Sabtu, 14 April 2018

Damaskus Dihantam, Suriah Sebut Serangan AS Ditakdirkan Gagal


Damaskus Dihantam, Suriah Sebut Serangan AS Ditakdirkan Gagal 
 Ilustrasi serangan pada Suriah. (AFP PHOTO / Hamza Al-Ajweh)
 
 
Jakarta, CB -- Media pemerintah Suriah menyebut serangan gabungan militer Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris ke ibu kota Damaskus pada Sabtu (14/3) sebagai ilegal dan "ditakdirkan akan gagal".

"Agresi ini adalah pelanggaran terhadap hukum internasional, dan melawan keinginan komunitas internasional, serta ditakdirkan gagal," demikian pernyataan kantor berita SANA.

Ledakan keras dilaporkan terjadi di Damaskus pada Sabtu dini hari, hanya beberapa saat setelah AS, Perancis, dan Inggris mengumumkan akan menyerang pusat senjata kimia Suriah.


Koresponden AFP di Damaskus menyatakan ledakan beruntun terdengar pada pukul empat pagi waktu setempat, dan diikuti suara mesin pesawat di udara.

Asap terlihat muncul dari tepi utara dan timur dari ibu kota Suriah tersebut.

Kantor berita Suriah juga merilis foto-foto awan berwarna merah yang menggantung di atas langit Damaskus dan mengatakan pasukan udara segera diaktifkan untuk menahan serangan tersebut.

SANA melaporkan operasi gabungan Barat tersebut mengenai pusat penelitian yang terletak di bagian Timur Laut ibu kota dan juga mengenai pusat-pusat militer lain di sekitar Damaskus, tapi peluru kendali yang mengarah pada tempat penyimpanan senjata berhasil digagalkan.

Laporan itu menyatakan langit Aleppo di bagian utara terlihat cerah, demikian pula di Hasakeh (Timur LAut), serta Latakia dan Tartus di tepian barat, tempat penyimpanan senjata militer Suriah dan Rusi.

Operasi gabungan AS, Perancis, dan Inggris itu dilaksanakan satu pekan setelah serangan senjata kimia di luar kota Damaskus menyebabkan 40 tewas.


Credit cnnindonesia.com




Melawan, Suriah Tembak Jatuh 20 Rudal AS Cs


Melawan, Suriah Tembak Jatuh 20 Rudal AS Cs
Sistem pertahanan udara Suriah diaktifkan untuk melawan serangan rudal AS, Inggris dan Prancis di Damaskus. Foto/Screenshoot video Russia Today

DAMASKUS - Militer Suriah melakukan perlawanan atas serangan rudal yang diluncurkan Amerika Serikat (AS), Inggris dan Prancis pada hari ini (14/4/2018). Media pemerintah Suriah melaporkan, sebanyak 20 rudal AS dan sekutunya ditembak jatuh oleh sistem anti-rudal Suriah.

Ledakan terdengar di wilayah Damaskus dan sekitarnya tepat saat Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa dia sudah memerintahkan serangan presisi terhadap Suriah. Belum jelas, serangan AS dan sekutunya ini diluncurkan dari pesawat tempur atau kapal perang.

Beberapa laporan menyebut sebuah pangkalan militer Suriah terkena serangan udara AS dan sekutunya. Namun, laporan ini belum bisa dikonfirmasi termasuk lokasi pangkalan yang diserang.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia seperti dikutip Reuters, menyatakan bahwa pusat penelitian ilmiah Suriah terkena serangan.

Para pejabat AS mengatakan kepada wartawan bahwa serangan AS dan sekutunya kali ini melibatkan rudal jelajah Tomahawk, rudal yang digunakan AS saat menyerang rezim Suriah sebagai respons serangan kimia di Khan Sheikhoun pada 7 April 2017.

Sebauh rekaman video yang diambil dari Suriah menunjukkan sistem anti-rudal Suriah diaktifkan untuk menghalau serangan udara AS dan sekutunya. Sistem itu, seperti dilaporkan stasiun televisi pemerintah Suriah berhasil menembak jatuh 20 rudal musuh.

"Tuhan memberkati Anda, Tuhan memberkati Anda," teriak seseorang dalam video, tak lama setelah rudal yang dilesatkan sistem pertahanan Suriah bertabrakan dengan rudal musuh dan membuat ledakan besar di wilayah udara Damaskus.

"Sialan para bajingan Amerika itu," lanjut teriakan pria dalam video tersebut.

Laporan media lokal mengatakan, sejumlah wilayah yang digempur AS dan sekutunya antara lain Damaskus, Homs, sebuah fasilitas penelitian di Barzeh, dan pangkalan Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) di Gunung Qasioun.




Credit  sindonews.com





AS Bakal Riview Kerja Sama dengan Indonesia


AS Bakal Riview Kerja Sama dengan Indonesia
Foto/Ilustrasi/SINDOnews/Ian

JAKARTA - Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia, Joseph Donovan, diketahui melakukan pertemuan Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi. Pertemuan itu dilakukan di kantor Kementerian Luar Negeri Indonesia.

Ditemui pasca pertemuan tersebut, Donovan menyatakan dalam pertemuan itu dia menginformasikan bahwa dirinya akan kembali ke Washington dalam waktu dekat. Donovan menuturkan ia akan melakukan review mengenai hubungan AS-Indonesia dengan Washington.

"Saya menyampaikan bahwa saya akan kembali ke Washington untuk melakukan konsultasi dalam waktu dua pekan ke depan, dan akan ada sejumlah review mengenai sejumlah kerja sama dalam hubungan bilateral," kata Donovan.

"Ini pertemuan yang sangat baik dan saya menghargai Menlu karena telah menyempatkan waktu di sela-sela kesibukanya," imbuhnya.

"Kami berbicara mengenai sejumlah hal terkait situasi global, mengenai posisi kami, tapi saya tidak bisa menjelaskan secara rinci," tukasnya, Jakarta, Jumat (13/4/2018).

Ketika disinggung mengenai kerja sama apakah yang akan di riview oleh AS, Donovan menuturkan hampir semua kerja sama dengan Indonesia akan di riview, termasuk mengenai kerja sama keamanan.

"Ini adalah kerja sama dalam skala luas mengenai keamanan, kerja sama, dan sejumlah hal lainnya terkait kerja sama yang kita miliki dan satu hal yang pasti saya sangat menghargai posisi Indonesia sebagai mitra strategis kami," ujarnya mengakhiri.



Credit  sindonews.com






Indonesia Tolak Ancaman Trump Serang Suriah


Indonesia Tolak Ancaman Trump Serang Suriah 
 Menlu RI Retno Marsudi meminta klarifikasi AS soal ancaman Trump menyerang Suriah. (CNN Indonesia/Safir Makki)
 
 
Jakarta, CB -- Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri menyatakan menentang ancaman Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyerang Suriah.

"Tentu pemerintah RI berharap AS tidak akan benar-benar melakukan serangan tersebut," kata Direktur Amerika I Kemlu RI Zelda Wulan Kartika di kantornya, Jakarta, Jumat (13/4).

Ancaman "Trump yang menjanjikan adanya serangan di Suriah itu sangat menjadi perhatian pemerintah RI karena terkait dengan keselamatan WNI juga," kata Zelda.


Ancaman diutarakan Trump sebagai respons atas serangan senjata kimia di Douma, Ghouta, pada akhir pekan lalu. Serangan itu diduga dilakukan pemerintah Suriah demi menumpas sisa-sia pemberontak di kota yang tak jauh dari Damaskus itu.

Zelda mengatakan Menlu RI Retno Marsudi sudah meminta penjelasan Amerika Serikat terkait ancaman Trump menyerang Suriah dengan peluru kendali.

Hal itu diutarakan Retno kepada Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Joseph Donovan saat bertemu di kantor Kemlu, di hari yang sama.

"Menlu sangat prihatin dengan kondisi saat ini di Suriah. Karena itu beliau minta klarifikasi atas pernyataan Presiden Trump," kata Zelda.

Dalam pertemuan itu, kata Zelda, Retno juga menegaskan Indonesia mengutuk segala bentuk serangan senjata kimia yang dilakukan oleh pihak mana pun dan di mana pun, termasuk di Suriah.

Zelda mengatakan Donovan belum mengetahui tindak lanjut dari kicauan presidennya itu. Dia mengatakan Donovan akan kembali ke Washington pada 23 Mei mendatang dan menjanjikan akan memberikan jawaban setelah kembali ke Jakarta.

"Menjawab pertanyaan Menlu, Dubes AS sampaikan dirinya belum ketahui sama sekali tindak lanjut dari pernyataan Trump dan akan menanyakan hal itu ke Washington. Kebetulan beliau akan ke AS sekitar 23 Mei nanti," kata Zelda.

Pada Rabu, Trump memperingatkan agar Rusia--sekutu terbesar Suriah--bersiap menghadapi rudal AS. Meski mengisyaratkan serangan itu segera dilakukan, sehari setelahnya Presiden Amerika enggan menyebutkan waktu pelaksanaan langkah militer yang ia rencanakan.


Credit  cnnindonesia.com




Belanda Ogah Terlibat Perang Bersama AS di Suriah


Tembakan anti-pesawat tempur terlihat di langit Damaskus setelah AS meluncurkan serangan di Suriah, pada Sabtu dini hari (14/4). Donald Trump mengumumkan serangan udara ke Suriah sebagai tanggapan atas dugaan serangan senjata kimia.

Tembakan anti-pesawat tempur terlihat di langit Damaskus setelah AS meluncurkan serangan di Suriah, pada Sabtu dini hari (14/4). Donald Trump mengumumkan serangan udara ke Suriah sebagai tanggapan atas dugaan serangan senjata kimia.
Foto: AP Photo/Hassan Ammar 
 
AS luncurkan serangan militer ke Suriah.
 
 
CB, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte pada Jumat (13/4) mengatakan negaranya tidak akan ikut dalam serangan militer di Suriah.
"Saat ini tak ada alasan bahwa Belanda akan ikut secara militer", kata Rutte.
Menteri Pertahanan Belanda Ank Bijleveld mengeluarkan pernyataan serupa pada Kamis di Washington, AS, saat bertemu Menteri Pertahanan AS James Mattis.
"Belanda akan mengerti jika Amerika Serikat melakukan aksi militer proporsional di Suriah, jika langkah diplomatik, ekonomi dan politik tidak cukup," kata Bijleveld kepada stasiun televisi Belanda, Nieuwsuur.
"Semuanya masih terbuka. Itu berarti bahwa langkah diplomatik, ekonomi dan politik akan dibahas lebih dulu," katanya.
Ia, sebagaiman dikutip oleh harian Belanda, De Telegraaf, juga mengatakan bahwa Washington tidak meminta bantuan militer Belanda. Presiden AS Donald Trump dilaporkan telah memerintahkan serangan ke Suriah, meskipun Suriah telah membantah tuduhan bahwa militernya menggunakan senjata kimia dalam serangan ke Douma di pinggir Ibu Kota Suriah, Damaskus.
Seorang utusan Rusia pada Jumat mengatakan serangan terhadap satu negara berdaulat akan menjadi pelanggaran terhadap hukum internasional dan bertolak-belakang dengan Piagam PBB dan "tak bisa dibiarkan terjadi".
"Harus ada pertanggung-jawaban bagi campur-tangan semacam itu, yang direncanakan," katanya.
Duta Besar Rusia di PBB Vassily Nebenzia yang sepakat dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa Timur Tengah saat ini adalah wilayah yang cedera dan luka terbesarnya berada di Suriah.
"Setiap negara yang berani menggerogoti prinsip kedaulatan dan keutuhan wilayah tidak berharga untuk memiliki status anggota tetap Dewan Keamanan, namun anggota semacam itu terus berkeras untuk menjerumuskan Timur Tengah ke dalam konflik demi konflik," katanya.
Angkatan Bersenjata Suriah sudah menerima instruksi mengenai cara menghadapi serangan semacam itu, katanya. Ia menambahkan tak ada bukti yang mendukung pembenaran yang dipaksakan oleh neara Barat, yaitu tuduhan mengenai penggunaan senjata kimia di Kota Kecil Douma.
Pemerintah Suriah dengan keras telah membantah tuduhan itu, dan menyeru Organisasi bagi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) agar segera melakukan penyelidikan.Belanda takkan ikut dalam aksi militer di Suriah, kata Perdana Menteir Belanda Mark Rutte pada Jumat, dalam taklimat mingguannya setelah pertemuan Dewan Menteri.
Ketika ditanya apakah Belanda siap untuk ikut dalam serangan, Rutte menjawab, "Tidak, bukan itu masalahnya saat ini."
Pemerinta Belanda memahaminya, "asalkan tindakan tersebut proporsional". Tapi "saat ini tak ada alasan bahwa Belanda akan ikut secara militer", kata Rutte.
Menteri Pertahanan Belanda Ank Bijleveld mengeluarkan pernyataan serupa pada Kamis di Washington, AS, tempat wanita menteri itu telah mengadakan pembicaraan dengan timpalannya dari AS James Mattis.
Belanda akan mengerti jika Amerika Serikat melakukan aksi militer proporsional di Suriah, jika "langkah diplomatik, ekonomi dan politik tidak cukup", kata Bijleveld kepada stasiun televisi Belanda, Nieuwsuur.
"Semuanya masih terbuka. Itu berarti bahwa langkah diplomatik, ekonomi dan politik akan dibahas lebih dulu," kata wanita menteri tersebut, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu pagi.
Ia, sebagaiman dikutip oleh harian Belanda, De Telegraaf, juga
mengatakan bahwa Washington tidak meminta bantau militer Belanda.
Presiden AS Donald Trump dilaporkan telah memerintahkan serangan ke Suriah, meskipun Suriah telah membantah tuduhan bahwa militernya menggunakan senjata kimia dalam serangan ke Douma di pinggir Ibu Kota Suriah, Damaskus.
Seorang utusan Rusia pada Jumat mengatakan serangan terhadap satu negara berdaulat akan menjadi pelanggaran terhadap hukum internasional dan bertolak-belakang dengan Piagam PBB dan "tak bisa dibiarkan terjadi".
"Harus ada pertanggung-jawaban bagi campur-tangan semacam itu, yang direncanakan," katanya. Duta Besar Rusia di PBB Vassily Nebenzia mengatakan dalam satu pertemuan Dewan Keamanan mengenai Suriah bahwa pengalaman baru-baru ini di Irak dan Suriah masih segar di dalam ingatan semua orang di seluruh wilayah tersebut.
Nebenzia, yang sepakat dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres bahwa Timur Tengah saat ini adalah wilayah yang cedera, mengatakan luka terbesarnya berada di Suriah, tempat situasi "sarat dengan dampak global".
"Setiap negara yang berani menggerogoti prinsip kedaulatan dan keutuhan wilayah tidak berharga untuk memiliki status anggota tetap Dewan Keamanan, namun anggota semacam itu terus berkeras untuk menjerumuskan Timur Tengah ke dalam konflik demi konflik," katanya.
Angkatan Bersenjata Suriah sudah menerima instruksi mengenai cara menghadapi serangan semacam itu, katanya. Ia menambahkan tak ada bukti yang mendukung pembenaran yang dipaksakan oleh neara Barat, yaitu tuduhan mengenai penggunaan senjata kimia di Kota Kecil Douma.
Pemerintah Suriah dengan keras telah membantah tuduhan itu, dan menyeru Organisasi bagi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) agar segera melakukan penyelidikan.




Credit  REPUBLIKA.CO.ID






Ikut Aksi Militer AS di Suriah, Putin Peringatkan Macron



Ikut Aksi Militer AS di Suriah, Putin Peringatkan Macron
Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Foto/Istimewa

MOSKOW - Presiden Rusia, Vladimir Putin, memperingatkan mitranya dari Prancis Emmanuel Macron atas tindakan yang dianggap buruk dan berbahaya di Suriah.

Dalam panggilan telepon melalui situasi yang meningkat, Macron menyatakan "keprihatinan mendalam" dengan pemimpin Rusia atas meningkatnya eskalasi di Suriah.

Menurut pernyataan oleh kepresidenan Prancis, Macron menyerukan dialog antara Prancis dan Rusia secara berkelanjutan dan intensif untuk membawa perdamaian dan stabilitas ke Suriah.

Rekaman Kremlin mengatakan bahwa Putin memperingatkan agar tidak terburu-buru menyalahkan pemerintah Suriah sebelum melakukan penyelidikan menyeluruh dan obyektif.

Pemimpin Rusia memperingatkan terhadap tindakan yang dianggap buruk dan berbahaya yang akan memiliki konsekuensi di luar dugaan.

"Putin dan Macron menginstruksikan Menteri Luar Negeri dan Pertahanan mereka untuk mempertahankan hubungan dekat untuk deeskalasi situasi", kata Kremlin seperti dikutip dari Independent, Sabtu (14/4/2018).

Para pejabat Rusia - keduanya di Moskow dan berbicara di PBB - dengan cepat membantah serangan kimia di Douma pasca munculnya sejumlah gambar para korban.

Sebuah serangan gas beracun yang dicurigai di pinggiran Ibu Kota Suriah, yang menewaskan lebih dari 40 orang, telah membuat kemarahan internasional.

Amerika Serikat (AS), Prancis, dan Inggris telah berkonsultasi tentang peluncuran serangan militer di Suriah.

Prancis dilaporkan menjadi salah satu pendukung terkuat dari kemungkinan serangan, yang sangat ditentang Rusia.

Berbicara di televisi nasional Prancis pada hari Kamis, Macron mengatakan Prancis memiliki bukti bahwa pemerintah Suriah meluncurkan serangan gas klorin dan telah melewati batas yang dapat memicu serangan udara Prancis.


Pada hari Jumat, menteri luar negeri Rusia mengatakan, dugaan serangan kimia di Douma dibuat dengan bantuan agen intelijen asing yang tidak diketahui. Sergei Lavrov mengatakan para ahli Rusia telah memeriksa lokasi serangan yang diduga dan tidak menemukan jejak senjata kimia.

Lavrov mengatakan Moskow memiliki informasi tak terbantahkan bahwa itu adalah buatan pihak lain. "Badan-badan intelijen dari sebuah negara yang sekarang berusaha untuk mempelopori kampanye Rusia-fobia terlibat dalam pembuatan serangan itu," katanya.


Credit  sindonews.com




Rusia Tuduh Inggris Manipulasi Laporan Serangan Kimia Suriah





Tembakan anti-pesawat tempur terlihat di langit Damaskus setelah AS meluncurkan serangan di Suriah, pada Sabtu dini hari (14/4). Donald Trump mengumumkan serangan udara ke Suriah sebagai tanggapan atas dugaan serangan senjata kimia.

Tembakan anti-pesawat tempur terlihat di langit Damaskus setelah AS meluncurkan serangan di Suriah, pada Sabtu dini hari (14/4). Donald Trump mengumumkan serangan udara ke Suriah sebagai tanggapan atas dugaan serangan senjata kimia.
Foto: AP Photo/Hassan Ammar 
 
Rusia membantah ada serangan senjata kimia di Suriah.
 
 
CB, MOSKOW -- Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan Inggris ikut mengarang laporan soal serangan senjata kimia di kota Douma, Suriah. Inggris serta sekutu-sekutunya menuduh Damaskus melakukan serangan itu ke Douma dan saat ini sedang mempertimbangkan untuk melancarkan aksi militer terhadap Suriah sebagai tanggapan.
Suriah dan sekutu utamanya, Rusia, membantah ada serangan kimia. Kremlin pada Rabu mengatakan bahwa Amerika Serikat telah mengada-ada soal serangan kimia di wilayah itu. Rusia memperingatkan agar karangan cerita itu tak sampai dijadikan pembenaran untuk melakukan aksi militer.
Dalam suatu pertemuan yang disiarkan televisi pada Jumat (13/4), Kementerian Pertahanan Rusia mengulang sikap pemerintah bahwa serangan itu palsu. Kementerian tersebut menambahkan bahwa pihaknya memiliki bukti bahwa Inggris telah berpartisipasi dalam membuat karangan itu.
"Kami memiliki... bukti yang menunjukkan bahwa Inggris secara langsung terlibat dalam pengaturan provokasi ini," kata juru bicara kementerian pertahanan Igor Konashenkov.
Konashenkov mengatakan Rusia tahu dengan pasti bahwa antara 3-6 April, Helm Putih berada "di bawah tekanan keras terutama dari London untuk sesegera mungkin membuat provokasi yang telah direncanakan ini." Helm Putih yang dimaksudnya adalah kelompok yang menolong para warga sipil di wilayah yang dikuasai oposisi di Suriah. Duta Besar Inggris untuk Perserikatan Bangsa-bangsa, Karen Pierce, membantah Inggris terlibat.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID




Serang Suriah, Ini Pernyataan Lengkap PM Inggris


Serang Suriah, Ini Pernyataan Lengkap PM Inggris
Perdana Menteri Inggris Theresa May. Foto/REUTERS

LONDON - Perdana Menteri Theresa May pada hari Sabtu (14/4/2018) mengatakan bahwa militer London telah bergabung dengan militer Amerika Serikat dan Prancis dalam melakukan serangan terhadap Suriah. Serangan yang sedang berlangsung saat ini diklaim menargetkan fasilitas senjata kimia.

Berikut pernyataan lengkap PM Inggris Theresa May, yang dilansir Reuters;

Malam ini saya telah memberikan wewenang kepada angkatan bersenjata Inggris untuk melakukan serangan terkoordinasi dan terarah untuk menurunkan kemampuan senjata kimia rezim Suriah dan menghalangi penggunaannya.

Kami bertindak bersama dengan sekutu Amerika dan Prancis kami. Di Douma, Sabtu lalu, serangan senjata kimia menewaskan hingga 75 orang, termasuk anak-anak kecil, dalam situasi horor murni.

Dan sejumlah besar informasi termasuk intelijen menunjukkan rezim Suriah bertanggung jawab atas serangan terbaru ini.

Pola perilaku yang gigih ini harus dihentikan - bukan hanya untuk melindungi orang yang tidak bersalah di Suriah dari kematian dan korban yang mengerikan yang disebabkan oleh senjata kimia tetapi juga karena kita tidak dapat membiarkan erosi norma internasional yang mencegah penggunaan senjata-senjata ini.

Kami telah berusaha menggunakan setiap saluran diplomatik yang mungkin untuk mencapai ini.

Tetapi upaya kami telah berulang kali digagalkan. Bahkan minggu ini Rusia memveto resolusi di Dewan Keamanan PBB yang akan membentuk penyelidikan independen terhadap serangan Douma.

Jadi tidak ada alternatif praktis untuk menggunakan kekuatan untuk menurunkan dan menghalangi penggunaan senjata kimia oleh Rezim Suriah. Ini bukan tentang campur tangan dalam perang saudara. Ini bukan tentang perubahan rezim.

Ini adalah tentang pemogokan terbatas dan terarah yang tidak meningkatkan ketegangan di kawasan itu dan melakukan segala kemungkinan untuk mencegah korban sipil.

Dan sementara tindakan ini secara khusus tentang menghalangi rezim Suriah, itu juga akan mengirimkan sinyal yang jelas kepada siapa pun yang percaya mereka dapat menggunakan senjata kimia tanpa hukuman.

Pada saat ini, pikiran saya bersama para prajurit pria dan wanita Inggris kami yang pemberani - dan mitra Prancis dan Amerika - yang menjalankan tugas mereka dengan profesionalisme terbesar.

Kecepatan kami bertindak sangat penting dalam bekerja sama dengan mitra kami untuk meringankan penderitaan kemanusiaan lebih lanjut dan untuk menjaga keamanan vital dari operasi kami.

Ini adalah pertama kalinya sebagai Perdana Menteri bahwa saya harus mengambil keputusan untuk menyerahkan angkatan bersenjata kami dalam pertempuran - dan itu bukan keputusan yang saya anggap enteng.

Saya telah melakukannya karena saya menilai tindakan ini untuk kepentingan nasional Inggris.

Kami tidak dapat mengizinkan penggunaan senjata kimia untuk menjadi normal - di Suriah, di jalanan Inggris, atau di mana pun di dunia kami. Kami lebih suka jalur alternatif. Tetapi pada kesempatan ini tidak ada.

Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa komunitas internasional harus mempertahankan aturan dan standar global yang membuat kita semua aman. Itulah yang selalu dilakukan negara kita. Dan apa yang akan terus kita lakukan.





Credit  sindonews.com



Perang AS vs Suriah Dimulai, Ini Pernyataan Pentagon


Perang AS vs Suriah Dimulai, Ini Pernyataan Pentagon
Menteri Pertahanan atau Kepala Pentagon Amerika Serikat James Norman Mattis. Foto/REUTERS

WASHINGTON - Hari ini (14/4/2018) Amerika Serikat (AS) bersama Prancis dan Inggris resmi meluncurkan perang melawan Suriah. Kepala Pentagon James Norman Mattis mengatakan, serangan terhadap rezim Suriah sebagai pesan kuat terhadap Presiden Bashar al-Assad.

Menurut Mattis, serangan hari ini ditargetkan pada beberapa titik yang "lebih sulit" ketimbang serangan AS tahun 2017 lalu.


Tapi, Pentagon menegaskan tidak ada peluncuran rudal tambahan yang direncanakan.  Washington juga mengaku sudah memperingatkan Rusia sebagai sekutu rezim Suriah terkait serangan Washington hari ini.

"Sekarang ini adalah satu kali tembakan dan saya percaya itu mengirim pesan yang sangat kuat," kata Mattis saat konferensi pers di Pentagon, seperti dikutip Russia Today.
Serangan AS, Inggris dan Prancis hari ini sebagai respons atas tuduhan bahwa rezim Suriah melakukan serangan senjata kimia di Douma, Sabtu pekan lalu. Serangan kimia itu dilaporkan menewaskan puluhan orang. Namun, rezim Assad membantah melakukannya.


Menurut Mattis, serangan lebih lanjut terhadap pemerintah Bashar Assad mungkin saja terjadi jika dia memutuskan untuk menggunakan lebih banyak senjata kimia di masa depan.



Credit sindonews.com



AS, Inggris, Prancis Keroyok Suriah dengan 100 Rudal Tomahawk


AS, Inggris, Prancis Keroyok Suriah dengan 100 Rudal Tomahawk
Tentara Suriah tembakkan rudal pencegat untuk menghalau serangan rudal Amerika Serikat di Damaskus, Sabtu (14/4/2018). Foto/Twittter @arturaskerelis

WASHINGTON - Serangan Amerika Serikat (AS), Inggris dan Prancis terhadap beberapa wilayah di Suriah melibatkan sekitar 100 rudal jelalah Tomahawak yang ditembakkan dari kapal-kapal perang. AS juga dilaporkan mengaktifkan pesawat pembom strategis B-1.

Serangan berlangsung hari ini (14/4/2018) tepat saat Presiden Donald Trump mengumumkan bahwa dia memerintahkan serangan militer terhadap rezim Suriah sebagai respons atas dugaan serangan senjata kimi di Douma pada 7 April 2018.

Jenderal Joseph F Dunford Jr, Ketua Kepala Staf Gabungan AS, mengatakan bahwa serangan gabungan Washington, London dan Prancis menargetkan tiga lokasi. Yakni,  pusat penelitian ilmiah di dekat Damaskus, fasilitas penyimpanan senjata kimia di dekat Homs dan fasilitas penyimpanan senjata dan pos komando di dekat Homs. Namun, laporan lain menyebut pos komando Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) di Gunung Qasioun juga diserang.

Dunford mengatakan, serangan hari ini tidak seperti serangan sepihak AS terhadap Suriah tahun lalu, di mana hanya satu situs yang diserang,

Penggunaan sekitar 100 rudal jelajah Tomahawak oleh kapal-kapal perang AS dan sekutunya hari ini diungkap seorang pejabat Departemen Pertahanan AS yang berbicara dengan syarat anonim. Pentagon juga mengaktifkan pesawat pembom strategis B-1.

Semenatara itu, media pemerintah Suriah melaporkan bahwa sistem anti-rudal militer Presiden Bashar al-Assad menembak jatuh sekitar 20 rudal musuh yang menyerang Damaskus.

Serangan itu terjadi meski belum ada temuan independen bahwa senjata kimia memang digunakan di Douma, Suriah.  Tim inspektur Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) baru tiba di Suriah pada hari Jumat dan belum melakukan penyelidikan intensif.

Militer AS mengaku tidak memberi tahu Rusia terkait serangannya bersama Prancis dan Inggris terhadap Suriah hari ini. Target-target serangan juga dirahasiakan.

"Kami tidak melakukan koordinasi dengan Rusia mengenai serangan-serangan ini, dan kami juga tidak memberi tahu mereka," kata Jenderal Dunford.

"Kami tidak mengkoordinasikan target atau perencanaan apapun dengan Rusia," lanjut  Dunford dalam konferensi pers bersama Menteri Pertahanan James Norman Mattis, yang dilansir Business Insider, Sabtu (14/4/2018).

Keputusan AS itu dianggap sudah mengancam Rusia. Melalui duta besarnya di Washington, Anatoly Antonov, Moskow memperingatkan konsekuensi yang harus diterima AS, Inggris dan Prancis atas serangannya di Suriah.

Moskow merasa terancam karena memiliki pasukan aktif di Suriah.  "Skenario yang dirancang sebelumnya sedang dilaksanakan. Sekali lagi, kami sedang diancam. Kami memperingatkan bahwa tindakan seperti itu tidak akan dibiarkan tanpa konsekuensi!," kata Antonov dalam sebuah pernyataan.

"Semua tanggung jawab untuk ini ada di Washington, London, dan Paris," lanjut diplomat Moskow tersebut.




Credit  sindonews.com








Serangan AS Hantam Basis Militer dan Pusat Riset Kimia Suriah


Serangan AS Hantam Basis Militer dan Pusat Riset Kimia Suriah 
Serangan rudal gabungan Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis menghantam basis militer dan pusat riset kimia di Suriah pada Sabtu (15/4). (SYRIA TV via Reuters TV)
 
 
 
Jakarta,CBa -- Serangan rudal gabungan Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis menghantam pangkalan militer dan pusat riset kimia di Suriah, pada Sabtu (15/4).

AFP melaporkan bahwa serangan rudal gabungan itu dimulai sekitar pukul 01.00 GMT, menyasar sejumlah fasilitas produksi kimia rezim Bashar al-Assad.

"Target malam ini spesifik didesain untuk menghancurkan kemampuan mesin perang Suriah untuk menciptakan senjata kimia dan memusnahkannya," ujar Menteri Pertahanan AS, Jim Mattis.


Kementerian Pertahanan Perancis menyatakan bahwa empat jet Tornado mereka menembakkan rudal Storm Shadow ke "sebuah fasilitas militer, bekas markas rudal, sekitar 24 kilometer di barat Homs, di mana rezim menyimpan senjata kimia."

Perancis memastikan bahwa mereka sudah melakukan analisis secara seksama untuk menentukan titik target yang tepat agar memaksimalkan kekuatan serangan dan mengurangi risiko kontaminasi kimia ke area sekitar.

"Fasilitas yang diserang berlokasi cukup jauh dari konsentrasi habitat sipil, mengurangi risiko apa pun," tulis Kemenhan Perancis.

Organisasi pemantau Syrian Observatory for Human Rights juga melaporkan bahwa serangan koalisi Barat itu menargetkan sejumlah pusat riset ilmiah.

"Koalisi barat menyerang dengan target pusat riset ilmiah, beberapa basis militer, dan markas Garda Republik dan Divisi Empat di Damaskus dan sekitarnya," demikian laporan Syrian Observatory.

Mattis mengatakan bahwa serangan ini berlangsung selama satu jam dan memastikan tidak akan ada tindakan lanjutan.

"Tak ada upaya untuk memperluas target yang sudah dirancang," katanya.

Menurut Mattis, serangan ini dirancang hanya untuk memberikan pesan tegas kepada Suriah mengenai sikap AS yang menentang penggunaan senjata kimia, seperti kasus di Douma pada pekan lalu.

Serangan senjata kimia di daerah pemberontak di Douma, Ghouta Timur, itu merenggut 60 nyawa dan melukai sekitar 1.000 orang lainnya.

Presiden Donald Trump menuding rezim Assad dan Rusia sebagai sekutu terdekatnya bertanggung jawab atas kematian sia-sia warga sipil dalam serangan itu.

Trump pun berjanji akan memberikan tanggapan keras atas insiden tersebut, layaknya yang ia lakukan tahun lalu, saat Suriah diduga menggunakan senjata kimia dalam serangan di Kota Khan Sheikhoun.

Saat itu, Trump langsung memerintahkan militer AS menyerang salah satu pangkalan udara di Suriah dengan 59 rudal Tomahawk.

"Jelas, rezim Assad tidak menerima pesan tahun lalu. Kali ini, sekutu menyerang lebih kuat. Kami mengirimkan pesan yang jelas kepada Assad," kata Mattis.



Credit  cnnindonesia.com



Trump Perintahkan AS Serang Suriah bersama Inggris, Perancis


Trump Perintahkan AS Serang Suriah bersama Inggris, Perancis 
Donald Trump memerintahkan militer AS melakukan serangan ke Suriah dalam operasi bersama Inggris dan Perancis, menanggapi penggunaan senjata kimia di Douma. (Reuters/Jonathan Ernst)
 
 
 
Jakarta, CB -- Presiden Donald Trump memerintahkan serangan ke Suriah dalam satu operasi militer bersama Inggris dan Perancis sebagai tanggapan atas dugaan penggunaan senjata kimia di daerah kekuasaan pemberontak di Ghouta Timur.

"Saya baru saja memerintahkan Angkatan Bersenjata Amerika Serikat melancarkan serangan ke target-target yang berkaitan dengan kemampuan senjata kimia diktator Suriah, Bashar al-Assad," ujar Trump, Jumat (13/4).

Seorang pejabat AS mengatakan kepada Reuters bahwa ada beberapa target serangan tersebut. Menurut sumber tersebut, AS juga akan menggunakan rudal Tomahawk dalam operasi ini.


"Tujuan dari tindakan kami adalah untuk memberikan perlawanan keras terhadap produksi, penyebaran, dan penggunaan senjata kimia," ucap Trump.

Trump kemudian kembali menyatakan protesnya kepada Rusia dan Iran yang selama ini menjadi sekutu terkuat rezim Assad.

"Kepada Iran dan Rusia, saya bertanya, negara macam apa yang ingin dikaitkan dengan pembunuhan massal pria, perempuan, dan anak-anak tak bersalah?" tutur Trump.

Namun, Perdana Menteri Inggris, Theresa May, mengatakan bahwa serangan ini bukan untuk menggulingkan satu rezim, tapi tindakan pencegahan kematian orang tak bersalah akibat senjata kimia.

"Ini bukan masalah intervensi perang sipil. Ini bukan masalah perubahan rezim. Ini masalah serangan terbatas dan punya target, yang tidak meningkatkan ketegangan di kawasan dan salah satu cara mencegah kematian warga sipil," kata May.

Presiden Perancis, Emmanuel Macron, pun mengatakan bahwa ia memerintahkan serangan ini untuk mencegah penggunaan senjata kimia.

"Kami tidak bisa menoleransi normalisasi penggunaan senjata kimia," ucap Macron.

Ketiga pemimpin negara ini memang sudah memberi isyarat akan memberikan tanggapan tegas atas penggunaan senjata kimia yang disebut-sebut dilakukan oleh militer Suriah.

Serangan di daerah kekuasaan pemberontak di Douma, Ghouta Timur, pada pekan lalu itu merenggut 60 nyawa dan melukai 1.000 orang lainnya.



Credit  cnnindonesia.com



Trump perintahkan militer AS serang Suriah

Trump perintahkan militer AS serang Suriah
Presiden Donald Trump (REUTERS/David Becker/Files (Reuters)



Washington (CB) - Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Jumat, memerintahkan pelaksanaan serangan dengan menargetkan kemampuan senjata kimia Presiden Suriah Bashar al-Assad setelah terjadinya serangan gas beracun pekan lalu, yang menewaskan setidaknya 60 orang.

Trump mengatakan operasi gabungan dengan Prancis dan Inggris sedang bergerak menuju sasaran. Mereka siap melanjutkan tindakan itu sampai Suriah menghentikan penggunaan senjata kimia.

"Saya baru saja memerintahkan Angkatan Bersenjata Amerika Serikat untuk melakukan serangan secara tepat terhadap target-target yang berhubungan dengan kemampuan senjata kimia diktator Suriah Bashar al-Assad," kata Trump dalam pidato yang disiarkan televisi dari Gedung Putih.

"Ini bukan aksi manusia. Ini adalah aksi kejahatan yang dilakukan oleh monster," kata Trump. Ia mengacu pernyataannya pada Assad dan peranan presiden Suriah itu dalam serangan senjata kimia.

Ketika Trump berbicara, sejumlah ledakan terdengar di Damaskus.

"Tujuan aksi kita malam ini adalah untuk membuat pencegahan kuat terhadap produksi, penyebaran dan penggunaan senjata nuklir," kata Trump.



Credit  antaranews.com







Jumat, 13 April 2018

Stasiun TV Minta Warga Rusia Bersiap untuk Perang Dunia III


Stasiun TV Minta Warga Rusia Bersiap untuk Perang Dunia III
Stasiun televisi Rusia meminta warga melakukan persiapan untuk Perang Dunia III. Foto/Istimewa


MOSKOW - Sebuah stasiun televisi Rusia yang dikelola oleh negara meminta warga membuat persiapan untuk Perang Dunia Ketiga. Stasiun milik Kremlin itu meminta warga melakukan persediaan yang ideal untuk bertahan hidup dan menyimpan yodium untuk melindungi diri dari terkena radiasi.

Laporan stasiun Rossiya-24 itu terjadi di tengah ketegangan yang mendalam terkait Suriah.

Dalam laporannya, para pemirsa diminta untuk menyimpan nasi dan oatmeal tahan lama disimpan. Sementara makanan favorit warga Rusia, Soba, hanya bisa bertahan satu tahun.

Warga Rusia juga diminta untuk menyimpan daging dan ikan kaleng, gula dan garam. Warga tidak disarankan untuk menyimpan pasta.

“Kehidupan di dunia bawah tanah akan sangat sulit untuk bergigi yang manis. Cokelat, manisan, susu kental, semua ini harus ditinggalkan," ujar Presenter TV Alexey Kazakov seperti dikutip dari Mirror, Kamis (12/4/2018).

"Ya, glukosa adalah sumber energi yang besar tetapi permen menyebabkan kehausan, dan air akan menjadi sumber yang paling berharga bagi penghuni tempat penampungan bom," imbuhnya.

Seorang “ahli” yang disebut Eduard Khalilov - saat diwawancarai via Skype - mengatakan: “Semakin banyak air, semakin baik."

“Karena Anda dapat bertahan hidup selama dua hingga tiga minggu tanpa makanan, tetapi itu menjadi sangat sulit tanpa air setelah tiga hari saja," sambungnya.

"Air dibutuhkan untuk mencerna makanan juga. Dan air adalah hal pertama yang harus dipikirkan," lanjutnya

Ahli itu juga mengatakan bahwa perlu juga untuk mengambil persediaan obat-obatan dengan yodium yang membantu tubuh menangani radiasi.

Laporan itu juga mengklaim bahwa 'kepanikan lebih buruk di Amerika', yang menyatakan bahwa 'bisnis tempat perlindungan bom sedang booming' setelah pemilihan Donald Trump.

Seorang analis militer mengatakan bahwa saat ini dunia tengah dihadapkan pada krisis rudal Kuba jilid 2.

"Setahun yang lalu ketika saya mengatakan kita telah memasuki Perang Dingin yang baru, tidak ada yang setuju dengan saya," ujar Alexander Golts kepada Rain TV di Moskow. 

"Sekarang semua orang setuju tetapi telah menjadi jelas bahwa peristiwa dalam Perang Dingin kedua ini berkembang jauh lebih cepat," imbuhnya.

"Baru saja dimulai dan, ini dia, kita sudah punya krisis misil Kuba 2.0," tukasnya.


Credit  sindonews.com


Mengenal Tomahawk, Rudal AS yang Diprediksi Hujani Suriah


Mengenal Tomahawk, Rudal AS yang Diprediksi Hujani Suriah
Rudal jelajah Tomahawk Amerika Serikat yang berpotensi menghujani Suriah. Foto/REUTERS


WASHINGTON - Ada satu peluru kendali (rudal) di gudang senjata Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan akan menghujani beberapa target di Suriah sebagai respons Presiden Donald Trump atas dugaan serangan senjata kimia di Douma.

Washington dan negara-negara Barat menuduh rezim Presiden Bashar al-Assad sebagai pelaku serangan kimia yang dilaporkan menewaskan puluhan orang. Rezim Suriah dan Rusia membantah dan menuduh serangan dibuat oleh LSM White Helmets dan kelompok Jaish al-Islam yang didukung Barat untuk memfitnah Assad agar diserang Barat.

Serangan rudal AS sulit ditebak. "Saya tidak pernah mengatakan kapan serangan terhadap Suriah akan terjadi," tulis Trump di Twitter. Namun, pemimpin Amerika ini telah memintah Rusia sebagai sekutu Assad bersiap menyambut tembakan rudal Amerika yang dia sebut bagus, baru dan "pintar".

Ukuran peluru kendali jelajah Tomahawk sekitar setengah dari panjang tiang telepon standar. Daya lesatnya sebanding dengan kecepatan jelajah pesawat komersial dan dapat membawa hulu ledak seberat 1.000 pon.

Tomahawk telah berada di gudang senjata Angkatan Laut AS sejak tahun 1980-an. Namun, pertama kali digunakan dalam pertempuran pada tahun 1991, yakni selama Perang Teluk. Secara keseluruhan, senjata ini telah dikerahkan lebih dari 2.300 kali.

"Tahun demi tahun, administrasi masuk dan administrasi keluar, itu adalah rudal jelajah darat jarak jauh yang diambil presiden untuk pertama dalam krisis," kata Thomas Karako, direktur Proyek Pertahanan Rudal di Pusat Studi Strategis dan Internasional kepada CNBC.

"Apa yang membedakan Tomahawk dari beberapa senjata lain adalah bahwa ia diluncurkan dari laut dan memiliki jangkauan yang jauh lebih lama," kata Karako, yang dilansir Jumat (13/4/2018).


Harga terbaru dari senjata ini per unitnya sekitar USD1,4 juta. Peluru kendali Tomahawk produksi kontraktor pertahanan Raytheon memiliki jarak tempuh 800 hingga 1.553 mil dan dapat dikerahkan oleh lebih dari 140 kapal dan kapal selam Angkatan Laut AS. Pada tahun 1995, Inggris menjadi militer kedua yang menambahkan Tomahawk ke gudang persenjataannya.

Apa yang membuat Tomahawk sangat mematikan adalah kemampuannya untuk membawa hulu ledak konvensional seberat 1.000 pon dan diprogram ulang di tengah jalan.

Selama lima hari terakhir, Presiden Trump telah mempertajam retorikanya melawan Suriah dan sekutunya yang paling kuat, yakni Rusia. Dia mengeluarkan ancaman melalui Twitter tentang potensi serangan AS terhadap negara yang dilanda perang tersebut.

"Bersiaplah Rusia, karena mereka (rudal-rudal AS) akan datang, bagus dan baru dan 'pintar'! Anda seharusnya tidak bermitra dengan binatang pembunuh gas yang membunuh orang-orangnya dan menikmatinya!," tulis Trump di Twitter.

Trump mengatakan kepada wartawan hari Kamis bahwa keputusan mengenai apakah militer AS akan menanggapi dugaan serangan kimia di Suriah akan dibuat segera.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya mengatakan bahwa sekitar 500 orang di Douma dirawat karena tanda dan gejala terpapar bahan kimia beracun. Namun, Rusia kecewa karena data WHO bersumber dari White Helmets.

Tahun lalu, pemerintahan Trump menembakkan total 59 rudal jelajah Tomahawk dari kapal perusak Angkatan Laut AS, USS Porter dan USS Ross, di Mediterania timur.

Rudal-rudal itu menghantam hanggar pesawat, bunker amunisi, sistem pertahanan udara, dan radar. Selain itu, Pentagon mengatakan pasukan Rusia di Suriah secara resmi diberitahu sebelum serangan, namun Moskow tidak bertindak.

"Satu-satunya tindakan kinetik terbaik dan paling konsekuen yang diambil pemerintahan Trump adalah 59 rudal jelajah Tomahawk ke Suriah," kata Karako.

"Ini menunjukkan kesediaan untuk menggunakan kekuatan kinetik, ini menunjukkan administrasi akan mendukung apa yang dikatakannya dengan tindakan," ujarnya.

Sekadar diketahui, sistem perisai rudal terkuat Rusia yang dikerahkan di Suriah saat ini adalah S-400. Senjata canggih Moskow itu diperkirakan yang akan menjadi "payung" udara rezim Suriah dari gempuran rudal-rudal Tomhawak Amerika.




Credit  sindonews.com




Menanti Pembuktian S-400 Rusia Lindungi Suriah dari Rudal AS


Menanti Pembuktian S-400 Rusia Lindungi Suriah dari Rudal AS
Infografis perbandingan kekuatan AS bersama sekutunya dengan Rusia dalam konflik Suriah. Foto/Dailymail.co.uk


DAMASKUS - Sistem rudal pertahanan udara S-400 Rusia menjadi ramai diperbincangkan setelah Moskow mengancam akan menembak jatuh setiap peluru kendali (rudal) Amerika Serikat (AS) yang ditembakkan ke Suriah. Sebab, sistem anti-pesawat tercanggih Moskow itu jadi pelindung terkuat bagi rezim Presiden Bashar al-Assad saat ini.

Administrasi Donald Trump sudah bernafsu ingin menggempur rezim Assad atas tuduhan melakukan serangan senjata kimia di Douma, Ghouta timur, pada Sabtu pekan lalu yang dilaporkan menewaskan puluhan orang. Suriah dan Rusia menyangkal rezim Assad sebagai pelaku dan menuduh serangan itu rekayasa LSM White Helmets dan kelompok Jaish al-Islam untuk memfitnah rezim Assad agar diserang negara-negara Barat.

Awalnya, Duta Besar Rusia untuk Lebanon, Alexander Zasypkin, memperingatkan Washington untuk tidak menyerang Suriah karena akan direspons oleh militer Moskow.

"Jika ada serangan oleh Amerika, maka...rudal akan jatuh dan bahkan sumber dari mana misil ditembakkan (akan ditargetkan)," kata Zasypkin yang disiarkan stasiun televisi al-Manar, media yang dikelola Hizbullah Lebanon, kemarin.

"Bentrokan harus dikesampingkan dan oleh karena itu kami siap untuk mengadakan negosiasi," ujar diplomat Rusia ini.

Peringatan diplomat Moskow ini rupanya menyinggung perasaan Presiden Trump. Pemimpin Amerika itu justru menantang balik Rusia untuk bersiap menyambut rudal Washington yang dia klaim bagus, baru dan "pintar".

"Rusia bersumpah akan menembak jatuh semua rudal yang ditembakkan ke Suriah. Bersiaplah Rusia, karena mereka akan datang, bagus, baru dan 'pintar'!," tulis Trump melalui akun Twitter-nya, @realDonaldTrump.

"Anda tidak seharusnya bermitra dengan binatang pembunuh gas yang membunuh orang-orangnya dan menikmatinya!," lanjut Trump menyindir Presiden Assad yang dituduh melakukan serangan senjata kimia di Douma.

Sistem S-400 dirancang untuk menghancurkan pesawat, rudal jelajah, dan rudal balistik, termasuk rudal jarak menengah. Sistem pertahanan ini juga dapat digunakan untuk melawan serangan darat.

S-400 pertama kali dikerahkan ke Suriah pada tahun 2015. Perlatan ini diklaim mampu menjadi "payung" udara Suriah hingga radius 248 mil. Kelebihan lainnya, mampu menembak hingga 80 target secara bersamaan dan rudal yang ditembakkan dapat melesat lebih dari 10.000mph.

China dan beberapa negara Arab seperti Iran, Turki dan Arab Saudi telah tertarik dengan sistem pertahanan yang harga per unitnya mencapai USD400 juta tersebut.

Rusia pada mulanya mengerahkan S-400 ke pangkalannya di Khemeimim, Suriah, untuk mencegah Turki setelah jet tempur Ankara menembak jatuh sebuah pesawat pembom Moskow pada November 2015 lalu.

Efektif atau tidaknya sistem pertahanan kebanggaan Kremlin ini untuk melindungi rezim Assad dari gempuran rudal AS masih perlu pembuktian nyata. Fakta bahwa S-400 belum terlibat langsung dalam pertempuran, melainkan hanya dalam taraf uji coba. 

Sejatinya, sistem pertahanan udara mana pun di dunia belum tentu sempurna. Sebagai contoh, sistem rudal pertahanan Patriot AS pernah dilaporkan gagal diandalkan dalam menjatuhkan rudal musuh, seperti dalam kasus serangan rudal balistik Houthi Yaman terhadap Riyadh, Arab Saudi, yang menewaskan seorang warga Mesir belum lama ini.

Sistem Patriot juga tak digunakan Jepang ketika rudal balistik Korea Utara beberapa kali melintasi wilayah udara atau langit Jepang beberapa waktu lalu. Sistem rudal pertahanan THAAD dan sistem rudal pertahanan Aegis juga belum teruji dalam pertempuran.

Berbeda halnya dengan sistem pertahanan Iron Dome Israel yang pernah terlibat pertempuran langsung dengan Hamas. Itu pun memiliki kelemahan, di mana beberapa waktu lalu sistem Iron Dome terkecoh oleh suara senapan mesin Hamas yang dikiran serangan roket.

Kembali ke S-400 Rusia. Meski diklaim mampu membidik 80 target rudal secara bersamaan, namun rezim Suriah kali ini diancam oleh militer tiga negara. Yakni, AS, Inggris dan Prancis. Bahkan, Arab Saudi juga menyatakan siap ikut jika diminta sekutunya.

Sebaliknya, jika S-400 Rusia terbukti jadi "payung" pelindung rezim Assad dari gempuran militer tiga negara itu maka tidak mungkin mata dunia akan terpikat pada sistem rudal pertahanan kebanggaan Kremlin tersebut.

Militer Rusia telah menuduh LSM White Helmets sebagai "pementas drama" serangan kimia di Douma. "Bertindak murni sebagai organisasi teroris, White Helmets sekali lagi najis dalam membuat kamera serangan kimia pada warga sipil di Douma," kata pejabat tinggi militer Moskow, Letnan Jenderal Viktor Poznikhir pada sebuah briefing.

Dia mengatakan para dokter di sebuah rumah sakit setempat mengatakan kepada para petugas Rusia bahwa mereka tidak merawat korban serangan kimia seperti yang dilaporkan White Helmets.



Credit  sindonews.com




Iran: Tel Aviv Akan Rata dengan Tanah Jika Israel Menyerang


Iran: Tel Aviv Akan Rata dengan Tanah Jika Israel Menyerang
Foto/Ilustrasi/Istimewa


TEHERAN - Seorang pejabat senior Iran memperingatkan Israel untuk tidak memprovokasi Teheran. Peringatan ini muncul sehari setelah Perdana Menteri Israel mengeluarkan peringatan serupa ke Teheran.

Pembantu Pemimpin Spritual Tertinggi Iran, Ali Shirazi mengatakan, Teheran mampu menghancurkan Israel seperti dikutip oleh kantor berita FARS. "Jika Anda memberikan alasan untuk Iran, Tel Aviv dan Haifa akan diratakan dengan tanah," ujarnya seperti dikutip dari ABC News, Kamis (12/4/2018).

Pada upacara peringatan Holocaust hari Rabu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperingatkan Iran untuk tidak "menguji tekad Israel."

Iran telah berulang kali memprediksi kehancuran Israel, dan mendukung kelompok-kelompok bersenjata yang berjanji untuk menghancurkannya.

Netanyahu mengatakan Israel tidak akan mentoleransi kehadiran militer Iran di Suriah, khususnya di sepanjang perbatasan. Iran telah mengirim pasukan dan sekutu milisi untuk mendukung pasukan Presiden Suriah Bashar Assad.

Israel menganggap Iran sebagai ancaman bagi kawasan terutama mengkritik kesepakatan nuklir Iran (JCPOA) dan mengecam keputusan untuk mencabut sanksi terhadap Iran dalam kesepakatan itu.

Februari terjadi eskalasi besar dalam konflik antara Israel dan Iran di Suriah. Militer Israel mengatakan helikopternya telah mencegat serangan pesawat tak berawak Iran yang diluncurkan dari Suriah dan Angkatan Udara Israel (IAF) telah menyerang apa yang disebut sebagai target Iran di Suriah.

Sistem pertahanan udara Suriah menanggapi dengan menembak jatuh jet tempur F-16 Israel.

Jet-jet Israel kemudian menyerang sejumlah sasaran di Suriah, termasuk sistem pertahanan udara Suriah dan apa yang digambarkan Israel sebagai fasilitas militer Iran, kata Pasukan Pertahanan (IDF) negara itu.




Credit  sindonews.com




PM Selandia Baru Akui Negaranya Rasis


PM Selandia Baru Akui Negaranya Rasis
Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, mengakui bahwa negaranya rasis, dan bersumpah akan berupaya menangani masalah tersebut. (Reuters/Ross Setford)


Jakarta, CB -- Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, mengakui bahwa negaranya rasis, dan bersumpah akan berupaya menangani masalah tersebut.

"Saya pikir mungkin Anda akan kesulitan menemukan negara yang tidak memiliki rasisme di dalamnya. Apakah Selandia Baru salah satunya? Tak dapat disangkal. Apakah rasisme ada di hampir semua negara? Tak dapat disangkal lagi. Dapatkah kita memperbaiki ini dengan berbuat lebih baik? Ya," kata Ardern kepada wartawan, Rabu (11/4).

"Saya benar-benar bangga dengan upaya yang kami lakukan setiap hari untuk menjadi lebih baik," lanjutnya.


Pernyataan itu diungkapkan Ardern menanggapi komentar salah satu produser film, Taika Waititi, yang menganggap bahwa negaranya itu "rasis kebangetan."


"Negara ini rasis kebangetan. Maksud saya, Selandia Baru adalah tempat terbaik di planet ini, tapi di sini adalah tempat yang rasis," ucap Waititi.

"Masih banyak warga yang menolak menyebut suku Maori secara tepat. Banyak orang yang masih menyebut mereka Polynesian," lanjutnya.


Waititi berasal dari suku Maori, orang asli Selandia Baru. Dia mengaku kerap dituduh pecandu lem karena sukunya memiliki tradisi mencium hidung orang sebagai bentuk sambutan.

Komentar Waititi memicu perdebatan di negara selatan Pasifik itu. Sebagian orang mendukung pernyataannya, sementara yang lain menyebut dia berlebihan.

Tahun lalu, Waititi memimpin gerakan anti-rasisme yang digelar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Selandia Baru.

Namun, dia juga mengaku bahwa sentimen rasisme tak hanya muncul dari orang kulit putih di Selandia Baru, tapi juga sukunya sendiri.

"Ya, ada Maori rasis. Banyak dari anggota keluarga saya yang juga seperti itu, dan sialnya ini ada di mana-mana," kata Waititi seperti dikutip AFP.





Credit  cnnindonesia.com



Pengadilan India Tolak Petisi Zakir Naik, Kasus Hukum Berlanjut




Ulama India Zakir Naik dan pimpinan FPI Rizieq Syihab bertemu dalam acara takziah ulama besar Arab Saudi Syekh Kholid Al Hamudi di Arab Saudi. Dok: Kuasa Hukum Rizieq Syihab, Sugito
Ulama India Zakir Naik dan pimpinan FPI Rizieq Syihab bertemu dalam acara takziah ulama besar Arab Saudi Syekh Kholid Al Hamudi di Arab Saudi. Dok: Kuasa Hukum Rizieq Syihab, Sugito

CB, Jakarta - Pengadilan Tinggi Allahabad, India menolak petisi yang diajukan oleh penceramah kontraversial Zakir Naik yang melawan perintah pemanggilannya oleh pengadilan tingkat pertama.
Dengan  putusan menolak petisi yang dikeluarkan pada Rabu, 11 April 2018, maka pengadilan melanjutkan kasus Naik.

Saat ini, Naik  berstatus buronan setelah aparat hukum India memproses pengaduan Mudassir Ullah Khan ke pengadilan pada 9 Januari 2008. Khan mengeluhkan Zakir Naik, pengkhotbah Islam kontroversial itu yang dinilai telah melukai sentimen agama dari komunitas tertentu dalam program televisi yang disiarkan pada 21 Januari 2006.
Khan mengatakan, Naik juga telah menerbitkan dan membagikan sebuah pamflet untuk membangkitkan kebencian dan niat jahat di antara komunitas yang berbeda.

Hakim yudisial kemudian memanggil Naik ke pengadilan pada 30 April 2010, namun dia selalu mangkir karena merasa tidak bersalah.
Naik, beranggapan dia adalah presiden dari sebuah organisasi yang mengklarifikasi pandangan Islam dan membersihkan kesalahpahaman tentang Islam. Dia mengatakan tuduhan terhadapnya tidak berdasar.
Naik kemudian mengajukan petisi sebelum akhirnya Hakim Amar Singh Chauhan pada Rabu, 11 April 2018 menolak petisi itu setelah menilainya pada 28 Maret 2018.

Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Bombay juga menolak untuk mengembalikan paspor Naik pada pada hari Senin, 9 April 2018. Pengadilan mengatakan tidak ada bantuan yang bisa diberikan kepada seorang pelanggar hukum yang melarikan diri dari India.
Naik kini berada di Malaysia dicari India untuk berbagai kasus, termasuk ujaran kebencian dan terorisme serta pencucian uang. Pemerintah India secara resmi telah meminta ekstradisi Zakir Naik dari Malaysia pada akhir Maret lalu.




Credit  tempo.co





Asifa Bano, Anak Gembala Tewas Disulut Kebencian Agama di India



Asifa Bano, anak perempuan usia 8 tahun, menjadi korban kekejaman sekelompok orang anti- Muslim di India dan praktek suap polisi India.
Asifa Bano, anak perempuan usia 8 tahun, menjadi korban kekejaman sekelompok orang anti- Muslim di India dan praktek suap polisi India.

CB Jakarta - Asifa Bano, anak perempuan usia 8 tahun, menjadi korban kekejaman sekelompok orang anti-Muslim dan praktek suap polisi India.
Kisah pilu ini berawal pada 10 Januari 2018, ketika Asifa dengan baju ungunya mengembalakan  kuda-kudanya di padang rumut di distrik Harinagar, utara India. Distrik ini ditempati warga Kashmir.

Asifa yang tidak bersekolah kehilangan jejak beberapa kudanya. Seorang pria datang menawarkan bantuan. Pria itu kemudian membawa Asifa ke pinggir hutan. Pria itu memanggil temannya yang ada di dalam hutan.
Gadis mungil yang suka bermain-main di padang rumput sambil mengembalakan kudanya menyadari bahaya mendekatinya. Ia ketakutan dan berusaha melarikan diri, namun pria-pria itu menangkapnya dan mencekiknya. Mereka membawanya ke kuil di dekat situ, Devistan. Bano dikunci di dalam kuil hingga tiga hari lamanya.
Selama dalam sekapan di kuil, mereka memperkosa Asifa berulang kali, disiksa, bahkan disebut-sebut alat kelaminnya dimutilasi. Anak perempuan ini tewas, seperti dilansir dari The New York Times, 11 April 2018.
Orang tuanya dan anggota keluarga lainnya berusaha mencari Asifa yang hilang. Mereka tahu bahaya mengincar Asifa. Mereka mencarinya ke berbagai penjuru bahkan ke kuil tempat Asifa disekap, namun kuil terkunci.
Akhirnya mereka menemukan jasad bocah malang itu seminggu kemudian di dalam hutan di antara distrik Jammu dan Kathua, Kashmir, mengenakan pakaian ungunya dengan berlumuran darah.

Polisi menangkap sedikitnya delapan pria yang diduga terlibat penyekapan dan pembunuhan anak perempuan itu. Dari hasil penyelidikan diketahui, kasus ini tidak hanya soal pembunuhan anak, namun lebih dari itu. Penyekapan, pemerkosaan, penyiksaan  hingga pembunuhan Bano bermotifkan kebencian pada komunitas Bano, pengembara Bakarwal.
Sengketa antara komunitas Hindu dan komunitas pengembara beragama Muslim di perbatasan Jammu dan Kashmir sudah berlangsung sekitar tiga hingga empat tahun, mengutip Asia Times.
Delapan tersangka mengakui perbuatannya. Bahkan dua tersangka berprofesi sebagai polisi karena menerima suap ribuan dolar untuk menutup kasus kekejaman yang dialami Bano.
Belakangan kasus kekejaman yang diderita gadis cilik ini membangkitkan amarah kelompok nasionalis Hindu dengan melakukan unjuk rasa membela para tersangka, bukan menuntut keadilan pada Asifa Bano.
Pasalnya, semua tersangka yang ditangkap aparat kepolisian penganut Hindu. Asifa si pengembala kuda ini penganut Muslim. Adapun polisi yang memeriksa kasus ini penganut Muslim.
Sehingga menurut para pengunjuk rasa dari kelompok nasionalis Hindu tidak mempercayai proses hukum yang dilakukan terhadpa para tersangka.

Kelompok nasionalis Hindu berunjuk rasa pada hari Rabu, 11 April 2018 menuntut para tersangka pembunuh bocah perempuan pengembala beragama muslim, Asifa Bano dibebaskan.

Para pengacara tersangka memblokir kantor polisi untuk mencegah polisi menyelesaikan kasus para tersangka pembunuh dan pemerkosa Asifa. Kota kecil tempat tinggal Asifa dan keluarganya serta komunitasnya, Bakarwals ditutup aksesnya oleh para demonstran.
Perempuan-perempuan Hindu ikut memblokir jalan utama dan melakukan mogok makan.
"Mereka menentang agama kami. Jika para tersangka tidak dibebaskan, kami akan membakar diri kami," ujar Bimla Devi, salah satu pengunjuk rasa, seperti dikutip dari The New York Times.
Polisi memastikan bekerja berdasarkan bukti, baik itu bukti fisik, tes DNA, hingga memeriksa lebih dari 130 orang saksi. Polisi pun menegaskan bahwa penjaga kuil, Sanji Ram, sebagai dalang dari pembunuhan Asifa. Dia merancang cara untuk melakukan teror ke komunitas Bakarwals dan memiliki daftar nama orang-orang yang menculik dan membunuh Asifa.
"Racunnya telah meluas," kata Talib Hussain, pemimpin komunitas Bakarwal yang mengenal lama Sanji Ram.
Kematian anak perempuannya tidak membuat Mohammad Yusuf Pujwala menyerah kepada tuntutan kelompok Hindu untuk meninggalkan wilayah yang dipersengketakan selama bertahun-tahun.
"Kami pemilik tanah ini dan hidup di sini. Ini rumah kami," kata ayah Asifa Bano ini.
Seolah mendukung kelompok nasionalis Hindu, partai berkuasa Bharatiya Janata juga menolak kasus ini ditangani polisi setempat. Partai ini mendorong agar kasus penculikan, penyekapan, pemerkosaan, dan penyiksaan  yang menewaskan Asifa Bano  diambil alih oleh Biro Investigasi Pusat agar lebih netral. Biro ini diketahui di bawah kendali partai tersebut.






Credit  tempo.co




Yakin Ada Serangan Kimia di Douma, AS Kumpulkan Bukti


Yakin Ada Serangan Kimia di Douma, AS Kumpulkan Bukti
Menteri Pertahanan AS Jim Mattis meyakini telah terjadi serangan senjata kimia di Douma, Suriah. Foto/Istimewa


WASHINGTON - Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), Jim Mattis, meyakini ada serangan senjata kimia di Suriah. Ia menambahkan AS menginginkan agar inspektur segera diterjukan ke lokasi karena pekerjaan mengumpulkan bukti menjadi lebih sulit seiring berjalannya waktu.

Hal itu diungkapkan Mattis kepada Komite Bersenjata DPR AS.

"Saya percaya ada serangan kimia dan kami mencari bukti yang sebenarnya," kata Mattis kepada anggota parlemen, menambahkan dia ingin inspektur berada di Suriah dalam waktu seminggu.

"Karena setiap hari berlalu - seperti yang Anda tahu, itu adalah gas yang tidak selalu ada terus-menerus - jadi ini menjadi semakin sulit untuk memastikannya," terangnya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (13/4/2018).

Dalam kesempatan itu, Mattis menolak untuk membahas rencana militer AS di Suriah.

Meski begitu, ia mengakui dua keprihatinan utama ketika Washington mempertimbangkan tindakan potensial terhadap pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad: melindungi warga sipil dan menghindari memicu eskalasi militer yang "tidak terkendali."

Mattis juga menuduh Rusia terlibat dalam penyimpanan senjata kimia Suriah, meskipun ada kesepakatan 2013 yang mengharuskan Suriah untuk meninggalkan senjata pemusnah massal itu dan Moskow membantu sebagai perantaranya.

Dia mencatat bahwa pendahulu Trump, Barack Obama, berusaha mengatasi penggunaan senjata kimia Suriah dengan menyerang kesepakatan itu - yang mencegah tindakan militer AS terhadap Suriah.

"Dengan demikian, Obama meminta Rusia, yang sekarang, menunjukkan, terlibat di Suriah mempertahankan senjata-senjata - Assad mempertahankan mereka," cetus Mattis.

"Dan satu-satunya alasan Assad masih berkuasa adalah karena veto Rusia yang disesalkan AS, dan Rusia serta militer Iran," tukasnya.

Kekhawatiran konfrontasi antara Rusia dan Barat meninggi sejak Presiden AS Donald Trump mengatakan rudal "akan datang" setelah dugaan serangan senjata kimia di kota Douma pada 7 April. Ia pun mencerca Moskow karena berdiri bersama Assad. 



Credit  sindonews.com