Ilustrasi.
Seorang tentara menghentikan sebuah kendaraan di pos pemeriksaan
militer di Jolo, Sulu, Filipina selatan, Kamis (25/9). Militan terkait
Al Qaeda di FIlipina selatan mengancam akan membunuh dua tawanan Jerman
yang mereka culik bulan April lalu apabila Jerman tidak menghentikan
dukungannya kepada Amerika Serikat dalam melawan militan Negara Islam,
kata badan pemantau SITE. (REUTERS/Stringer)
Manila (CB) - Pasukan Amerika Serikat memainkan peran
sangat penting dalam serangan gagal terhadap pemberontak Moro di
Filipina, yang menewaskan 44 personel polisi khusus, kata laporan Senat,
yang disiarkan pada Selasa.
Serangan itu, yang dikenal setempat dengan nama Oplan Exodus,
menenggelamkan pemerintah Presiden Benigno Aquino ke dalam kemelut dan
merusak upaya mengakhiri puluhan tahun pemberontakan Moro, lapor AFP.
"Tentara Amerika Serikat memainkan peran dalam pelatihan sebelum, dan
pemantauan, gerakan itu," kata Senator Grace Poe kepada wartawan saat
menyiarkan temuan penyelidikan panitia atas serangan pada 25 Januari
tersebut.
"Panitia itu mendapati Amerika Serikat secara hakiki terlibat dalam
keseluruhan Oplan Exodus. Mereka menyediakan peralatan, pelatihan dan
sandi," katanya.
Oplan Exodus berusaha menangkap atau membunuh dua orang dalam daftar
"teroris" paling dicari pemerintah Amerika Serikat, yang tinggal di
antara pemberontak Moro di masyarakat petani Filipina selatan.
Salah satu orang itu, Zulkifli bin Hir asal Malaysia, dilaporkan tewas,
tapi yang lain, warga Filipina Abdul Basit Usman, lolos saat pemberontak
mengepung polisi khusus tersebut dan menewaskan 44 dari mereka.
Penyelidikan polisi sebelumnya menguraikan banyak kesalahan, yang mengarah ke pembantaian pasukan khusus tersebut.
Laporan Senat itu menyatakan Aquino harus bertanggung jawab atas
kematian tersebut, tapi juga mengangkat masalah pertanggungjawaban
Amerika Serikat, sekutu lama ketentaraan Filipina, yang menolak
mengumumkan perannya dalam gerakan tersebut.
Tiga orang Amerika Serikat tidak disebutkan namanya dibawa ke markas
brigade tentara setempat selama gerakan itu, yang menciptakan ketegangan
pada saat genting dengan komandan tentara Filipina, kata laporan Senat.
"Salah satu orang Amerika Serikat itu memerintahkan Mayor Jenderal
Edmundo Pangilinan menembakkan senjata berat," kata laporan tersebut.
"Tapi, Pangilinan menolak dan mengatakan kepadanya, Jangan mendikte yang harus saya lakukan. Saya komandan di sini," katanya.
Juru bicara kedutaan Amerika Serikat di Manila tidak menanggapi permintaan pendapat tentang laporan Senat itu.
Amerika Serikat memberikan pelatihan dan sandi tentara kepada Filipina dalam upaya "kontra-terorisme"-nya.
Menurut ketentuan persekutuan, pasukan AS tidak diizinkan terlibat dalam pertempuran.
Poe menyatakan tidak ada bukti bahwa Amerika Serikat terlibat dalam
pertempuran, tapi ada kekhawatiran bahwa pengaruh Washington atas
Kepolisian Negara Filipina (PNP) terlalu kuat.
"Itu menimbulkan pertanyaan apakah kepemimpinan PNP masuk dalam gerakan
berbahaya seperti itu tanpa dukungan Amerika Serikat," katanya.
Credit
ANTARA News