


Turki Terus Kerahkan Pasukan dan Tank ke Perbatasan Suriah
Pesawat yang membawa kontingen pasukan militer Turki tiba di dekat perbatasan Suriah. Foto/Twitter @mkpetkova

ANTAKYA - Turki terus mengerahkan pasukan dan persenjataan berat, termasuk tank tempur, ke wilayah barat daya yang berbatasan langsung Suriah. Langkah militer Ankara itu untuk mengantisipasi serangan besar-besaran oleh pasukan rezim Suriah dan sekutu-sekutunya di wilayah yang dikuasai oposisi atau pemberontak.

Satu konvoi militer Turki tiba di sebuah pos Turki di dekat Kota Morek, di Provinsi Hama utara, Suriah, pada Kamis pagi.

Menurut laporan Al Jazeera, sebuah pesawat militer juga tiba dengan lusinan tentara Turki di bandara sipil di Provinsi Hatay, sekitar 50 km dari perbatasan Turki-Suriah. Belum jelas apakah pasukan tersebut telah melintasi perbatasan atau belum.

Turki telah menjadi tuan rumah dari 3,5 juta pengungsi Suriah dan khawatir akan munculnya gelombang besar pengungsi lainnya jika pasukan Suriah-yang didukung oleh kekuatan udara Rusia dan milisi sekutunya-menyerang basis terakhir pasukan oposisi di Provinsi Idlib.



Menurut Metin Gurcan, seorang ahli keamanan Turki, penguatan perbatasan oleh militer Ankara adalah tindakan defensif.

"Jika Anda melihat jenis-jenis sistem senjata itu, saya akan mengatakan itu semua untuk tujuan pertahanan. Jadi saya tidak berpikir Turki memiliki niat ofensif dan kemampuan untuk campur tangan militer dalam teka-teki Idlib," katanya kepada Al Jazeera, Jumat (14/9/2018).

"Ini semacam pertahanan militer preventif dan defensif untuk mengelola aliran pengungsi yang diantisipasi karena dorongan pasukan Suriah yang didukung Rusia dari selatan," katanya lagi.

Hampir 40.000 orang telah melarikan diri dari Idlib setelah serangan udara Suriah-Rusia meningkat selama dua minggu terakhir. PBB memperkirakan, dalam kasus terburuk, sekitar 900.000 warga sipil dapat melarikan diri dari Idlib jika serangan darat skala penuh dimulai.

Para pejabat Turki telah berulang kali memperingatkan Rusia dan pemerintah Suriah terhadap bahaya dari serangan di Idlib. Menurut mereka, serangan di wilayah itu akan memicu gelombang pengungsi besar-besaran yang menuju ke Turki.

Selama seminggu terakhir, Turki telah mengerahkan bala bantuan dan memperluas struktur pertahanan di sekitar selusin titik pengamatan di wilayah yang dikuasai pasukan oposisi di Idlib, Aleppo barat, dan provinsi Hama utara.

Pos-pos terdepan didirikan setelah kesepakatan de-eskalasi tercapai antara Turki, Rusia dan Iran pada Juli 2017.

Pada 7 September 2018 lalu, gencatan senjata yang diusulkan Turki ditolak oleh Rusia dan Iran selama pertemuan puncak trilateral di Teheran. 


Menurut Gurkan, sebuah konfrontasi antara pasukan Turki dan mereka yang mendukung pemerintah Suriah sangat tidak mungkin terjadi jika serangan terhadap Idlib terus berlanjut.

Rusia, lanjut Gurkan, terus mengontrol wilayah udara Suriah. Hal itu tidak mungkin bagi Turki untuk memulai tindakan militer di sana tanpa persetujuan Rusia.

"Saya tidak mengharapkan serangan darat skala besar (oleh pasukan Suriah). Ini akan menjadi peperangan-pengepungan bertahap yang bisa bertahan mungkin sembilan sampai sepuluh bulan," kata Gurkan.

Dia menambahkan Turki tidak mungkin untuk menarik titik-titik pos pengamatan yang diawaki oleh pasukannya jika pertempuran berat dimulai.

"Ini adalah pos pengamatan yang didukung Rusia, tujuan utamanya adalah untuk mencegah perluasan milisi pro-Iran dari Aleppo ke Idlib," katanya.

Menurut Gurkan, Rusia juga ingin membatasi pengaruh Iran di Suriah dan mencegahnya menyebar ke Provinsi Idlib.


Credit  sindonews.com



Perang Suriah Makan Korban 360 Ribu Jiwa


Perang Suriah Makan Korban 360 Ribu Jiwa
Ilustrasi (AFP PHOTO / OMAR HAJ KADOUR)


Jakarta, CB -- Perang Suriah yang telah berlangsung selama tujuh tahu telah membunuh lebih dari 360 ribu korban jiwa. Hal ini dilaporkan oleh kelompok pengamat di Suriah, Kamis (13/9), ditengah kekhawatiran dunia internasional akan terjadinya pertumpahan darah jika pemeringah Suriah melakukan serangan kepada para pemberontak di Idlib.

Kekhawatiran ini muncul lantaran pemerintah Suriah berencana untuk menggempur wilayah pertahanan terakhir para pemberontak di barat laut provinsi Idlib. Jika serangan itu benar dilakukan, internasional khawatir akan terjadi pertumpahan darah di wilayah itu.

Pengamat yang menamakan diri Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia menyebut bahwa 364.792 orang telah tewas sejak meletusnya Perang Suriah 2011 lalu. Sebanyak sepertiga dari mereka adalah warga sipil.



Korban jiwa naik 13 ribu orang dalam enam bulan terakhir. Berdasarkan keterangan lembaga pengawasan di Inggris, jumlah korban tewas ini termasuk para pejuang, pejabat, dan staf medis.

Perang telah membunuh 110.687 warga sipil, termasuk lebih dari 20.000 anak dan hampir 13.000 wanita.

Sementara dari pihak pro pemerintah, lebih dari 124.000 pejuang tewas, setengah dari mereka adalah pasukan rezim. Sisanya bermacam-macam milisi Suriah dan asing yang setia kepada Assad. Sebanyak 1.665 korban berasal dari gerakan Hezbollah Lebanon.


Observatorium mencatat kematian 64.000 Islamis garis keras dan jihadis, termasuk dari kelompok Negara Islam dan mantan faksi afiliasi Al-Qaeda.

Sementara 64.800 pejuang lain dari pasukan lain, termasuk pemberontak non-jihadis, tentara yang membelot dan faksi Kurdi, juga tewas sejak 2011.

Observatorium mengatakan telah mengkonfirmasi kematian 250 orang lainnya tetapi tidak dapat menyebutkan identitas mereka.

Pemerintahan Basar Al-Assad telah berhasil merebut kembali hampir dua pertiga wilayah Suriah. Hal ini dicapai dengan bantuan dari sekutu Rusia dan Iran. Sementara wilayah besar lainnya di timur laut, dikuasai oleh Kurdi.

Bagian terbesar dari wilayah yang dikuasai pemberontak yang tersisa terdiri dari provinsi Idlib dan daerah sekitarnya, tempat sekitar tiga juta orang tinggal.


Pasukan Assad telah berkumpul di sekitar Idlib selama berminggu-minggu sebelum pemerintah mengancam melakukan serangan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa, kekuatan dunia, dan kelompok bantuan sama-sama telah memperingatkan serangan penuh terhadap Idlib dapat menciptakan bencana kemanusiaan.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pekan ini mendesak rezim untuk mundur dan bagi semua pihak untuk menemukan solusi damai, mengatakan Idlib "tidak boleh berubah menjadi pertumpahan darah."




Credit  cnnindonesia.com




AS Siap Kirim F-35 untuk Tempur dengan Rusia dan Suriah


AS Siap Kirim F-35 untuk Tempur dengan Rusia dan Suriah
Pesawat-pesawat jet tempur siluman F-35 di atas dek kapal induk USS Essex. Foto/US Navy

WASHINGTON - Amerika Serikat memiliki kapal induk yang menjadi tuan rumah pesawat jet tempur siluman F-35B di Timur Tengah saat Rusia mengancam pasukan Washington di Suriah. Jika pertempuran pecah, Amerika Serikat tidak akan punya pilihan selain mengirim jet tempur canggih tersebut.

Moskow dan sekutunya, rezim Damaskus, telah meluncurkan serangan terhadap Provinsi Idlib, wilayah terakhir yang dikuasai pemberontak di negara itu. Washington juga telah memprediksi akan ada penggunaan senjata kimia dalam prosesnya.

Pemerintah Suriah telah dikaitkan dengan 33 kasus penggunaan senjata kimia terhadap rakyatnya sendiri selama tujuh tahun perang sipil. Bersama Moskow, pasukan rezim Presiden Bashar al-Assad juga dituduh Barat telah melakukan kejahatan perang seperti pemboman tanpa pandang bulu terhadap rumah sakit dan sekolah.

Sedangkan Moskow dan medianya menuduh teroris dan kelompok pemberontak yang didukung Barat sudah merencanakan dan bersiap menjalankan serangan senjata kimia terhadap anak-anak dan keluarga di Idlib untuk membenarkan Amerika Serikat dan sekutunya untuk menyerang rezim Assad.

Rusia telah membuat klaim seperti itu sebelumnya, dan itu tidak menghentikan AS untuk menyerang Suriah di masa lalu. Kali ini, ketika Suriah dan Rusia menyaksikan kemenangan berdarah atas para pemberontak yang tersisa, Rusia telah mengirim telegraf bahwa pihaknya akan menyerang balik AS jika rudal Washington mengenai sasaran Suriah atas tuduhan penggunaan senjata kimia.

Rusia duduk diam ketika AS membombardir Suriah dua kali sebelumnya. Kali ini, Washington mengancam akan menghantam rezim Assad "lebih kuat".

Dengan armada kecil kapal Rusia di Mediterania, Moskow telah mengambil langkah-langkah untuk terlihat lebih berkomitmen untuk mencegah rezim Assad diserang Washington dan sekutunya.

Dalam menghadapi kehadiran Angkatan Laut Rusia yang sangat besar di Laut Tengah yang memeluk pesisir Suriah, AS tidak memiliki kelompok tempur kapal induk di mana pun di dekat wilayah tersebut.

Namun AS memang memiliki USS Essex, sebuah kapal induk helikopter kecil Angkatan Laut AS yang dimodifikasi untuk membawa pesawat jet tempur siluman F-35B. USS Essex dan kapal-kapal yang menyertainya di Terusan Suez dan kapal-kapal perang Rusia di Laut Mediterania merupakan salah satu konsentrasi terbesar dari kekuatan angkatan laut yang pernah melaut.

Juru bicara Korps Marinir AS Kapten Christopher Harrison mengatakan kepada USNI News bahwa F-35B yang sudah lama ditunggu-tunggu debutnya telah memperbarui perangkat lunak yang memberinya “kemampuan tempur secara penuh”

Kemampuan F-35, yang diklaim melebihi apa pun yang F/A-18 miliki, bisa diandalkan di lingkungan seperti Suriah.

Rezim Assad sendiri telah mengembangkan sistem rudal pertahanan yang dipasok Rusia, dan menciptakan beberapa ruang udara paling menantang di dunia. Hanya jet tempur siluman dengan sensor canggih, seperti F-35B, yang bisa dengan aman mengambil misi pertempuran di wilayah udara Suriah. 






Credit  sindonews.com




Marinir AS-Pemberontak Suriah Gelar Latihan Militer Besar-besaran


Marinir AS-Pemberontak Suriah Gelar Latihan Militer Besar-besaran
Marinir AS dan pemberontak Suriah melakukan latihan militer di Suriah selatan. Foto/Istimewa

DAMASKUS - Seorang komandan pemberontak Suriah mengatakan pihaknya tengah melakukan latihan militer yang jarang dilakukan dengan Marinir Amerika Serikat (AS) di Suriah selatan. Latihan seolah mengirim pesan yang kuat ke Rusia dan Iran bahwa AS pemberontak Suriah bermaksud untuk bertahan dan siap menghadapi ancaman terhadap kehadiran mereka.


Kolonel Muhanad al Talaa, komandan kelompok Maghawir al Thawra yang didukung Pentagon, mengatakan latihan militer yang dilakukan selama delapan hari itu akan berakhir pekan ini. Latihan yang dilakukan di pos militer AS di al-Tanf adalah latihan pertama dengan serangan udara dan darat, yang melibatkan ratusan pasukan AS dan pemberontak.

"Latihan-latihan ini memiliki kepentingan besar dan telah meningkatkan pertahanan daerah dan meningkatkan kemampuan tempur dan moral serta warga sipil di daerah itu," kata Talaa.



"Kami akan tetap di sini terlepas apakah Rusia atau Iran menginginkannya atau tidak," tambah komandan pemberontak itu seperti dikutip dari Reuters, Jumat (14/9/2018).

Juru bicara militer AS mengatakan, latihan itu adalah unjuk kekuatan dan Pentagon telah memberi tahu Moskow melalui saluran “dekonfliksi” untuk mencegah miskomunikasi atau meningkatkan ketegangan.

"Latihan ini dilakukan untuk memperkuat kemampuan kami dan memastikan kami siap untuk menanggapi setiap ancaman terhadap pasukan kami di dalam area operasi kami," ujar Kolonel Sean Ryan.


Rusia dan pemerintah Suriah telah berulang kali meminta Washington untuk menarik pasukannya dari pangkalan al-Tanf, di mana negara itu telah mendeklarasikan "zona dekonflik" sepanjang 55 km - radius yang terlarang bagi yang lain.

Pemberontak mengatakan ratusan Marinir AS tiba bulan ini di al-Tanf untuk bergabung dengan pasukan operasi khusus yang sudah berbasis di garnisun dan berpartisipasi dalam latihan, di tengah meningkatnya ketegangan AS-Rusia di Suriah dan penumpukan angkatan laut di Mediterania.



"Zona dekonflik" telah menjadi tempat yang aman bagi setidaknya 50.000 warga sipil yang tinggal di kamp Rukban yang terletak di dalamnya. Kementerian pertahanan Rusia pada Agustus mengulangi tuduhan bahwa Washington telah menyembunyikan militan ISIS di dalam zona itu. 



Pos terdepan, dikelilingi oleh gurun pasir, didirikan selama pertempuran melawan militan ISIS yang digunakan untuk mengendalikan Suriah timur yang berbatasan dengan Irak.

Setelah ISIS diusir, pesawat-pesawat tempur koalisi pimpinan AS menyerang milisi yang didukung Iran pada beberapa kesempatan untuk mencegah mereka maju, dalam apa yang digambarkan Washington sebagai pembelaan diri.

Al-Tanf terletak di jalan raya Damaskus-Baghdad yang strategis, salah satu rute pasokan utama untuk senjata Iran ke Suriah.

Ini membuat pangkalan itu menjadi benteng melawan Iran dan bagian dari kampanye yang lebih besar terhadap ekspansi militer Iran di Timur Tengah.

Pengendalian daerah telah lama menjadi tujuan pemerintah Suriah dan sekutu Rusia dan Iran.

Pemberontak mengatakan kebijakan baru militer AS untuk meningkatkan kemampuan al-Tanf adalah perubahan besar.

“Posisi Amerika telah berubah sepenuhnya terhadap Iran. Sebelum itu hanya menempatkan garis ke Iran untuk tidak mendekati daerah itu,” ujar Talaa.

Dikatakan oleh Talaa kegagalan Teheran untuk mengakhiri kehadiran militernya di Suriah dapat memancing tanggapan militer AS.

“Jika Teheran tidak menanggapi tuntutan Amerika ada kemungkinan besar mereka akan terpukul. Tidak dapat dihindarkan orang Iran meninggalkan Suriah. Ini harus terjadi dengan cepat dan dengan cara yang menentukan,” tukasnya.




Credit  sindonews.com




Turki Tingkatkan Pasukannya di Idlib


Turki Tingkatkan Pasukannya di Idlib
Turki meningkatkan pasukannya di Idlib. Foto/Istimewa

DAMASKUS - Aktivis melaporkan Turki mengirimkan bala bantuan militer untuk memperkuat posisinya di dalam wilayah pertahanan terakhir Idlib, Suriah. Peningkatan itu terjadi saat menteri pertahanan Turki mengatakan Ankara masih berusaha dengan Rusia dan Iran untuk mencegah tragedi kemanusiaan akibat ofensif rezim Damaskus.

Menteri Pertahanan Turki, Hulusi Akar mengatakan, operasi militer di daerah kantong pemberontak yang berpenduduk padat akan menyeret kawasan yang sudah bermasalah ke arah bencana. Dia berbicara selama pertemuan dengan duta besar asing pada Rabu malam.

"Kami bekerja dengan Rusia, Iran dan sekutu lainnya untuk membawa perdamaian dan stabilitas dan menghentikan tragedi kemanusiaan," kata Akar, menurut Anadolu yang disitat AP, Jumat (14/9/2018).

Pengerahan pasukan Turki dilakukan di tengah jeda  serangan pemerintah dan pemboman udara Rusia di tepi selatan Idlib.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) yang berbasis di Inggris mengatakan konvoi tentara Turki yang masuk dari Kfar Lusin menyeberang di utara Idlib, menuju ke beberapa dari 12 titik pengamatan Turki. Sebuah video yang diambil oleh para aktivis dari kelompok pemantau Central Station for Turkish Intervention menunjukkan kendaraan-kendaraan dan tank-tank lapis baja dan kendaraan bersenjata bergerak melalui jalan Idlib.

Kedua badan itu mengatakan konvoi tersebut menuju dua titik pengamatan yang berbeda, satu selatan dari Idlib dan satu lagi di pusat. Tetapi militer Turki tidak segera menanggapi permintaan untuk komentar.

Turki mengerahkan ratusan tentaranya ke 12 pos pengamatan di lingkaran Idlib, menyusul kesepakatan de-eskalasi yang dicapai dengan Rusia dan Iran tahun lalu untuk membekukan garis konflik, yang secara efektif menempatkan Ankara sebagai pelindung provinsi itu.

Pemberontak telah bercokol di provinsi Idlib sejak 2015 tetapi serangan pemerintah untuk menguasai potongan di sisi timur provinsi itu terjadi tahun lalu sebelum Turki mulai mengerahkan titik-titik pengamatan dan menghentikan kemajuan pasukan Suriah.

Dalam beberapa pekan terakhir, pasukan pemerintah Suriah telah berkumpul di selatan dan barat daya provinsi itu. Dalam beberapa hari terakhir pasukan Suriah meluncurkan kampanye pengeboman udara yang intens menargetkan posisi pemberontak, tiga pusat medis dan petugas penyelamat pekan lalu.

Namun pemboman itu telah berhenti dalam 24 jam terakhir.

Turki telah mengajukan banding untuk gencatan senjata di Idlib, yang melintasi perbatasannya dan merupakan rumah bagi lebih dari 3 juta orang. Turki berusaha untuk mendapatkan waktu guna mendukung usahanya, memisahkan militan radikal dari kelompok-kelompok oposisi moderat.

Turki telah meminta dukungan internasional untuk upayanya menghentikan serangan. 




Credit  sindonews.com




Kapal Perang AS dengan Rudal Tomahawk Mulai Dekati Suriah



Kapal Perang AS dengan Rudal Tomahawk Mulai Dekati Suriah
Kapal perang USS Bulkeley milik Amerika Serikat. Foto/US Naval Forces Central Command/US Fifth Fleet/Flickr

DAMASKUS - Kapal perang Amerika Serikat (AS), USS Bulkeley, yang membawa banyak rudal jelajah Tomahawk mulai mendekati wilayah Suriah. Kapal perusak kelas Arleigh Burke itu telah tiba di Laut Mediterania.

Kedatangan USS Bulkeley (DDG-84) memicu kekhawatiran bahwa Washington kembali akan menyerang rezim Damaskus seiring dengan klaim Washington bahwa pasukan Pemerintah Presiden Bashar al-Assad sedang bersiap menggunakan senjata kimia di Idlib.

Rusia sebagai sekutu Assad, mengklaim serangan senjata kimia disiapkan oleh kelompok militan yang bekerjasama dengan kelompok relawan White Helmets.

Kantor berita Interfax, yang mengutip data pemantauan maritim internasional, pada Kamis (13/9/2018) melaporkan kapal USS Bulkeley sudah memasuki Laut Mediterania melalui Selat Gibraltar sejak hari Rabu.

Seorang petugas pengawas di Selat Gibraltar mengonfirmasi transit kapal perusak tersebut pada 12 September 2018.

Dengan kedatangan USS Bulkeley, pasukan AS di wilayah itu memiliki hingga 200 rudal jelajah Tomahawk yang tersedia untuk menyerang sasaran di Suriah jika diperintahkan untuk melakukannya.

Pekan lalu, kapal selam USS Newport News (SSN-750) juga tiba di Laut Mediterania.

Saat kedatangan kapal selam AS, Angkatan Laut Rusia sedan melakukan manuver besar-besaran di lepas pantai Suriah, termasuk peluncuran rudal. Kehadiran kapal-kapal perang Rusia di kawasan itu kemungkinan untuk menjadi penghalang dari tindakan militer Washington terhadap rezim Damaskus.

Washington telah berulang kali mengklaim bahwa pemerintah di Damaskus sedang mempersiapkan serangan kimia terhadap warga sipil di provinsi Idlib, benteng terakhir kelompok pemberontak dan militan jihadis.

Kelompok militan yang paling kuat di Idlib adalah Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang sebelumnya dikenal sebagai Jabhat al-Nusra. Kelompok itu berafiliasi dengan al-Qaeda, kelompok yang dinyatakan sebagai organisasi teroris oleh AS karena dianggap bertanggung jawab atas serangan 11 September 2001 atau 9/11 terhadap menara kembar World Trade Center (WTC) di New York.

White Helmets, sebuah kelompok pertahanan sipil yang beroperasi hanya di daerah yang dikuasai pemberontak, juga memiliki kehadiran di Idlib.

Rusia menuduh White Helmets meluncurkan serangan senjata kimia di Idlib untuk memprovokasi intervensi militer Barat di Suriah. Kelompok itu, menurut Moskow, telah memfilmkan setidaknya sembilan video yang dimaksudkan untuk dijadikan bukti klaim bahwa Damaskus telah menggunakan gas klorin terhadap warga sipil di Idlib. 




Credit  sindonews.com



Kamis, 13 September 2018

2 Jet Tempur F-22 AS Cegat 2 Bomber Nuklir Rusia di Dekat Alaska

2 Jet Tempur F-22 AS Cegat 2 Bomber Nuklir Rusia di Dekat Alaska
Jet tempur siluman F-22 Amerika Serikat mengawal pesawat pembom Tu-95 Rusia di dekat Alaska, Selasa (11/9/2018). Foto/US Air Force

WASHINGTON - Dua pesawat jet tempur siluman F-22 Angkatan Udara Amerika Serikat (AS) mencegat dua pesawat pembom (bomber) Tu-95 berkemampuan nuklir milik Rusia di dekat Alaska. Insiden terjadi pada Selasa, 11 September 2018, di mana rakyat AS sedang memperingati tragedi serangan 9/11.

Komando Pertahanan Dirgantara Amerika Utara (NORAD) pada hari Rabu mengatakan sepasang pesawat pembom Moskow dikawal menjauh dari wilayah udara Alaska.

"Sepasang pesawat pembom Moskow tidak pernah memasuki wilayah udara AS atau Kanada di kawasan itu," bunyi pernyataan NORAD, yang dikutip Fox News, Kamis (13/9/2018).

NORAD melanjutkan, intersepsi pesawat pembom berlangsung di Alaska barat pada pukul 22.00 malam. Meski demikian, militer AS tidak merinci secara tepat lokasi intersepsi.

Ini merupakan yang kedua kalinya pada bulan ini sepasang pesawat pembom Rusia terbang di dekat Alaska. Pada 1 September, sepasang pembom Moskow juga dicegat oleh pesawat jet tempur siluman F-22 setelah menyeberang ke Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) Alaska di selatan Kepulauan Aleutian.

Militer Moskow belum berkomentar terkait intersepsi dua pesawat pembom-nya di dekat Alaska oleh dua jet tempur AS. Kejadian itu berlangsung di saat militer Rusia meluncurkan latihan perang terbesarnya sejak Perang Dingin Berakhir.

Menurut Kementerian Pertahanan Rusia, latihan perang bertajuk Vostok-2018 ini melibatkan sekitar 300.000 pasukan dan lebih dari 1.000 pesawat.

Pada Rabu pagi, militer Rusia merilis video di Twitter yang menunjukkan sepasang pesawat pembom Tu-95 "Bear" era Perang Dingin dan sepasang jet tempur yang lepas landas dari pangkalan udara di Rusia timur. 





Credit  sindonews.com




Jet-jet NATO Latihan Cegat Pesawat Tempur Rusia



Jet-jet NATO Latihan Cegat Pesawat Tempur Rusia
Dua jet tempur Typhoon Italia ikut dalam simulai mencegat pesawat Rusia. Foto/Istimewa

BRUSSELS - Jet-jet tempur Inggris, Prancis, dan Jerman mensimulasikan penerbangan pencegatan di atas Eropa Barat. Simulasi ini sebagai bagian dari latihan NATO untuk mencegah pesawat Rusia memasuki wilayah udara sekutu sekaligus memamerkan upaya Eropa untuk mengintegrasikan pertahanan udara mereka.

Pilot pesawat tempur yang membawa rudal udara-ke-udara dari 10 negara NATO bergantian mensimulasikan intersepsi pesawat angkut Angkatan Udara Belgia dalam perjalanan ke Spanyol, melakukan inspeksi visual terhadap status pesawat dengan melayang dengan kecepatan 900 km/jam.

Sekitar 60 jet NATO, terutama dari sekutu Eropa, waspada untuk mempertahankan wilayah udara aliansi, karena NATO berurusan dengan peningkatan dramatis dalam aktivitas udara Rusia di perbatasannya sejak pencaplokan Crimea pada tahun 2014, dengan catatan 870 pencegatan di Baltik pada 2016.

Bulan ini, Moskow melakukan latihan perang terbesarnya sejak jatuhnya Uni Soviet, dengan sekitar 1.000 pesawat.

“NATO itu relevan. Ini tidak teoritis,” kata Letnan Jenderal Angkatan Udara Spanyol Ruben Garcia Servert di atas pesawat transportasi militer Belgia, ketika Eurofighters Italia terbang dekat ke kokpit untuk mensimulasikan pencegatan. Mereka kemudian termasuk Typhoon Inggris dan Mirage Prancis.

"Kami tidak selalu berhasil dalam menunjukkan kepada pembayar pajak bahwa kami memiliki sarana dan kemampuan untuk melindungi populasi," katanya seperti dikutip dari Reuters, Kamis (13/9/2018).

Eropa berharap pertunjukkan-pertunjukkan bagaimana pasukan udara mereka membela Eropa cukup untuk menghadapi kritik tajam dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang pada pertemuan puncak bulan Juli mencerca orang-orang Eropa karena tidak cukup membelanjakan uang untuk pertahanan dan bertindak.

Mampu mengalihkan, memaksa mendarat atau bahkan berpotensi menembak jatuh pesawat tempur, NATO mengatakan apa yang disebut pemolisian udara tidak diarahkan ke Rusia. Tetapi konfrontasi antara pesawat tempur kedua saingan di Baltik dan Laut Hitam semakin meningkat.

Dua jet AS mengawal dua pembom Rusia ke Laut Arktik pada 7 September dalam insiden terbaru, sementara Rusia telah mengirimkan jet tempur untuk mencegat pesawat pengebom AS yang memiliki kemampuan nuklir dalam intersepsi yang menggemakan Perang Dingin.

Para analis memperingatkan bahwa setiap benturan di udara di atas Laut Tengah, Baltik atau Laut Hitam dapat berisiko memulai konflik yang lebih luas dengan Rusia.

Kedua belah pihak kerap saling menuduh melakukan tindakan berbahaya, tetapi NATO mengatakan pesawat tempur Rusia secara teratur terbang tanpa menghormati norma keselamatan internasional, seperti menanggapi kontrol lalu lintas udara dan permintaan untuk mengidentifikasi diri. Sementara Rusia mengatakan semua penerbangannya dilakukan sesuai dengan hukum internasional.

"Kami telah melihat pesawat datang ke perbatasan kami tanpa rencana penerbangan, tanpa kontrol apapun ... peraturan keselamatan, memasuki wilayah kami," kata Garcia Severt. 

"Kami telah melihat aktivitas yang sering terjadi di Laut Hitam, tetapi tidak hanya, kadang-kadang kita telah melihat pesawat terbang di sekitar Eropa," imbuhnya, mengacu pada pembom Rusia di lepas pantai Portugal.

NATO akan mengadakan latihan terbesarnya sejak 2002 pada Oktober dan November di Norwegia, yang disebut Trident Juncture. Latihan ini melibatkan non-NATO Finlandia dan Swedia, dengan lebih dari 40.000 tentara.

Sementara ketegangan dengan Rusia telah mendorong NATO untuk menyebarkan batalyon multinasional darat di Polandia dan Baltik, NATO juga mendorong untuk mengintegrasikan kekuatan udaranya, meskipun ada resistensi politik atas isu-isu kedaulatan.

Di bawah perjanjian yang sedang dinegosiasikan, pasukan udara negara-negara NATO masing-masing akan mempertahankan wilayah udara masing-masing, terlepas dari negara tempat mereka berada, di bawah konsep "satu langit" yang dapat melihat pesawat Portugis yang membela wilayah udara Spanyol, misalnya.

Hari ini, setiap negara membela wilayah udara sendiri, kecuali, seperti dalam kasus Baltik, tidak memiliki pesawat tempur.



Credit  sindonews.com


Putin Klaim Tahu Peracun Eks Agen Rusia di Inggris


Putin Klaim Tahu Peracun Eks Agen Rusia di Inggris
Presiden Vladimir Putin mengklaim Kremlin berhasil mengidentifikasi dua tersangka kasus peracunan eks agen Rusia di Inggris pada awal Maret lalu. (Mikhail Metzel/TASS Host Photo Agency/Pool via Reuters)


Jakarta, CB -- Presiden Vladimir Putin mengklaim Kremlin berhasil mengidentifikasi dua tersangka kasus peracunan eks agen Rusia, Sergei Skripal, di Salisbury, Inggris, pada awal Maret lalu.

Putin menyebut dua tersangka itu adalah warga sipil, bukan agen mata-mata seperti yang selama ini dituduhkan London.

"Kami tahu siapa mereka, kami telah menemukan mereka. Mereka (tersangka) adalah warga sipil tentunya," ucap Putin dalam pidatonya di forum ekonomi internasional di Vladivostok, Rabu (12/9)


Dikutip AFP, pernyataan itu tampaknya diutarakan Putin sebagai respons terhadap tuduhan Inggris bahwa dua tersangka bernama Alexander Petrov dan Ruslam Boshirov adalah anggota badan intelijen Rusia GRU.


London juga telah merilis foto kedua pria tersebut. Kedua pria berusia sekitar 40 tahun itu disebut masuk ke Inggris melalui Bandara Gatwick pada 2 Maret lalu dan keluar dua hari kemudian.

Kedua warga Rusia tersebut didakwa melakukan percobaan pembunuhan serta mempergunakan dan memiliki racun Novichok, zat yang dikategorikan sebagai senjata pemusnah massal buatan Uni Soviet.


Skripal, mantan agen Rusia yang berkhianat kepada negaranya, ditemukan tak sadarkan diri bersama putrinya, Yulia, di sebuah bangku di pusat perbelanjaan di Salisbury pada 4 Maret lalu.

Polisi Inggris menyimpulkan keduanya terpapar racun saraf Novichock, racun yang dikembangkan Uni Soviet di era 1970an.

Inggris selama ini menuding Rusia berada di balik serangan tersebut. Namun, Kremlin berkeras membantah seluruh tuduhan tersebut. Rusia bahkan mengklaim tak mengenal kedua tersangka itu.


Kasus peracunan Skripal berbuntut cekcok diplomatik antara Moskow dan London hingga saling usir diplomat.

Tak hanya London, akibat kasus Skripal, sejumlah negara Barat, seperti Amerika Serikat dan anggota Uni Eropa, turut mengusir diplomat Rusia dari negaranya.

Kasus Skripal pun dinilai alasan relasi antara Rusia dan negara Barat berada dalam titik terendah dalam beberapa tahun terakhir.




Credit  cnnindonesia.com


Netanyahu Desak Pemimpin Dunia Bersatu Hadapi Iran


Netanyahu Desak Pemimpin Dunia Bersatu Hadapi Iran
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendesak pemimpin dunia bersatu menghadapi Iran. Foto/Istimewa

TEL AVIV - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mendesak komunitas internasional untuk menghentikan sikap "menenangkan" Iran. Sebaliknya, dunia internasional hendaknya bersatu melawan Teheran.

Berbicara pada awal pertemuan kabinet mingguannya, pemimpin hawkish Israel itu meminta para pemimpin dunia untuk bersatu dalam perang melawan apa yang disebutnya sebagai organisasi teroris.

"Apa yang kami lihat adalah bahwa sementara Iran mengirim sel-sel teroris ke Eropa, para pemimpin Eropa menenangkan dan berdamai dengan Iran, pada minggu yang sama sel-sel teroris akan melakukan operasi mereka, yang kami bantu menggagalkan," katanya.

"Ini tidak bisa diterima," tambahnya seperti dikutip dari Xinhua, Kamis (13/9/2018).

Pemimpin Israel itu mengatakan bahwa waktunya telah tiba bagi pemerintah Barat untuk bergabung dengan upaya yang kuat dan jelas terhadap Iran oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) yang dipimpin oleh Presiden Donald Trump.

Israel melihat Iran sebagai ancaman utama dan telah melakukan lusinan serangan udara terhadap sasaran-sasaran Iran di Suriah selama beberapa tahun terakhir.

Netanyahu adalah lawan vokal dari perjanjian nuklir bersejarah pada 2015 lalu yang ditandatangani oleh enam kekuatan besar dunia dengan Iran, yang bertujuan untuk membatasi program nuklir Iran. Tetapi Trump kemudian menarik AS keluar dari kesepakatan pada bulan Mei, sementara memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Iran. 




Credit  sindonews.com


Israel Hancurkan Pondok Demonstran Palestina di Tepi Barat


Israel Hancurkan Pondok Demonstran Palestina di Tepi Barat
Israel menghancurkan pondok-pondok aktivis Palestina di Khan al-Ahmar, desa suku Bedouin di Tepi Barat yang telah digusur pemerintah. (Reuters/Mussa Qawasma)


Jakarta, CB -- Israel menghancurkan pondok-pondok aktivis Palestina di Khan al-Ahmar, desa suku Bedouin di Tepi Barat yang telah digusur pemerintah.

Beberapa sumber Reuters mengatakan bahwa tentara Israel tiba sebelum matahari terbit pada Kamis (13/9) dan menghancurkan gubuk-gubuk yang dibangun para demonstran, tapi tak menyentuh tempat berkemah penduduk Bedouin.

Seorang juru bicara tentara Israel menyatakan bahwa ia tidak bisa memberi informasi apa pun.


Lima gubuk yang dihancurkan ini dibangun oleh aktivis dari kelompok HAM dan otoritas Palestina yang didukung Barat untuk membantu komunitas Bedouin.


Desa Khan al-Ahmar sendiri terletak dekat jalan penghubung yang melewati Tepi Barat, dari Yerusalem hingga ke Laut Mati.

Rencana Israel untuk menggusur desa dan memindahkan 180 penduduk Bedouin dikecam warga Palestina dan beberapa negara Eropa, yang mengkhawatirkan dampak pada penduduk dan harapan perdamaian.

Suku Bedouin selama ini hidup berpindah-pindah sambil menggembalakan hewan ternak mereka.


Warga Palestina menganggap penggusuran ini sebagai bagian dari rencana Israel untuk menciptakan permukiman yang bakal memisahkan Yerusalem Timur dari Tepi Barat.

Selama ini, Israel dan Palestina memperebutkan wilayah Yerusalem Timur untuk menjadi ibu kota mereka.

Pekan lalu, Mahkamah Agung menolak petisi untuk mencegah penggusuran ini, mendukung otoritas yang menyatakan bahwa desa itu dibangun tanpa izin.

Namun, warga Palestina menyatakan bahwa dokumen-dokumen sangat sulit didapatkan.




Credit  cnnindonesia.com





4 Sikap Amerika Serikat Terhadap Palestina di Masa Donald Trump



Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, di kantornya. Reuters
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, di kantornya. Reuters

CB, Jakarta - Menjabatnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat ikut mengubah haluan hubungan AS dengan Palestina, di mana AS selalu maju untuk setiap perundingan konflik Palestina-Israel.

Namun alih-alih sebagai penengah yang netral, Trump membuat sikap AS terhadap Palestina berat sebelah, sebut saja pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel, ketika Trump tidak menggunakan "hak pengabaian" yang telah dikesampingkan pendahulunya atas status Yerusalem, hingga keputusan memotong bantuan badan PBB yang mengurus pengungsi Palestina. Berikut ini sikap-sikap AS di bawah kepemimpinan Trump terhadap Palestina.
1. Menutup Kantor Perwakilan PLO

Kantor Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di Washington, AS, 19 November 2017. [REUTERS / Yuri Gripas]
Pada Senin 10 September 2018, Kemendagri AS mengumumkan menutup kantor perwakilan Organisasi Pembebasan Palestina atau Palestinian Liberation Organization (PLO) di Washington DC.
"Kami telah mengizinkan kantor PLO untuk melakukan operasi yang mendukung tujuan mencapai perdamaian abadi dan komprehensif antara Israel dan Palestina sejak berakhirnya kesepakatan sebelumnya pada November 2017," kata pernyataan resmi Kemendagri AS, seperti dilaporkan Aljazeera, 12 September 2018.

AS menyebut PLO telah mengecam rencana perdamaian AS yang belum mereka lihat dan menolak untuk terlibat dengan pemerintah AS sehubungan dengan upaya perdamaian dan sebaliknya.
John Bolton, penasihat keamanan nasional AS, seperti dilansir dari Reuters mengatakan kantor PLO di Washington ditutup karena kekhawatiran tentang upaya Palestina untuk mendorong penyelidikan Pengadilan Kejahatan Internasional terhadap Israel.
Bolton yakin penutupan kantor PLO di Washington tidak akan menutup pintu pada rencana perdamaian Arab-Israel yang telah lama ditunda.
Sebagai tanggapan penutupan ini, Otoritas Palestina (PA) mengatakan langkah itu akan memungkinkan Israel melanjutkan kebijakan mereka terhadap rakyat dan tanah Palestina.


"Ini adalah deklarasi perang melawan upaya perdamaian ke negara kita dan sekitarnya," juru bicara Palestina, Yousef al-Mahmoud.
Sekretaris Jenderal PLO Saeb Erekat mengatakan keputusan itu adalah penegasan lain dari kebijakan pemerintah Trump untuk secara kolektif menghukum rakyat Palestina, termasuk dengan memotong dukungan keuangan untuk layanan kemanusiaan termasuk kesehatan dan pendidikan.


2. Menghentikan Bantuan kepada Palestina

Seorang pria Palestina membawa karung tepung di luar pusat distribusi makanan PBB di kamp pengungsi Al-Shati di Kota Gaza, 17 Januari 2018. AS adalah donor terbesar (U.N. Relief and Welfare Agency) UNRWA selama beberapa dekade. REUTERS/Mohammed Salem
Sebelumnya Amerika Serikat adalah pendonor bantuan keuangan terbesar bagi Palestina, di mana bantuan keuangan AS menyentuh hampir setiap aspek kehidupan di wilayah Palestina.
Baru-baru ini Amerika Serikat membekukan pendanaan sebesar US$ 25 juta atau Rp 372 miliar (kurs Rp 14.882) untuk rumah sakit Palestina di Yerusalem timur sebagai hukuman untuk Otoritas Palestina karena menolak berpartisipasi dalam upaya perdamaiannya.

Dilansir dari Jerusalem Post, seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS mengkonfirmasi rencana untuk mengalihkan dana tersebut ke sektor prioritas.
Jaringan Rumah Sakit Yerusalem Timur, yang terdiri dari enam rumah sakit, sebelumnya rutin menerima bantuan AS.
Seorang pejabat Palestina mengatakan akibat pemotongan dana rumah sakit, Ramallah akan menggandakan boikotnya terhadap pemerintah dan rencana perdamaian yang tertunda.
"Kebijakan AS yang baru bertujuan untuk melikuidasi Palestina dengan dalih palsu dan tidak masuk akal melalui proposal apa yang disebutnya "Kesepakatan Abad Ini", kata Menteri Luar Negeri Palestina, seperti dikutip dari kantor berita Palestina, Wafa.
Sebelumnya pada 31 Agustus, seperti dikutip dari Associated Press, Amerika Serikat juga mengumumkan tidak akan lagi melakukan pendanaan lebih lanjut kepada United Nations Relief and Works Agency (UNRWA), badan PBB yang mengurus pengungsi Palestina.
Keputusan ini memangkas hampir US$ 300 juta atau Rp 4,4 triliun (Kurs Rp 14.758) dari bantuan yang direncanakan.
Amerika Serikat telah menyumbang US$ 60 juta (Rp 885 miliar) kepada UNRWA pada Januari, menahan US$ 65 juta (Rp 958 miliar) lainnya, dari yang dijanjikan sebesar US$ 365 juta (Rp 5,3 triliun) untuk tahun ini. Jumlah yang tersisa, yakni sekitar US$ 290 juta, (Rp 4,2 triliun) belum dialokasikan.

3. Menawarkan Proposal Perdamaian Palestina-Israel

Presiden AS Donald Trump dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas dalam pertemuan di Istana Kepresidenan di Bethlehem, 23 Mei 2017. REUTERS/Jonathan Ernst
Donald Trump membentuk tim khusus untuk menyusun kebijakan Timur Tengah terutama untuk proposal perdamaian Israel-Palestina yang dia sebut akan menjadi "Kesepakatan Abad Ini".
DIlaporkan Associated Press, Dewan Keamanan Nasional telah berkoordinasi dengan lembaga lain untuk bergabung dengan tim, yang akan bekerja untuk rencana perdamaian Palestina-Israel. Donald Trump sendiri telah menunjuk dua petinggi pemerintahan, yakni menantunya Jared Kushner, yang menjadi delegasi AS untuk Timur Tengah dan Jason Greenblatt, penasihat senior kepresidenan.

Tim yang dibentuk akan mengatur presentasi publik menganai rencana perdamaian dan negosiasi yang mungkin terjadi. Tim ini akan terdiri dari tiga unit, yang pertama akan berkonsentrasi pada rincian politik dan keamanan, unit kedua fokus pada ekonomi yang signifikan, dan ketiga pada komunikasi strategis.Tim perdamaian Presiden Amerika Serikat ini dilaporkan menawarkan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, gagasan untuk membentuk konfederasi Palestina-Yordania.
Namun Mahmoud Abbas mengatakan dia mengakui minatnya dalam proyek semacam itu, tetapi hanya jika Israel menjadi bagian konfederasi.
Konfederasi Palestina-Yordania telah disarankan oleh beberapa orang di Israel sebagai cara untuk menghindari pemberian status negara penuh kepada warga Palestina. Usulan itu juga akan memungkinkan Israel menghindari tanggung jawab atas sekitar 3,5 juta warga Palestina di Tepi Barat.
Namun jawaban Mahmoud Abbas diyakini sebagai isyarat penolakan terhadap usulan tersebut, karena Israel tidak akan tertarik bergabung dengan konfederasi bersama Yordania.


4. Akui Yerusalem sebagai Ibukota Israel

Ivanka Trump, menyaksikan pembukaan kedutaan besar AS di Yerusalem, 14 Mei 2018. REUTERS/Ronen Zvulun
Presiden Donald Trump pada 6 Desember 2017 mengumumkan keputusan mengejutkan dengan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel, yang membuat marah dunia Arab dan mayoritas masyarakat Internasional.
Trump juga mengumumkan memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Status Yerusalem, rumah bagi situs suci bagi Islam, Yahudi, dan Kristen, adalah salah satu hambatan terbesar untuk mencapai kesepakatan damai antara Israel dan Palestina.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji pengumuman Trump sebagai momen bersejarah, tetapi sekutu dekat AS yang paling dekat pun seperti Inggris dan Prancis mengecam putusan ini.Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan Amerika Serikat telah mencopot sendiri perannya sebagai mediator dalam upaya perdamaian.
Komunitas internasional tidak mengakui kedaulatan Israel atas seluruh kota Yerusalem, dan meyakini statusnya harus diselesaikan dalam negosiasi.
Keputusan Yerusalem Trump memenuhi janji kampanye akan menyenangkan kaum konservatif dan evangelis Partai Republik yang membentuk bagian yang cukup besar dari dukungan domestiknya.
Israel menganggap Yerusalem sebagai ibukota yang diimpikan dan ingin semua kedutaan negara lain di sana. Palestina ingin Yerusalem menjadi ibukota negara merdeka mereka yang di sektor timur kota, yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah 1967, yang didukung oleh Amerika Serikat.






Credit  tempo.co


Mahkamah Pidana Internasional Didesak Selidiki Israel


Bendera Israel dikibarkan.
Bendera Israel dikibarkan.
Foto: Reuters

As mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada ICC bila berani menyelidiki Israel.




CB, RAMALLAH – Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) kembali mendesak Mahkamah Pidana Internasional (ICC) melakukan penyelidikan terhadap Israel. Hal itu dilakukan setelah Amerika Serikat (AS) mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada ICC bila berani menyelidiki Israel.

Sekretaris Jenderal PLO Saeb Erekat mengatakan dia telah mengajukan pengaduan baru kepada ICC untuk menangani kasus kejahatan perang yang dilakukan Israel, termasuk pembongkaran dan penggusuran sebuah desa Palestina di Tepi Barat yang diduduki. “Keluhan itu menekankan pentingnya mencegah Israel menghancurkan dan secara paksa menggusur penduduk (desa) Khan al-Ahmar,” ujarnya pada Selasa (11/9), dikutip laman Al-Araby.

Pekan lalu, Mahkamah Agung Israel telah menolak petisi yang menentang pembongkaran desa Khan al-Ahmar di Tepi Barat. Keputusan itu berpotensi membuat 170 warga Palestina, 92 di antaranya anak-anak, yang tinggal di desa tersebut kehilangan tempat tinggal dan terlantar.

Selain perihal pembongkaran desa, Erekat juga meminta ICC mempercepat penyelidikan awal terhadap kejahatan perang Israel lainnya, seperti pembantaian sedikitnya 175 warga Palestina di Jalur Gaza yang berdemonstrasi sejak Maret. Mereka tewas karena ditembak oleh penembak jitu Israel. 

Erekat pun mengomentari tentang ancaman yang dilayangkan AS terhadap ICC. Erekat menegaskan hal itu tak akan menyurutkan tekad Palestina untuk mendorong dan mendesak ICC agar menyelidiki Israel. “Kami akan terus pergi ke ICC sekarang, tanpa peduli betapa ekstremnya intimidasi dan pemerasan AS,” katanya.

Sebuah salinan naskah pidato milik penasihat keamanan nasional AS John Bolton yang berhasil dilihat Reuters dan Wall Street Journal telah menjadi bahan pembicaraan. Dalam naskah tersebut, Bolton mengancam ICC bila berani melakukan penyelidikan terhadap negaranya dan Israel.

Bila penyelidikan semacam itu dilakukan, pemerintahan Trump akan mempertimbangkan pelarangan hakim dan jaksa ICC memasuki AS. “Kami tidak akan bekerja sama dengan ICC, kami tidak akan memberikan bantuan kepada ICC, kami tidak akan bergabung dengan ICC. Kami akan membiarkan ICC mati dengan sendirinya. Lagi pula, untuk semua maksud dan tujuan, ICC sudah mati untuk kami,” kata Bolton dalam naskah pidato yang rencananya dibacakan kepada Federalist Society, sebuah kelompok konservatif di Washington.

Saat ini AS telah mengambil beberapa langkah guna menekan dan menyeret kembali Palestina ke meja perundingan damai dengan Israel. Langkah tersebut antara menghentikan pendanaan terhadap Kantor PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) dan menutup kantor PLO di Washington.

Keputusan AS menghentikan pendanaan terhadap UNRWA akan secara langsung mengancam eksistensi lembaga tersebut. Sebab AS merupakan negara penyandang dana terbesar untuk UNRWA, dengan kontribusi rata-rata mencapai 300 juta dolar AS per tahun.

Pada Desember tahun lalu, AS telah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Langkah itu membuat Palestina menarik diri dari perundingan perdamaian dengan Israel yang dimediasi AS. Palestina menilai AS tak lagi menjadi mediator yang netral karena terbukti membela kepentingan politik Israel.





Credit  republika.co.id