
ilustrasi
- Petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Batam melakukan pengasapan
(fogging) di area Pelabuhan Internasional Batam Centre, Batam, Kepulauan
Riau, Rabu (31/8/2016). (ANTARA/M N Kanwa)
Bogor (CB) - Guru besar Fakultas Kedokteran Hewan IPB Prof
Upik Kesumawati mengatakan penyebaran virus zika dapat dicegah dengan
mengendalikan vektor utamanya yakni nyamuk aedes aegypti. Caranya, cukup
dengan jaga kebersihan lingkungan.
"Nyamuk bisa dikendalikan asal kita mau," katanya di Bogor, Rabu.
Ia menjelaskan pengendalian aedes aegyti dengan 3M plus yakni
mengubur, menguras dan menghilangkan wadah yang mengandung air. Pola
hidup sehat dan lingkungan yang bersih.
"Bersihkan tempat penampungan air minimal seminggu sekali dan gosok
hingga bersih karena telur aedes aegyti menempel di dinding wadah,"
katanya.
Menurutnya, telur aedes aegypti memiliki keistimewaan dapat bertahan hidup walau tidak ada air.
"Telurnya tahan kering, begitu ada air hujan dia berkembang lagi.
Beda dengan nyamuk lain, kalau tidak ada air akan mati. Intinya menutup
wadah air," katanya.
Ia mengatakan hasil penelitian menunjukkan aedes aegypti adalah
nyamuk yang tangguh, tidak hanya mampu bertelur di tempat yang jernih,
tapi juga bisa bertelur di air yang berpolusi.
"Nyamuk ini mudah beradaptasi dengan lingkungan. Perilaku nyamuk
aedes aegypti yang dianggap nyamuk siang hari ternyata hasil riset
menemukan nyamuk ini ditemukan pada malam hari. Ini adalah perubahan
perilaku adaptif dari aedes aegypti," katanya.
Sementara itu pakar virus dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB Dr
Surachmi Setyaningsih menjelaskan penyebaran virus zika sudah diketahui
sejak tahun 1974 dan pertama ditemukan pada monyet di Afrika.
Virus diketahui menyebar ke Asia, selanjutnya pada tahun 2007 mulai
banyak menular dan meletus ketika akhir 2014 hingga 2015 bahkan hingga
kini masih terjadi.
"Virus ini pernah hilang dan muncul lagi. Sampai saat ini, virus
zika menginfeksi primata, belum ada bukti menginveksi ternak dan belum
ada vaksinya," katanya.
Ia menjelaskan, virus tersebut ditularkan oleh nyamuk terutama aedes
aegypti (vektor dengeu, yellow fever, chikungunya). Vektor definitif
maupun potensial banyak terdapat di Afrika, Amerika, Asia, Eropa dan
Kepulauan Pasifik.
"Terdeteksinya zika di Singapura, harusnya Indonesia lebih waspada
karena potensi penularannya sangat tinggi. Lingkungan mendukung dan
kepedulian masyarakat kurang. Ini faktor resiko yang kami anggap
penting, harus digarap serius dan tidak bisa parsial," katanya.
Ia mengatakan saat ini Singapura sudah melaporkan adanya serangan
zika pada manusia. Karena adanya isu tersebut, kemungkinan ada
hubungannya dengan bayi yang akan dilahirkan. Singapura mendeteksi
gejala ringan seperti demam, mata merah, bercak merah (seperti demam
berdarah).
"Jarak Singapura dan Indonesia cukup dekat. Nyamuk tidak berbedah
jauh spesiesnya dengan Indonesia. Di Singapura, sanitasinya bagus tetapi
bisa tertular, apalagi di Indonesia, yang sanitasinya masih bermasalah,
maka harus siap dan tingkatkan kewaspadaan," katanya.
Profesor Upik menambahkan penyebaran virus zika harus diwaspadai
karena manusia menyediakan habitatnya. Lingkungan rumah dan
sekelilingnya penuh dengan wadah air yang bisa mengakibatkan Aedes
aegypti berkembang biak. Terdapat kaleng bekas, sisa barang yang
menumpuk di dalam rumah, yang menjadi tempat kembang biaknya nyamuk.
Selama ini, lanjutnya, masyarakat sudah mengetahui bahwa mereka
menyediakan air yang bisa menjadi tempat berkembang biak aedes aegypti.
Namun kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya masih rendah.
"Hasil pengamatan jentik di beberapa daerah menunjukkan angka bebas
jentik di wilayah Bogor masih jauh dari standar pemerintah. Rata-rata
mencapai 17 sampai 18 persen," kata Upik.
Credit
ANTARA News