CB, Ankara – Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengatakan akan melawan setiap upaya untuk mempermainkan perekonomian negaranya.
Erdogan mengatakan ini pada Sabtu, 18 Agustus 2018, atau sehari setelah dua lembaga pemeringkat surat utang Moody’s dan Standard & Poor’s menurunkan peringkat Turki menjadi non investasi atau junk.
“Sekarang beberapa orang mencoba mengancam kita lewat ekonomi, lewat tingkat suku bunga, nilai tukar mata uang, investasi dan inflasi,” kata Erdogan dalam rapat di Partai Keadilan dan Pembangunan, yang merupakan partai pendukungnya, seperti dilansir Reuters.
Erdogan melanjutkan,”Kami telah melihat permainan Anda, dan kami menantang Anda.”
Nilai tukar mata uang lira melemah sekitar 40 persen terhadap dolar sejak awal tahun. Seperti dilansir Hurriyet Daily News, pada awal pekan ini, nilainya sempat anjlok ke level 7,24 per dolar sebelum menguat ke level 6. Pelemahan ini dipicu kenaikan tarif impor baja dan aluminium oleh Presiden AS, Donald Trump, menjadi 50 persen dan 20 persen.
Erdogan melakukan retaliasi terhadap kebijakan Trump dengan menaikkan tarif impor dua kali lipat untuk produk mobil penumpang, alkohol dan tembakau menjadi masing-masing 120 persen, 140 persen dan 60 persen.
Bank sentral Turki, CBRT, juga membatasi transaksi jual beli lira dan valuta asing antara bank Turki dengan bank asing untuk menekan aksi para spekulan.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan (kiri) dan Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani
Ketegangan AS dan Turki ini bermula dari permintaan Trump agar pastor Andrew Brunson segera dibebaskan. Otoritas Turki menolak karena Brunson, yang telah dua puluh tahun tinggal di sana, diduga terlibat kegiatan mata-mata dan terorisme terkait aksi kudeta militer gagal pada 2016 terhadap pemerintahan Erdogan.
Pemerintah AS, seperti dijelaskan menteri Keuangan, telah menyiapkan sanksi lanjutan kepada Turki. Dalam conference call dengan sekitar 6000 investor beberapa hari lalu, Menteri Keuangan Turki, Berat Albayrak, mengaku negaranya mengedepankan imvestasi langsung untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan tidak akan meminjam ke IMF.
Soal tekanan Trump ini, Erdogan mengatakan,”Kami tidak akan menyerah kepada mereka yang bertindak seperti mitra strategis tapi membuat kita sebagai target strategis.” Erdogan sebelumnya menuding AS telah menusuk Turki, yang merupakan sesama negara anggota NATO, dari belakang dengan pengenaan kenaikan tarif impor.
Erdogan mengatakan ini pada Sabtu, 18 Agustus 2018, atau sehari setelah dua lembaga pemeringkat surat utang Moody’s dan Standard & Poor’s menurunkan peringkat Turki menjadi non investasi atau junk.
“Sekarang beberapa orang mencoba mengancam kita lewat ekonomi, lewat tingkat suku bunga, nilai tukar mata uang, investasi dan inflasi,” kata Erdogan dalam rapat di Partai Keadilan dan Pembangunan, yang merupakan partai pendukungnya, seperti dilansir Reuters.
Nilai tukar mata uang lira melemah sekitar 40 persen terhadap dolar sejak awal tahun. Seperti dilansir Hurriyet Daily News, pada awal pekan ini, nilainya sempat anjlok ke level 7,24 per dolar sebelum menguat ke level 6. Pelemahan ini dipicu kenaikan tarif impor baja dan aluminium oleh Presiden AS, Donald Trump, menjadi 50 persen dan 20 persen.
Erdogan melakukan retaliasi terhadap kebijakan Trump dengan menaikkan tarif impor dua kali lipat untuk produk mobil penumpang, alkohol dan tembakau menjadi masing-masing 120 persen, 140 persen dan 60 persen.
Bank sentral Turki, CBRT, juga membatasi transaksi jual beli lira dan valuta asing antara bank Turki dengan bank asing untuk menekan aksi para spekulan.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan (kiri) dan Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani
Ketegangan AS dan Turki ini bermula dari permintaan Trump agar pastor Andrew Brunson segera dibebaskan. Otoritas Turki menolak karena Brunson, yang telah dua puluh tahun tinggal di sana, diduga terlibat kegiatan mata-mata dan terorisme terkait aksi kudeta militer gagal pada 2016 terhadap pemerintahan Erdogan.
Pemerintah AS, seperti dijelaskan menteri Keuangan, telah menyiapkan sanksi lanjutan kepada Turki. Dalam conference call dengan sekitar 6000 investor beberapa hari lalu, Menteri Keuangan Turki, Berat Albayrak, mengaku negaranya mengedepankan imvestasi langsung untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan tidak akan meminjam ke IMF.
Soal tekanan Trump ini, Erdogan mengatakan,”Kami tidak akan menyerah kepada mereka yang bertindak seperti mitra strategis tapi membuat kita sebagai target strategis.” Erdogan sebelumnya menuding AS telah menusuk Turki, yang merupakan sesama negara anggota NATO, dari belakang dengan pengenaan kenaikan tarif impor.
Credit tempo.co