Rabu, 18 April 2018

Ketegangan Hubungan Turki dan Yunani Meningkat


Bendera Yunani/ilustrasi
Bendera Yunani/ilustrasi
Foto: greecepictures.org


Turki dan Yunani bersengketa wilayah Laut Aegea.



CB, ANKARA -- Harapan bagi Yunani dan Turki untuk menghapuskan pertikaian wilayah mereka, yang sudah berlangsung lama, mengalami kemunduran dalam beberapa pekan belakangan. Kedua negara anggota NATO itu menghadapi peningkatan ketegangan di Laut Aegea.

Beberapa warga sipil Yunani mengibarkan bendera Yunani di satu pulau karang kecil yang menjadi sengketa di seberang tempat wisata Turki, Didim. Tapi bendera tersebut dicabut oleh penjaga pantai Turki pada Ahad (15/4).

Perdana Menteri Turki Binali Yildirim mendesak Pemerintah Yunani agar menghindari tindakan provokatif di daerah sengketa di Laut Aegea.

"Saran kami kepada Yunani ialah tetap berada di dalam ikatan hubungan bertetangga yang baik dan menghindari provokasi yang akan meningkatkan ketegangan," kata Yildirim.

Ia membandingkan pengibaran benderan tersebut dengan peristiwa pada 1996, ketika Turki dan Yunani nyaris terlibat perang sehubungan dengan pulau kecil yang tak berpenghuni, yang dinamakan Imia di Yunani dan dinamakan Kardak di Turki.

"Populisme tak memberi manfaat bagi Yunani. Sebagai dua sekutu NATO, kita mesti memusatkan perhatian pada agenda positif," kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu pada Senin, sebagaimana dikutip Xinhua. Ia memperingatkan pemerintah di Athena bahwa tindakan semacam itu di Laut Aegea bisa mengakibatkan "insiden".


Juru Bicara Pemerintah Yunani Dimitris Tzannakopoulos mengatakan pemerintahnya tidak mengetahui peristiwa tersebut dan pernyataan Yildirim adalah "provokatif dan tercela". Pada Februari, satu kapal Turki bertabrakan dengan satu perahu penjaga pantai Yunani di lepas pantai pulau kecil yang menjadi sengketa, Kardak.

Pada Januari, Penjaga Pantai Turki menghalangi Menteri Pertahanan Yunani Panos Kammenos mendekati Pulau Kardak untuk meletakkan karangan bunga di sana. Ankara menuduh Kammenos, politikus nasionalis, menjadi sumber utama masalah baru-baru ini.

Pada 1923, Turki melepaskan semua hak dan kepemilikan atas pulau tertentu dan atas "pulau kecil independen" untuk Italia dalam Kesepakatan Lausanne. Belakangan, Italia menyerahkan kepada Yunani pulau yang sama dan "pulau kecil yang berdekatan".

Turki dan Yunani telah mengadakan perundingan, dan menyerukan penyelenggaraan "pembicaraan penjajakan" guna menyelesaikan ketidak-sepakatan wilayah mereka di Laut Aegea. Namun mereka telah gagal mencapai terobosan.

Alasan ketegangan terbaru tidak terbatas pada beberapa pulau karang. Kedua negara itu telah terlibat pertikaian mengenai sejumlah masalah mulai dari Siprus, yang terpecah secara etnik, sampai kedaulatan atas wilayah udara, dan hak untuk terbang.



Credit  republika.co.id





Jerman Tolak Keinginan Turki Gabung Uni Eropa


Bendera negara anggota Uni Eropa (ilustrasi)
Bendera negara anggota Uni Eropa (ilustrasi)
Foto: UWORKERS


Komitmen Turki untuk penegakan hukum diragukan.



CB, LUKSEMBURG -- Jerman menilai Uni Eropa (UE) harus menutup akses pembicaraan dengan Turki soal keinginan Istanbul menjadi anggota UE. Hal itu seiring terus disangsikannya komitmen Turki pada aspek penegakan hukum.


Komisi Eropa diharapkan segera menyampaikan hasil pembicaraan penting mereka dengan Turki. Pembicara itu terkait upaya Turki bergabung dalam UE. Turki berupaya menjadi anggota Uni Eropa sejak lebih dari satu dekade lalu.

Menteri Jerman untuk UE Michael Roth mengatakan, usaha untuk menjadi anggota UE dengan nilai-nilai di dalamnya ada di tangan para penguasa di Turki. ''Saya sarankan UE tidak membuka pintu. Sebab itu akan jadi sinyal yang disalahartikan oleh Turki yang masih jauh dari kesesuaian dengan nilai-nilai Uni Eropa,'' kata Roth seperti dikutip Reuters pada Selasa (17/4).

Menteri Austria untuk UE Gernot Bluemel juga menyampaikan hal senada. Ia menyarankan agar pembicaraan dengan Turki dihentikan. ''Kita yakin Turki tidak seharusnya jadi anggota Uni Eropa,'' kata Bluemel.

Uni Eropa dan Turki memulai negosiasi keanggotaan pada 2005. Namun, perundingan tersebut mengalami kebuntuan karena masalah Siprus dan oposisi dari beberapa pemerintah UE mengenai keanggotaan penuh Ankara. Hubungan Ankara dengan Jerman dan beberapa negara anggota UE lainnya mengalami kemunduran sejak pertengahan 2017 lalu.





Credit  republika.co.id









Direktur CIA Dilaporkan Diam-diam Bertemu Kim Jong-un


Direktur CIA Dilaporkan Diam-diam Bertemu Kim Jong-un
Direktur CIA Mike Pompeo dilaporkan diam-diam berkunjung ke Korut untuk bertemu Kim Jong-un. (Reuters/Carlos Barria)



Jakarta, CB -- Direktur Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) Mike Pompeo dilaporkan diam-diam berkunjung ke Korea Utara untuk bertemu pemimpin negara tersebut, Kim Jong-un.

Kunjungan itu dilakukan pada akhir pekan Paskah sebagai perwakilan dari Presiden Donald Trump. Dua orang sumber yang enggan disebutkan namanya menyebut pertemuan luar biasa itu merupakan upaya untuk menyusun pembicaraan langsung kepala negara AS dan Korut.

Kedua orang itu dikutip oleh The Washington Post pada Rabu (18/4). Sebelumnya, kunjungan rahasia ini tak pernah terungkap ke publik.


Peristiwa ini juga bertepatan dengan pencalonan Pompeo sebagai menteri luar negeri. Pada sidang konfirmasinya di Senat, pekan lalu, dia menyatakan optimistis pemerintah AS bisa menentukan syarat yang pantas agar Trump dan Kim bisa bertemu.

Trump sebelumnya mengatakan lima lokasi tengah dipertimbangkan untuk menggelar pertemuannya dengan Kim.

Dikutip CNN dari sela pertemuan dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Selasa, Trump menyebut diskusi "tingkat sangat tinggi" antara Washington dan Pyongyang sudah berjalan, meski tak menyinggung pertemuan Pompeo.

"Kami sudah berbicara langsung," kata Trump di samping Shinzo Abe yang selama ini bersikap skeptis. "Saya meyakini ada niat sangat baik."

"Kita lihat apa yang akan terjadi, seperti yang selalu saya katakan. Karena pada akhirnya hasil akhir yang paling penting."

Pembicaraan rahasia antara Korea Utara dan Amerika Serikat dilaporkan sudah berlangsung melalui kanal intelijen. Namun, konfirmasi Trump atas diskusi itu merupakan indikasi terkuat bahwa kedua pihak tengah mempersiapkan pertemuan bersejarah itu.




Credit  cnnindonesia.com





Presiden Baru Myanmar Ampuni 8.000 Tahanan


Presiden Baru Myanmar Ampuni 8.000 Tahanan
Belum genap sebulan menjabat, presiden baru Myanmar, Win Myint, memberikan pengampunan bagi 8.000 tahanan. (Reuters/Stringer)


Jakarta, CB -- Belum genap sebulan menjabat, Presiden baru Myanmar, Win Myint, memberikan pengampunan bagi 8.000 tahanan.

"Untuk membawa perdamaian dan kegembiraan di hati rakyat, juga demi dukungan kemanusiaan, 8.490 tahanan dari sejumlah penjara akan diberi pengampunan," demikian pernyataan kantor Myint, Selasa (17/4).

Dikutip Reuters, kantor Myint menyatakan bahwa pengampunan ini diberikan dalam rangka Tahun Baru Myanmar yang jatuh pada 16 April. Namun, mereka tak menjabarkan waktu pasti para tahanan itu dibebaskan.


Juru bicara pemerintahan Myanmar, Zaw Htay, mengatakan bahwa sekitar 6.000 tahanan yang dibebaskan adalah narapidana kasus narkoba.


Sementara itu, hampir 2.000 anggota militer dan pasukan kepolisian Myanmar yang dijebloskan ke penjara di bawah Undang-Undang Militer atau UU Kedisiplinan Kepolisian juga akan dibebaskan.

Tak hanya itu, 36 tahanan politik yang selama ini ada di daftar pemantau hak asasi manusia juga termasuk dalam jajaran narapidana penerima amnesti.


Sebelum amnesti ini, ada sekitar 240 aktivis yang menjadi tahanan politik di Myanmar, korban kekejaman era junta militer.

Setelah partai pimpinan penggerak demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi, menang pemilu terakhir, ratusan tahanan politik mulai dibebaskan.

Namun, dua jurnalis yang ditahan karena meliput konflik di Rakhine tahun lalu tak masuk dalam daftar penerima amnesti.


Suu Kyi memang berjanji akan mengatasi kasus HAM di negaranya, tapi dia dianggap tidak tegas jika menyangkut Rohingya di Rakhine.

Dia bungkam ketika gelombang kekerasan terhadap Rohingya di Rakhine kembali terjadi pada Agustus lalu, membuat arus pengungsi ke Bangladesh semakin deras, mencapai 700 ribu orang.





Credit  cnnindonesia.com




Bom meledak di pos diplomatik India di Nepal


Bom meledak di pos diplomatik India di Nepal
ilustrasi Ledakan Bom (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)



Kathmandu (CB) - Bom meledak di luar pos diplomatik India di Nepal Selatan, menyebabkan kerusakan dan mencuri perhatian karena sangat jarang serangan yang menargetkan misi negara asing.

Bom rakitan meledak di Biratnagar, 200 kilometer sebelah tenggara Kathmandu, dekat perbatasan India, seperti diberitakan AFP.

"Tidak ada korban dalam ledakan bom panci itu, tapi, dinding mengalami kerusakan kecil. Kami sedanf menyelidikinya," kata seorang pejabat polisi distrik.

Kepolisian menduga ada keterlibatan kelompok sempalan Maoist yang melancarkan serangan di daerah tersebut. Tapi, belum ada yang menyatakan bertanggung jawab atas serangan tersebut.

"Tidak ada yang terluka dalam insiden tersebut. Kedutaan besar kami di Kathmandu berkoordinasi dengan pemerintah Nepal. Otoritas keamanan di Nepal sedang menyelidiki insiden ini," menurut pernyataan dari juru bicara Kementerian Luar Negeri India.




Credit  antaranews.com






AS-Inggris kompak salahkan Rusia atas serangan siber global


AS-Inggris kompak salahkan Rusia atas serangan siber global
- (Pixabay/typographyimages)



Washington (CB) - Amerika Serikat dan Inggris, Senin, menuding Rusia melakukan serangan siber terhadap perangkat dan pranata keamanan jaringan komputer lembaga pemerintah, bisnis dan pengelola prasarana di seluruh dunia.

Washington dan London mengeluarkan peringatan bersama, yang menyebutkan bahwa serangan peretas dukungan pemerintah Rusia ditujukan untuk meningkatkan pemata-mataan, pencurian kekayaan intelektual serta berbagai kegiatan "jahat" lain, yang bisa meningkat menjadi serangan.

Pengumuman itu adalah lanjutan dari serangkaian peringatan pemerintah negara Barat bahwa Moskow berada di balik serentetan serangan dunia maya.

AS, Inggris dan beberapa negara lain pada Februari menuduh Rusia menyebarkan virus "NotPetya", yang pada 2017 melumpuhkan sebagian prasarana Ukraina serta merusak komputer di seluruh dunia hingga menyebabkan perusahaan merugi miliaran dolar.

Kremlin belum menanggapi permintaan untuk berkomentar. Namun, kedutaan besar Rusia di London telah mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa tuduhan-tuduhan Inggris soal ancaman dunia maya dari Moskow adalah "contoh mencolok betapa sembrono, provokatif dan tak berdasarnya kebijakan soal Rusia".

Moskow telah membantah tuduhan-tuduhan sebelumnya bahwa pihaknya melancarkan serangan dunia maya terhadap Amerika Serikat dan negara-negara lain.

Badan intelijen AS pada tahun lalu menuding Rusia mencampuri pemilihan 2016 dengan melancarkan peretasan dan propaganda untuk mendukung kampanye presiden Donald Trump. Bulan lalu, pemerintahan Trump menuduh Rusia melakukan serangan-serangan dunia maya yang mengincar jaringan kekuatan AS.

Sejumlah pejabat Amerika dan Inggris mengatakan bahwa serangan-serangan yang diungkapkan pada Senin telah berdampak pada banyak lembaga, termasuk penyedia layanan Internet, perusahaan swasta serta penyedia infrastruktur sangat penting. Mereka tidak menyebutkan identitas para korban ataupun memberikan rincian soal dampak serangan.

Hubungan Rusia dengan Inggris menegang setelah Perdana Menteri Inggris Theresa May menyalahkan Moskow atas serangan racun saraf terhadap bekas mata-mata Rusia Sergei Skripal dan putrinya, Yulia, di kota Salisbury, Inggris, pada 4 Maret, demikian Reuters.




Credit  antaranews.com







Gempur Suriah, Suami PM Inggris Untung Besar


Gempur Suriah, Suami PM Inggris Untung Besar
Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May dan suaminya, Philip May. Foto/REUTERS/Phil Noble


LONDON - Philip May, suami dari Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May, jadi salah satu pihak yang untung besar setelah serangan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya terhadap Suriah. Pasalnya, Philip May merupakan pemegang saham terbesar produsen senjata, BAE Systems, yang harga sahamnya melonjak sejak serangan tersebut.

Perusahaan milik Philip, Capital Group, juga merupakan pemegang saham terbesar kedua di Lockheed Martin—sebuah perusahaan senjata militer AS yang memasok sistem senjata, pesawat terbang dan dukungan logistik dalam agresi di Suriah. Saham Lockheed Martin juga meroket sejak serangan rudal pekan lalu.

Gempuran AS dan sekutu terhadap Suriah dengan dalih dugaan rezim Presiden Bashar al-Assad melakukan serangan kimia di Douma itu membuat Philip jadi perbincangan publik di Twitter. Seperti diketahui, Inggris berkontribusi terhadap serangan militer di Suriah dengan menembakkan delapan rudal Storm-Shadow.

Sekadar diketahui, harga satu unit rudal Storm-Shadow £790.000 (USD1,13 juta). Sehingga total harga rudal Inggris untuk menggempur Suriah pekan lalu mencapai £6,32 juta (USD9 juta). Rudal-rudal itu diproduksi oleh BAE Systems.

"Senjata BAE senilai £6,3 juta ditembakkan ke Suriah. Perusahaan suami May, Capital Group adalah pemegang saham terbesar di BAE," ungkap seorang whistleblower dengan nama Ethical di Twitter dengan nama akun @nw_nicholas, yang dikutip Russia Today semalam (17/4/2018). Ratusan pengguna Twitter memperbincangkan suami PM May soal keuntungan tersebut.

Suami PM Theresa May telah bekerja sebagai manajer untuk perusahaan investasi riset Capital Group sejak 2005. Namun, hubungan kubu Partai Tory-BAE Systems jauh lebih dalam.

Angka yang terungkap pada 31 Maret 2018 mengungkapkan bahwa Capital Group telah mengumpulkan lebih dari 360.000 saham di perusahaan, naik lebih dari 11 persen pada kuartal sebelumnya.

Nama Philip May di Capital Group juga terkait dengan skandal Paradise Papers pada tahun 2017. Saat itu, perusahaan Philip May menggunakan firma hukum lepas pantai Appleby untuk merancang investasi di "tax havens".

Baru-baru ini, BAE Systems dan pemerintah Arab Saudi juga mencapai kesepakatan baru terkait penjualan 48 jet tempur Typhoon ke Kerajaan Saudi. Kesepakatan itu disambut oleh pejabat pemerintah terkait dari Inggris dan Arab Saudi, namun dikritik kelompok anti-perang yang khawatir jet-jet tempur dan senjata Inggris digunakan dalam perang di Yaman. 






Credit  sindonews.com




Oposisi Jerman Sebut Alasan AS Serang Suriah adalah Omong Kosong



Oposisi Jerman Sebut Alasan AS Serang Suriah adalah Omong Kosong
AfD, partai oposisi Jerman menyatakan bahwa tidak ada bukti bahwa pihak berwenang Suriah bertanggung jawab atas dugaan serangan kimia di Douma. Foto/Reuters


BERLIN - Anggota Parlemen Jerman dari Partai Alternatif untuk Jerman (AfD), Hansjörg Müller menyatakan tidak ada bukti bahwa pihak berwenang Suriah bertanggung jawab atas dugaan serangan kimia di Douma. AfD adalah partai oposisi di Jerman.

Muller menuturkan, pihaknya tidak mendukung sikap resmi Berlin pada dugaan keterlibatan Damaskus dalam serangan kimia di kota Douma. Dia menyebut, AfD menilai alasan Amerika Serikat (AS) untuk menyerang Suriah hanyalah omong kosong belaka.

"Tidak ada bukti. Kami tidak mengesampingkan bahwa ini adalah aksi peringatan palsu negara-negara Barat," ucap Muller dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Sputnik pada Selasa (17/4).

Jerman sendiri sejatinya tidak terlibat dalam serangan terhadap Suriah, meski demikian Kanselir Jerman, Angela Merkel telah menegaskan bahwa Berlin mendukung penuh setiap upaya memastikan bahwa penggunaan senjata kimia tidak bisa diterima.

"Berlin mendukung "semua" yang dilakukan untuk mengirim sinyal bahwa penggunaan senjata kimia ini tidak dapat diterima," ucap Merkel beberapa waktu lalu.

Seperti diketahui, Barat menuduh pemerintah Suriah berada di balik dugaan serangan kimia tersebut. Damaskus sendiri telah berulang kali membantah tuduhan tersebut, menekankan bahwa tidak ada bukti yang dapat diandalkan telah disajikan. 




Credit  sindonews.com




Negara G7 Nyatakan Dukung Serangan AS Cs ke Suriah



Negara G7 Nyatakan Dukung Serangan AS Cs ke Suriah
G7 menyatakan mendukung serangan yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS), Prancis dan Inggris terhadap Suriah. Foto/Istimewa


BERLIN - G7, yang merupakan sebuah kelompok yang terdiri tujuh negara kekuatan ekonomi dunia, menyatakan mendukung serangan yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS), Prancis dan Inggris terhadap Suriah.

Dalam sebuah pernyataan, G7 menyatakan kelompoknya mendukung setiap upaya untuk mengurangi kekuatan senjata kimia sebuah negara, dalam hal ini Suriah. Meski demikian, Jerman menuturkan jalur diplomasi tetap menjadi pilihan utama G7, dibanding dengan opsi militer untuk menyelesaikan berbagai macam masalah yang ada.

"Kami sepenuhnya mendukung upaya yang dilakukan oleh AS, Inggris dan Prancis untuk mengurangi kapasitas untuk menggunakan senjata kimia oleh rezim Assad dan untuk mencegah penggunaan masa depan mereka," kata G7.

"Tapi, kami masih berkomitmen terhadap solusi diplomatik untuk penyelesaian konflik di Suriah," sambungnya dalam pernyataan yang dirilis oleh Jerman itu, seperti dilansir Reuters pada Selasa (17/4).

Sementara terkait dengan serangan senjata kimia, Rusia mengatakan para ahli senjata kimia akan masuk ke Douma pada Rabu mendatang untuk menyelidiki dugaan serangan gas beracun. Pernyataan Rusia ini muncul tidak lama setelah AS menuding Moskow mungkin telah "merusak" bukti di lokasi serangan. 




Credit  sindonews.com





Soal Pengerahan S-300, Rusia: Kami Berusaha Lindungi Suriah


Soal Pengerahan S-300, Rusia: Kami Berusaha Lindungi Suriah
Menlu Rusia, Sergei Lavrov tidak menutupi adanya rencana Rusia untuk mengerahkan dan menjual sistem pertahanan udara S-300 ke Suriah dalam waktu dekat. Foto/Istrimewa


MOSKOW - Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov tidak menutupi adanya rencana Rusia untuk mengerahkan dan menjual sistem pertahanan udara S-300 ke Suriah dalam waktu dekat. Lavrov menuturkan, pengerahan S-300 ini ditujukan untuk melindungi Suriah dari ancaman eksternal.

Dalam sebuah wawancara dengan BBC, Lavrov menuturkan Rusia sudah memiliki rencana untuk mengerahkan dan juga menjual S-300 ke Suriah sejak lama. Namun, rencana ditangguhkan karena banyaknya penolakan dari apa yang dia sebut negara mitra.

“Beberapa tahun yang lalu kami memutuskan untuk tidak menyediakan sistem S-300 ke Suriah atas permintaan mitra kami," kata Lavrov dalam wawancara tersebut, seperti dilansir Sputnik pada Selasa (17/4).

"Sekarang, kami akan mempertimbangkan opsi untuk memastikan keamanan negara Suriah setelah tindakan agresi yang keterlaluan ini dari Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris Raya," sambungnya.

Rusia sendiri sejatinya sudah mengerahkan sistem pertahanan udara S-400 ke Suriah. Sistem pertahanan udara ini diklaim sukses menembak jatuh semua rudal yang ditembakan oleh AS cs.

Terkait dengan rencana pengerahan S-300, media-media Israel dibuat panik oleh keputusan yang pertama kali disampaikan oleh Kementerian Pertahanan Rusia itu.

Jerusalem Post memperingatkan bahwa superioritas udara Israel berada pada risiko di salah satu wilayah yang paling sulit jika Rusia memutuskan untuk menjual sistem pertahanan udara yang lebih canggih ke Suriah.

Analis dari penyiar berita I24 Ron Ben-Yishai mendukung kekhawatiran ini. Ia mengatakan bahwa negara Yahudi itu harus mengambil tindakan peringatan dan pencegahan yang belum diambil sejauh ini. 






Credit  sindonews.com



Selasa, 17 April 2018

Rusia Rangkul Liga Arab Ajak Bangun Suriah dan Irak


Rusia Rangkul Liga Arab Ajak Bangun Suriah dan Irak
Presiden Rusia Vladimir Putin mengajak Liga Arab membangun Suriah dan Irak pasca-kekalahan ISIS. (REUTERS/Pavel Golovkin/Pool)


Jakarta, CB -- Rusia siap mengembangkan kerja sama dengan Liga Arab untuk mempertahankan stabilitas kawasan. Menurut kabar yang dilansir kantor berita Rusia, TASS, Presiden Vladimir Putin mengajak Liga Arab untuk bersama-sama berkontribusi pada penyelesaian politik dan restorasi di Suriah dan Irak.

"Rusia siap mengembangkan kerja sama dengan Liga Arab untu menjamin stabilitas kawasan. Saya harap di tengah kebangkitan pasca kekalahan ISIL di Suriah dan Irak, kita dapat bersama-sama berkontribusi bagi penyelesaian politik dan rekonstruksi di negara tersebut serta mengatasi masalah kemanusiaan," kata Putin dalam sambutannya kepada Liga Arab seperti diposting dalam situs Kremlin, Ahad.

Adapun dalam pertemuan di Dhahran, Arab Saudi, Liga Arab menyerukan penyelidikan internasional terhadap "tindakan kriminal" penggunaan senjata kimia di Suriah.


"Kami tegaskan kecaman mutlak terhadap penggunaan senjata kimia terhadap warga sipil Suriah. Kami menuntut penyelidikan internasional yang independen demi menjamin penerapan hukum internasional terhadap seluruh pihak yang terbukti menggunakan senjata kimia," bunyi pernyataan Liga Arab dalam Konferensi Tingkat Tinggi di Dhahran, Senin (16/4).



Organisasi beranggotakan 22 negara itu juga menekankan pentingnya solusi politis dalam penyelesaian perang sipil di Suriah.

Dalam kesempatan itu, Arab Saudi dan sekutunya juga mengungkapkan dukungannya terhadap serangan gabungan yang dilakukan Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris ke sejumlah situs militer dan senjata kimia milik Suriah pada akhir pekan lalu. Serangan itu dikecam oleh Rusia.

Serangan udara itu dilakukan sebagai respons atas dugaan penggunaan senjata kimia yang kembali dilakukan rezim Presiden Bashar Al-Assad terhadap pemberontak di Douma, Ghouta Timur. Serangan senjata kimia pada 7 April lalu menewaskan sedikitnya 70 orang dan melukai 1.000 lainnya.

Baik Rusia dan Suriah membantah adanya penggunaan senjata kimia terhadap warganya sendiri. Damaskus menganggap serangan AS dan sekutunya merupakan sebuah bentuk agresi.

Dalam pidatonya yang tertuju kepada Liga Arab, Putin menegaskan bahwa normalisasi di Timur Tengah tidak mungkin terjadi tanpa menyelesaikan isu Palestina.

"Seluruh isu terkait status wilayah Palestina, termasuk masalah Yerusalem, harus diatasi melalui negosiasi langsung Palestina-Israel, dengan dasar hukum internasional yang diakui, termasuk resolusi relevan yang disahkan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa dan Majelis Umum PBB dan Inisiatif Perdamaian Arab yang didorong oleh Liga Arab," kata Presiden Rusia tersebut.



Credit  cnnindonesia.com




AS Tunda Jatuhkan Sanksi Baru kepada Rusia


AS Tunda Jatuhkan Sanksi Baru kepada Rusia
AS menunda untuk menjatuhkan sanksi kepada Rusia atas dukungannya terhadap Suriah. Foto/Istimewa


WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, telah menunda memberlakukan sanksi tambahan terhadap Rusia. Trump tidak akan menjatuhkan sanksi baru untuk Rusia kecuali Moskow melakukan serangan siber baru atau provokasi lain.

Sebelumnya Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, mengatakan Washington sedang menyiapkan sanksi baru terhadap Rusia atas dukungannya terhadap Presiden Suriah Bashar al-Assad.



"Duta besar telah keluar dari permasalahan kali ini," kata pejabat administrasi senior, yang menangani masalah ini, kepada Reuters tanpa menyebut nama, Selasa (17/4/2018).

The Washington Post pertama kali melaporkan bahwa Trump telah menghentikan rencana untuk sanksi ekonomi tambahan di Rusia.

Pejabat itu mengatakan Trump prihatin segera menjatuhkan lebih banyak sanksi, di tengah serangan akhir pekan lalu yang dipimpin AS terhadap Assad yang didukung-Rusia, akan mengganggu upayanya untuk merundingkan perjanjian dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam memerangi ekstremisme Islam, mengawasi internet dan masalah lain.

AS telah mengambil serangkaian tindakan baru-baru ini terhadap Rusia, termasuk mengusir diplomat atas kasus serangan racun di Inggris. AS juga menjatuhkan sanksi terhadap 24 warga Rusia, termasuk sekutu Putin, atas gangguan dalam pemilihan presiden AS dan "kegiatan memfitnah" lainnya. Moskow membantah semua tuduhan yang ditimpakan padanya.

Terbaru, pemerintah AS menuduh hacker yang didukung pemerintah Rusia berada di balik serangan siber global pada router dan peralatan jaringan lainnya.

Pejabat itu mengatakan Trump telah menyatakan keprihatinannya bahwa jika pemerintah tidak melanjutkan dengan hati-hati, ketegangan antara Washington dan Moskow - yang sudah dalam kondisi terburuk sejak Perang Dingin - dapat meningkat berbahaya, kata pejabat itu.

Ditanya komentar, Gedung Putih memberikan respon yang identik dengan pernyataan sebelumnya oleh Sekretaris Pers Sarah Sanders, yang mengatakan: "Kami sedang mempertimbangkan sanksi tambahan pada Rusia dan keputusan akan dibuat dalam waktu dekat."

Pejabat tinggi pemerintahan lainnya mengatakan Haley sudah terlalu cepat mendahului dengan mengatakan lebih banyak sanksi akan datang, tetapi tidak banyak.

"Mereka dibicarakan tetapi diputuskan untuk menunda sebentar," kata pejabat itu.

Terkait hal ini pihak kantor Haley menolak berkomentar. 


Trump masih percaya dia bisa bernegosiasi dengan Putin, tetapi itu tidak mungkin produktif jika dia juga mengkritiknya berulang kali, kata pejabat pertama.

Trump mengkritik Putin setelah dugaan serangan gas di Suriah karena mendukung Presiden Bashar al-Assad yang disebutnya binatang. Tetapi dia belum melakukannya lagi.

Washington telah mengatakan mereka memiliki bukti bahwa pasukan Suriah melakukan serangan senjata kimia mematikan pada 7 April.

Jika sanksi AS diberlakukan, mereka akan menjadi kelompok kedua seperti itu dalam waktu satu tahun lebih terhadap program senjata pemusnah massal Suriah.




Credit  sindonews.com




Uni Eropa Gagal Setujui Sanksi Baru untuk Iran



Uni Eropa Gagal Setujui Sanksi Baru untuk Iran
Uni Eropa gagal menyepakati sanksi baru untuk Iran jelang tenggata waktu yang diberikan oleh Presiden AS Donald Trump. Foto/Istimewa



LUXEMBOURG - Uni Eropa gagal menyetujui sanksi baru terhadap Iran di tengah-tengah oposisi Italia. Selain itu muncul ketakutan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan tetap menarik diri dari kesepakatan nuklir meski telah menjatuhkan sanksi kepada Iran. Sanksi itu ditujukan untuk program rudal dan peran regional Teheran.

Berbicara di sela-sela diskusi para menteri luar negeri Uni Eropa di Luksemburg, beberapa diplomat mengatakan hasil itu berarti Uni Eropa mungkin tidak dapat memenuhi tenggat waktu Presiden AS pada 12 Mei untuk "memperbaiki" perjanjian nuklir 2015.

Uni Eropa berkeinginan untuk mengamankan perjanjian tersebut, di mana Teheran setuju untuk mengekang ambisi nuklirnya setidaknya selama satu dekade, tetapi Trump telah menjadi kritikus yang ganas.

Ia mengancam tidak akan memperpanjang sanksi AS terhadap Iran terkait dengan perjanjian yang melihat Barat kebanyakan mencabut sanksi luas sebagai ganti bagi republik Islam yang membatasi program nuklirnya.

Mencari untuk menanggapi kritik Trump terhadap kesepakatan nuklir dan Teheran secara lebih luas, Prancis, Inggris dan Jerman mengusulkan untuk mengarahkan sanksi pada "milisi dan komandan" Iran yang bertempur atas nama Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Mereka berharap meminta pertanggungjawaban Iran karena ini dapat membantu meyakinkan Trump untuk tidak meninggalkan kesepakatan nuklir. Namun mereka menghadapi sikap oposisi Italia, yang didukung oleh Austria.

"Mungkin perjanjian nuklir akan gagal, jadi mengapa mengambil risiko memberanikan bersikap radikal kepada Iran dan merusak peluang kami untuk memenangkan kontrak di sana," kata seorang diplomat dari kubu yang skeptis.

Tapi diplomat lain, dari salah satu dari tiga kekuatan Eropa, mencatat bahwa Uni Eropa masih memiliki empat minggu untuk mendapatkan kesepakatan.

"Kami jelas menuju ke sana, meskipun kami membutuhkan sedikit lebih banyak waktu," ujarnya.

Seorang diplomat lain mengatakan tampaknya tidak "sangat mungkin" bahwa Uni Eropa sekarang akan menerapkan pembatasan baru pada pertengahan Mei.

Dengan Uni Eropa secara keseluruhan ingin menjaga perjanjian nuklir, 28 menteri Uni Eropa setuju untuk terus bekerja dalam masalah ini dalam beberapa hari dan minggu mendatang.

"Masalahnya masih dalam agenda," kata Menteri Luar Negeri Jerman yang baru, Heiko Maas, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (17/4/2018).

Pekan lalu, Uni Eropa memperpanjang sanksi yang sudah ada di Iran terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia, sementara seorang pejabat Keuangan AS mengatakan Washington menyambut baik dorongan untuk pembatasan baru.





Credit  sindonews.com






Pentagon Bantah Serang Pangkalan Udara Suriah di Homs


Pentagon Bantah Serang Pangkalan Udara Suriah di Homs
Pentagon membantah menyerang pangkalan udara Suriah di Homs. Foto/Ilustrasi/Istimewa


WASHINGTON - Pentagon mengatakan tidak ada laporan kegiatan militer Amerika Serikat (AS) di Homs, Suriah. Pernyataan ini muncul setelah adanya laporan yang menyatakan pertahanan udara Suriah menembak jatuh rudal di atas dua pangkalan udara.

"Tidak ada kegiatan militer AS di daerah itu (Homs) pada saat ini," ucap seorang juru bicara Pentagon Eric Pahon.

"Kami tidak memiliki detail informasi tambahan untuk disampaikan," imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Selasa (17/4/2018).

Sebelumnya laporan televisi pemerintah Suriah dan media kelompok Hizbullah menyatakan pertahanan anti pesawat Suriah menembak jatuh rudal yang ditembakkan ke dua pangkalan udara. Kedua pangkalan udara itu adalah Shayrat yang berada di Homs, dan pangkalan lain di timur laut Ibu Kota Damaskus.

Televisi Suriah memperlihatkan gambar-gambar sebuah rudal yang ditembakkan di atas pangkalan udara.

Serangan ini hanya beberapa hari setelah serangan Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Prancis terhadap sejumlah sasaran di Suriah. Serangan ini adalahbalasan atas dugaan serangan bahan kimia di kota Douma di pinggiran Damaskus. 





Credit  sindonews.com





Israel Diduga Serang Dua Pangkalan Udara Suriah


Israel Diduga Serang Dua Pangkalan Udara Suriah
Ilustrasi. Ford Williams/Courtesy U.S. Navy/Handout via REUTERS


Jakarta, CB -- Sistem pertahanan udara Suriah merespons serangan rudal, diduga dari Israel, yang membidik dua pangkalan udara Suriah sekitar tengah malam, Selasa (17/4). Kabar tersebut dilaporkan War Media, sayap media tentara Suriah seperti dilansir kantor berita China, Xinhua.

Enam rudal membidik pangkalan udara Shayrat di Homs, provinsi tengah Suriah. Sebagian besar di antaranya berhasil dicegat oleh sistem pertahanan udara.

War Media juga melaporkan tiga rudal lainnya membidik pangkalan udara Dumair di wilayah Qalamoun, sebelah utara Damaskus. "Seluruhnya berhasil dicegat sebelum mencapai target," tulis kantor berita China, Xinhua, Selasa (17/4).


Sementara itu, kantor berita pemerintah Suriah, SANA melaporkan adanya serangan sepanjang malam di Homs. Namun tidak menjelaskan rinciannya. Hanya dikatakan bahwa sumber serangan tidak diketahui, di tengah spekulasi bahwa Israel berada di balik serangan, setelah Pentagon membantah telah menggelar operasi terhadap dua pangkalan yang disebutkan.



Pangkalan udara Shayrat dihantam serangan rudal AS pada April 2017 terkait tuduhan serangan senjata kimia oleh tentara Suriah di Provinsi Idlib sebelumnya.

Stasiun televisi Pan Arab al-Mayadeen melaporkan pangkalan udara Dumair diserang sehari sebelum kesepakatan evakuasi pemberontak di wilayah itu.

Serangan terbaru dilancarkan di saat Amerika Serikat, Perancis dan Inggris berkomplot menggelar serangan rudal atas sejumlah posisi militer Suriah di Damaskus dan Homs, Sabtu (14/4). Tuduhannya sama yakni dugaan penggunaan senjata kimia oleh pasukan pemerintah Suriah.

Menurut aktivis Syrian Observatory for Human Rights, pesawat-pesawat tempur Israel menyerang pangkalan udara T-4 di Homs pada 9 April lalu dan menewaskan 14 tentara, termasuk milisi Iran.

Stasiun televisi pemerintah Suriah menayangkan gambar diam saat sistem pertahanan udaranya mencegat rudal-rudal. Belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas serangan selepas tengah malam itu, tetapi pejabat AS menyatakan bahwa Washington tidak merencanakan serangan lain selain serangan rudal pada Sabtu lalu.





Credit  cnnindonesia.com




Asteroid Besar Baru Terdeteksi Beberapa Jam Sebelum Dekati Bumi


Ilustrasi asteroid. thesun.co.uk
Ilustrasi asteroid. thesun.co.uk

CB, Washington - Astronom menemukan asteroid cukup besar hanya beberapa jam sebelum mendekati Bumi. Asteroid itu terdeteksi hanya berjarak setengah jarak Bumi ke bulan, sekitar 119.500 mil, akhir pekan lalu, sebagaimana dilaporkan Newsweek, 16 April 2018.

Terlihat pertama kali pada hari Sabtu dari Catalina Sky Survey di Arizona, asteroid 2018 GE3 mendekati planet kita sekitar pukul 02:41 ET Minggu, 15 April. Batu angkasa itu melesat melewati Bumi dengan kecepatan 66.000 mil per jam (106.000 km per jam).

Asteroid itu berukuran sedang antara 155 kaki (47 meter) dan 330 kaki (100 meter). Berpotensi lebih besar dari Patung Liberty di New York, asteroid itu mencapai lima kali ukuran meteor Chelyabinsk yang menghantam langit di atas Rusia pada 2013.
Asteroid berukuran sedang itu memiliki potensi untuk menimbulkan kerusakan regional, kata para ahli sebagaimana dikutip Daily Mail.
Setelah mendekati Bumi, batu angkasa itu bergerak lebih dekat ke bulan daripada ke Bumi, semakin dekat pukul 5:59 pagi, kata NASA.
Menurut Earthsky.org, perkiraan diameter GE 2018 adalah 157 hingga 361 kaki. Jika menyeberang ke atmosfer kita, sebagian darinya kemungkinan akan hancur karena gesekan dengan udara. Tetapi beberapa dari asteroid itu mungkin akan berhasil sampai ke permukaan bumi.
Faktor-faktor seperti sudut masuk, kecepatan, komposisi, dan lokasi dampak akan mempengaruhi seberapa besar kerusakan yang dapat disebabkan oleh 2018 GE3 jika berhasil sampai ke bumi.
Asteroid secara konsisten memasuki atmosfer Bumi tanpa ada yang memperhatikan. Pada Februari 2013 sebuah batu angkasa, dengan diameter yang lebih kecil dari 2018 GE3, menembus langit di atas Rusia. Peristiwa itu menyebabkan sekitar 1.500 orang membutuhkan perawatan untuk cedera, yang sebagian besar disebabkan oleh kaca yang beterbangan.

Earthsky.org melaporkan bahwa peristiwa kemarin menandai pertama kalinya dalam hampir 90 tahun asteroid telah datang dengan jarak sedekat itu ke Bumi.




Credit  TEMPO.CO









AS Gunakan Rudal Jelajah Stealth untuk Pertama Kali di Suriah


Rudal JASSM-ER AGM-158B untuk pertama kalinya digunakan pada serangan di Suriah. Kredit: Lockheed Martin/US Air Force
Rudal JASSM-ER AGM-158B untuk pertama kalinya digunakan pada serangan di Suriah. Kredit: Lockheed Martin/US Air Force

CB, Washington - Rudal jelajah stealth AS yang akurat dalam jarak 10 kaki (3 meter) dan dapat ditembakkan dari jarak 575 mil (925 km) digunakan dalam pertempuran untuk pertama kalinya selama serangan udara di Suriah, sebagaimana dilaporkan Daily Mail, 16 April.

Rudal JASSM-ER AGM-158B itu ditembakkan dari pengebom B-1B Lancer di atas Mediterania dengan sasaran sebuah pabrik senjata kimia di Barzah, Damaskus utara.
Ads by Kiosked
Militer AS menembakkan 85 rudal secara total, menggunakan tiga kapal perusak dan satu kapal selam serta pembom B1-B. AS bergabung dengan Inggris dan Prancis dalam menanggapi serangan kimia oleh rezim Assad seminggu sebelumnya.
Rudal baru ini adalah versi jarak jauh (ER) dari Joint Air-To-Surface Munition (JASSM), dengan dua setengah kali jangkauan, dan telah beroperasi sejak 2014 tetapi belum pernah ditembakkan sebelumnya, Aviation Week melaporkan.
Desain senyapnya membuat rudal ini lebih sulit untuk dideteksi rudal anti-pesawat termasuk sistem S-400 Rusia yang ditakuti.
Fortune melaporkan sembilan belas JASSM-ER ditembakkan ke Barzah dengan harga masing-masing US$ 1,4 juta (Rp 19,3 miliar), sehingga total biayanya US$ 27 juta (Rp 372 miliar). Rudal itu bergabung dengan 57 Raytheon Co Tomahawks.
Rudal itu, yang diproduksi oleh Lockheed Martin untuk militer AS, mampu terbang dua kali jangkauan JASSM, dengan jangkauan setidaknya 575 mil, bukannya 230 mil. Sistem pencitraan infra merah memungkinkannya mencapai target dengan presisi luar biasa, akurat hingga hanya 10 kaki.



Credit  TEMPO.CO






Rusia Sukses Uji Rudal Penghancur Satelit Intelijen AS di Orbit


Rusia juga menguji roket P-500 Bazalt baru. Kredit: Hellmaster ru
Rusia juga menguji roket P-500 Bazalt baru. Kredit: Hellmaster ru

CB, Washington - Rusia telah menyelesaikan uji coba terbaru dari rudal anti-satelit baru yang mampu memusnahkan teknologi navigasi, komunikasi, dan intelijen AS di orbit sebagaimana dilaporkan Daily Mail, akhir pekan lalu.

Uji terbang keenam dari 'Nudol' diyakini telah terjadi di Plesetsk Cosmodrome, 500 mil sebelah utara ibukota Rusia, Moskow, pada 26 Maret.
Pada kesempatan itu, senjata yang juga dikenal sebagai PL19 itu, telah diluncurkan dari transporter untuk pertama kalinya, yang menunjukkan langkah besar ke depan dalam perkembangannya.
Di masa lalu, proyek ini telah diselimuti secara rahasia. Laporan negara Rusia telah bersikeras bahwa Nudol adalah untuk tujuan pertahanan dan menggambarkannya sebagai pertahanan rudal jarak jauh Rusia yang baru.
Namun para ahli mengatakan tugas utama rudal pencegat ini adalah untuk menguasai atmosfir Bumi dan menyerang obyek-obyek besar menggunakan energi kinetik.
Rusia terus memodernisasi arsenal strategisnya di bawah Presiden Vladimir Putin. Laporan Badan Intelijen Pertahanan kepada Kongres pada Februari 2015 menyatakan doktrin militer Rusia menekankan pertahanan antariksa sebagai komponen vital pertahanan nasionalnya.
"Para pemimpin Rusia secara terbuka menegaskan bahwa angkatan bersenjata Rusia memiliki senjata anti-satelit dan melakukan penelitian anti-satelit," tulis laporan itu.
Uji peluncuran pertama yang berhasil dari Nudol adalah pada akhir 2015 sebagai bagian dari sistem pencegat kinetik generasi mendatang yang saat ini sedang dikembangkan oleh Rusia, menurut The Diplomat.
Setelah tes sebelumnya pada tahun 2016, mantan pejabat Pentagon Mark Schneider memperingatkan bahwa konsekuensi dari serangan anti-satelit terhadap AS bisa sangat merusak.
"Hilangnya bimbingan GPS karena serangan anti-satelit akan mengambil bagian substansial dari kemampuan pengiriman senjata presisi kami dan pada dasarnya semua kemampuan kami," katanya kepada The Washington Free Beacon.
Letnan Jenderal Angkatan Udara David J. Buck, komandan Komando Komponen Fungsional Gabungan untuk Luar Angkasa, mengatakan pada tahun yang sama bahwa, "Rusia memandang ketergantungan AS pada luar angkasa sebagai kerentanan yang bisa dieksploitasi, dan mereka mengambil tindakan yang disengaja untuk memperkuat kontra-antariksa mereka.”
Dalam Penilaian Ancaman Dunia 2018, Direktur Intelijen Nasional AS Dan Coats mencatat bahwa baik Rusia dan Cina terus mengejar senjata antisatelit (ASAT) sebagai sarana untuk mengurangi keampuhan militer AS dan sekutu.




Credit  TEMPO.CO








Indonesia Diharapkan Bantu Atasi Demokrasi Lumpuh di Kamboja


Mantan Pemimpin Oposisi Kamboja, Sam Rainsy, saat kunjungan ke kantor Tempo di Palmerah, Jakarta Barat, 16 April 2018. TEMPO/Fajar Januarta
Mantan Pemimpin Oposisi Kamboja, Sam Rainsy, saat kunjungan ke kantor Tempo di Palmerah, Jakarta Barat, 16 April 2018. TEMPO/Fajar Januarta

CB, Jakarta - Oposisi Kamboja berharap pada Indonesia untuk memainkan perannya di ASEAN dan kawasan agar secara moral membimbing negara-negara kawasan maju dalam hal demokrasi. Sam Rainsy, mantan ketua Partai Penyelamat Kamboja Nasional atau CNRP, menyebut Indonesia adalah salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, yang telah berpengalaman dalam menerapkan demokrasi. Rainsy bahkan meminta Indonesia hadir sebagai pemantau dalam pelaksanaan pemilu Kamboja 29 Juli.   
Dalam kunjungannya ke kantor Tempo di Palmerah, Jakarta, pada Senin, 16 April 2018, Rainsy mengatakan pihaknya tidak bisa berharap banyak pada ASEAN untuk menengahi masalah demokrasi di Kamboja saat ini. Namun setidaknya oposisi Kamboja bisa mengharapkan konektifitas ASEAN untuk saling membantu negara anggota.
“Jika Anda menghormati HAM, jika Anda mempromosikan sistem pemerintahan yang baik yang menentang korupsi, maka kita bersama-sama mempromosikan persahabatan ASEAN yang baru. Kami berharap ASEAN bisa memperkuat demokrasi dan perdamaian di Kamboja,” kata Rainsy.


Mantan Pemimpin Oposisi Kamboja, Sam Rainsy, saat kunjungan ke kantor Tempo di Palmerah, Jakarta Barat, 16 April 2018. TEMPO/Fajar Januarta

Kamboja dalam dua tahun terakhir diselimuti ketegangan setelah pemerintahan Perdana Menteri Hun Sen membubarkan oposisi. Ketegangan semakin memuncak jelang diselenggarakannya pemilu pada 29 Juli 2018 mendatang. Hun Sen dikatakan Rainsy, tidak bisa menerima hal-hal yang bertentangan dengannya.
Menurut Rainsy, pemerintah Kamboja saat ini sangat bergantung pada Cina setelah dijatuhi sanksi oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat. Sayangnya, Cina memanfaatkan kebergantungan ini untuk meminta Kamboja memblokir agar ASEAN tidak mengeluarkan satu suara soal sengketa Laut Cina Selatan. Negara-negara ASEAN yang terlibat dalam sengketa ini dengan Cina adalah Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam dan Filipina. 






Credit  TEMPO.CO




Oposisi Sebut Kamboja Diambang Bangkrut, Ini Penyebab Utamanya


Perdana Menteri Kamboja Hun Sen. AP Photo/Heng Sinith
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen. AP Photo/Heng Sinith

CB, Jakarta - Kamboja berada dalam situasi mengkhawatirkan saat ini. Secara keuangan, Kamboja bangkrut.
Mu Sochua, mantan Wakil ketua Partai Penyelamat Kamboja Nasional atau CNRP dan mantan anggota parlemen Kamboja, mengatakan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, telah berutang uang sangat banyak ke Cina, Asian Development Bank atau ADB dan Bank Dunia. Uang itu digunakan Hun Sen untuk memperkuat dukungan baginya.
“Rezim ini bergantung pada 1 orang, yakni Hun Sen. Saat ini Cina mulai berpikir jika Hun Sen meninggal, maka rezim ini bisa tidak stabil. Sedangkan ADB sekarang sudah tidak mau lagi memberikan pinjaman pada pemerintah Kamboja,” kata Sochua, saat berkunjung ke kantor Tempo, di Jakarta, Senin, 16 April 2018.
Pernyataan Sochua itu, dibenarkan oleh Sam Rainsy, mantan Ketua Partai CNRP,  partai oposisi terbesar Kamboja ini sudah dibubarkan oleh Hun Sen. Rainsy mengatakan, masyarakat Kamboja sangat ingin merdeka. Sebab selama ini, Hun Sen bergantung pada eksternal seperti Cina, bukan kepada masyarakat Kamboja.
Setelah dijatuhi sanksi oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat, sekitar 80 persen garmen Kamboja di ekspor ke Cina. Kondisi ini tak banyak menguntungkan karena Cina pun memproduksi garmen. Ekonomi Kamboja sebagian besar digerakkan oleh industri tekstil.          


Mantan Pemimpin Oposisi Kamboja, Sam Rainsy, saat kunjungan ke kantor Tempo di Palmerah, Jakarta Barat, 16 April 2018. TEMPO/Fajar Januarta

Rainsy pun membandingkan Hun Sen dengan pemimpin negara ASEAN lainnya seperti Lee Kuan Yew dari Singapura, Mahathir Mohammad-Malaysia dan Indonesia di bawah pemerintahan mantan presiden Soeharto. Pemimpin di ketiga negara tersebut, mampu mengangkat perekonomian negara yang dipimpinnya ke arah yang lebih baik. Namun Kamboja di bawah kepemimpinan Hun Sen selama 30 tahun, perekonomiannya mengalami kemandekan.
Hun Sen yang tak berpendidikan tinggi telah menguasai ekonomi Kamboja, sistem kesehatan di Kamboja masih dibilang buruk, begitu pun kualitas tenaga kerjanya. Walhasil, Kamboja sulit untuk bersaing.  
Kalangan muda Kamboja umumnya merantau ke Thailand dan Malaysia karena pemerintah Kamboja sulit menyediakan lapangan kerja. Hun Sen disebut Rainsy bahkan tak peduli dengan perekonomian Kamboja.






Credit  tempo.co