Perbatasan Indonesia - Timor Leste di Atapupu, Nusa Tenggara Timur.
Banyak wilayah masih dalam kondisi tidak layak. Ironisnya, pemerintah sebenarnya sudah mengucurkan belasan triliun rupiah untuk membangun wilayah-wilayah perbatasan.
Tidak heran bila banyak patok perbatasan bergeser ke negara tetangga. Bahkan tidak sedikit warga Indonesia di perbatasan yang hidup mereka bergantung ke negara tetangga, karena kondisi dan aksesnya jauh lebih baik dan mudah.
Usut punya usut, pengelolaan perbatasan ini pun tumpang tindih. Selama ini ada 27 kementerian yang berebutan mengelola anggaran Rp16,04 triliun yang dialokasikan untuk membangun perbatasan. Carut-marut pengelolaan perbatasan itulah yang baru-baru ini ditemui Jokowi.
Dia baru saja mengunjungi Pos Perbatasan Indonesia-Malaysia yang terletak di Sei Pancang, Pulau Sebatik, Kalimantan Utara, Selasa 16 Desember 2014. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan Jokowi prihatin dengan kondisi perbatasan setelah melakukan peninjauan langsung ke lokasi.
Seperti dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet yang beralamat di www.setkab.go.id, Tjahjo mengatakan dia telah menerima instruksi dari presiden agar melakukan percepatan pembangunan kawasan perbatasan, yang terdiri dari 187 kecamatan.
“Arahan Presiden mempercepat proses pembangunan infrastruktur. Termasuk perhubungan dan sebagainya,” katanya di kantor Presiden, Rabu 17 Desember 2014.
Percepatan Pembangunan
Jokowi menurut Tjahjo meminta agar dilakukan percepatan proses pembangunan infrastruktur, termasuk perhubungan. Menurut Tjahjo dibutuhkan peran penting dari Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, termasuk di dalamnya Kementerian Komunikasi dan Informasi.
“Jadi mulai dari Pulau Rondo Aceh sampai perbatasan Sekau, mulai Entikong sampai Sebatik hingga NTT,” ujar Tjahjo.
Terkait dengan percepatan pembangunan, Jokowi menurut Tjahjo juga menginstruksikan Kementerian Dalam Negeri untuk mengefektifkan tingkat koordinasi yang selama ini tidak efektif. Sehingga menyebabkan tidak optimalnya penggunaan alokasi anggaran untuk daerah perbatasan.
“Sekarang ini Kemendagri kan membawahi untuk itu (daerah perbatasan) di 21 instansi, kan ngga efektif,” kata Tjahjo.
Presiden, kata Tjahjo, juga prihatin karena dana khusus perbatasan yang cukup besar itu sia-sia. Itu terjadi karena terlalu banyak kementerian yang terlibat, sehingga hasilnya tidak optimal.
Sebelumnya Jokowi mengatakan penanganan daerah-daerah perbatasan selama ini masih jauh dari optimal. Akibatnya, tidak hanya perekonomian di wilayah-wilayah itu yang tidak bergerak, tetapi tingkat kesejahteraan penduduknya juga kurang baik.
Dana Kawasan Perbatasan
Menurut Jokowi alokasi dana kawasan perbatasan Indonesia secara menyeluruh sangat besar, yaitu mencapai Rp 16,04 triliun. Koordinasi penanganannya selama ini dilakukan oleh 27 kementerian.
“Dengan keterlibatan 27 kementerian dan lembaga lain, yang tanpa koordinasi serta perencanaan baik, dana Rp 16,04 triliun itu bukan hanya tidak jelas pemakaiannya, melainkan terdengar hasil-hasilnya pun tidak,” kata Jokowi.
Jokowi berencana menyederhanakan tanggung jawab kementerian dan koordinasi serta alokasi anggaran. “Dari 27 kementerian, kita akan bahas menjadi tiga atau empat kementerian yang fokus bertanggung jawab menanganinya,” ujarnya.
Usulan Menteri Agraria
Menteri Agraria dan Tata Ruang sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional, Ferry Mursyidan Baldan, mengatakan Pulau Sebatik di Kalimantan yang terletak di perbatasan Indonesia dan Malaysia akan dijadikan sebagai kota. Namanya, Kota Sebatik.
"Sebatik itu nanti kita akan jadikan administrasi pemeritahannya itu jadi kota. Jadi Kota Sebatik. Itu usulan," kata Ferry di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu 17 Desember 2014.
Ferry juga mengemukakan usulan itu disampaikan agar kehidupan masyarakat di Sebatik bisa berjalan lebih baik.
"Memberikan kemudahan kalau saat ini kan nggak jelas. Kalau kota kan ada pembangunan dan percepatan," ujarnya.
Ke depan, Kota Sebatik menurut Ferry akan dipimpin langsung oleh seorang wali kota. Ferry mengatakan saat ini Sebatik hanya daerah sekelas kecamatan. Menurut Ferry akan lebih baik jika Sebatik memiliki administrasi pemerintahan sendiri.
"Layanan publiknya lebih mudah dan tidak perlu ke luar pulau," katanya.
Ferry mengatakan untuk memperkuat wilayah perbatasan juga akan dilakukan sertifikasi terhadap seluruh pulau-pulau terluar.
"Semua, sertifikasi semua pulau terluar. Tetapi tidak jadi kota karena sudah ada pemerintahan," ujarnya.
Pengelolaan Satu Pintu
Selain sertifikasi, Ferry juga mengigatkan kebijakan mempercepat pembangunan daerah perbatasan harus berasal dari satu pintu. Padahal, saat ini dana pembangunan perbatasan tersebar di beberapa kementerian.
"Kebijakanya itu harus berasal dari satu tangan apakah Menhan atau Mendagri," katanya
Namun menurut Ferry soal anggaran tak akan jadi soal. Sebab nanti bisa saja anggaran percepatan pembangunan itu dikumpulkan kembali dan akan ditransfer ke perbatasan dari satu pintu.
"Boleh tersebar tetapi pelaksanaanya harus dari satu kebijakan. Boleh tersebar hari ini tetapi jangan bikin kebijakan sendiri," ujarnya.
Pada tahun anggaran ke depan menurutnya dana perbatasan harus berada di satu kementerian. "Satu pintu Bansos saja bisa," katanya.
Pergeseran Patok Perbatasan
Selain persoalan anggaran, koordinasi dan percepatan, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu juga mengungkapkan rencana pemerintah menggunakan pesawat nirawak untuk memantau patok-patok perbatasan di seluruh wilayah Indonesia.
Hal itu disampaikan Ryamizard dalam konferensi pers saat Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan di Jakarta, Rabu, 17 Desember 2014.
"Akan dilengkapi dengan pesawat tanpa awak yang akan mendeteksi keberadaan patok-patok itu untuk tetap berada di posisinya," ujarnya.
Menurut Ryamizard, selama bertahun-tahun patok-patok perbatasan di wilayah Indonesia kerap kali bergeser. Hal itu yang membuat Kementerian Pertahanan langsung mengambil tindakan untuk mematenkan letak patok pada 2015.
"Ke depan hal seperti ini tidak akan terjadi lagi. Kita akan memasang patok yang benar," ujarnya.
Dukungan Parlemen
Ketua Komisi Pemerintahan DPR yang menjadi mitra kerja Kemendagri dan Kementerian Agraria sekaligus Kepala BPN di parlemen, Rambe Kamaruzaman, menyatakan dukungannya terhadap upaya Jokowi membenahi permasalahan yang terjadi di perbatasan.
Politisi Partai Golongan Karya itu ketika dihubungi VIVAnews, Rabu 17 Desember 2014 mengatakan daerah perbatasan memang harus diberi perhatian lebih.
"Perencanaan dan tahapan-tahapan percepatan pembangunannya harus diperjelas," katanya.
Rambe mengatakan selain perbatasan di darat, perbatasan di laut juga harus diperhatikan oleh pemerintah khusus oleh pemerintah. "Tidak cukup hanya sebatas political will saja," ujarnya.
Dukungan juga datang dari politisi Partai Gerakan Indonesia Raya, Ahmad Riza Patria. Dukungan disampaikan Riza ketika dihubungi VIVAnews, Rabu 17 Desember 2014. Menurut Riza persoalan yang terjadi di perbatasan tidak hanya sekadar masalah kedaulatan negara.
"Juga ada problem-problem ekonomi yang harus diselesaikan," katanya.
Riza mengatakan kawasan perbatasan seharusnya dipandang sebagai kawasan terdepan dan bukan terluar. Sebagai kawasan terdepan, layaknya serambi atau pekarangan rumah maka perbatasan harus bagus, cantik dan bersih.
Selama melakukan kunjungan kerja di berbagai wilayah perbatasan, Riza menemukan permasalahan-permasalahan yang harus dibenahi. Dia memberi contoh di wilayah yang berbatasan langsung dengan Malaysia, kantor-kantor, jalan dan infrastruktur yang berada di wilayah Indonesia kondisinya sangat buruk dan memprihatinkan.
"Sementara milik Malaysia bagus-bagus," ujarnya.
Jika permasalahan-permasalahan itu tidak segera dibenahi, menurut Riza bukan tidak mungkin warga negara Indonesia yang tinggal di perbatasan tidak hanya belanja di wilayah Malaysia dan menggunakan mata uang Malaysia.
"Lama-kelamaan mereka akan pindah kewarganegaraan dan menjadi warga negara Malaysia," katanya.
Credit VIVAnews