Jumat, 20 April 2018

Turki Beli S-400 Rusia, AS Ancam Tak Berikan Jet Tempur F-35


Turki Beli S-400 Rusia, AS Ancam Tak Berikan Jet Tempur F-35
Sistem rudal pertahanan udara S-400 Rusia. Foto/Sputnik/Aleksey Malgavko


WASHINGTON - Keputusan Ankara untuk membeli sistem rudal pertahanan udara S-400 dari Rusia akan membuat Turki menghadapi sanksi dari Amerika Serikat (AS). Washington bahkan mengancam tidak akan memberikan jet tempur F-35 kepada Ankara.

Ancaman sanksi ini disampaikan Asisten Menteri Luar Negeri AS Wess Mitchell saat paparan di depan Komite Urusan Luar Negeri Parlemen.

"Ankara harus sadar akan risiko dalam membuat konsesi strategis ke Moskow untuk mencapai tujuan taktisnya di Suriah. Ankara mengklaim telah setuju untuk membeli sistem rudal S-400 Rusia, yang berpotensi menyebabkan sanksi di bawah Pasal 231 CAATSA (Countering America's Adversaries Through Sanctions Act) dan berdampak buruk terhadap partisipasi Turki dalam program F-35," kata Mitchell.

Pernyataan ancaman Mitchell ini muncul dalam situs parlemen AS sebanyak tiga halaman yang dikutip SINDOnews, Jumat (20/4/2018).

Mitchell sudah lama mengekspresikan penolakan kebijakan Turki yang ingin membeli senjata anti-pesawat Rusia yang canggih. Tapi, sikapnya kali ini disampaikan secara resmi atas nama posisinya sebagai pejabat di Kementerian Luar Negeri AS.

Sebelumnya, Amerika memperingatkan Turki bahwa penggunaan sistem S-400 Rusia akan membahayakan komunikasi NATO dan menyebabkan masalah interoperabilitas, yang merupakan kekhawatiran sah bagi aliansi.

"Turki akhir-akhir ini telah meningkatkan keterlibatannya dengan Rusia dan Iran," katanya. "Kemudahan yang dilobi Turki dengan militer Rusia untuk memfasilitasi peluncuran 'Operation Olive Branch' di distrik Afrin, pengaturan dari Amerika tidak dianggap, sangat memprihatinkan."

"Adalah kepentingan nasional Amerika untuk melihat Turki tetap secara strategis dan secara politik sejalan dengan Barat," ujar Mitchell yang menganggap Ankara mulai tidak tunduk pada aturan aliansi yang dipimpin Amerika. 



Credit  sindonews.com