Kamis, 12 April 2018

Putin-Netanyahu Terlibat Perdebatan Seru Soal Suriah di Telepon


Putin-Netanyahu Terlibat Perdebatan Seru Soal Suriah di Telepon
Foto/Ilustrasi/SINDOnews/Ian
MOSKOW - Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan pembicaraan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terkait situasi di Suriah. Keduanya terlibat perdebatan seru dalam pembicaraan yang dilakukan via sambungan telepon itu.

Menurut pernyataan di laman Kremlin, Putin mendesak Netanyahu untuk tidak melakukan tindakan apan pun yang bisa mengacaukan Suriah. Menurut Putin, penting bagi Netanyahu dan Israel untuk menghormati kedaulatan Suriah.

Sementara itu, dalam pernyataannya, kantor Perdana Mentri Israel menyatakan Netanyahu mengatakan kepada Putin Israel akan menekan kampanye untuk mencegah kubu militer Iran di Suriah.

"Perdana menteri menegaskan bahwa Israel tidak akan mengizinkan Iran untuk membangun kehadiran militer di Suriah," bunyi pernyataan itu seperti dilansir dari Reuters, Kamis (12/4/2018).

Suriah, Iran dan Rusia mengatakan Israel berada di belakang serangan udara terhadap pangkalan udara Suriah pada hari Senin lalu. Serangan itu menewaskan tujuh personel militer Iran, sesuatu yang Israel tidak membenarkan atau membantah. 





Credit  sindonews.com




Bakal Dibombardir AS, Suriah Amankan Aset Udara


Bakal Dibombardir AS, Suriah Amankan Aset Udara
Suriah mengamankan aset udaranya setelah Presiden AS, Donald Trump, mengancam akan menyerang negara itu. Foto/Istimewa


WASHINGTON - Militer Suriah mereposisi aset udaranya untuk menghindari serangan rudal Amerika Serikat (AS). Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengancam akan menyerang Suriah sebagai balasan atas serangan senjata kimia di Douma, Ghouta timur, Suriah.

Hal itu diungkapkan oleh pejabat AS. Namun mereka menolak untuk berkomentar lebih lanjut dan tidak diketahui apakah tindakan Suriah akan mempengaruhi perencanaan militer AS untuk tindakan potensial terhadap Suriah atas dugaan serangan gas beracun.

Namun upaya Suriah untuk melindungi pesawat, mungkin dengan menempatkan mereka bersama perangkat keras militer Rusia yang mungkin enggan diserang AS, dapat membatasi kerusakan yang mungkin bisa ditimbulkan oleh AS dan sekutunya terhadap militer Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Keputusan Trump mengungkapkan keputusannya untuk menyerang serta jenis persenjataan yang akan digunakan dalam operasi militer di masa depan pasti akan menggagalkan perencana militer, yang memegang informasi tersebut dengan cermat.

Washington secara aktif mengumpulkan bukti tentang bagaimana Suriah dan Rusia menanggapi ancaman AS, kata para pejabat. Washington percaya Suriah dan sekutunya hampir pasti juga memindahkan personil dan peralatan militer - di luar hanya pesawat - ke lokasi perlindungan.

Salah satu pejabat mencatat bahwa Suriah dan Rusia merelokasi peralatan dan personel mereka setahun yang lalu - yang pertama dan satu-satunya saat lain Trump memerintahkan serangan misil ke Suriah sebagai tanggapan atas serangan senjata kimia.

Tahun lalu, militer AS secara resmi memberi tahu Rusia melalui sebuah hotline sesaat sebelum 59 rudal jelajah Tomahawk menyerang pangkalan udara Shayrat. Tujuan AS adalah meminimalkan risiko bagi personel Rusia atau Suriah.

Target serangan itu termasuk pesawat Suriah, tempat penampungan pesawat, fasilitas penyimpanan minyak dan logistik, bunker pasokan amunisi, sistem pertahanan udara dan radar.

Pada saat itu, Pentagon mengklaim bahwa seperlima dari pesawat operasional Suriah rusak atau hancur.

Tetapi tahun ini, seandainya AS dan sekutunya seperti Inggris, Prancis dan lainnya dari Timur Tengah meluncurkan serangan terhadap Suriah, pemerintah dapat memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan diri.

"Dengan melakukan telegram terhadap serangan kita begitu cepat, Anda memberi Suriah kesempatan untuk mengeraskan diri mereka sebagai target dan Anda memberi mereka kesempatan untuk memiliki lebih banyak waktu untuk memikirkan apa kemungkinan respons potensial kita," kata Christine Wormuth, Mantan Wakil Menteri Pertahanan untuk kebijakan dalam pemerintahan Obama seperti dilansir dari Reuters, Kamis (12/4/2018).

Wormuth mengatakan telegram awal tindakan militer AS juga memungkinkan Suriah, Rusia dan Iran untuk berpikir tentang "bagaimana mereka mencoba untuk melawannya."

Trump sendiri di masa lalu berulang kali mengkritik para pemimpin AS lainnya untuk tindakan telegraphing kepada musuh, dan ia menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut, misalnya, tentang strateginya untuk menangani Korea Utara. 

Menteri Pertahanan AS Jim Mattis, seorang pensiunan jenderal Angkatan Laut, telah secara internal mendorong para pejabat Pentagon untuk menjadi lebih jeli terhadap keamanan operasional, khususnya dalam percakapan mereka dengan media berita.

Mattis tidak menjawab pertanyaan tentang apakah dia khawatir tentang mengirim telegram gerakan AS di Suriah. Namun dia berhati-hati dalam pernyataan publiknya tentang Suriah pada hari Rabu, mengungkapkan sedikit tentang proses pengambilan keputusan menjelang pembicaraan di Gedung Putih dan mengatakan AS masih meninjau intelijen tentang serangan itu sendiri.

Dua sumber pemerintah AS mengatakan kepada Reuters bahwa Amerika Serikat masih belum memiliki 100 persen bukti kuat tentang zat syaraf apa yang digunakan di Suriah dan dari mana asalnya. Namun, ada beberapa bukti itu disemprotkan dari helikopter, kata mereka.

Penilaian serupa mengenai tindakan Suriah disampaikan oleh Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), sebuah lembaga monitor perang berbasis di Inggris. SOHR mengatakan pasukan pemerintah pro-Suriah mengosongkan bandara utama dan pangkalan udara militer.

Selama berhari-hari, Trump telah mengasah retorikanya terhadap Suriah dan para pendukungnya, Rusia serta Iran, menyebut Assad sebagai “hewan” pada hari Minggu.

Pada hari Rabu, ia memberikan sinyal yang paling jelas dari kesediaannya untuk menyerang Suriah. Ia menyatakan bahwa rudal "akan datang" dan mengkritik Moskow karena berdiri bersama Assad.

Sementara itu, pada hari Rabu, militer Rusia mengatakan pada hari Rabu bahwa mereka telah mengamati pergerakan pasukan Angkatan Laut AS di Teluk. Setiap serangan AS hampir pasti akan melibatkan Angkatan Laut, mengingat risiko terhadap pesawat dari pertahanan udara Rusia dan Suriah. Sebuah kapal perusak dengan rudal terpandu AS, Donald Cook, ada di Mediterania, dan aset angkatan laut lainnya dapat digunakan dalam serangan.




Credit  sindonews.com




Rusia Merespons Seketika jika Pasukannya di Suriah Diserang AS


Rusia Merespons Seketika jika Pasukannya di Suriah Diserang AS
Pesawat-pesawat jet tempur Rusia yang beroperasi di pangkalan udara Khmeimim, Suriah. Foto/Sputnik/Maksim Blinov


MOSKOW - Deputi Pertama Komite Pertahanan Majelis Tinggi Rusia, Yevgeny Serebrennikov, pada Rabu (11/4/2018) memastikan bahwa militer negaranya akan merespons seketika jika pasukan Moskow di Suriah terkena serangan udara Amerika Serikat (AS).

Pangkalan udara Khmeimim dan pangkalan angkatan laut Tartus yang menjadi rumah bagi tentara Rusia saat berada di bawah perlindungan ketat. Kondisi ini terjadi setelah AS mengancam akan menyerang rezim Suriah atas tuduhan melakukan serangan senjata kimia di Douma, Ghouta timur.

"Seperti yang telah ditunjukkan oleh Kementerian Pertahanan, pangkalan militer Rusia di Kmeymim dan Tartus berada di bawah perlindungan kuat. Pada saat yang sama, kami berharap bahwa dalam hal serangan AS, kehidupan prajurit kami tidak akan berada dalam bahaya," kata Serebrennikov.

Saya pikir bahwa AS memahami ini dan tidak akan mengizinkan (serangan), karena jika tidak, tanggapan Rusia akan seketika, seperti yang dikatakan Kepala Staf Umum Rusia," ujar Serebrennikov, seperti dikutip Sputnik.

Jawaban pejabat Moskow ini senada dengan argumen analis keamanan dari Fox News, Walid Phares. Menurutnya, Moskow akan merepons jika Washington nekat menyerang rezim Assad. Kondisi seperti itu bisa berpotensi pada konfrontasi langsung antara AS dan Rusia.

"Ya lihat, Rusia saat ini lebih kuat di Suriah daripada setahun lalu dan tentu saja enam tahun yang lalu," katanya.

"Jadi mereka mencoba mengatakan kepada kami dan mitra kami bahwa akan ada tanggapan langsung oleh Rusia atau seperti biasanya, tugas Iran untuk melakukannya," katanya.

"Bagi kami, bagi AS, sangat penting bahwa kita mulai dengan hal yang benar untuk dilakukan dan meminta komunitas intelijen untuk memiliki laporan rinci tentang serangan kimia ini sehingga kita dapat membawanya ke Dewan Keamanan PBB dan kemudian menyerahkan kepada dunia dan beri tahu mereka 'itu memang terjadi'," ujarnya.


Menurutnya, Rusia yang memiliki hak veto dapat melindungi sekutunya dari AS dan koalisinya.

"Kami tidak ingin melibatkan Rusia secara langsung karena dengan aturan keterlibatan dari setiap negara yang memiliki militer, jika Anda menyerang militer mereka, mereka akan merespons," ujar Phares memperingatkan pemerintah AS.

"Jika Anda menyerang sekutu mereka, rezim Suriah atau Iran atau Hizbullah, apa yang mungkin mereka lakukan adalah meminta sekutunya untuk menyerang sekutu kami." 




Credit  sindonews.com





Berselisih dengan Banyak Negara, Putin: Dunia Sedang Kacau


Vladimir Putin
Vladimir Putin
Foto: EPA/Sergei Chirikov


Hubungan internasional saat ini sedang keruh.



CB, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan situasi dunia saat ini sedang kacau. Hal itu ia utarakan saat menerima para duta besar asing di Moskow pada Rabu (11/4).

Kendati tidak mengacu pada konflik tertentu, Putin mengakui tentang keruhnya hubungan internasional saat ini. "Situasi di dunia menjadi semakin kacau. Namun demikian, kami berharap bahwa akal sehat akhirnya akan menang dan hubungan internasional akan kembali ke jalur yang konstruktif, lalu sistem global akan menjadi lebih stabil dan dapat diprediksi," kata Putin, dilaporkan laman kantor berita Rusia TASS.


Di hadapan para duta besar asing, Putin mengungkapkan tentang pentingnya peran diplomat. "Hari ini peran diplomasi dan diplomat sangat penting. Diplomasi memiliki lingkup kerja yang baik yang ditujukan untuk mengembangkan solusi optimal yang bergantung pada keseimbangan berbagai kepentingan," ucapnya.

Menurut Putin peran diplomat diperlukan untuk menjawab tantangan-tantangan global saat ini, mencakup terorisme, perdagangan narkoba, perubahan iklim, dan proliferasi senjata pemusnah massal. Ia menyebut Rusia akan mencoba menghadapi tantangan-tantangan tersebut.

"Rusia akan terus secara konsisten berkomitmen untuk memperkuat keamanan dan stabilitas global serta regional dan sepenuhnya mematuhi kewajiban internasionalnya, membangun kerja sama konstruktif dengan para mitra berdasarkan pada penghormatan yang bergantung pada norma-norma hukum internasional dan Piagam PBB," kata Putin menerangkan.

Saat ini Rusia diketahui tengah terlibat perselisihan dengan beberapa negara Barat terkait isu Suriah dan penyerangan Sergei Skripal. Di Suriah, Rusia yang menjadi sekutu utama Presiden Bashar al-Assad tengah bersiap menghadapi opsi militer yang hendak diambil Amerika Serikat (AS) dan para sekutunya. Opsi militer ini berkaitan dengan serangan gas beracun di Douma, Ghouta Timur, pekan lalu.

Rezim Assad dituduh sebagai pihak yang bertanggung jawab atas serangan di Douma. Namun hal ini telah dibantah oleh pemerintah Suriah dan Rusia. Selain perihal Suriah, Rusia juga tengah berselisih dengan AS, Inggris, dan beberapa negara Eropa lainnya akibat kasus penyerangan Sergei Skripal. Skripal merupakan warga Inggris yang pernah menjadi agen mata-mata Rusia. Ia dan putrinya Yulia diserang dengan menggunakan agen saraf novichok di Salisbury, Inggris, awal Maret lalu.

Inggris menuding pemerintah Rusia menjadi aktor di balik aksi penyerangan tersebut. Tuduhan itu pun dibantah. Putin menegaskan negaranya tak lagi memiliki senjata kimia karena seluruhnya telah dimusnahkan di bawah pengawasan Organisasi Larangan Senjata Kimia (OPCW).

Namun sangkalan Putin tak memberi pengaruh apa pun. Perdana Menteri Inggris Theresa May memutuskan mengusir 23 diplomat Rusia dari negaranya. May menuding mereka sebagai mata-mata yang menyamar sebagai diplomat.

Aksi pengusiran tersebut segera dibalas oleh Rusia. Selain mengusir 23 diplomat Inggris, Rusia juga menghentikan segala aktivitas British Council di negaranya.




Credit  republika.co.id




May Mendadak Minta Pertemuan Kabinet Bahas Suriah


PM Inggris Theresa May.

PM Inggris Theresa May.
Foto: EPA


May telah memerintahkan kapal selam Inggris bergerak dalam jangkauan rudal Suriah.



CB, LONDON -- Perdana Menteri Inggris Theresa May telah menelepon menteri-menteri pemerintahnya untuk melakukan pertemuan kabinet pada Kamis (12/4). Menurut laporan media, ini menandai ada kemungkinan Inggris bergabung dalam tanggapan militer terhadap dugaan serangan kimia di Suriah.

Seorang juru bicara untuk May mengatakan pada Rabu (11/4), pertemuan yang sebelumnya tidak terjadwal itu akan fokus pada isu Suriah. Sementara wartawan BBC sebelumnya mengatakan May siap memberi lampu hijau bagi Inggris ambil bagian dalam tindakan yang dipimpin Amerika Serikat (AS), dengan melangkah tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu dari parlemen.

Presiden AS Donald Trump pada Rabu memperingatkan Rusia akan segera melakukan aksi militer di Suriah. Dia juga mencerca Moskow yang berdiri di pihak Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Surat kabar Daily Telegraph mengatakan May telah memerintahkan kapal selam Inggris bergerak dalam jangkauan rudal Suriah. Ini sebagai upaya dalam kesiapan serangan terhadap militer Suriah yang mungkin dapat dimulai pada Kamis (12/4) malam waktu setempat.

Adapun Sky News melaporkan May diperkirakan meminta menteri-menteri menyetujui keterlibatan Inggris dalam tindakan militer terhadap infrastruktur senjata kimia Suriah. Itu diperkirakan akan dilakukan saat pertemuanpada hari Kamis tersebut.

Hukum tidak mewajibkan May meminta persetujuan parlemen untuk tindakan militer ofensif. Akan tetapi intervensi baru-baru ini di Libya dan Irak telah dilakukan setelah ada pemungutan suara.

Pendahulu May, David Cameron, pernah mencoba dan gagal mendapatkan dukungan dari anggota parlemen. Pada waktu itu untuk bergabung dengan serangan militer di Suriah pada 2013 atas dugaan penggunaan senjata kimia.

Pemimpin oposisi Labour Party, Jeremy Corbyn sebelumnya berbicara. Dia mengatakan parlemen harus diberi pernyataan mengenai tindakan militer apa pun yang diinginkan May.

May juga mengatakan semua indikasi adalah pihak berwenang Suriah bertanggung jawab atas serangan kimia di kota Douma. Menurutnya serangan mengejutkan seperti itu tidak bisa dilawan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), puluhan orang di Douma meninggal dan ratusan terluka akibat serangan itu.

"Serangan senjata kimia yang terjadi pada Sabtu di Douma, Suriah adalah tindakan yang mengejutkan dan biadab," kata May kepada wartawan di kota Inggris tengah, Birmingham.




Credit  republika.co.id





Trump Ancam Serang Suriah, KBRI Belum Perlu Pindah


Trump Ancam Serang Suriah, KBRI Belum Perlu Pindah
Indonesia terus memantau perkembangan di Suriah dan menilai KBRI Damaskus masih diperlukan untuk menangani WNI. (AFP PHOTO / HAMZA AL-AJWEH)



Jakarta, CB -- Indonesia terus memantau perkembangan situasi di Suriah yang kian memanas dimana Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam untuk menyerang terkait dugaan penggunaan senjata kimia di Ghouta Timur baru-baru ini.

"Kami memantau perkembangan situasi di suriah dengan seksama. Team kami bahkan baru kembali dari Damaskus," kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI), Lalu Muhammad Iqbal Songell kepada CNNIndonesia.com, Kamis (12/4).

Meski begitu, Indonesia tidak berencana memindahkan atau mengevakuasi Kedutaan Besar RI (KBRI) di Ibu Kota Suriah, Damaskus.


"Sejauh ini kami memandang keberadaan KBRI masih diperlukan. Memang ada resiko tetapi masih manageable," kata Iqbal.

Dia menegaskan keberadaan KBRI Damaskus masih sangat diperlukan untuk menangani WNI di Suriah. Hal tersebut, menurut Iqbal, lebih mendesak ketimbang mengevakuasi KBRI.

Meski Trump telah mendeklarasikan bahwa rudal akan ditembakkan ke Suriah dalam waktu dekat, Gedung Putih menyatakan bahwa keputusan belum diambil. "Presiden punya beberapa opsi dan hal itu masih dipertimbangkan," kata Sarah Sanders, juru bicara Gedung Putih seperti dilansir CNN.


Para pejabat tinggi militer berkumpul di Gedung Putih, Rabu pagi untuk membahas sejumlah opsi untuk Suriah. Menteri Pertahanan James Mattis dan Jenderal Joseph Dunford, Kepala Staf Militer Gabungan memasuki Gedung Putih tepat setelah pukul 13 siang dan keluar dua jam kemudian.

Sanders menyataka Wakil Presiden Mike Pence memimpin rapat di Dewan Keamanan Nasional untuk membahas masalah suriah. Namun pembicaraan itu dilakuan setelah Trump mengindikasikan bakal melancarkan serangan rudal ke Suriah lewat cuitan di akun Twitter resminya.

Sedikitnya 78 tewas akibat serangan senjata kimia di Douma, sebuah distrik di Ghouta Timur, Sabtu (7/4). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan sekitar 500 orang yang dirawat di rumah sakit menunjukkan gejala terpapar zat kimia beracun. Sejumlah negara menuding pemerintah Presiden Bashar Al Assad melakukan serangan tersebut.

Tuduhan tersebut dibantah pemerintah Suriah yang menyatakan tentaranya telah meraih sejumlah kemenangan dan tidak perlu menggunakan senjata kimia. Pemerintah Assad berulang kali menyatakan mereka tidak lagi memiliki senjata kimia, yang telah dimusnahkan bahkan sebelum perang terjadi di bawah pengawasan badan internasional.





Credit  cnnindonesia.com




Jet-jet Tempur AS Cs Berseliweran, Assad Dirumorkan Kabur ke Iran


Jet-jet Tempur AS Cs Berseliweran, Assad Dirumorkan Kabur ke Iran
Kondisi lalu lintas udara di wilayah udara Suriah, Irak dan Turki yang tepantau radar. Foto/Daily Mirror


DAMASKUS - Pesawat-pesawat jet tempur koalisi yang dipimpin Amerika Serikat (AS) sudah berseliweran di atas langit Suriah dan perbatasan Irak setelah Presiden Donald Trump mengancam akan menyerang rezim Suriah.

Dalam kondisi menegangkan ini, Presiden Suriah Bashar al-Assad dan keluarganya dirumorkan melarikan diri ke Iran dengan perlindungan militer Rusia. Namun, rumor ini langsung ditepis sumber pemerintah Damaskus.

Pesawat-pesawat koalisi AS dilaporkan wara-wiri di atas udara Irak dan Yordania dengan arah menuju Suriah. Salah satu pesawat ulang-alik KC-767 terpantau memasuki Yordania dari Arab Saudi. Pesawat jenis ini menyediakan logistik untuk jet tempur.


Ada juga laporan serangan udara di wilayah Idlib, namun belum jelas pihak mana yang meluncurkan serangan."Pesawat tempur Rusia masih di udara menurut sumber pro-oposisi yang melaporkan serangan udara di Provinsi Idlib," kata analis geopolitik dan keamanan Michael A Horowitz.

Beberapa warga Suriah melalui media sosial melaporkan bahwa jet-jet koalisi AS melambung tinggi di atas padang pasir di Deir Ez-Zor.

Eurocontrol, sebuah badan Uni Eropa untuk urusan lalu lintas udara di Eropa mengeluarkan peringatan bahwa kemungkinan ada serangan rudal ke Suriah dalam waktu 72 jam terhitung sejak hari Senin. Badan itu mengeluarkan Rapid Alert Notification agar operator penerbangan di Mediterania timur berhati-hati.


Menurut badan tersebut, potensi serangan rudal kemungkinan berasal dari negara-negara NATO.

"Karena kemungkinan peluncuran serangan udara ke Suriah dengan rudal air-to-ground dan/atau rudal jelajah dalam 72 jam ke depan, dan kemungkinan ada gangguan intermiten peralatan navigasi radio, pertimbangan waspada harus diambil ketika merencanakan operasi penerbangan di daerah FIR (flight information region)  Mediterania Timur/Nicosia," bunyi peringatan Eurocontrol.

Sementara itu, sumber pemerintah Suriah kepada Sputnik memastikan bahwa Presiden Suriah Bashar al-Assad dan keluarganya belum meninggalkan Suriah. Konfirmasi ini sebagai bantahan dari laporan media Arab, Radio Sawt Beirut, yang melaporkan Assad dan keluarganya melarikan diri ke Iran dengan perlindungan militer Rusia.

"Laporan-laporan ini sepenuhnya salah," kata sumber tersebut, yang dilansir Rabu (11/4/2018).

Sementara itu, The Washington Examiner dengan mengutip sumber Pentagon melaporkan, bahwa ada beberapa kemungkinan rencana untuk respons militer terhadap rezim Suriah atas dugaan serangan kimia di Douma pada Sabtu pekan lalu. Salah satu opsi termasuk serangan serupa dengan tahun lalu, di mana AS meluncurkan 59 rudal jelajah Tomahawk terhadap pangkalan udara Suriah di Homs. 

Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa Washington dan sekutu-sekutunya sedang dalam konsultasi untuk mengambil respons terhadap rezim Assad.

"Presiden dan tim keamanan nasionalnya sedang berkonsultasi erat dengan sekutu dan mitra untuk menentukan tanggapan yang tepat," kata departemen itu melalui seorang juru bicara kepada Sputnik.

"Sebagaimana dinyatakan jelas oleh Presiden Trump, akan ada konsekuensi untuk kekejaman yang tidak dapat diterima ini," lanjut juru bicara tersebut mengacu pada tuduhan serangan kimia yang disalahkan kepada rezim Assad.


Credit  sindonews.com





Diminta Trump Bersiap Sambut Rudal 'Pintar' AS, Ini Reaksi Rusia


Diminta Trump Bersiap Sambut Rudal Pintar AS, Ini Reaksi Rusia
Presiden Rusia Vladimir Putin. Foto/REUTERS/Sergei Karpukhin


MOSKOW - Presiden Donald John Trump telah meminta Rusia bersiap menyambut rudal-rudal "pintar" Amerika Serikat (AS) yang akan ditembakkan ke Suriah. Moskow pun merespons dengan menyatakan jika senjata Washington memang "pintar" maka targetnya teroris, bukan pemerintah Suriah.

"Rudal pintar harus terbang ke arah teroris, bukan ke pemerintah (Suriah) yang sah, yang telah menghabiskan beberapa tahun berjuang melawan terorisme internasional di wilayahnya," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova dalam menanggapi tweet Trump pada hari Rabu.

Menurutnya, AS mungkin berusaha untuk melemahkan upaya penyelidikan yang akan dilakukan oleh para ahli senjata kimia di Douma, Suriah.

Kasus dugaan serangan kimia di Douma pada Sabtu pekan lalu telah memicu ketegangan yang memanas antara Moskow dan Washington. Pemerintah Trump menuduh rezim Presiden Bashar al-Assad sebagai pelaku serangan kimia, sedangkan pemerintah Vladimir Putin menuduh LSM White Helmets dan kelompok Jaish al-Islam sebagai pembuat serangan.

"Apakah inspektur OPCW (Organisasi Larangan Senjata Kimia)sadar bahwa misil pintar akan menghancurkan semua bukti penggunaan senjata kimia di lapangan? Atau apakah itu rencana yang sebenarnya untuk menutupi semua bukti dari serangan palsu ini dengan serangan rudal yang pintar, sehingga inspektur internasional tidak memiliki bukti untuk dicari?," tanya Zakharova, seperti dikutip Russia Today, semalam (11/4/2018).



Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Trump memperingatkan Rusia untuk bersiap-siap setelah Moskow bersumpah akan menembak jatuh setiap rudal Washington yang ditembakkan ke Suriah.

"Rusia bersumpah akan menembak jatuh semua rudal yang ditembakkan ke Suriah. Bersiaplah Rusia, karena mereka akan datang, bagus, baru dan 'pintar'!," tulis Trump melalui akun Twitter-nya, @realDonaldTrump.

"Anda tidak seharusnya bermitra dengan binatang pembunuh gas yang membunuh orang-orangnya dan menikmatinya!," lanjut Trump menyindir Presiden Assad yang dituduh melakukan serangan senjata kimia di Douma, Ghouta timur. Dugaan serangan kimia ini dilaporkan menewaskan puluhan orang.



Tweeet Presiden Trump ini sebagai balasan atas pernyataan Duta Besar Rusia untuk Lebanon, Alexander Zasypkin, yang memperingatkan Washington untuk tidak menyerang Suriah karena akan direspons oleh militer Moskow.

"Jika ada serangan oleh Amerika, maka...rudal akan jatuh dan bahkan sumber dari mana misil ditembakkan (akan ditargetkan)," kata Zasypkin yang disiarkan stasiun televisi al-Manar, media yang dikelola Hizbullah Lebanon, sebagaimana dikutip Reuters.

"Bentrokan harus dikesampingkan dan oleh karena itu kami siap untuk mengadakan negosiasi," ujar diplomat Rusia ini. 


Dubes Zasypkin, dalam komentarnya mengatakan bahwa argumennya mengacu pada pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin dan kepala staf angkatan bersenjata Rusia.

Militer Rusia mengatakan pada 13 Maret 2018 bahwa pihaknya akan menanggapi setiap serangan AS di Suriah, menargetkan setiap rudal dan lokasi peluncur yang terlibat dalam serangan tersebut.


Credit  sindonews.com






Dubes Rusia: Setiap Rudal AS yang Serang Suriah akan Ditembak Jatuh


Dubes Rusia: Setiap Rudal AS yang Serang Suriah akan Ditembak Jatuh
Pesawat tempur Su-25 Rusia yang bermarkas di pangkalan udara Khmeimim, Suriah. Foto/Sputnik/Dmitry Vinogradov


BEIRUT - Duta Besar (Dubes) Rusia untuk Lebanon, Alexander Zasypkin, mengatakan setiap peluru kendali (rudal) Amerika Serikat yang ditembakkan ke Suriah akan ditembak jatuh. Lokasi peluncuran rudal pun akan jadi target militer Moskow.

Respons yang dijelaskan diplomat Moskow ini berpotensi memicu eskalasi besar dalam perang Suriah.

Dubes Zasypkin, dalam komentar yang disiarkan televisi Lebanon Selasa malam, mengatakan bahwa argumennya mengacu pada pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin dan kepala staf angkatan bersenjata Rusia.



Militer Rusia mengatakan pada 13 Maret 2018 bahwa pihaknya akan menanggapi setiap serangan AS di Suriah, menargetkan setiap rudal dan lokasi peluncur yang terlibat dalam serangan tersebut.

Rusia saat ini menjadi sekutu paling kuat Presiden Suriah Bashar al-Assad.

AS dan sekutunya sedang mempertimbangkan apakah akan menyerang Suriah atau tidak sebagai respons atas dugaan serangan senjata kimia di Douma, Ghouta timur. Dugaan serangan kimi itu dilaporkan menewaskan sekitar 60 orang.

"Jika ada serangan oleh Amerika, maka...rudal akan jatuh dan bahkan sumber dari mana misil ditembakkan (akan ditargetkan)," kata Zasypkin yang disiarkan stasiun televisi al-Manar, media yang dikelola Hizbullah Lebanon, sebagaimana dikutip Reuters, Rabu (11/4/2018).

"Bentrokan harus dikesampingkan dan oleh karena itu kami siap untuk mengadakan negosiasi," ujar diplomat Rusia ini.



Rusia dan AS telah memblokir resolusi satu sama lain yang diajukan di Dewan Keamanan PBB. Resolusi Rusia yang ditolak DK PBB adalah usulan agar Organisasi Larangan Senjata Kimia (OPCW) menyelidiki wilayah Douma yang diduga jadi serangan senjata kimia.

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump pada hari Selasa waktu Washington membatalkan rencana perjalanan ke Amerika Latin pada akhir pekan ini. Menurut Gedung Putih, Trump memilih fokus pada pengambilan respons terkait insiden di Douma Suriah.





Credit sindonews.com






Trump: Bersiaplah Rusia, Rudal akan Datang di Suriah!


Trump: Bersiaplah Rusia, Rudal akan Datang di Suriah!
Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Foto/REUTERS


WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald John Trump memperingatkan Rusia untuk bersiap-siap setelah Moskow bersumpah akan menembak jatuh setiap rudal Washington yang ditembakkan ke Suriah.

"Rusia bersumpah akan menembak jatuh semua rudal yang ditembakkan ke Suriah. Bersiaplah Rusia, karena mereka akan datang, bagus, baru dan 'pintar'!," tulis Trump melalui akun Twitter-nya, @realDonaldTrump, Rabu (11/4/2018).

"Anda tidak seharusnya bermitra dengan binatang pembunuh gas yang membunuh orang-orangnya dan menikmatinya!," lanjut Trump menyindir Presiden Suriah Bashar al-Assad yang dituduh melakukan serangan senjata kimia di Douma, Ghouta timur, pada Sabtu pekan lalu. Serangan kimia ini dilaporkan menewaskan sekitar 60 orang.



Tweeet Presiden Trump ini sebagai balasan atas pernyataan Duta Besar Rusia untuk Lebanon, Alexander Zasypkin, yang memperingatkan Washington untuk tidak menyerang Suriah karena akan direspons oleh militer Moskow.

"Jika ada serangan oleh Amerika, maka...rudal akan jatuh dan bahkan sumber dari mana misil ditembakkan (akan ditargetkan)," kata Zasypkin yang disiarkan stasiun televisi al-Manar, media yang dikelola Hizbullah Lebanon, sebagaimana dikutip Reuters, Rabu (11/4/2018).

"Bentrokan harus dikesampingkan dan oleh karena itu kami siap untuk mengadakan negosiasi," ujar diplomat Rusia ini.

Dubes Zasypkin, dalam komentarnya mengatakan bahwa argumennya mengacu pada pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin dan kepala staf angkatan bersenjata Rusia.



Militer Rusia mengatakan pada 13 Maret 2018 bahwa pihaknya akan menanggapi setiap serangan AS di Suriah, menargetkan setiap rudal dan lokasi peluncur yang terlibat dalam serangan tersebut.

Rusia saat ini menjadi sekutu paling kuat Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Rusia dan AS telah memblokir resolusi satu sama lain yang diajukan di Dewan Keamanan PBB. Resolusi Rusia yang ditolak DK PBB adalah usulan agar Organisasi Larangan Senjata Kimia (OPCW) menyelidiki wilayah Douma yang diduga jadi serangan senjata kimia.

Sementara itu, Presiden Trump pada hari Selasa waktu Washington membatalkan rencana perjalanan ke Amerika Latin pada akhir pekan ini. Menurut Gedung Putih, Trump memilih fokus pada pengambilan respons terkait insiden di Douma Suriah.




Credit  sindonews.com




Menhan AS Sebut Pentagon Siap Beri Opsi Militer soal Suriah


Menhan AS Sebut Pentagon Siap Beri Opsi Militer soal Suriah
Menhan AS Jim Mattis menyebut Pentagon siap memberikan opsi militer penyerangan ke Suriah sesuai dengan keinginan Presiden Donald Trump. (Reuters/Mary F. Calvert)


Jakarta, CB -- Menteri Pertahanan Amerika Serikat Jim Mattis mengatakan Pentagon siap memberikan opsi militer soal penyerangan ke Suriah sebagai respons AS atas kasus serangan gas di kota Douma, pada akhir pekan lalu.

Meski siap memberikan opsi militer, Mattis mengatakan AS dengan negara sekutunya masih mengumpulkan informasi yang dibutuhkan terkait bukti penyerangan gas di Douma dilakukan rezim Presiden Suriah, Bashar al-Assad.

"Kami masih mengkaji intelijen, kami dan sekutu kami, kami masih bekerja dengan itu," kata Jim Mattis kepada media terkait bukti dugaan Al-Assad menjadi otak di balik serangan gas di Douma.


"Kami siap menyediakan opsi militer, bila mereka sesuai, seperti yang ditentukan oleh Presiden," lanjutnya.




Presiden Donald Trump sebelumnya bersumpah melalui unggahannya di Twitter bahwa akan mengirimkan rudal ke Suriah terkait serangan gas di Douma.

Namun serangan tersebut ditujukan untuk menentang rezim Presiden Bashar al-Assad yang menguasai Suriah.

Di sisi lain, militer Rusia telah menuduh kelompok pembela sipil White Helmet yang ada di Suriah atas pencitraan serangan gas di Douma yang menyebabkan intervensi negara Barat ke daerah tersebut.

Trump dan sejumlah pemimpin negara Barat lainnya telah berjanji akan merespons dengan cepat atas insiden itu.



Moskow dan Washington juga berdebat panas di Perserikatan Bangsa-Bangsa soal penggunaan senjata kimia di Suriah.

Setidaknya 60 orang tewas akibat serangan senjata kimia yang terjadi di Douma, kata para petugas bantuan kemanusiaan Suriah. Sekitar 500 orang yang dirawat di rumah sakit pun menunjukkan gejala-gejala terpapar zat kimia beracun, kata WHO.

Pemerintah Suriah dan Rusia, yang dikenal selama ini saling mendukung, menyatakan laporan itu palsu. Kremlin berharap semua pihak yang terlibat di Suriah bisa menghindari tidakan mengganggu stabilitas kawasan.



Credit  cnnindonesia.com






Trump ancam Rusia, akan hujani Suriah dengan peluru kendali


Trump ancam Rusia, akan hujani Suriah dengan peluru kendali
Presiden Amerika Serikat Donald Trump. (REUTERS/Carlos Barria)




Washington/Beirut (CB) - Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu mengancam Rusia menjelang tindakan militer di Suriah terkait dugaan penggunaan gas beracun dan mengatakan bahwa peluru kendali "akan berjatuhan".

Trump juga mengecam Moskow dengan bersikap membela Presiden Suriah Bashar al Assad.

Pernyataan tersebut adalah tanggapan atas ancaman Rusia, yang pada Selasa menyatakan akan membalas setiap serangan peluru kendali Amerika Serikat ke Suriah.

"Rusia berkata akan menembak jatuh semua peluru kendali, yang ditembakkan terhadap Suriah. Bersiaplah Rusia, karena peluru kendali pintar akan berdatangan," kata Trump dalam Twitter-nya.

"Kalian seharusnya tidak bersekutu dengan binatang pengguna gas, yang menewaskan rakyatnya," kata Trump.

Sebagai balasan, Kementerian Luar Negeri Rusia di Facebook mengatakan bahwa "rudal yang pintar seharusnya diarahkan untuk menembak teroris, bukan terhadap pemerintah yang sah."

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengatakan bahwa serangan rudal dari Amerika Serikat bisa jadi merupakan upaya menghancurkan bukti adanya serangan gas beracun di kota Douma.

Di Damaskus, Kementerian Luar Negeri Suriah menuding Amerika Serikat telah menggunakan "kebohongan dan berita palsu" sebagai alasan untuk menyerang negara lain.

"Kami tidak terkejut dengan pernyataan yang tidak dipikirkan secara mendalam dari rezim Amerika Serikat, yang mendukung terorisme di Suriah," kata kantor berita SANA mengutip sumber kementerian itu.

Keputusan Trump untuk mengungkap jenis senjata yang akan digunakan untuk operasi militer itu diperkirakan membuat putus asa pejabat pertahanan.

Serangan Amerika Serikat diperkirakan melibatkan angkatan laut, mengingat ancaman sistem pertahanan udara Rusia dan Suriah. pada saat ini, kapal induk peluru kendali Amerika Serikat, USS Donald Cook, berada di Laut Tengah.

Di tengah keadaan genting itu, badan pengawas lalu lintas udara Eropa, Eurocontrol, mengatakan kepada para maskapai untuk berhati-hati di Laut Tengah karena adanya potensi serangan udara ke Suriah dalam waktu 72 jam mendatang.

Eurocontrol mengatakan bahwa serangan peluru kendali itu bisa mengganggu alat radio navigasi udara.

Sementara itu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa 43 orang tewas dalam serangan di Douma pada Sabtu. Korban itu menderita "gejala mirip dengan gejala keracunan bahan kimia beracun," demikian Reuters.





Credit  antaranews.com







Somalia apresiasi bantuan Indonesia


Somalia apresiasi bantuan Indonesia
Menteri Luar Negeri RI Retno L.P Marsudi. (ANTARA FOTO/HO/Suwandy)




Nusa Dua, Bali (CB) - Wakil Menteri Luar Negeri Somalia Mukhtar Mahat Da'ud dalam pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengucapkan terimakasih atas bantuan kemanusiaan Indonesia untuk negaranya pada masa-masa sulit.

"Saya menerima dan melakukan pertemuan bilateral dengan Wakil Menteri Luar Negeri Somalia. Pertama, Somalia mengucapkan terimakasih banyak atas dukungan dan bantuan yang secara terus-menerus diberikan oleh Indonesia pada saat sulit," kata Retno mengenai pertemuannya dengan Wakil Menteri Luar Negeri Somalia di sela Indonesia-Africa Forum (IAF) yang berlangsung di Nusa Dua, Rabu.

Retno mengatakan pemerintah Indonesia antara lain mengirimkan bantuan untuk Somalia saat mengalami kekeringan. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Indonesia pun turut berperan dalam memberikan bantuan untuk Somalia.

"LSM kemanusiaan kita cukup aktif di Somalia, dan minggu kemarin saya melakukan pertemuan khusus dengan salah satu LSM kemanusiaan Indonesia untuk membahas mengenai bantuan kemanusiaan Indonesia di Somalia," ujar Retno.

"Jadi, bantuan yang kita berikan berupa bahan makanan pokok, beras, dan juga setiap tahun ada LSM Indonesia yang terus bekerja untuk masalah air," lanjutnya.

Dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri RI, Wakil Menteri Luar Negeri Somalia juga menyampaikan dukungan kuat negaranya terhadap pencalonan Indonesia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020, yang pemilihannya akan dilakukan pada 8 Juni 2018.

Indonesia bertekad meningkatkan hubungan dengan negara-negara Afrika, khususnya hubungan di bidang ekonomi. Pemerintah Indonesia menggelar Forum Indonesia-Afrika di Bali pada 10-11 April guna menjajaki berbagai potensi kerja sama ekonomi yang dapat dikembangkan bersama oleh Indonesia dan negara-negara Afrika.




Credit  antaranews.com







Indonesia ingin berperan dalam pembangunan Afrika


Indonesia ingin berperan dalam pembangunan Afrika
Wapres Jusuf Kalla (tengah) bersama Menko bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan (keempat kanan), Menlu Retno Marsudi (keenam kiri), Mendag Enggartiasto Lukita (ke-5 kiri) membunyikan genderang jimbe bersama para ketua delegasi negara-negara Afrika dalam pembukaan Forum Indonesia Afrika (IAF) 2018 di Nusa Dua, Bali, Selasa (10/4/2018). (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)



Nusa Dua, Bali (CB) - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan kepada perwakilan negara Afrika yang menghadiri Indonesia-Africa Forum (IAF) di Bali pada Selasa bahwa Indonesia ingin berperan dan menjadi bagian dalam pembangunan di negara-negara Afrika.

"Indonesia ingin menjadi bagian dari pembangunan di Afrika, dan sebaliknya Indonesia ingin Afrika menjadi bagian dari pembangunan di Indonesia," kata Retno pada pembukaan IAF di Nusa Dua Bali Convention Center.

Ia mengatakan bahwa pemerintah Indonesia telah mempelajari Visi Afrika 2063 dan memantau kemajuan dari Benua Perdagangan Bebas Afrika (Africa Free Trade Continent).

"Terima kasih banyak atas partisipasi anda dalam forum ini. Silakan manfaatkan forum ini untuk mengembangkan semua potensi dan kemungkinan kerja sama ekonomi di antara kita" katanya.

Kegiatan IAF pada Selasa (10/4) akan mencakup beberapa panel diskusi antara Indonesia dengan negara-negara Afrika tentang pembuatan kebijakan dan perspektif mengenai topik-topik strategis, seperti diplomasi ekonomi, pembangunan infrastruktur, inisiatif fasilitas pembiayaan, transformasi digital, kerja sama industri strategis.

Pada Rabu (11/4), akan ada Forum Bisnis Indonesia-Afrika untuk mendiskusikan masalah seperti konektivitas, ekonomi digital, pertanian, Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular, serta masa depan hubungan ekonomi Indonesia-Afrika.

Sepanjang forum tersebut, para menteri, pejabat tinggi, pemimpin eksekutif perusahaan, bankir, dan pemimpin Kamar Dagang dan Industri dari Indonesia dan negara-negara Afrika akan berdiskusi dan bertukar pikiran.

"Saya senang bahwa sejumlah BUMN Indonesia berpartisipasi dalam forum ini, termasuk Pertamina, PT Inka, PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, PT Timah, dan banyak lainnya," kata Retno.

Menlu RI juga menyambut para CEO dan perwakilan bisnis dari Afrika, termasuk Ethiopian Airlines, Topwide Ventures Limited, Africa Export-Import Bank, Amirco Commercial Service.

IAF merupakan acara yang diadakan untuk pertama kalinya oleh pemerintah Indonesia sebagai dasar untuk mendorong kerja sama ekonomi konkret antara Indonesia dengan negara-negara Afrika.

Presiden Joko Widodo di sela pertemuan G20 menyampaikan bahwa Indonesia berkomitmen meningkatkan hubungan politik dengan Afrika menjadi hubungan kerja sama ekonomi yang konkret. IAF 2018 diharapkan bisa membawa terobosan kerja sama ekonomi antara Indonesia dengan negara-negara Afrika.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (kanan) turut menjadi penari kolaborasi budaya Indonesia-Afrika dalam pembukaan Forum Indonesia Afrika (IAF) 2018 di Nusa Dua, Bali, Selasa (10/4/2018). Pertemuan dua hari tersebut diikuti 53 negara Afrika untuk berdialog dengan Indonesia tentang berbagai isu terutama perekonomian dan perdagangan sekaligus penjajagan kerja sama antarnegara peserta forum. (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)





Credit  antaranews.com






Rabu, 11 April 2018

Kapal Induk Nuklir AS dengan 20 F-18 Manuver di Laut China Selatan


Kapal Induk Nuklir AS dengan 20 F-18 Manuver di Laut China Selatan
Pesawat-pesawat jet tempur F-18 manuver di atas kapal induk bertenaga nuklir Amerika Serikat, USS Theodore Roosevelt, di Laut China Selatan. Foto/REUTERS


MANILA - Kapal induk bertenaga nuklir Amerika Serikat (AS), USS Theodore Roosevelt, dengan 20 jet tempur F-18 bermanuver di kawasan Laut China Selatan. Aksi militer Washington itu menyusul latihan perang besar-besaran China di perairan serupa.

Ke-20 jet tempur F-18 dalam waktu 20 menit melakukan manuver peluncuran dan pendaratan di atas dek kapal USS Theodore Roosevelt. Aksi ini terjadi hari Selasa.

Militer Amerika mengklaim pelayaran kapal induknya di Laut China Selatan yang disengketakan banyak negara itu merupakan patroli rutin. Uss Theodore Roosevelt berlabuh di Filipina sesuai perjanjian pertahanan sekutu.

Amerika Serikat tidak sendirian dalam melakukan patroli angkatan laut di perairan strategis tersebut. China, Jepang dan beberapa angkatan laut Asia Tenggara juga beroperasi. Kondisi ini telah memicu ketegangan dan meningkatkan risiko kecelakaan di laut.

"Kami telah melihat kapal-kapal China di sekitar kami," kata Laksamana Muda Steve Koehler, komandan kelompok tempur kapal induk USS Theodore Roosevelt, kepada sekelompok kecil wartawan di atas kapal yang berusia tiga dasawarsa itu.

"Mereka adalah salah satu angkatan laut yang beroperasi di Laut China Selatan, tetapi saya akan memberitahu Anda bahwa kami tidak melihat apa pun kecuali kerja profesional dari kapal-kapal yang kami temui," ujar Koehler, seperti dikutip Reuters, Rabu (11/4/2018).

Beberapa angkatan laut di Pasifik barat, termasuk China dan sembilan negara Asia Tenggara, telah bekerja pada code of unexpected encounters (CUES) di laut untuk menghindari konflik.

Kehadiran USS Theodore Roosevelt di Laut China Selatan terjadi beberapa hari setelah China menggelar latihan perang besar-besaran di kawasan tersebut yang berpusat di Hainan.

Kehadiran militer China yang meningkat di perairan internasional ini telah memicu kekhawatiran di pihak Barat. Amerika Serikat telah mengkritik militerisasi China di Laut China Selatan karena bisa menghilangkan kebebasan bernavigasi internasional.

"Transit di Laut China Selatan ini bukan hal baru dalam siklus perencanaan kami atau sebagai reaksi terhadap itu. Mungkin dengan kebetulan bahwa semua itu terjadi pada saat yang sama," kata Koehler.

Sementara itu, militer Filipina yang menyambut kehadiran kapal induk AS menganggap militer Washington sebagai teman pelindung.

"Ini adalah pameran kemampuan pasukan bersenjata AS," kata kepala militer Filipina Rolando Bautista tentang demonstrasi jet-jet tempur F-18 di kapal induk Washington.

"Karena orang Amerika adalah teman kami dalam satu atau lain cara, mereka dapat membantu kami mencegah ancaman apa pun," ujarnya. 





Credit  sindonews.com






Bunuh 10 Rohingya, Tujuh Tentara Myanmar Dihukum Bui 10 Tahun


Bunuh 10 Rohingya, Tujuh Tentara Myanmar Dihukum Bui 10 Tahun
Tujuh tentara Myanmar divonis hukuman penjara dan kerja paksa selama 10 tahun atas kasus pembantaian 10 pria Rohingya tahun lalu. (Handout via REUTERS)




Jakarta, CB -- Tujuh tentara Myanmar divonis hukuman penjara dengan kerja paksa selama 10 tahun atas kasus pembunuhan 10 pria Rohingya tahun lalu.

Insiden berdarah di Desa Inn Din pada 2 September adalah satu-satunya kekejaman terhadap Rohingya yang diakui militer selama penindasan di wilayah utara Negara Bagian Rakhine, yang meyebabkan 700 ribu Rohingya mengungsi di perbatasan di Bangladesh sejak Agustus tahun lalu.

Dua wartawan Reuters, berkewarganegaraan Myanmar, Wa Lone, 31 tahun, dan Kyaw Soe Oo, 27 tahun sedang menyelidik kasus pembunuhan tersebut saat ditangkap di pinggiran Yangon, Desember lalu. Keduanya ditangkap saat bertemu polisi yang memberikan mereka dokumen rahasia. Jika terbukti bersalah, mereka bakal dihukum 14 tahun penjara.


Sebulan setelah penahanan kedua wartawan, militer mengeluarkan pernyataan yang tak pernah terjadi sebelumnya, yakni mengakui bahwa bahwa beberapa anggotanya telah melakukan kesalahan dan berjanji untuk menindak mereka yang bertanggung jawab.

Meski begitu, militer Myanmar mengklaim bahwa pria Rohingya yang terbunuh adalah 'teroris', tapi tidak memberikan bukti atas tuduhan tersebut.


"Empat perwira telah dicopot (dari ketentaraan) dan divonis 10 tahun penjara dengan kerja paksa. Tiga tentara lagi dicopot dan divonis 10 tahun penjara dengan krja paksa di penjara kriminal," tulis Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing lewat akun resmi Facebook-nya.

Pengadilan berlangsung tertutup, mengabaikan seruan internasional agar kasus pembunuhan Rohingya itu diselidiki secara independen.

Kalangan internasional juga menyerukan agar dua wartawan Reuters dibebaskan. Laporan mereka, yang telah dipublikasikan, berdasarkan kesaksian penduduk desa yang beragama Buddha, aparat keamanan dan keluarga dari para pria Rohingyan yang dibunuh. Laporan itu menggambarkan bagaimana tentara Myanmar dan warga Buddha mengeksekusi kesepuluh pria Rohingya sebelum membuang mayat-mayatnya di kuburan massal.

Laporan itu dilengkapi dengan foto-foto para pria Rohingya yang menjadi korban pembunuhan di Desa Inn Dinn, Myanmar itu. Tangan mereka tampak terikat. Semuanya berlutut sebelum akhirnya ditembak. Ada pula foto berisi gambar mayat-mayat yang bergelimpangan di satu lubang.

Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi menyambut pengakuan militer itu sebagai sebuah langkah positif.


Militer memiliki catatan buruk pelanggaran hak-hak asasi manusia selama 50 tahun memerintah Myanmar.

Banyak yang berharap pemerintahan demokratis Suu Kyi bakal memupus kesewenang-wenangan militer, namun kekerasan terhadap Rohingya di Rakhine, memupus harapan itu.

Amnesty Internasional menyebut pembunuhan di Inn Din hanyalah 'puncak gunung es' dari kekejaman yang terjadi sejak Agustus. Kelompok aktivis HAM internasional itu berulang kali menyerukan penyelidikan yang lebih luas dan tidak berpihak.

Perserikatan Bangsa-bangsa menuding tentara Myanmar melakukan pembersihan etnis. PBB bahkan menyatakan ada tanda-tanda telah terjadi genosida setelah mendengarkan kesaksian para pengungsi soal pembunuhan, perkosaan dan pembakaran yang menimpa mereka.


Aktivis kemanusiaan Dokter Tanpa Batas (Medecins Sans Frontier/MSF) memperkirakan sedikitnya 6.700 etnis Rohingya tewas selama bulan pertama operasi militer, yang disebut-sebut untuk menumpas teroris.

Myanmar membantah segala tuduhan dan menyatakan operasi militer di Rakhine sebagai respons terhadap serangan milisi Rohingya ke pos-pos keamanan di sana. Myanmar juga menuduh media internasional serta lembaga bantuan kemanusiaan telah menyebarkan informasi palsu dari sumber bias yang pro-Rohingya.



Credit  cnnindonesia.com





PM Australia Bantah Kabar Pangkalan Militer China di Vanuatu


PM Australia Bantah Kabar Pangkalan Militer China di Vanuatu
Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull menyatakan Australia akan sangat prihatin jika ada pangkalan militer asing dibangun di Pasifik Selatan. (AFP Photo/Peter Parks)



Jakarta, CB -- Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull menyatakan Australia akan sangat prihatin jika ada pangkalan militer asing dibangun di Pasifik Selatan. Pernyataan itu disampaikan Turnbull menanggapi kabar bahwa Beijing sedang membahas pembangunan pangkalan militer di Vanuatu.

Meski begitu, Turnbull menyatakan dirinya diyakinkan oleh Komisaris Tinggi/Duta Besar Vanuatu bahwa tidak ada permintaan China untuk membangun pangkalan militer seperti dimaksud.

"Memelihara perdamaian dan stabilitas di Pasifik adalah hal yang terpenting bagi kami," kata dia kepada wartawan seperti dilansir CNN, Selasa (10/4).


Vanuatu, negara di pulau kecil berpenduduk 282.000 orang tersebut terletak di Pasifik Selatan, dekat Australia, Selandia Baru dan Papua Nugini. Letaknya hanya 2.500 kilometer dari pantai Australia.

Negeri itu telah lama menjadi penerima bantuan terbesar Australia. Namun dalam beberapa tahun terakhir, juga menerima ratusan juta dolar hibah maupun pinjaman dari pemerintah China.

Kabar soal rencana pembangunan pangkalan militer China di Vanuatu dilaporkan pertama kali oleh media Australia, Fairfax Media, Selasa. Kabar itu langsung dibatah oleh para pejabat Vanuatu dan Australia.

Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop juga turut berusaha meredam kabar itu dengan menyatakan bahwa Vanuatu masih berada dalam pengaruh Canberra.
"Saya tetap yakin bahwa Australia masih menjadi pilihan Vanuatu sebagai mitra strategis," kata Bishop kepada ABC Australia.

Namun stasiun televisi Australia, Nine News mengutip pejabat kementerian pertahanan mengklaim bahwa pemerintah China tertarik untuk meningkatkan kehadiran di Vanuatu.



Pemerintah Vanuatu telah membantah kabar itu dan menepis anggapan adanya pembicaraan kedua negara terkait pembangunan pangkalan militer China tersebut.

"Kami adalah negara non-blok. Kami tidak tertarik dengan militerisasi, kami tidak tertarik dengan pangkalan militer apapun di negara kami," kata Menteri Luar Negeri Vanuatu Ralph Regenvanu seperti dilansir ABC.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang menyatakan kabar rencana pembangunan pangkalan militer di Vanuatu itu sebagai 'berita palsu'.

Meresahkan Amerika Serikat
Jika benar, pembangunan pangkalan militer di Vanuatu juga bakal meresahkan Amerika Serikat. Euan Graham, Direktur Program Keamanan Internasional di Sydney Lowy Institute mengatakan bahwa mereka yang memandang ke seluruh Pasifik melihat titik geostrategis akan peduli jika benar China akan meningkatkan kehadiran di Pasifik Selatan.

Meski tidak melihat Vanuatu bakal menyepakati pembangunan pangkalan militer yang permanen, Graham berpendapat bahwa hal yang mungkin adalah pembangunan fasilitas yang dapat dipakai bersama, yang bisa memberikan akses bagi kapal-kapal Angkatan Laut China ke negeri itu.

China memiliki hubungan diplomatik dengan beberapa negara Pasifik, dan menjadi sponsor utama beragam proyek pembangunan dan bantuan di Vanuatu, Tonga, Papua Nugini dan Fiji.




Berdasarkan makalah Profesor Yu Chang Sen dari Pusat Studi Oseania, Universitas Sun Yat-sen, Guangzhou,China, antara tahun 2000 dan 2012, China menawarkan sekitar 30 proyek besar ke negara-negara Kepulauan Pasifik, termasuk pembangunan gedung-gedung dan infrastuktur rsmi pemerintah, seperti jalan raya, jembatan dan stasiun pembangkit listrik tenaga air.

Secara khusus di Vanuatu, China memberikan pinjaman dan hibah senilai US$243 juta sejak 200 hingga Juni 2016, berdasarkan data Lowy Institute Sydney. Meski jumlahnya besar, angka itu jauh di bawah yang diberikan Australia selama 10 tahun yakni US$400 juta.

Bantuan keuangan China di Vanuatu terutama pada sektor pembangunan infrastruktur utama. sEperti Luganville International Wharf di Pulau Espiritu Santo. Fasilitas dermaga yang dapat menampung dua kapal angkut ukuran menengah, atau satu kapal pesiar.


Dermaga yang dibangun oleh Shanghai Construction Group, digambarkan Duta Besar China untuk Vanuatu sebagai tonggak baru kerja sama kedua negara di bidang pembangunan infrastruktur.

Ambisi Militer China
Dalam beberapa tahun terakhir, Beijing melebarkan pengaruh maritimnya di luar Asia Timur.

China secara resmi mendirikan pangkalan militer internasional pertamanya di Djibouti pada Juli tahun lalu, lokasi yang strategis di Tanduk Afrika. Hal ini diikuti beberapa bulan kemudian dengan akuisisi Pelabuhan Hambantota di Sri Lanka yang kontroversial.

Malcolm Davis, pengamat senior di Australian Strategis Policy Institute, Sydney menggambarkan bahwa kesepakatan Hambantota, dimana Sri Lanka menyewakan pelabuhan itu selama 99 tahun kepada China untuk menebus hutang miliaran dolar kepada Beijing, sebagai bagian dari 'sebuah gambaran yang lebih besar'.

"Semakin banyak Anda berinvestasi dalam inisiatif Belt and Road, semakin banyak China memaksa negara Anda untuk menyelaraskan politik dalam hal kebijakan," kata Davis seperti dilansir CNN tahun lalu, mengacu pada strategi pembangunan internasional China, China One Belt One Road (OBOR).

"Jadi, Anda menjadi bergantung pada investasi dan kemurahan hati mereka, dan Anda cenderung tidak mengkritik mereka dan Anda lebih mungkin untuk mengakomodasi kepentingan mereka secara strategis."



Di bawah Presiden Xi Jinping, kepentingan-kepentingan strategis itu telah bergeser, dengan Angkatan Laut China khususnya telah menjalani transformasi yang signifikan, sejalan dengan kebangkitan China sebagai kekuatan global.

Adapun Angkatan Laut China, yang sebelumnya defensif dan terbatas di perairannya, kini menyatakan telah memiliki kemampuan perairan biru, artinya mereka dapat beroperasi di mana saja demi kepentingan China.




Credit  cnnindonesia.com




Waswas Digempur AS, Pasukan Suriah Siaga Tinggi


Waswas Digempur AS, Pasukan Suriah Siaga Tinggi
Pesawat-pesawat jet tempur Rusia yang beroperasi di pangkalan udara Khmeimim, Suriah. Foto/REUTERS/Russian Ministry of Defence


DAMASKUS - Pemerintah Suriah telah menempatkan pasukannya dalam kondisi siaga tinggi di tengah ancaman serangan militer Amerika Serikat (AS). Washington mengancam akan menggempur rezim Suriah atas tuduhan melakukan serangan senjata kimia di Douma pada Sabtu pekan lalu.

Kantor berita pro-pemerintah Presiden Bashar al-Assad, Al Masdar, melaporkan bahwa armada Laut Hitam Angkatan Laut Rusia juga telah ditempatkan pada siaga tinggi setelah kapal perang AS dilaporkan meninggalkan Siprus menuju perairan Suriah.

Sedangkan kantor berita Jerman, DPA, melaporkan pada hari Selasa bahwa tentara Suriah telah menempatkan semua posisi militer dalam kondisi siaga, termasuk di bandara dan semua pangkalan militer, selama 72 jam.


Status siaga tinggi juga diberlakukan bagi pasukan rezim Suriah di provinsi selatan Sweida, Provinsi Aleppo, Latakia dan Provinsi Deir Ez-Zor.

Sejauh ini belum ada tanggapan resmi dari Rusia tentang status siaga pasukan dari sekutunya itu.

Vladimir Shamanov, mantan panglima tertinggi Pasukan Angkatan Udara Rusia, bersumpah bahwa Moskow akan mengambil semua langkah pembalasan politik, diplomatik dan militer jika AS nekat melakukan serangan di Suriah.

"Politik standar ganda telah mencapai titik terendah. Dan di sini, Rusia secara sadar menyatakan bahwa semua langkah politik, diplomatik dan militer jika perlu akan diambil," kata Shamanov dalam rapat pleno Duma Negara, seperti dikutip Al Jazeera, Rabu (11/4/2018).

Kementerian Luar Negeri Rusia juga membuat peringatan terhadap AS soal konsekuensi bahaya yang akan dirasakan jika melakukan intervensi militer dengan dalih yang dibuat-buat.


Seperti diberitakan sebelumnya, AS sedang mengerahkan kapal induk USS Harry S. Truman lengkap dengan tujuh kapal perang untuk sebuah misi ke Timur Tengah dan Eropa. Armada kapal induk tersebut mulai bergerak ke perairan Timur Tengah hari Rabu (11/4/2018).

Pengerahan kapal induk itu diumumkan Angkatan Laut AS. Langkah militer Washington ini hanya berselang sehari setelah Presiden Donald Trump mengancam akan bertindak terhadap rezim Suriah termasuk dengan opsi militer.

Kapal induk USS Harry S Truman dengan tujuh kapal perang membawa sekitar 6.500 pelaut. Mengutip laporan Military.com, armada kapal induk tersebut melakukan pelayaran bersama kapal frigat Jerman, FGS Hessen. 







Credit  sindonews.com





Resolusi Rusia untuk Kirim OPCW ke Suriah Ditolak DK PBB


Resolusi Rusia untuk Kirim OPCW ke Suriah Ditolak DK PBB
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia di forum DK PBB. Foto/REUTERS/Brendan McDermid


NEW YORK - Rancangan resolusi Rusia untuk mendukung misi penyelidikan Organisasi Larangan Senjata Kimia (OPCW) ke Suriah ditolak Dewan Keamanan (DK) PBB. Moskow telah mengusulkan organisasi itu menyelidiki area di Douma yang diduga jadi lokasi serangan senjata kimia pada Sabtu pekan lalu.

Moskow mengajukan rancangan resolusi itu karena merasa sekutunya, rezim Suriah, disudutkan. Negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat (AS) menyalahkan rezim Presiden Bashar al-Assad sebagai pelaku serangan kimia di Douma yang dilaporkan menewaskan puluhan orang.

Rezim Assad membantah melakukan serangan. Damaskus dan Moskow menyatakan serangan itu dibuat LSM White Helmets dan kelompok Jaish al-Islam yang didukung Barat untuk memfitnah Assad. Tujuannya, agar negara-negara Barat menyerang Damaskus.

Dalam pemungutan suara, mayoritas negara anggota DK PBB memilih menentang rancangan resolusi Rusia.

"Rancangan resolusi belum diadopsi, setelah gagal mendapatkan jumlah suara yang diperlukan," kata Presiden DK PBB Gustavo Meza-Cuadra, seperti dikutip Reuters, Rabu (11/4/2018).

Rusia, China, Bolivia, Kazakhstan dan Ethiopia mendukung resolusi tersebut. Sedangkan, Prancis, Amerika Serikat, Inggris dan Polandia menentangnya. Sebanyak 15 negara lain anggota DK PBB memilih abstain.

Sebelumnya pada hari Selasa, dua rancangan resolusi yang diajukan untuk merekonstruksi mekanisme DK PBB guna menyelidiki dugaan penyebaran senjata kimia juga gagal diadopsi atau ditolak DK PBB. AS menyusun salah satu resolusi, sementara Rusia menyusun yang resolusi lain.

Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia telah meyakinkan forum bahwa pasukan Moskow akan menjamin keselamatan para ahli OPCW untuk melakukan penyelidikan di Douma, Suriah. Namun, upaya Moskow belum membuahkan hasil.

Duta Besar AS untuk PBB yang jauh hari menyerukan serangan militer terhadap rezim Suriah mengatakan para diplomat di Markas Besar PBB di New York merasa frustrasi dengan apa yang terjadi di Suriah.

Namun, Dubes Nebenzia mendesak Amerika Serikat untuk menahan diri. "Ancaman yang Anda ajukan ... vis-a-vis Suriah seharusnya membuat kita benar-benar khawatir, kita semua, karena kita bisa menemukan diri kita di ambang beberapa peristiwa yang sangat menyedihkan dan serius," katanya kepada Haley.

"Sekali lagi saya akan meminta Anda, sekali lagi memohon Anda, untuk menahan diri dari rencana yang sedang Anda kembangkan untuk Suriah," imbuh diplomat Moskow ini  setelah pemungutan suara. 




Credit  sindonews.com





Petinggi Militer Rusia dan Nato Sepakat Bertemu Bahas Suriah



Militer Israel merilis foto udara markas T-4 pangkalan udara Suriah pasca penyerangan Februari 2018. IDF Spokesperson's Unit
Militer Israel merilis foto udara markas T-4 pangkalan udara Suriah pasca penyerangan Februari 2018. IDF Spokesperson's Unit

CB, Jakarta - Pejabat tinggi Rusia dan NATO merencanakan pertemuan bersejarah pada pekan depan di tengah meningkatnya ketegangan konflik Suriah. Pertemuan itu  menjadi yang pertama sejak 2013 antara kedua belah pihak, yang kerap bersitegang akhir-akhir ini.
Rusia akan diwakili Kepala Staf Umum, Deputi Pertama Menteri Pertahanan, Valery Gerasimov. Sementara NATO mengutus Komandan Sekutu Tertinggi di Eropa, Curtis Scaparrotti. Pertemuan itu akan menjadi yang pertama sejak NATO memutus kontak militer tingkat tinggi dengan Rusia menyusul aneksasi Crimea oleh Rusia dari Ukraina pada Maret 2014.

Ads by Kiosked
"Pertemuan itu dilakukan setelah Gerasimov dan Scaparrotti berbicara untuk pertama kalinya melalui telepon pada 14 September tahun lalu," begitu dilansir media Russia Today, Selasa, 10 April 2018.

Anak-anak menerima perawatan medis setelah pasukan rezim Assad diduga melakukan serangan gas beracun ke kota Duma, Ghouta Timur, Damaskus, Suriah, 7 April 2018. Media pemerintah Suriah membantah jika militer telah meluncurkan serangan kimia. Fadi Abdullah/Anadolu
Pembicaraan itu berlanjut pada 21 Maret 2018, dimana keduanya akhirnya sepakat untuk bertemu lagi pada paruh kedua bulan April.

Seperti dilansir Reuters, ketegangan meningkat dalam beberapa pekan terakhir di Suriah terkait peningkatan eskalasi serangan di Ghouta Timur. Dan yang terbaru adalah dugaan serangan senjata kimia di Kota Douma, markas pemberontak Suriah di Ghouta Timur, oleh pasukan Suriah.
Barat menuding Presiden Suriah Bashar Al Assad atas serangan itu, meskipun kurang bukti untuk mendukung klaim itu. Damaskus membantah menggunakan senjata kimia.

Presiden Suriah, Bashar al-Assad, bertemu dengan tentara Suriah saat mengunjungi Ghouta, Suriah, 18 Maret 2018. SANA/Handout via REUTERS
Seperti dilansir Rusia Today pada 10 April 2018, sejauh ini, belum ada informasi tentang di mana pertemuan itu bakal berlangsung.
Di luar konflik di Suriah, hubungan Rusia-NATO baru-baru ini mencapai titik terendah setelah pada 27 Maret, Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, mengumumkan pengusiran 7 staf Rusia yang merupakan bagian dari misi Moskow di aliansi militer Barat itu.
Langkah itu diambil sebagai tanggapan atas insiden racun terhadap bekas mata-mata Rusia, Sergei Skripal, dan putrinya Yulia di Inggris. PM Inggris Theres May menuding Rusia sebagai pelaku serangan. Presiden Rusia, Vladimir Putin membantah tudingan ini dan meminta bukti dan akses untuk penyelidikan soal ini. Konflik di Suriah membuat Rusia dan Barat kembali bersetegang.





Credit  TEMPO.CO