Jumat, 20 April 2018

Mayoritas warga Prancis "tidak senang" dengan pemerintahan Macron



Mayoritas warga Prancis "tidak senang" dengan pemerintahan Macron

Presiden terpilih Prancis Emmanuel Macron merayakan di atas panggung di reli kemenangannya di dekat Louvre di Paris, Prancis, Minggu (7/5/2017). (REUTERS/Christian Hartmann )




Paris (CB) - Enam puluh persen pemilih Prancis merasa tidak puas dengan pemerintahan Presiden Emmanuel Macron, ungkap survei pada Rabu (18/4), dengan aksi mogok dan protes yang kian berkembang saat reformis muda ambisius itu bersiap menandai satu tahun pemerintahannya.

Sekitar 58 persen orang mengungkapkan ketidakpuasan mereka terhadap sang presiden, yang memicu kemarahan di kalangan beberapa kelompok dengan mengumumkan reformasi untuk semua bidang, mulai dari pengadilan, sistem pendidikan sampai operator kereta api nasional.

Jajak pendapat Ifop-Fiducial secara luas sejalan dengan survei lain yang menunjukkan tingkat persetujuan sekitar 40 persen hampir satu tahun setelah Macron merebut kekuasaan pada Mei lalu.



Mayoritas – 57 persen – setuju bahwa Macron menepati janji kampanyenya saat pemilu untuk menyederhanakan pemerintahan dan menjadikan Prancis lebih kompetitif.

"Saya melakukan apa yang saya katakan akan saya lakukan," katanya kepada televisi TF1 dalam wawancara pekan lalu, bagian dari pendekatan media untuk berhubungan kembali dengan pemilih dan membela agenda reformasinya menjelang satu tahun pemerintahannya.

Jajak pendapat itu muncul saat Macron menghadapi aksi mogok bergulir selama tiga bulan karena rencananya untuk merombak operator kereta api SNCF, menghapus pensiun dini dan tunjangan lain bagi karyawan baru, demikian AFP.





Credit  antaranews.com





AS Cabut Kesepakatan Nuklir, Iran Janjikan Balasan Tidak Mengenakkan


AS Cabut Kesepakatan Nuklir, Iran Janjikan Balasan Tidak Mengenakkan
Foto/Ilustrasi/SINDOnews/Ian


TEHERAN - Iran memperingatkan Amerika Serikat (AS) akan konsekuensi menarik diri dari kesepakatan nuklir internasional. Teheran menjanjikan balasan yang tidak menyenangkan terhadap Washington.

"Iran memiliki beberapa opsi jika Amerika Serikat meninggalkan kesepakatan nuklir. Reaksi Teheran terhadap penarikan Amerika atas kesepakatan itu akan tidak menyenangkan," ujar Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif saat tiba di New York seperti dikutip dari Reuters, Jumat (20/4/2018).

Di bawah kesepakatan Iran dengan AS, Prancis, Jerman, Inggris, Rusia dan Cina, Teheran setuju untuk membatasi program nuklirnya untuk memenuhi sumber listrik yang tidak dapat digunakan untuk mengembangkan bom atom. Sebagai gantinya, Iran menerima bantuan dari sanksi, yang sebagian besar dicabut pada Januari 2016.

Presiden AS Donald Trump telah memberi Eropa tenggat waktu 12 Mei untuk "memperbaiki kekurangan yang mengerikan" dari kesepakatan nuklir 2015, atau dia akan menolak untuk memperpanjang sanksi AS terhadap Iran.

Iran mengatakan akan tetap mempertahankan kesepakatan selama pihak lain menghormatinya, tetapi akan "mencabik-cabik" kesepakatan itu jika Washington menarik diri. 






Credit  sindonews.com





Minta Korut Lucuti Nuklir, tapi AS Modernisasi Senjata Nuklirnya


Minta Korut Lucuti Nuklir, tapi AS Modernisasi Senjata Nuklirnya
Rudal balistik antarbenua berhulu ledak nuklir Amerika Serikat di Pangkalan Angkatan Udara Malstrom, Montana. Foto/REUTERS


JENEWA - Rencana pertemuan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un sebagai upaya Washington untuk melucuti senjata nuklir Pyongyang menuai pujian. Namun, Washington sendiri menuai kritik keras karena justru memodernisasi senjata nuklirnya sama seperti halnya Rusia.

Pujian sekaligus kritik terhadap kebijakan AS ini disampaikan Beatrice Fihn, pemimpin Kampanye Internasional untuk Penghapusan Senjata Nuklir (ICAN). Menurutnya, tindakan Washington dan Moskow yang sama-sama memodernisasi persenjataan nuklirnya sama bahanya dengan ancaman nuklir Korut.

"Kebijakan nuklir terbaru dari Amerika Serikat dan Rusia yang meningkatkan persenjataan dan menciptakan jenis baru senjata nuklir yang lebih berguna, ini adalah perubahan yang sangat berbahaya," katanya kepada wartawan di Jenewa pada hari Kamis.

"Saya pikir mereka sama berbahayanya dengan ancaman nuklir Korea Utara," katanya lagi, seperti dikutip AFP, Jumat (20/4/2018).

Lima dari sembilan negara bersenjata nuklir dunia—Inggris, China, Perancis, Rusia, dan Amerika Serikat—adalah pihak yang meneken Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT). Negara-negara itu akan menjadi subjek dari tinjauan awal kelompok tersebut di Jenewa pada hari Minggu nanti.

Menurut Fihn, AS dan Rusia jelas tidak menghormati komitmen mereka di bawah perjanjian itu. Alasannya, semuanya terlibat dalam memodernisasi persenjataan dan membuat senjata nuklir menjadi bagian yang lebih sentral dari strategi pertahanan mereka.

Washington, misalnya, baru-baru ini memutuskan untuk meningkatkan persenjataan senjata nuklirnya dan untuk melengkapi bom "strategis" besar dengan senjata "taktis" yang lebih kecil, dalam sebuah langkah yang menurut Fihn akan membuatnya lebih mudah digunakan.

Dia juga mengecam retorika ancaman yang dibuat Presiden AS Donald Trump dan para pemimpin negara-negara bersenjata nuklir lainnya.

"Kami sekarang melihat beberapa negara ini membuat ancaman eksplisit untuk menggunakan senjata pemusnah massal untuk membunuh warga sipil yang tidak bersalah tanpa pandang bulu," katanya.

Meski demikian, Fihn tetap menyambut pengumuman bahwa Trump akan bertemu dengan Kim Jong-un dalam upaya mewujudkan denuklirisasi semenanjung Korea. "Saya pikir itu mendorong untuk melihat diplomasi daripada ancaman," katanya.

Namun dia mengingatkan bahwa tidak jelas jenis konsesi apa yang akan dibuat Korea Utara dalam diplomasi itu.

"Saya bertanya-tanya apa yang akan dibawa Amerika ke meja dalam negosiasi semacam ini," katanya."Akan sangat sulit untuk meyakinkan Pyongyang agar meninggalkan program senjata nuklirnya ketika Washington dan yang lainnya terus meningkatkan persenjataan mereka."

Dia juga mengkritik ancaman Trump untuk menarik AS dari kesepakatan nuklir Iran."Ini bisa mengirim pesan yang sangat mengkhawatirkan ke negara seperti Korea Utara," ujarnya. 

"Mengapa Anda membuat kesepakatan dengan negara seperti Amerika Serikat yang tampaknya tidak tertarik untuk mencari solusi yang berfungsi untuk dua pihak?," tanya Fihn.

ICAN memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian 2017 atas upayanya menegosiasikan sebuah perjanjian yang melarang senjata nuklir.

Pada hari Kamis, Fihn menuduh negara-negara senjata nuklir menggunakan ancaman yang sangat serius untuk menekan beberapa negara untuk tidak meratifikasi perjanjian itu, termasuk mengancam akan membatalkan bantuan.

Perjanjian yang telah ditandatangani oleh 58 negara itu telah diratifikasi oleh tujuh negara. Setidaknya butuh 50 ratifikasi lagi sebelum dapat diberlakukan.





Credit  sindonews.com



China Menantang Kapal Perang Australia di Laut China Selatan


China Menantang Kapal Perang Australia di Laut China Selatan
Kawasan Laut China Selatan yang jadi sengketa antara China dan beberapa negara Asia. Foto/REUTERS


MELBOURNE - Kapal perang Australia ditantang oleh militer China di kawasan sengketa di Laut China Selatan pada awal bulan ini. Demikian laporan media Canberra, Australian Broadcasting Corp (ABC), mengutip para pejabat pertahanan Australia, Jumat (20/4/2018).

Departemen Pertahanan Australia menegaskan bahwa tiga kapal perang baru-baru ini melakukan perjalanan ke Kota Ho Chi Minh di Vietnam. Tapi, departemen itu menolak merinci misi dan lokasi transit kapal-kapal tersebut di Laut China Selatan.

ABC mengutip seorang pejabat pertahanan yang mengatakan bahwa ada "pertukaran" antara kapal perang Australia dengan Angkatan Laut China, tapi masih sopan.

"Angkatan Pertahanan Australia telah mempertahankan program yang kuat dari keterlibatan internasional dengan negara-negara di dan di sekitar Laut China Selatan selama beberapa dekade," kata Departemen Pertahanan dalam sebuah pernyataan yang dikirim melalui email kepada Reuters.

China sendiri baru-baru ini menyelesaikan latihan militer besar-besaran di Laut China Selatan, di mana wilayah itu diklaim oleh Beijing, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei dan Taiwan.

Perdana Menteri Malcolm Turnbull yang berada di London untuk pertemuan Kepala Pemerintahan Persemakmuran, juga menolak untuk mengonfirmasi interaksi antara kapal perang Australia dengan militer China.

"Seperti yang telah mereka lakukan selama beberapa dekade, kapal dan pesawat Australia akan terus menggunakan hak di bawah hukum internasional untuk kebebasan navigasi dan penerbangan, termasuk di Laut China Selatan," imbuh pernyataan Departemen Pertahanan Australia.

Pembangunan pulau-pulau dan fasilitas militer China di kawasan sengketa itu telah memicu kekhawatiran beberapa negara bahwa Beijing sedang berusaha untuk membatasi kebebasan navigasi dan memperluas jangkauan strategisnya.

Sekadar diketahui, tiga kapal perang Australia; Anzac, Toowoomba dan Success, dikirim ke kawasan Laut China Selatan untuk beberapa misi, termasuk latihan militer dengan beberapa negara Asia Tenggara.

Kapal Toowoomba berlayar ke Vietnam dari Malaysia, sedangkan dua kapal perang Australia lainnya berlayar melewati Laut China Selatan dari Subic Bay di Filipina. 








Credit  sindonews.com





Pesawat Militer Cina Intimidasi Taiwan




Peta Taiwan.
Peta Taiwan.
Foto: Chinamaps.info/ca

Pesawat militer Cina mengitari Taiwan dengan mengemban misi tugas suci.



CB, BEIJING -- Pesawat militer Cina kembali terbang di sekitar Taiwan pada Kamis (19/4). Taiwan mengecam intimidasi militer tersebut,


Taiwan, yang diklaim Beijing sebagai wilayah Cina, adalah salah satu masalah paling peka Cina. Cina meningkatkan pelatihan militer di Taiwan pada tahun lalu, termasuk dengan pesawat pembom dan pesawat militer lain di sekitar pulau itu.

Baru-baru ini, Cina jengkel karena pernyataan Perdana Menteri Taiwan William Lai, yang dianggap mendukung kemerdekaan Taiwan. Meskipun Taipei mengatakan kedudukan Lai tetap bahwa "status quo" Taiwan dengan Cina daratan harus dipertahankan.


Dalam pernyataan di mikroblognya, angkatan udara Cina mengatakan bahwa pesawat pembom H-6K baru-baru ini melakukan patroli di sekitar Taiwan.

"Ibu pertiwi ada di dalam hati kami, dan pulau permata itu berada di sanubari ibu pertiwi," kata kapten H-6K, Zhai Peisong, seperti dikutip dalam pernyataan itu, menggunakan nama lain untuk Taiwan.


"Mempertahankan sungai dan gunung yang indah di ibu pertiwi adalah misi suci pilot angkatan udara," ujarnya.


Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan, dua pesawat pembom H-6K Cina telah terbang di sekitar pulau itu pada Rabu sore (18/4).  Pertama, pesawat terbang melalui Selat Miyako, ke timur laut Taiwan, kemudian kembali ke pangkalan melalui Selat Bashi antara Taiwan dan Filipina.


Pada Rabu malam, media pemerintah Cina mengatakan militer juga telah melakukan latihan militer dengan helikopter di sepanjang pantai tenggaranya. Hal itu dilakukan setelah peringatan yang semakin keras oleh Beijing untuk Taiwan agar mengikuti aturan.


Kantor Urusan Taiwan di Cina mengatakan "kegiatan separatis kemerdekaan" di pulau itu adalah ancaman terbesar bagi perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan. "Tidak ada pasukan dan orang boleh meremehkan tekad dan kemampuan kuat kami untuk membela kedaulatan dan keutuhan wilayah bangsa," demikian kantor tersebut.




Credit  republika.co.id




Tiga Pembunuh Bayaran AS Terbukti Habisi Perempuan Filipina


Tiga Pembunuh Bayaran AS Terbukti Habisi Perempuan Filipina
Ilustrasi pembunuh. (ThinkStock/audioundwerbung)


Jakarta, CB -- Pengadilan New York menyatakan tiga orang, termasuk satu mantan tentara Amerika Serikat, terbukti bersalah menerima puluhan ribu dolar membunuh seorang perempuan di Filipina pada 2012 lalu.

Berbicara setelah putusan, Jaksa Geoffrey Berman menggambarkan kasus ini sebagai tindakan "mengerikan," dengan detail "yang biasa dilihat di film-film laga."

Ketiga orang tersebut "berkonspirasi untuk mengakhiri nyawa orang lain di luar negeri yang belum pernah mereka temui," kata Geoffrey.


"Hari ini juri secara mutlak memvonis mereka atas ketidakpedulian pada nyawa manusia."


Mereka adalah Joseph Manuel Hunter (52), Adam Samia (43) dan Carl David Stillwell (50). Ketiganya dinyatakan terbukti berkonspirasi menculik dan membunuh sebagai pembunuh bayaran. Penjatuhan hukuman akan dilakukan pada September, dengan ancaman paling berat penjara seumur hidup.

Hunter adalah seorang mantan penembak runduk alias sniper angkatan darat AS yang keluar pada 2004 setelah 20 tahun mengabdi. Sementara, Samia sempat mengklaim pernah bekerja sebagai "kontraktor" untuk klien di Filipina, China, Papua Nugini dan Republik Demokratik Kongo

Ketiganya mempunyai pengalaman pelatihan senjata api yang ekstensif.

Berdasarkan pernyatan Kejaksaan yang dikutip CNN, ketiga orang itu sepakat melakukan sejumlah pembunuhan di seluruh dunia atas imbalan uang, termasuk bonus untuk setiap korbannya. Kesepakatan itu dicapai pada 2011 dan 2012.

Di awal 2012, Samia dan Stillwell pergi ke Filipina, di mana Hunter memberikan informasi korban dan senjata untuk digunakan.

Setelah mengawasi korban selama berbulan-bulan, kedua orang itu kemudian membunuhnya dengan melepaskan tembakan ke arah wajah sebanyak beberapa kali dan membuang mayatnya di antara tumpukan sampah.

Korban ditemukan pihak berwenang setempat tak lama setelahnya. Samia dan Stillwell dibayar $35 ribu oleh Hunter untuk membunuh korban.

Investigasi terkait ketiga orang itu dilakukan secara internasional, menggabungkan sejumlah badan penegak hukum AS dengan Kepolisian Kerajaan Thailand dan Polisi Nasional Filipina.

Sementara itu, penuntutan ditangani oleh Unit Terorisme dan Narkotik Kejaksaan AS.






Credit  cnnindonesia.com



Rusia Sebut tak Ada Jejak Racun pada Putri Skripal


Mantan agen intelijen Rusia Sergey Skripal.
Mantan agen intelijen Rusia Sergey Skripal.
Foto: Kommersant/Yuri Senatorov via Reuters


Peneliti Inggris meyakini Yulia tanpa sadar membawa bahan kimia dari Rusia ke Inggris



CB, MOSKOW -- Komite Investigasi Rusia mengklaim bahwa tidak ada jejak racun yang ditemukan sebelum Yulia Skripal meninggalkan negara itu untuk pergi ke Inggris.

Rekaman CCTV dari momen-momen terakhir Yulia di tanah Rusia sebelum ia terbang ke Inggris telah muncul.Gambar-gambar itu menunjukkan Skripal keluar dari taksi dan naik pesawat terbang Inggris. Peristiwa itu hanya beberapa hari sebelum ia dan ayahnya, bekas intelijen Sergei Skripal, diracuni oleh agen saraf kelas militer.

Yulia, yang tinggal di Moskow, mengunjungi ayahnya di Salisbury. Ketika itulah ia jatuh sakit karena bersentuhan dengan racun agen syaraf. Namun kini ia telah keluar dari rumah sakit.

Dilaporkan ITV, Kamis (19/4), peneliti Inggris meyakini bahwa Yulia mungkin tanpa sadar membawa bahan kimia itu ke Inggris dari Rusia. Inggris menyalahkan Rusia atas serangan itu, yang diduga dilakukan dengan mengolesi racun yang dikembangkan Soviet, Novichok, pada pegangan pintu di bekas rumah agen ganda itu.

Departemen Lingkungan Hidup telah mengkonfirmasi bahwa racun itu diberikan dalam bentuk cair. Namun Moskow membantah terlibat dalam serangan itu. Pihak berwenang Rusia mengatakan mereka mengidentifikasi semua orang dalam penerbangan Yulia dari bandara Sheremetyevo Moskow. Pihaknya mengungkapkan tidak ada penumpang yang menunjukkan gejala keracunan pada saat itu.





Credit  republika.co.id





Russia Today Ikut Diinvestigasi Terkait Keracunan Skripal


Lokasi penyerangan terhadap Sergei Skripal.
Lokasi penyerangan terhadap Sergei Skripal.
Foto: Jonathan Brady/PA via AP


Sergei Skripal adalah mantan kolonel intelijen militer Rusia yang berkhianat



CB,LONDON -- Media penyiaran yang dikontrol pemerintah Rusia, Russia Today (RT), masuk dalam investigasi terkait serangan agen saraf terhadap mantan intelijen ganda Rusia Sergei Skripal. Regulator media Inggris membuka tujuh investigasi terhadap media tersebut karena ada kemungkinan pelanggaran aturan ketidakberpihakan sejak insiden itu terjadi.

Keracunan yang dituduhkan Inggris pada Rusia mendorong pengusiran diplomat Barat terbesar sejak puncak Perang Dingin. Rusia membantah keterlibatan dan menyarankan Inggris melakukan serangan untuk memicu histeria anti-Rusia.

Sergei Skripal adalah mantan kolonel intelijen militer Rusia yang mengkhianati puluhan agen untuk dinas mata-mata asing Inggris. Dia ditemukan pingsan di bangku taman di kota Salisbury bersama dengan putrinya Yulia pada 4 Maret.

Setelah Perdana Menteri Inggris Theresa May menuduh Rusia berada di balik keracunan, regulator media Inggris, Ofcom, memperingatkan bahwa produser RT, TV Novosti, bisa kehilangan haknya untuk siaran di Inggris jika gagal dalam fit and proper test.

"Sejak kejadian di Salisbury, kami telah mengamati peningkatan yang signifikan dalam jumlah program pada layanan RT yang menjamin penyelidikan sebagai pelanggaran potensial dari Kode Penyiaran Ofcom," kata Ofcom, ditulis Reuters.

Rusia telah memperingatkan bahwa setiap outlet media Inggris, seperti British Broadcasting Corporation (BBC), akan ditendang keluar jika Inggris menutup RT. Saluran tersebut diluncurkan pada 2005 dan dibiayai oleh negara Rusia untuk memproyeksikan apa yang dikatakannya sebagai sudut pandang Rusia, pada peristiwa global besar.

"Awan berkumpul di BBC," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova kepada kantor berita Interfax setelah penyelidikan Ofcom diumumkan.

Ofcom sedang menyelidiki tujuh program RT yang diduga melanggar prinsip ketidakberpihakan, baik dalam urusan Skripal maupun peristiwa di Suriah. Tapi Ofcom, yang independen dari pemerintah, juga mengatakan ada ambang batas tinggi untuk menemukan bahwa media penyiaran tidak cocok untuk memegang lisensi. Sebelumnya, pihaknya telah mencabut lisensi untuk pornografi hardcore dan materi yang dapat memicu kejahatan teroris.

"Hingga baru-baru ini, seluruh catatan kepatuhan TV Novosti secara umum tidak sejalan dengan lembaga penyiaran lainnya," kata Ofcom.

Di tengah klaim dan kontra-klaim atas penggunaan ofensif pertama yang diketahui dari agen saraf seperti itu di tanah Eropa sejak Perang Dunia II, kedua pihak menuduh organisasi media di setiap negara menyebarkan kebohongan pemerintah tentang pengkhianatan.

"Pendekatan editorial kami belum berubah sejak peristiwa di Salisbury, dan kami akan secara langsung menangani masalah ini dengan regulator," kata juru bicara RT Anna Belkina.

"Kami senang melihat bahwa Ofcom telah mengakui bahwa catatan kepatuhan RT telah sejalan dengan lembaga penyiaran lainnya - menempatkan pernyataan politik dan tantangan apa pun yang dilakukan terhadap saluran kami," kata Belkina.

Para pejabat Rusia mengatakan RT adalah cara bagi Moskow untuk bersaing dengan dominasi perusahaan media global yang berbasis di Amerika Serikat dan Inggris. Menurut mereka media tersebut memberikan pandangan khusus tentang dunia.



Credit  republika.co.id



Presiden Sudan pecat menteri luar negeri


Presiden Sudan pecat menteri luar negeri
Presiden Sudan Omar al-Bashir (tengah) ( ANTARA FOTO/OIC-ES2016/Panca )



Khartoum, Sudan (CB) - Presiden Sudan Omar Al-Bashir pada Kamis (19/4) memecat Menteri Luar Negeri Ibrahim Ghandour, demikian laporan kantor berita resmi Sudan, SUNA.

Laporan tersebut, seperti dilansir Xinhua, tidak menjelaskan alasan di balik pemecatan menteri luar negeri itu.

Pemecatan tersebut dilakukan setelah Ghandour pada Rabu berbicara di Parlemen Sudan bahwa Kementeriannya gagal membayar biaya staf misi diplomatik Sudan di luar negeri atau menyewa sejumlah tempat misi di seluruh dunia.

Ia juga mengatakan sejumlah diplomat Sudan yang bekerja di misi negeri tersebut di luar negeri menyampaikan keinginan untuk pulang sebab mereka tak menerima gaji selama berbulan-bulan.

Ia menjelaskan nilai gaji diplomat dan sewa misi berjumlah 30 juta dolar AS sementara anggaran tahunan Kementerian Urusan Luar Negeri ialah sebanyak 69 juta dolar AS.

Sudan menderita kekurangan valuta asing sejak Januari tahun ini, sementara nilai mata uang negeri itu terhadap dolar AS ialah satu dolar AS mencapai 35 pound Sudan.




Credit  antaranews.com





Ratu Elizabeth Ingin Pangeran Charles Pimpin Persemakmuran


Pangeran Charles.
Pangeran Charles.
Foto: People

Persekutuan 53 negara persemakmuran dinilai longgar jelang Brexit.



CB, LONDON -- Ratu Inggris Elizabeth pada Kamis (19/4) mengatakan berharap putranya dan ahli waris takhta Pangeran Charles memimpin Persemakmuran. Hal itu menjawab beberapa orang, yang menyatakan jabatan tersebut harus digilir di antara negara anggotanya.

"Harapan tulus saya ialah bahwa Persemakmuran terus memberikan ketenangan dan keberlanjutan untuk angkatan mendatang dan memutuskan bahwa pada suatu hari, Pangeran Wales harus mengemban pekerjaan penting, yang dimulai ayah saya pada 1949," kata ratu pada pembukaan Pertemuan Kepala Pemerintahan Persemakmuran.

Pertemuan di London untuk pertama kali dalam 20 tahun tersebut dipandang sebagai peluang bagi Inggris untuk berhubungan kembali dengan bekas jajahannya. Inggris juga ingin menguatkan kembali persekutuan longgar 53 negara Persemakmuran jelang Brexit.

Persemakmuran berkembang dari kerajaan Inggris pada pertengahan abad ke-20 dan Ratu menjadi kepalanya sejak pemerintahannya dimulai pada 1952. Pertanyaan tentang siapa akan meneruskan penguasa kerajaan Inggris berusia 91 tahun pada peran itu, diangkat jelang pertemuan puncak. Pemimpin partai oposisi Inggris menyatakan pada Minggu bahwa posisi tersebut harus digilir di sekitar anggotanya.

Perdana menteri Theresa May juga berbicara pada upacara pembukaan dan memberi penghargaan atas "layanan, dedikasi dan keajegan" ratu dalam peran itu. May akan melobi Charles untuk menjadi pengganti ratu ketika masalah ini dibahas selama dua hari ke depan.

Pangeran Charles, 69 (tahun), juga berusaha meyakinkan dirinya untuk peran itu dalam sambutannya dalam acara di Istana Buckingham. "Bagi saya, Persemakmuran menjadi bagian mendasar dalam hidup saya selama yang saya ingat," katanya.




Credit  republika.co.id





Meski Bermusuhan, Qatar Ikut Latihan Perang Gabungan di Saudi


Meski Bermusuhan, Qatar Ikut Latihan Perang Gabungan di Saudi
Para personel militer Angkatan Bersenjata Qatar. Foto/Kementerian Pertahanan Qatar


DOHA - Pasukan dari Angkatan Bersenjata Qatar berpartisipasi dalam latihan perang gabungan negara-negara Teluk di Arab Saudi. Padahal, Doha saat ini sedang bermusuhan dengan Riyadh dan beberapa negara Arab lainnya sejak hubungan diplomatik terputus.

Latihan perang "Joint Gulf Shield 1" digelar di Kota Ras Al Khair, Kerajaan Arab Saudi pada 21 Maret hingga 16 April 2018. Latihan ini diikuti lebih dari 25 negara.

Keikutsertaan pasukan Qatar ini diungkap kantor berita negara Qatar News Agency (QNA) mengutip pernyataan kementerian pertahanan setempat.

Menurut laporan yang dilansir Kamis (19/4/2018) malam, sejumlah pasukan dari Angkatan Bersenjata Qatar, yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal Khamis Mohamed Deblan, berpartisipasi dalam latihan perang gabungan di Saudi, bersama dengan pasukan darat, laut dan udara dari 25 negara lain.

Latihan ini menampilkan sejumlah tahapan, termasuk pelatihan pusat komando dan pelatihan lapangan. Latihan diakhiri dengan pelaksanaan latihan tembak reguler dan non-reguler dengan peluru tajam, di samping parade militer.

Menurut militer Doha, partisipasi pasukannya tersebut bertujuan untuk memperkuat hubungan persaudaraan, bertukar pengalaman dan mengambil bagian dalam semua yang akan menjaga keamanan dan stabilitas negara-negara Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) dan kawasan Arab dan Islam.

QNA melaporkan, upacara penutupan latihan gabungan dihadiri oleh Kepala Staf Angkatan Bersenjata Qatar, Mayor Jenderal Ghanem bin Shaheen al-Ghanem, atas undangan mitranya dari Arab Saudi, Letnan Jenderal Fayyad bin Hamed al-Ruwayli.

Seperti diketahui, Qatar saat ini sedang berseteru dengan Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab dan Bahrain. Empat negara Arab ini memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar pada 5 Juni 2017 atas tuduhan Doha mendukung terorisme. Namun, tuduhan ini telah dibantah Doha. 




Credit  sindonews.com







Terancam Senjata Rusia, AS Ikut-ikutan Kembangkan Rudal Hipersonik


Terancam Senjata Rusia, AS Ikut-ikutan Kembangkan Rudal Hipersonik
Rudal hipersonik Kinzhal Rusia yang diklaim mustahil dicegat sistem pertahanan manapun di dunia. Foto/Kementerian Pertahanan Rusia


WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) akhirnya meniru langkah Rusia dan China dengan mengembangkan peluru kendali (rudal) berkecepatan hipersonik. Keputusan Washington ini diambil setelah Moskow membuat ancaman bahwa rudal hipersoniknya mustahil dicegat sistem pertahanan udara manapun termasuk AS.

Angkatan Udara AS mengatakan, anggaran sekitar USD928.000.000 atau sekitar Rp12 triliun akan dihabiskan salah satunya untuk mengembangkan senjata canggih ini.

Dalam pengumumannya, Angkatan Udara AS mengatakan, kontrak pengembangan rudal hipersonik telah diberikan Lockheed Martin, kontraktor pertahanan yang berbasis di Maryland.

Selain rudal hipersonik, anggaran sebesar itu juga untuk melanjutkan proyek yang dikelola bersama Angkatan Udara dan DARPA (Defense Advanced Research Projects Agency) yang bernama program Tactical Boost Glide.

Kedua proyek itu bagian dari program untuk mengembangkan prototipe canggih yang nantinya dapat diterapkan di pesawat jet tempur Amerika Serikat.

"Angkatan Udara menggunakan prototipe untuk mengeksplorasi 'art-of-the-possible' dan untuk memajukan teknologi ini," kata kepala layanan pers Angkatan Udara Ann Stefanek, seperti dikutip The Washington Post, Jumat (20/4/2018).

Para eksekutif Lockheed Martin telah menekankan bahwa pesawat dan persenjataan hipersonik sebagai domain yang sangat diminati.

"Kami berkomitmen untuk pengembangan teknologi hipersonik canggih, dan kami sangat antusias untuk bekerja pada program Hypersonic Conventional Strike Weapon," kata Jon Snyder, wakil presiden Lockheed Martin untuk Program Strategis Angkatan Udara dalam sebuah pernyataan yang dikirim via email.

Para pejabat Pentagon sebelumnya telah memperingatkan secara terbuka bahwa senjata hipersonik secara teoritis memang dapat menembus pertahanan rudal AS. Padahal, sistem pertahanan tersebut merupakan pelindung Amerika dari serangan nuklir pertama musuh.

Peringatan itu dengan asumsi bahwa rudal hipersonik dapat melesat jauh lebih cepat daripada kecepatan suara. Apa pun yang melesat lebih cepat dari Mach 5, atau lima kali kecepatan suara, dianggap hipersonik dan terlalu sulit untuk ditembak jatuh oleh sistem pertahanan udara.

Presiden Rusia Vladimir Putin, selama pidato kenegeraan bulan lalu mengumumkan bahwa militer Rusia telah mengembangkan dan menguji coba rudal hipersonik. Para pejabat AS juga mengatakan bahwa China juga memiliki kemampuan yang sama.

Michael Griffin, kepala penelitian dan pengembangan Pentagon, menyampaikan peringatan akan kemampuan China itu dalam paparannya di depan Komite Layanan Bersenjata Parlemen AS.

"Menurut pendapat saya, hari ini kemajuan paling signifikan oleh musuh kami adalah perkembangan China dari apa yang sekarang ini menjadi sistem yang cukup matang untuk serangan cepat (senjata) konvensional pada rentang multi-ribu kilometer," katanya. 

“Kami, dengan sistem pertahanan saat ini, belum melihat hal-hal ini muncul," ujar  Griffin kepada anggota Kongres. "Begitu kami melihatnya, kami akan memiliki sedikit waktu tersisa untuk merespons," imbuh dia.







Credit  sindonews.com

Turki Beli S-400 Rusia, AS Ancam Tak Berikan Jet Tempur F-35


Turki Beli S-400 Rusia, AS Ancam Tak Berikan Jet Tempur F-35
Sistem rudal pertahanan udara S-400 Rusia. Foto/Sputnik/Aleksey Malgavko


WASHINGTON - Keputusan Ankara untuk membeli sistem rudal pertahanan udara S-400 dari Rusia akan membuat Turki menghadapi sanksi dari Amerika Serikat (AS). Washington bahkan mengancam tidak akan memberikan jet tempur F-35 kepada Ankara.

Ancaman sanksi ini disampaikan Asisten Menteri Luar Negeri AS Wess Mitchell saat paparan di depan Komite Urusan Luar Negeri Parlemen.

"Ankara harus sadar akan risiko dalam membuat konsesi strategis ke Moskow untuk mencapai tujuan taktisnya di Suriah. Ankara mengklaim telah setuju untuk membeli sistem rudal S-400 Rusia, yang berpotensi menyebabkan sanksi di bawah Pasal 231 CAATSA (Countering America's Adversaries Through Sanctions Act) dan berdampak buruk terhadap partisipasi Turki dalam program F-35," kata Mitchell.

Pernyataan ancaman Mitchell ini muncul dalam situs parlemen AS sebanyak tiga halaman yang dikutip SINDOnews, Jumat (20/4/2018).

Mitchell sudah lama mengekspresikan penolakan kebijakan Turki yang ingin membeli senjata anti-pesawat Rusia yang canggih. Tapi, sikapnya kali ini disampaikan secara resmi atas nama posisinya sebagai pejabat di Kementerian Luar Negeri AS.

Sebelumnya, Amerika memperingatkan Turki bahwa penggunaan sistem S-400 Rusia akan membahayakan komunikasi NATO dan menyebabkan masalah interoperabilitas, yang merupakan kekhawatiran sah bagi aliansi.

"Turki akhir-akhir ini telah meningkatkan keterlibatannya dengan Rusia dan Iran," katanya. "Kemudahan yang dilobi Turki dengan militer Rusia untuk memfasilitasi peluncuran 'Operation Olive Branch' di distrik Afrin, pengaturan dari Amerika tidak dianggap, sangat memprihatinkan."

"Adalah kepentingan nasional Amerika untuk melihat Turki tetap secara strategis dan secara politik sejalan dengan Barat," ujar Mitchell yang menganggap Ankara mulai tidak tunduk pada aturan aliansi yang dipimpin Amerika. 



Credit  sindonews.com





FBI Cari Wartawan AS yang Hilang di Suriah





FBI menawarkan hadiah sebesar 1 juta dolar AS yang berhasil menemukan wartawan AS


CB,  WASHINGTON - FBI masih melakukan pencarian seorang wartawan AS bernama Austin Tice, yang hilang di Suriah lebih dari lima tahun lalu. Untuk pertama kalinya, FBI menawarkan hadiah sebesar 1 juta dolar AS bagi siapapun yang memiliki informasi tentang keberadaan Tice.

Tice yang berasal dari Houston, Texas, menghilang pada Agustus 2012 saat tengah meliput perang saudara Suriah. Sebuah video yang dirilis sebulan kemudian menunjukkan ia ditahan oleh kelompok bersenjata dan matanya ditutup. Sejak saat itu keberadaannya tidak diketahui.

Tice adalah mantan Marinir yang pernah bekerja di The Washington Post, McClatchy Newspapers, CBS, dan media lainnya. Dia menghilang tak lama setelah ulang tahunnya yang ke-31.

Informasi mengenai hilangnya Tice masih menjadi misteri. Belum jelas kelompok mana yang menahannya atau apakah ada permintaan tebusan yang pernah dikeluarkan oleh kelompok itu.

Poster yang baru dirilis oleh FBI mendesak siapapun untuk melaporkan informasi apa pun yang dapat mengarah ke lokasi penahanannya, dengan imbalan hadiah. FBI tidak mengatakan mengapa baru menawarkan hadiah itu sekarang.

Orang tua Tice mengatakan mereka percaya anaknya saat ini masih dalam keadaan hidup. Pemerintah AS dan Suriah telah meyakinkan mereka bahwa kedua negara itu terus mencoba untuk mengupayakan pembebasannya.

"Kami senang. Kami senang atas apa pun yang mungkin menggerakkan upaya dan membawa anak kami ke rumah dengan selamat," ujar Debra Tice, ibu dari Austin Tice, Kamis (19/4).

Debra mengatakan, dia dan suaminya tidak meminta adanya imbalan hadiah uang untuk bisa mendapatkan informasi tentang anaknya. Menurutnya, hal itu adalah keputusan internal FBI.

"Kami benar-benar sangat senang melihat tingkat keterlibatan dan komitmen seperti itu. Ini benar-benar menghangatkan hati kami," ungkapnya.





Credit  republika.co.id






Inggris Khawatir Suriah Hancurkan Bukti Senjata Kimia


Inggris Khawatir Suriah Hancurkan Bukti Senjata Kimia
Dubes Inggris Moazzam Malik menyatakan pihaknya khawatir Suriah menghilangkan bukti dugaan serangan senjata kimia di Douma, dua pekan lalu. (ANTARA Foto/Yudhi Mahatma)


Jakarta, CB -- Inggris menyatakan khawatir Suriah menghancurkan bukti serangan senjata kimia yang diduga dilakukan pemerintahan Bashar al-Assad di Douma, Ghouta Timur, sekitar dua pekan lalu. Hal itu disampaikan usai pertemuan dengan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi.

"Kami khawatir jika situs di Douma sudah dihalangi dan sudah dibersihkan. Meskipun begitu, kami tetap perlu akses penuh ke wilayah itu untuk memastikan yang terjadi," ucap Duta Besar Inggris untuk Indonesia Moazzam Malik di Kemlu RI, Jakarta, Kamis (19/4).

Karena itu London mendesak Damaskus segera membuka akses tim pencari fakta Organisasi Internasional Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) untuk melakukan penyelidikan independen di Suriah, terutama Douma.


Malik mengatakan Inggris, Amerika Serikat dan Perancis telah mendapat sejumlah bukti berupa kesaksian warga setempat yang menjadi korban serangan senjata kimia. Selain itu, ada pula rekaman video yang diduga menggambarkan peristiwa di Douma 7 April lalu.

Serangan itu, menurut Malik, menewaskan sedikitnya 75 orang dan melukai 1.000 lainnya di sejumlah lokasi di Douma yang tak jauh dari Ibu Kota Damaskus.

Dia mengatakan pihak Barat mendapatkan bukti dari beberapa organisasi pemerhati HAM.

Dilaporkan sebelumnya, sejumlah aktivis mengatakan serangan gas beracun itu berasal dari bom barel yang dijatukan helikopter.

"Kami meyakini bahwa gas itu kemungkinan klorin atau mungkin sarin. Banyak saksi mata di sana ikut menjadi korban, termasuk perempuan dan anak-anak," kata Malik.

Malik mengatakan bukti-bukti tersebut menjadi salah satu dalil Inggris, AS, dan Perancis meluncurkan serangan udara ke Suriah.

"Serangan gabungan ini mengincar situs militer dan senjata demi membuat Suriah jera dan tidak menggunakan senjata kimianya lagi. Kami bukan ingin menggulingkan rezim atau mencampuri konflik sipil di Suriah," kata Malik.
Serangan gabungan Barat ke Suriah disebut hanya mengincar fasilitas senjata kimia.
Serangan gabungan Barat ke Suriah disebut hanya mengincar fasilitas senjata kimia. (Cpl L Matthews, 83EAG, Royal Air Force Photographer/Ministry of Defence Handout via Reuters)
Hal tersebut turut ditegaskan Dubes AS untuk Indonesia Joseph R Donovan dalam kesempatan yang sama.

Menurutnya, seluruh upaya dialog dan diplomatik sudah dicoba ketiga negara guna menghentikan tindakan Damaskus. Namun, Suriah tetap berkeras menggunakan senjata itu hingga menewaskan warganya sendiri.

"Kami sudah gunakan cara diplomatik dan ekonomi untuk menghindari situasi yang saat ini terjadi," kata Donovan.

"Penting juga diingat bahwa Suriah telah meratifikasi konvensi senjata kimia pada 2013 lalu sehingga berkewajiban melucuti seluruh senjata kimianya.

"Rusia menjadi penjamin Suriah dalam hal itu dan kami belum melihat komitmen kedua pihak untuk memusnahkan senjata kimia di Suriah."




Credit  cnnindonesia.com





Jet-jet Tempur Irak Bombardir Suriah untuk Gempur ISIS


Jet-jet Tempur Irak Bombardir Suriah untuk Gempur ISIS
Pesawat-pesawat jet tempur Irak yang dioperasikan untuk memerangi kelompok ISIS. Foto/REUTERS


BAGHDAD - Pesawat-pesawat jet tempur F-16 Irak membombardir wilayah Suriah untuk menyerang basis-basis kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Pemerintah Perdana Menteri (PM) Haider al-Abadi mengklaim serangan di Suriah telah dikoordinasikan dengan pasukan Presiden Bashar al-Assad.

Serangan udara mematikan Irak berlangsung pada hari Kamis setelah PM Abadi memerintahkan serangan tersebut beberapa hari lalu. Perintah dikeluarkan dengan alasan kelompok ISIS yang bersembunyi di Suriah bisa mengancam keamanan Irak.

"Berdasarkan perintah dari panglima angkatan bersenjata, Haider al-Abadi, angkatan udara heroik kami melakukan serangan udara mematikan terhadap situs-situs ISIS di Suriah pada Kamis di dekat perbatasan dengan Irak," kata kantor PM Abadi dalam sebuah pernyataan yang dilansir Al Jazeera, Jumat (20/4/2018).

Menurut pernyataan itu, serangan yang diluncurkan mencerminkan kemampuan militer pasukan bersenjata Irak dalam memerangi teror.

Militer Irak melalui seorang juru bicaranya mengonfirmasi bahwa operasi militer di wilayah Suriah sepenuhnya dikoordinasikan dengan tentara Presiden Assad.

PM Abadi secara resmi mengumumkan kemenangan Irak atas ISIS tahun lalu. Kemenangan itu diraih dengan bantuan koalisi yang terdiri dari pasukan Peshmerga Kurdi dan unit paramiliter yang didominasi milisi Syiah.

Tentara Irak juga menerima dukungan serangan udara dan darat dari koalisi internasional yang dipimpin Amerika Serikat.

Kendati demikian, ISIS masih menjadi ancaman, terutama di sepanjang perbatasan Irak-Suriah. Melalui perbatasan itu, kelompok ISIS masih kerap melakukan penyergapan dan pemboman di wilayah Irak.

Pada hari Kamis, pemerintah Suriah juga mengultimatum para milisi ISIS untuk menyerah dan meninggalkan wilayah Yarmouk, selatan Damaskus, dalam waktu 48 jam. Wilayah yang jadi lokasi kamp pengungsi Palestina tersebut telah diduduki kelompok ISIS selama hampir tiga tahun. 




Credit  sindonews.com





Moskow tuduh dinas rahasia Inggris racuni bekas mata-mata


Moskow tuduh dinas rahasia Inggris racuni bekas mata-mata
Yulia Skripal, putri mantan agen ganda Rusia, Sergei Skripal, yang diracun gas saraf di Inggris, awal Maret 2018. (Reuters)



Moskow (CB) - Moskow, Kamis, melemparkan tuduhan bahwa dinas rahasia Inggris sengaja meracuni bekas mata-mata, Sergei Skripal, dengan tujuan untuk menyudutkan Rusia.

"Dinas rahasia Inggris kemungkinan besar mendapat keuntungan dari provokasi dengan meracuni warga negara Rusia di Salisbury dan, kemungkinan, mengatur (insiden) ini untuk menyudutkan Rusia dan kepemimimpinan politiknya," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, dalam acara jumpa pers.

"Langkah ini sejalan dengan kebijakan Fobia-Rusia secara umum yang dianut pemerintah konservatif dengan tujuan untuk menjelek-jelekkan negara kami," tambah Zakharova.

Ia mengatakan penolakan pihak berwenang Inggris untuk berinteraksi dengan Rusia dalam menyelidiki peristiwa Salisbury, dalam memberikan kesempatan pada Rusia untuk menemui para korban serta keengganan pihak berwenang Inggris untuk mengungkapkan kepada Rusia dokumen-dokumen yang diperlukan bagi penyelidikan obyektif, merupakan "bukti" mengenai niat London.

Skripal, sang mantan mata-mata Rusia, dan putrinya diracun pada 4 Maret di kota Inggris Selatan, Salisbury. Inggris menuding Rusia sebagai pihak "yang kemungkinan besar" telah menggunakan racun saraf kategori militer, dengan mengutip hasil penyelidikan yang dilakukan oleh para pakar Inggris.

Sebagai kelanjutan dari insiden itu, Inggris mengusir sejumlah diplomat Rusia. Amerika Serikat dan beberapa negara lain Eropa memberikan dukungan kepada London dengan juga mengusir para diplomat Rusia dari negara mereka. Rusia membalas langkah-langkah itu dengan balik mengusir diplomat negara-negara asing dalam jumlah yang sepadan.

Para ahli dari Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) membenarkan temuan mitra-mitra mereka dari Inggris setelah OPCW menjalankan penyelidikan independen.

Namun, Moskow membantah memiliki keterlibatan apa pun dan menolak menerima kesimpulan OPCW sampai pihaknya diberikan akses terhadap penyelidikan itu, kata para pejabat Rusia.

Zakharova mengatakan Rusia masih siap melakukan kontak membangun dengan Inggris untuk menjernihkan insiden itu "melalui format hukum internasional apa pun."

"Dan kami mendesak London agar jangan cepat-cepat melenyapkan bukti," katanya.




Credit  antaranews.com





Rusia Bongkar Delapan Kebohongan Inggris dalam Kasus Skripal


Rusia Bongkar Delapan Kebohongan Inggris dalam Kasus Skripal
Sergei Skripal dan putrinya Yulia. Foto/Istimewa


DEN HAAG - Narasi Inggris dalam kasus Skripal adalah kisah yang ditenun dengan kebohongan, di mana London terus berusaha menipu komunitas internasional. Hal itu dikatakan oleh utusan OPCW asal Rusia, menyoroti delapan kesalahan informasi tersebut.

"Kami telah mencoba untuk menunjukkan bahwa semua yang dihasilkan rekan-rekan kami di Inggris adalah cerita yang dijalin dengan kebohongan," ucap perwakilan permanen Rusia kepada Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW) Aleksandr Shulgin.

"Dan, tidak seperti Inggris, yang tidak terbiasa mengambil tanggung jawab atas kata-kata mereka dan tuduhan tidak berdasar, kami menunjukkan fakta-fakta spesifik mengapa kami percaya mitra Inggris kami, secara halus, 'menipu' semua orang," imbuhnya usai pertemuan OPCW terkait kasus Skripal seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (19/4/2018).

Pejabat itu memberikan delapan contoh misinformasi yang didorong Inggris, seputar peristiwa 4 Maret, ketika mantan agen ganda Sergei Skripal dan putrinya Yulia diracuni di kota Salisbury.

1. Rusia menolak menjawab 'pertanyaan' Inggris
"Kenyataannya, mereka hanya meminta kami dua 'pertanyaan.' Dan keduanya dikatakan dengan cara sedemikian rupa sehingga keberadaan gudang persenjataan kimia tak terdokumentasi dalam cara penyelesaian yang sajikan Rusia sebagai fakta yang tidak bisa dimungkiri sebagai fakta yang mampan," tuturnya.

Itu adalah ultimatum yang efektif, menekan Moskow untuk mengakui bahwa ia menyerang Inggris dengan senjata kimia, atau mengakui bahwa ia kehilangan kendali atas persenjataan perang kimiawi.

Moskow menjawab kedua 'pertanyaan' ini segera, menyatakan bahwa itu tidak ada hubungannya dengan insiden Salisbury. Terlepas dari itu, pejabat itu menekankan, itu adalah fakta yang tidak bisa dimungkiri bahwa Rusia menghancurkan semua persediaan persenjataan kimianya lebih cepat dari jadwal pada tahun lalu.

2. Inggris tunduk pada buku aturan Konvensi Senjata Kimia
"Prosedur OPCW dengan jelas menyatakan bahwa jika satu negara anggota memiliki masalah dengan yang lain, ia harus mengirim permintaan resmi, dan dengan demikian pihak lain akan berkewajiban untuk menanggapi dalam 10 hari," terang Shulgin.

Namun, sebaliknya, Inggris diduga dihasut oleh rekan-rekan mereka dari seberang, mengabaikan mekanisme yang tetap dan muncul dengan skema verifikasi independen yang meragukan, yang melanggar aturan-aturan OPCW tersebut.

3. Rusia menolak bekerja sama
Sementara Inggris dan sejumlah sekutunya menuduh Rusia menolak bekerja sama untuk mendapatkan kebenaran, situasinya justru sebaliknya, Shulgin bersikeras.

Moskow tertarik dengan penyelidikan menyeluruh atas insiden itu - terutama karena para korban adalah warga Rusia. Moskow berulang kali bersikeras pada penyelidikan bersama dan mendesak London untuk merilis data tentang kasus Skripal, tetapi semua upaya itu sia-sia. Banyak permintaan yang tidak dijawab oleh Inggris, sementara yang lain hanya menerima balasan resmi.

4. Rusia menciptakan versi lain untuk mengalihkan perhatian

Shulgin mengatakan meskipun banyak spekulasi dan tuduhan oleh sumber-sumber yang dipertanyakan, dikutip oleh media Inggris, pada akhirnya Moskow dituduh dengan membuat 30 versi dari peristiwa Salisbury yaang diduga untuk menggangu penyelidikan. 


"Kenyataannya, gambaran itu berbeda. Faktanya, itu adalah tabloid Inggris, yang disebut media independen, yang menduplikasi versi-versi itu," kata pejabat itu, mengingat beberapa narasi, yang sebagian besar sepenuhnya bertentangan satu sama lain.

5. Menghabisi pengkhianat adalah kebijakan resmi negara Rusia
"Mereka mengklaim bahwa kepemimpinan Rusia, pada beberapa kesempatan, menyatakan bahwa menghabisi pengkhianat di luar negeri adalah kebijakan negara Rusia," kata Shulgin.

"Ini fitnah, tentu saja. Inggris tidak bisa menghasilkan satu contoh pun dari pernyataan semacam itu, karena para pemimpin Rusia tidak pernah mengatakan hal semacam itu," tegasnya.

6. Para ahli menyalahkan Rusia
Kepala misi OPCW telah dengan jelas mengatakan bahwa tidak mungkin untuk menentukan di negara mana zat beracun yang digunakan di Salisbury berasal. Namun temuan OPCW sekali lagi digunakan oleh pejabat Inggris untuk mengklaim bahwa Moskow "sangat mungkin" bertanggung jawab.

"Dengar, kata kepala misi OPCW itu tidak mungkin dan mereka, meninggalkan semua akal sehat, mengatakan Mereka telah mengkonfirmasi evaluasi kami bahwa itu adalah Rusia. Bagaimana lagi Anda bisa mengevaluasi ini tetapi sebagai sebuah kebohongan?" tanya Shulgin.

7. 'Novichok' adalah penemuan Soviet, jadi itu harus Rusia
Perkembangan yang disebut keluarga Novichok dari zat beracun lebih dari 30 tahun yang lalu di Uni Soviet adalah salah satu pilar utama dalam narasi Inggris, yang menyalahkan insiden Skripal kepada Rusia.

"Sumber-sumber yang tersedia secara publik, bagaimanapun, menunjukkan bahwa Barat telah dan masih melakukan penelitian dan pengembangan menjadi zat-zat seperti itu," kata Shulgin, memberikan contoh baru dari kegiatan tersebut.

"Belum lama ini, yaitu pada 1 Desember 2015, Kantor Paten dan Merek Dagang AS mengajukan permintaan kepada rekan-rekan Rusia yang meminta untuk memeriksa paten dari peluru yang dipenuhi senjata kimia, yang dapat dilengkapi dengan Tabun, Sarin atau keluarga dari zat Novichok," kata pejabat itu.

8. Yulia Skripal menghindari kontak dengan kerabat & menolak dukungan konsuler Rusia
Meskipun pernyataan seperti itu memang dibuat oleh otoritas Inggris "atas nama" Yulia, Moskow percaya itu salah. Menurut Shulgin, situasi Yulia terlihat seperti warga Rusia yang secara efektif sedang "disandera" oleh otoritas Inggris.



Credit  sindonews.com





Pesawat AS masih diizinkan terbang di wilayah udara Rusia


Pesawat AS masih diizinkan terbang di wilayah udara Rusia
Jet tempur F-15 (Pixabay)



Moskow (CB) - Maskapai penerbangan Amerika Serikat masih bisa terbang di wilayah udara Rusia, kata Kementerian Transportasi, Rabu (18/04), meskipun kesepakatan transit antara Washington dan Moskow akan berakhir dalam waktu dekat.

“Menteri transportasi Federasi Rusia mengonfirmasi bahwa penerbangan maskapai penerbangan Amerika di atas wilayah Rusia masih diizinkan sesuai dengan skema yang ada sebelum negosiasi baru,” kata juru bicara Kementerian Transportasi Timur Khikmatov kepada AFP.

“Pekan ini, kami mengirimi rekan kami di Amerika proposal untuk menegosiasikan masalah ini. Tanggal negosiasi belum disepakati. Kami menantikan jawaban dari rekan kami di Amerika,” imbuhnya.

Menurut laporan, yang mengutip pernyataan Menteri Transportasi Rusia Maxim Sokolov, Moskow mempertimbangkan langkah pembalasan terhadap Washington di bidang tersebut sebagai tanggapan atas sanksi Amerika Serikat baru-baru ini.

Namun, larangan penerbangan transit belum dibicarakan, imbuhnya.

“Kami mempertimbangkan berbagai jawaban yang dapat diberikan negara kami atas penjatuhan sanksi yang ilegal menurut pandangan kami. Meskipun masih terlalu dini untuk membicarakannya, respons akan disiapkan, disetujui dan diadopsi di saat yang tepat,” menurut pernyataan Sokolov yang dikutip berbagai kantor berita.

Setiap hari, puluhan penerbangan Amerika melintasi langit Rusia di rute terpendek dan paling menguntungkan mereka ke Asia, tapi izin untuk melakukannya akan berakhir pada pukul 19.59 (2359 GMT).






Credit  antaranews.com







Trump Minta Negara Arab Gantikan Militer AS di Suriah


Trump Minta Negara Arab Gantikan Militer AS di Suriah
Presiden Donald Trump meminta negara Arab menggantikan tentara AS di Suriah. Foto/Istimewa


WASHINGTON - Pemerintah Trump dilaporkan mencoba merekrut negara-negara Arab untuk pendanaan dan pasukan guna menggantikan kehadiran militer Amerika Serikat (AS) di Suriah.

The Wall Street Journal (WSJ) melaporkan bahwa para pejabat AS telah meminta Arab Saudi, Qatar dan Uni Emirat Arab tentang kontribusi miliaran dolar dan sumber daya militer untuk membantu mengamankan Suriah setelah ISIS dikalahkan.

Penasihat keamanan nasional John Bolton juga dilaporkan telah menghubungi pejabat Mesir tentang inisiatif tersebut seperti dikutip dari The Hill, Rabu (18/4/2018).

Para pejabat militer mengatakan kepada WSJ bahwa akan sulit untuk meyakinkan negara-negara Arab untuk mengirim pasukan jika AS menarik pasukannya sepenuhnya.

Upaya yang dilaporkan itu dilakukan beberapa hari setelah Presiden Trump mengesahkan sasaran serangan rudal di Suriah sebagai tanggapan terhadap serangan senjata kimia terhadap warga sipil di kota Douma.

Namun, Trump dalam beberapa minggu terakhir menciptakan ketidakpastian atas masa depan peran AS di Suriah. Meskipun ia telah berjanji untuk mengalahkan ISIS, Trump telah menunjukkan pada beberapa kesempatan bahwa dia ingin membawa pulang pasukan Amerika dari Suriah segera.

"Amerika tidak mencari kehadiran yang tidak terbatas di Suriah," katanya dalam pidato saat mengumumkan serangan rudal.

“Ini adalah tempat yang bermasalah. Kami akan berusaha membuatnya lebih baik. Tetapi itu adalah tempat yang bermasalah,” tukasnya.

Selama konferensi pers dengan para pemimpin Baltik, Trump menyatakan AS dapat memperpanjang kehadiran militernya di Suriah jika negara-negara Arab lainnya, seperti Arab Saudi, membayarnya.

Baca: Trump: Ingin Pasukan AS Tetap di Suriah, Saudi Harus Bayar
https://international.sindonews.com/read/1295272/42/trump-ingin-pasukan-as-tetap-di-suriah-saudi-harus-bayar-1522862571

Beberapa penasihat militer dan anggota parlemen telah mendorong Trump meralat ucapannya. Mereka memperingatkan bahwa menarik pasukan dari Suriah akan menjadi kesalahan yang dapat mengganggu kestabilan kawasan.

Awal bulan ini, Trump menegaskan kembali keinginannya untuk mengakhiri keterlibatan AS di Suriah dengan cepat.

"Saya ingin (tentara AS) keluar (Suriah). Saya ingin membawa pasukan kami kembali ke rumah," tegas Trump. 



Credit sindonews.com