Tampilkan postingan dengan label TAIWAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TAIWAN. Tampilkan semua postingan

Kamis, 11 Oktober 2018

Taiwan Sebut Sepak Terjang China Ancam Negaranya


Taiwan Sebut Sepak Terjang China Ancam Negaranya
Ilustrasi (REUTERS/Pichi Chuang)

Jakarta, CB -- Presiden Taiwan Tsai Ing-wen menuding sepak terjang China di dunia internasional "benar-benar" mengancam perdamaian dan stabilitas negaranya.

Tsai menggambarkan situasi keamanan wilayahnya terus memanas terutama setelah Beijing meningkatkan "serangan" untuk membendung upaya Taiwan meraih kedaulatan, salah satunya dengan terus mendesak negara-negara memutus hubungan diplomatik dengan Taipei.

"Karena Taiwan berada di garis depan Pasifik Barat, kami selalu mengalami tekanan yang luar biasa," kata Tsai dalam pidatonya menyambut Hari Kemerdekaan Taiwan, Rabu (10/10).


"Serangan diplomatik dan militer China secara unilateral tidak hanya merusak hubungan lintas selat. Mereka juga telah secara serius menentang status quo perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan."

Dalam kesempatan itu, Tsai mendesak otoritas China agar tidak "menjadi sumber konflik, tetapi memainkan peran positif di kawasan dan dunia."

Taiwan mengaku sebagai negara yang berdaulat dan memiliki sistem politik, keuangan, dan hukum sendiri sejak 1949 lalu. Namun, hingga kini, wilayah itu tidak pernah benar-benar mendeklarasikan berpisah dari China.

Relasi antara Beijing dan Taipei terus memanas terutama sejak Tsai menjabat pada Mei 2016 lalu.


Taiwan Sebut Sepak Terjang China Ancam Negaranya
Wilayah Taiwan (REUTERS/Tyrone Siu)
Sejak itu, Taiwan secara agresif terus berupaya mendapat pengakuan negara lain sebagai negara merdeka. Sementara itu, China berkeras menganggapnya sebagai wilayah pembangkang yang ingin memisahkan diri.

China kerap memprotes negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Beijing dan Taiwan secara bersamaan. Tekanan dari negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini cukup efektif membuat negara-negara lain memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan.

Sejak Tsai berkuasa, lima negara baru memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan akibat tekanan China. Hingga saat ini hanya tersisa 17 negara yang masih mengakui Taiwan sebagai negara secara diplomatik.

Baru-baru ini, China juga terus meningkatkan latihan militer di sekitar Taiwan. Tak hanya itu, Beijing pun berhasil menekan sejumlah perusahaan internasional untuk memasukan Taiwan sebagai bagian dari China dalam sejumlah situs resminya.

Dalam pidatonya, Tsai berjanji tidak akan memperburuk ketegangan Taiwan dengan China. Meski begitu, dia bersumpah akan terus menjaga keamanan nasional dan hubungan diplomatik Taiwan dengan negara lain demi "kepentingan strategis yang tak dapat tergantikan."

"Saya tidak akan terprovokasi dalam konfrontasi atau konflik yang membahayakan hubungan lintas selat. Saya juga tidak akan menyimpang dari kehendak rakyat dan mengorbankan kedaulatan Taiwan," papar Tsai seperti dikutip AFP.

"Strategi respons yang efektif harus berakar pada kekuatan nasional."





Credit  cnnindonesia.com





Selasa, 25 September 2018

AS Sepakati Prospek Penjualan Alat Militer Rp4,9 T ke Taiwan



AS Sepakati Prospek Penjualan Alat Militer Rp4,9 T ke Taiwan
Ilustrasi F-16. (Reuters/Hamad I Mohammed)


Jakarta, CB -- Amerika Serikat menyepakati prospek penjualan onderdil jet F-16 dan pesawat militer lainnya senilai US$330 juta atau setara Rp4,9 triliun ke Taiwan.

Badan Kerja Sama Keamanan Kementerian Pertahanan AS menjabarkan bahwa prospek penjualan itu mencakup suku cadang untuk F-16, C-130, F-5, Indigenous Degence Fighter (IDF), dan sejumlah elemen logistik lainnya.

"Prospek penjualan ini akan berkontribusi ke kebijakan luar negeri dan keamanan nasional Amerika Serikat dengan membantu mengembangkan kemampuan keamanan dan pertahanan penerima," demikian pernyataan Badan Kerja Sama Keamanan Kemhan AS.


Menurut badan tersebut, Taiwan "sejak lama menjadi kekuatan penting untuk stabilitas politik, keseimbangan militer, dan perkembangan ekonomi di kawasan."


Selama ini, China selalu menganggap Taiwan sebgai bagian dari kedaulatan mereka di bawah prinsip "Satu China".

Namun, AS memastikan bahwa prospek penjualan ini bertujuan untuk membantu Taiwan mengembangkan "armada pertahanan dan udaranya" tanpa merusak keseimbangan militer di kawasan.

Meski tak pernah melarang, Beijing selalu curiga dengan kepentingan AS di Taiwan dengan semua penjualan senjata dan alat militer lainnya selama ini.

Dalam pertemuan dengan Menhan AS, Jim Mattis, pada Juni lalu, Presiden China, Xi Jinping, pun mengatakan bahwa mereka menjunjung perdamaian, tapi tidak akan melepaskan "satu inchi pun" wilayah yang diwariskan leluhur mereka.



Credit  cnnindonesia.com




Kamis, 30 Agustus 2018

Eks Bos Intel AS: Taiwan Harus Latihan Menyerang Kapal Induk China

Eks Bos Intel AS: Taiwan Harus Latihan Menyerang Kapal Induk China
Kapal induk Liaoning milik Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA-N) China. Foto/REUTERS/Bobby Yip

WASHINGTON - Mantan direktur intelijen nasional Amerika Serikat (AS), Dennis Blair, menyerukan militer Taiwan berlatih untuk menyerang kapal induk China, Liaoning. Menurutnya, simulasi serangan harus dilakukan jika kapal raksasa Beijing itu mengitari wilayah Taipei.

Komentar Blair, seorang pensiunan laksamana angkatan laut, di-posting 22 Agustus 2018 untuk Saskawa Peace Foundation USA.

"Jika kapal induk berlayar di sekitar Taiwan, pasukan Taiwan harus memanfaatkan kehadirannya untuk melakukan simulasi serangan terhadap Liaoning," katanya.

"Meningkatkan kesiapan mereka sendiri dan mendemonstrasikan kenyataan bahwa Liaoning rentan dalam kondisi masa perang," lanjut Blair, seperti dikutip Sputnik, Kamis (30/8/2018).

Blair adalah direktur ketiga intelijen nasional di era Presiden Barack Obama. Dia jadi bos intelijen nasional sebelum Januari 2009 hingga Mei 2010. Dia mengundurkan diri sebagai protes terhadap rumitnya birokrasi di Gedung Putih.

Kapal induk Liaoning Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) pernah berlayar menuju Taiwan pada bulan Maret lalu.

Awalnya, penerbangan dan misi laut China di dekat Jepang dan Taiwan belum dinyatakan ilegal. Namun, setelah ancaman mulai dirasakan, pesawat Jepang dan Taiwan dimobilisasi dan bertemu dengan pesawat maupun kapal China. Pesawat dan kapal China lantas dikawal menjauh dari Zona Ekonomi Eksklusif, Zona Identifikasi Pertahanan Udara atau pun perairan teritorial dan wilayah udara kedua pihak yang terusik.

Mantan penasihat presiden Obama itu mengatakan bahwa tanggapan Jepang dan Taiwan memberikan kesempatan bagi PLA untuk memperoleh wawasan intelijen tentang kemampuan pengawasan dan reaksi kedua negara. Wawasan itu dapat digunakan untuk keuntungan PLA dalam operasi tempur.

Terkait dengan Taiwan, China hingga kini tak mengakui wilayah itu sebagai negara merdeka, tapi dianggap sebagai provinsinya yang membangkang. Ketika sebuah laporan muncul pada bulan Juli bahwa kontingensi Angkatan Laut AS kemungkinan akan ditempatkan di kedutaan AS yang baru secara de facto di Taiwan, media pemerintah China, Global Times, memperingatkan bahwa Beijing bisa meluncurkan invasi habis-habisan sebagai respons.

Menurut editorial media pemerintah itu, Beijing tidak tertarik pada penempatan personel AS seperti itu di Taiwan. Penempatan personel militer, jika benar, maka akan dianggap sebagai "subversi dari kebijakan satu-China".

Pemerintah Taiwan yang dipimpin Presidenan Tsai Ing-wen telah menolak untuk mendukung gagasan bahwa Taipei bagian dari "satu China". Penolakan Taiwan menjadi bagian dari China itu telah memicu ketegangan sejak Tsai menjabat tahun 2016. 







Credit  sindonews.com




Kamis, 23 Agustus 2018

Memilih Cina, El Salvador Putus Hubungan dengan Taiwan


Menteri Luar Negeri El Salvador, Carlos Castaneda, dan Menteri Luar Negeri Cina, Wang Yi, bersulang pada upacara penandatanganan untuk menandai pembentukan hubungan diplomatik antara El Salvador dan Cina di Wisma Negara Diaoyutai di Beijing, Cina, Selasa, 21 Agustus 2018. ( Foto AP / Mark Schiefelbein)
Menteri Luar Negeri El Salvador, Carlos Castaneda, dan Menteri Luar Negeri Cina, Wang Yi, bersulang pada upacara penandatanganan untuk menandai pembentukan hubungan diplomatik antara El Salvador dan Cina di Wisma Negara Diaoyutai di Beijing, Cina, Selasa, 21 Agustus 2018. ( Foto AP / Mark Schiefelbein)

CB, Jakarta - Taiwan memutuskan hubungan diplomatik dengan El Salvador pada Selasa bertepatan dengan penandatangan pembentukan hubungan diplomatik antara El Salvador dan Cina.
Pemutusan hubungan diplomatik Taiwan dan El Salvador menjadikan Taiwan diakui sebagai negara berdaulat oleh hanya 17 negara berkembang. Sementara Cina melalui Menteri Luar Negerinya, Wang Yi, mengumumkan bahwa pemerintahannya telah menjalin hubungan dengan El Salvador.

"Sejarah akan membuktikan bahwa membangun hubungan diplomatik dengan CIna sepenuhnya sesuai dengan kepentingan fundamental dan jangka panjang negara dan rakyat El Salvador," kata Wang, seperti dilaporkan Associated Press, 21 Agustus 2018.
Taiwan memisahkan diri dari Cina daratan di tengah perang saudara tahun 1949, dan Cina, yang menganggap Taiwan sebagai wilayahnya, berkampanye terus untuk mengisolasi pulau itu secara global. Kampanye ini memutuskan hubungan dengan pemerintah Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, segera setelah ia menjabat pada 2016 dan telah terus meningkatkan tekanan diplomatik dan ekonomi.

Menteri Luar Negeri El Salvador Carlos Castaneda (kiri), dan Menteri Luar Negeri Cina , Wang Yi, berjabat tangan pada upacara penandatanganan untuk menandai pembentukan hubungan diplomatik antara kedua negara di Wisma Negara Diaoyutai di Beijing Selasa, 21 Agustus 2018. (Foto AP / Mark Schiefelbein)
Awal tahun ini, negara Burkina Faso di Afrika Barat dan Republik Dominika memutuskan hubungan dengan Taiwan dan melanjutkan atau menjalin hubungan diplomatik dengan Cina.
Menteri Luar Negeri Taiwan, Joseph Wu, pada Selasa 21 Agustus, mengutuk apa yang disebutnya kampanye Cina untuk memikat sekutu-sekutu Taiwan dengan janji-janji bantuan keuangan dan investasi besar.

Taiwan bersedia mempertimbangkan untuk bekerjasama dengan sekutunya dalam pendidikan, pertanian atau bahkan prakarsa infrastruktur, kata Wu, tetapi menolak untuk bersaing dengan Cina dalam membeli dukungan diplomatik.
Menteri Luar Negeri Taiwan, Joseph Wu.[REUTERS]
Dilansir dari Reuters, Wu mengatakan El Salvador telah terus menerus meminta dukungan pendanaan besar-besaran sejak tahun lalu untuk pengembangan pelabuhan, tetapi Taiwan tidak dapat membantu dengan proyek yang tidak sesuai setelah penilaian.
"Tekanan dari Cina hanya akan membuat Taiwan lebih bertekad untuk melanjutkan jalan demokrasi dan kebebasan kami," katanya.
"Perilaku Cina yang tidak sopan dan tidak masuk akal pasti akan berdampak negatif terhadap hubungan lintas selat. Ini juga bukan sikap negara yang bertanggung jawab harus berperilaku."

Cina menganggap Taiwan sebagai provinsi pelabuhan dari Cina, tidak memenuhi syarat untuk hubungan negara-ke-negara, dan tidak pernah berniat melepas pulau itu di luar kendalinya.
"Saya yakin bahwa orang-orang El Salvador akan merasakan kehangatan dan persahabatan dari orang-orang Cina dan mendapatkan manfaat nyata dari kerjasama dengan Cina," kata Menlu Cina.





Credit  tempo.co






Senin, 13 Agustus 2018

Presiden Tsai: Tak Satu Pun Dapat Menghapus Keberadaan Taiwan


Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen.[Lowy Institute]
Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen.[Lowy Institute]

CB, Jakarta - Presiden Tsai Ing-wen bersumpah bahwa tak satu negara pun dapat menghapus keberadaan Taiwan sebagai negara.
Tsai menegaskan hal itu saat akan terbang menuju Amerika Serikat dan dua negara sekutu Taiwan pada hari Minggu, 12 Agustus 2018. Tsai singgah ke AS saat Cina dan AS terlibat perang dagang.

"Saya akan ke luar negeri, seluruh dunia dapat melihat Taiwan, mereka dapat melihat negara kami seperti juga melihat dukungan kami kepada demokrasi dan kebebasan. Kami hanya membutuhkan kepastian sehingga tidak ada satupun yang dapat menghapus keberadaan Taiwan," kata Tsai seperti dikutip dari Reuters.

Cina yang mengklaim Taiwan sebagai miliknya telah melakukan berbagai kampanye untuk menentang Taiwan melepaskan diri dari Cina.
Beijing bahkan sudah mengeluarkan perintah kepada perusahaan-perusahaan asing untuk membuat label Taiwan sebagai bagian dari Cina di situs resmi mereka. Cina juga berusaha mengeluarkan Taiwan dari berbagai forum internasional.

Cina juga berupaya mengurangi jumlah negara yang mengakui Taiwan sebagai negara. Saat ini ada 18 negara yang mengakui keberadaan Taiwan.Cina juga mengeluarkan komplain ke Washington atas menerima kedatangan Tsai yang singgah ke Amerika Serikat untuk kemudian meneruskan perjalanannya.
Selama sehari di AS, Tsai akan bertemu Ketua Komisi Urusan Luar Negeri , Ed Royce. Setelah itu, Tsai akan bertemu perwakilan bisnis AS membahas cara Taiwan meningkatkan investasi dan pengadaan peralatan dengan AS.

Kunjungan Tsai juga terkait dengan kesepakatan penjualan gas alam antara perusahaan pelat merah Taiwan, CPC Corp dengan perusahaan AS yang nilai totalnya mencapai US$ 25 miliar.Washington tidak memiliki hubungan resmi dengan Taiwan, namun merupakan sekutu terkuat dan AS juga menyuplai senjata ke negara itu.






Credit  tempo.co





Selasa, 07 Agustus 2018

Taiwan Naikkan Anggaran Pertahanan 2019


Presiden baru Taiwan, Tsai Ing-wen menghadiri upacara pelantikannya di Istana Kepresidenan di Taipei, Taiwan, 20 Mei 2016. Tsai dipilih menjadi Presiden Taiwan di saat hubungan negeri itu dengan China terus memburuk. REUTERS
Presiden baru Taiwan, Tsai Ing-wen menghadiri upacara pelantikannya di Istana Kepresidenan di Taipei, Taiwan, 20 Mei 2016. Tsai dipilih menjadi Presiden Taiwan di saat hubungan negeri itu dengan China terus memburuk. REUTERS

CB, Jakarta - Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, sedang berupaya merampungkan anggaran pengeluaran Angkatan Bersenjata Taiwan. Proposal anggaran pengeluaran bidang pertahanan Taiwan untuk 2019 naik 5.6 persen atau menjadi Tw$ 346 miliar atau setara Rp 163 triliun.
Rencananya, proposal anggaran ini akan disorongkan kepada parlemen sebelum memasuki masa reses musim panas 2018. Peningkatan anggaran bidang pertahanan ini naik menyusul memburuknya hubungan Taiwan dengan Cina. Beijing menilai Taiwan sebagai daerah istimewa khusus yang tak terpisahkan dari Cina dan akan seperti ini selamanya, bahkan lewat kekuatan militer jika terpaksa.
"Ada banyak perubahan terkait perkembangan situasi internasional, kawasan dan keamanan negara kami dihadapkan pada lebih banyak ancaman yang semakin rumit dan jelas," kata Tsai, seperti dikutip dari pada Senin, channelnewsasia.com, 6 Agustus 2018

Kendaraan militer Taiwan M56 mengeluarkan asap saat latihan militer Han Kuang, yang mensimulasikan Tentara Pembebasan Rakyat Cina (PLA) yang menyerang pulau itu, di Pangkalan Udara Ching Chuan Kang, Taichung, Taiwan, Kamis, 7 Juni 2018. REUTERS/Tyrone Siu

Cina telah meningkatkan tekanan kepada Taiwan sejak Presiden Tsai berkuasa dua tahun lalu atau persisnya saat pemerintahn Tsai menolak menjadi bagian dari Cina. Semenjak itu, Taiwan telah meningkatkan latihan udara dan laut, termasuk lima latihan militer di selat Taiwan pada April 2018.Pada 2017, anggaran pengeluaran bidang pertahanan Taiwan sebesar Tw$ 18.3 miliar atau sekitar 2.16 persen dari GDP wilayah itu. Sedangkan pada 2018, anggaran pengeluaran naik 1.9 persen dibanding tahun lalu menjadi Tw$ 327.7 miliar. Tsai mengatakan anggaran untuk 2019 akan dialokasikan untuk proyek-proyek bidang pertahanan. Taiwan ingin mengembangkan sistem pertahanan, khususnya wilayah perairan.
Amerika Serikat pada 2017 setuju untuk memberikan izin penjualan teknologi kapal selam kepada Taiwan. Kendati Amerika Serikat tidak memiliki hubungan diplomatik secara resmi dengan Taipe, namun Amerika Serikat tetap menjadi sekutu terbesar dan pemasok senjata ke Taiwan.




Credit  tempo.co




Rabu, 01 Agustus 2018

Media China: AS Invasi Militer jika Kirim Marinir ke Taiwan

Media China: AS Invasi Militer jika Kirim Marinir ke Taiwan
Gedung American Institute in Taiwan (AIT) yang dianggap sebagai Kedutaan AS secara de facto di Taiwan. Foto/REUTERS

BEIJING - Amerika Serikat (AS) akan dianggap melakukan invasi militer terhadap China jika mengirim marinirnya untuk menjaga kedutaan AS de facto di Taiwan, American Institute in Taiwan (AIT). Penilaian itu muncul dari media pemerintah Beijing.

Sebuah laporan baru menunjukkan personel militer AS disiapkan untuk dikerahkan ke gedung AIT baru di Taiwan untuk melindungi personel AS di sana.

"Beijing akan menganggap langkah semacam itu sebagai subversi dari kebijakan satu-China," tulis media pemerintah Beijing, Global Times, dalam editorialnya, hari Senin.

"Alasan bagi Beijing untuk menyebarkan peningkatan jumlah tindakan pencegahan harus dihadapi Washington," lanjut editorial tersebut.

David An, peneliti senior di Global Taiwan Institute, dalam sebuah catatan mengatakan Departemen Luar Negeri AS belum memutuskan apakah marinir Washington akan ditempatkan di gedung AIT atau tidak.

AIT, meskipun difungsikan layaknya kedutaan AS, secara teknis itu bukan kantor kedutaan. Perbedaan persepsi ini telah memicu "aksi main mata" diplomatik secara halus antara Washington, Taipei dan Beijing.

Pertanyaan lain yang belum dijawab AS adalah apakah anggota layanan AS di gedung AIT akan mengenakan seragam militer atau pakaian sipil.

"Perasaan saya adalah bahwa keputusan akhir masih dalam pertimbangan di dalam Departemen Luar Negeri AS," kata An kepada Sputnik, yang dikutip Selasa (31/7/2018).

Meskipun belum ada kejelasan, Global Times meluncurkan peringatan keras dalam editorialnya. "Jika marinir AS secara terbuka di AIT berada dalam seragam mereka,  akan diperlakukan oleh Beijing sebagai subversi berat dari kebijakan satu-China atau bahkan invasi militer AS di tanah China," tulis media China tersebut.

"AIT juga akan dianggap sebagai benteng utama untuk invasi AS ke China. Pemerintah Taiwan pimpinan Tsai Ing-wen akan didefinisikan sebagai kelompok pengkhianat. Dari perspektif strategis, AIT akan menjadi tempat yang paling tidak aman di Taiwan dan jadi sekering peledakan untuk bentrokan," lanjut Global Times.

China sampai saat ini menganggap Taiwan sebagai provinsinya yang nakal. Beijing tidak akan membiarkan wilayah itu lepas atau merdeka dari China.

Krisis Taiwan ini menambah ketegangan dalam hubungan AS-China yang saat ini sedang terlibat perang dagang. "Kami jelas memiliki masalah kronis dengan China," kata Robert Lighthizer, perunding perdagangan tingkat tinggi AS, dalam paparannya di hadapan Senat pekan lalu.

"Beberapa masalah akan ditangani dalam waktu singkat," ujarnya."(Tapi), secara terarah, kita akan memiliki masalah dengan China yang akan berlangsung selama bertahun-tahun." 




Credit  sindonews.com




Jumat, 27 Juli 2018

Tiga Maskapai Dunia Penuhi Tuntutan Cina Ubah Sebutan Taiwan


Peta Taiwan.
Peta Taiwan.
Foto: Chinamaps.info/ca

Cina menuntut maskapai internasional tak menyebut Taiwan sebagai negara


CB, CANBERRA -- Tiga dari 44 maskapai penerbangan internasional yang diminta untuk mengubah cara mereka menyebut Taiwan telah memenuhi tuntutan tepat sebelum tenggat waktu berakhir. Hal itu menimbulkan kemenangan besar bagi Pemerintah Cina.

Cina mengancam untuk menghukum maskapai penerbangan yang menyebut Taiwan sebagai negara

 American Airlines, Delta, dan United Airlines kini telah memenuhi permintaan tersebut, bergabung dengan Qantas dan 40 maskapai lainnya
 Anggota Parlemen Taiwan mengatakan tindakan Cina "brutal, sepihak" dan akan makin menjauhkan Taiwan



American Airlines, Delta, dan United Airlines semuanya tak lagi memakai nama "Taiwan" di situs mereka untuk memenuhi batas waktu 25 Juli yang diberlakukan oleh Beijing. Tuntutan itu sebelumnya disebut Pemerintah AS sebagai "Omong kosong tiran".


Qantas adalah salah satu perusahaan penerbangan yang ditargetkan dalam surat milik lembaga Penerbangan Sipil Cina awal tahun ini. Cina mengancam hukuman bagi operator yang menyebut Taiwan sebagai negara.


Qantas menegaskan akan memenuhi permintaan Beijing, dan sekarang menyebut kota-kota seperti Taipei dan Kaohsiung sebagai bagian dari Taiwan, Cina. CEO Qantas, Alan Joyce, membela langkah tersebut pada saat itu, mengutip bahwa Australia menganut Kebijakan Satu Cina yang mengakui daratan utama dan Taiwan sebagai milik satu negara


Tapi ketegasan Cina mendapat kecaman dari Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop, yang mengatakan pemerintah seharusnya tidak "mengancam operasi bisnis umum".


Beberapa maskapai penerbangan lain telah menanggapi permintaan Beijing dengan mencabut penyebutan negara dan hanya menulis kota sebagai tujuan.


"Saya pikir operator AS akhirnya tak punya pilihan," kata Tom Ballantyne, kepala koresponden di media Orient Aviation Magazine.


"Pasar Cina terlalu penting."


Disebut aksi brutal



"Tidak ada ruang untuk negosiasi atau konsultasi ketika menyangkut prinsip Satu China," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Geng Shuang, menjelang tenggat waktu di Beijing.


Otoritas Cina belum menentukan hukuman apa yang bisa dihadapi oleh operator internasional karena mengabaikan permintaan, tetapi mengindikasikan bahwa hal itu bisa membahayakan akses mereka ke apa yang diharapkan menjadi pasar penerbangan terbesar di dunia dalam lima tahun terakhir.


Foto layar dari bulan Januari 2018 menunjukkan Taiwan sebagai negara di situs Penumpang Setia Qantas.
Photo: Foto layar dari bulan Januari 2018 menunjukkan Taiwan sebagai negara di situs Penumpang Setia Qantas. (Supplied)



Di Taiwan, seorang anggota Parlemen dari Partai Progresif Demokratik yang berkuasa, Lo Chih-Cheng, menggambarkan langkah Beijing sebagai "tindakan brutal, sepihak" yang menciptakan "lingkaran setan".


"Cina ingin menggunakan metode seperti mengubah nama Taiwan untuk mendorong Taiwan lebih dekat ke Cina, tetapi hasilnya adalah sebaliknya - itu akan membuat Taiwan melangkah semakin jauh - itu kontraproduktif," katanya.


Tekanan pada maskapai penerbangan hanyalah cara terbaru yang digunakan Beijing untuk semakin meminggirkan kehadiran Taiwan di dunia internasional. Dalam beberapa bulan terakhir, Cina merangkul dua sekutu diplomatik Taiwan yang tersisa, hanya menyisakan 19 negara kecil atau miskin yang mengakui pemerintahan di Taipei.


Baru minggu ini, tekanan Cina memaksa panitia Olimpiade Asia Timur untuk menangguhkan pertandingan pemuda yang direncanakan digelar tahun depan di kota Taichung, Taiwan. Beijing diyakini sangat marah karena LSM dan warga sipil mulai mendesak adanya referendum untuk menentukan apakah tim olah raga nasional harus menyebut dirinya Taiwan, bukannya Taipei Cina yang diminta Beijing.


"Ini akan membuat generasi muda di Taiwan membangun kebencian mereka terhadap Cina daripada memenangkan hati mereka," kata Alexander Huang, seorang profesor dan mantan wakil menteri.


Kampanye sukses Cina untuk mendikte kata-kata yang digunakan di situs maskapai penerbangan asing mengikuti serangkaian permintaan maaf tahun ini dari perusahaan-perusahaan yang dianggap "menyakiti perasaan" masyarakat Cina.


Pada Januari, pihak berwenang Cina menutup situs jaringan hotel Marriot selama seminggu karena mencantumkan Hong Kong dan Tibet sebagai negara dalam survei daring mereka.


Produsen pakaian Zara juga dipaksa untuk mengubah situsnya karena melanggar standar Cina untuk menyebut Taiwan.


Mercedes-Benz juga meminta maaf pada Februari karena mengutip pemimpin spiritual Tibet, Dalai Lama, dalam apa yang seharusnya menjadi postingan motivasi di Instagram. Cina menganggap Dalai Lama sebagai separatis yang berbahaya.




Credit  republika.co.id/berita/abc-australia-network



Selasa, 24 Juli 2018

Taiwan Mengaku Bisa Direbut China Jika Tak Didukung AS


Taiwan Mengaku Bisa Direbut China Jika Tak Didukung AS
Ilustrasi militer Taiwan. (Reuters/Tyrone Siu)


Jakarta, CB -- Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu mengatakan negaranya bisa direbut secara paksa oleh China, jika tak mendapatkan dukungan militer dari Amerika Serikat.

Joseph mengatakan kepada CNN, Senin (23/7), bahwa pihaknya merasa hubungan dengan AS makin kuat dalam beberapa tahun terakhir, tapi penting bagi Washington untuk melanjutkan dukungan militer dan diplomatik untuk Taipei.

"Jika China melihat kerentanan Taiwan, tak mendapatkan dukungan AS, maka mereka akan berpikir memulai skenario di mana mereka bisa merebut kendali atas Taiwan," ujarnya.



Meski mempunyai pemerintahan mandiri selama 70 tahun, pihak China daratan terus memandang pulau tersebut sebagai wilayah penting.

Beijing meningkatkan tekanan terhadap Taiwan setelah Partai Demokratis Progresif (DPP) yang turun-temurun mendukung kemerdekaan berkuasa bersama Presiden Tsai Ing-wen pada 2016 lalu.

Angkatan laut China telah melakukan serangkaian latihan militer dengan peluru hidup di Selat Taiwan sejak Rabu hingga Senin. Para pakar di tabloid Global Times, dikutip CNN, mengatakan langkah itu "didesain untuk separatis Taiwan."
Ilustrasi militer Taiwan.
Ilustrasi militer Taiwan. (Reuters/Tyrone Siu)
Wu mengatakan latihan itu merupakan bagian dari operasi untuk "mengintimidasi rakyat Taiwan."

"Kami mencoba memanfaatkan secara penuh kerja sama kami dengan negara-negara yang berpikiran sejalan, mencoba membuka kerja sama keamanan dengan AS untuk mencegah China berpikir bisa merebut Taiwan dalam waktu semalam," ujarnya.Taiwan China Militer

Beijing telah lama bermimpi menyatukan kembali Taiwan dengan China daratan. Dalam pidato nasional pada Maret lalu, Presiden Xi Jinping menyebut unifikasi sebagai "aspirasi seluruh warga China," dan menyatakan pihaknya tak akan menyerahkan "sejengkal pun wilayah" ketika ia bertemu dengan Menteri Pertahanan AS James Mattis, Juni.

Namun, Wu mengatakan tindakan China terhadap Taiwan menghambat upaya reunifikasi Taiwan dan membuat publik menentang Beijing.
Ilustrasi militer Taiwan.
Ilustrasi militer Taiwan. (REUTERS/Pichi Chuang)
"Mereka berkata ingin merebut hati dan pikiran warga Taiwan tapi yang mereka lakukan ... adalah menciptakan kebencian di antara warga rakyat Taiwan terhadap pemerintah China. Hal itu mendorong Taiwan semakin jauh."

Di bawah pemerintahan Trump, semula sempat muncul pertanyan soal apakah Taiwan akan digunakan sebagai pion antara Washington dan Beijing, melihat ketertarikan China merebut kembali pulau tersebut.

Namun, lebih dari satu tahun kemudian, Wu mengatakan pihaknya senang dengan hubungan Taiwan-AS yang semakin baik di bawah Trump.

"Presiden Trump mempertahankan hubungan yang sangat baik dengan Taiwan ... mereka mengatakan kepada kami bahwa mereka meyakini Taiwan tidak bisa ditukar, dan demokrasi tidak bisa ditukar," kata Wu.

Ketika ditanya apakah Presiden Tsai akan mendorong kemerdekaan Taiwan, Wu mengatakan pemimpin partai DPP itu bertekad mempertahankan "status quo" dengan tetangga besarnya.

"Kami ingin mempertahankan kedamaian dan stabilitas di Selat Taiwan ... dengan sendirinya, Taiwan berada di luar China, Taiwan berada dengan sendirinya, jadi tak perlu melampaui hal itu untuk saat ini."






Credit  cnnindonesia.com







Jumat, 20 Juli 2018

China Gelar Latihan Perang untuk Invasi Taiwan



China Gelar Latihan Perang untuk Invasi Taiwan
China bakal menggelar latihan perang untuk menginvasi Taiwan. Foto/Ilustrasi/Istimewa

BEIJING - China akan menggelar latihan militer selama lima hari yang dirancang untuk menunjukkan kemampuan negara itu memenuhi janjinya merebut kembali Taiwan.

China mengumumkan manuver militernya melalui pemberitahuan yang diterbitkan oleh Administratur Keselamatan Maritim Zhejiang. Dalam pemberitahuannya, mereka memperingatkan kapal-kapal untuk menghindari laut yang membentang dari Zhoushan hingga ke Wenzhou di lepas pantai provinsi timur dan utara Taiwan.

Latihan itu, yang dilaporkan terdiri atas wilayah seluas Taiwan, dijadwalkan berlangsung dari Rabu hingga Senin. Menurut seorang pakar lokal, latihan itu akan mengirim pesan ke Taiwan.

"Tujuan utama latihan itu adalah mengirim peringatan serius kepada separatis Taiwan," kata ahli militer China Song Zhongping kepada suratkabar Partai Komunis China The Global Times.

"Angkatan Udara dan Angkatan Laut China telah sering melakukan latihan pengepungan pulau. Latihan kali ini akan menambah dan membentuk pencegahan militer terhadap tekanan tinggi terhadap separatis Taiwan," tambahnya seperti dikutip dari Newsweek, Kamis (19/7/2018).

Ketika China semakin melenturkan kekuatan militernya di perairan yang disengketakan di dekatnya, itu juga meningkatkan ancaman untuk menyatukan kembali Taiwan dengan paksa jika perlu. Pemerintah yang bermarkas di Taipei didirikan di pulau itu pada 1949 setelah kalah perang saudara dengan pasukan komunis yang kemudian membentuk pemerintah China saat ini yang berkuasa di Beijing. China menganggap Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri yang akhirnya akan sekali lagi ditempatkan di bawah kekuasaan China.

Amerika Serikat (AS) awalnya menolak mengakui pemerintah komunis di Beijing, tetapi sejak 1972 telah menganggapnya sebagai satu-satunya wakil China dan meninggalkan hubungan diplomatik dengan Taiwan. AS, bagaimanapun, terus menjual senjata ke Taiwan dan, di bawah Presiden Donald Trump, telah memperluas hubungan diplomatik antara kedua negara.

Langkah-langkah ini telah diterima dengan buruk oleh China, yang menanggapi kunjungan Menteri Urusan Taiwan Daratan Chen Ming-tong ke Washington.

"Kami dengan tegas menentang interaksi resmi antara AS dan Taiwan dalam bentuk apa pun," menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying.

Dia mengatakan kepada wartawan bahwa AS harus menghormati perjanjian diplomatik sebelumnya mengenai konflik dan menjunjung tinggi gambaran hubungan China-AS dengan tindakan konkrit.

Presiden China Xi Jinping telah memodernisasi angkatan bersenjata negaranya, terutama dengan memperluas kekuatan angkatan lautnya, dan baru-baru ini meningkatkan manuver militer di dalam dan di sekitar selat yang memisahkan Cina dan Taiwan.

Menanggapi kekuatan militer China, Taiwan mengerahkan skuadron baru 15 helikopter serang Apache pada hari Selasa.

Penumpukan militer China ini juga telah menimbulkan kekhawatiran di Washington, yang memiliki kehadiran militer yang luas di seluruh Pasifik — terutama di Jepang dan Korea Selatan — dan di wilayah Guam. AS telah menantang klaim luas wilayah Beijing di Laut Cina Selatan dan menuduh militer China membangun pangkalan rahasia di pulau untuk menegakkan klaim ini. 

https://international.sindonews.com/read/1323040/40/china-gelar-latihan-perang-untuk-invasi-taiwan-1531954766



Credit  sindonews.com


Jumat, 13 Juli 2018

CSIS: China hambatan kebijakan Taiwan di Indonesia


CSIS: China hambatan kebijakan Taiwan di Indonesia
Ilustrasi distrik keuangan Shanghai. Shanghai salah satu simpul utama bisnis China. (REUTERS/Aly Song)




Jakarta (CB) - Deputi Direktur Studi China CSIS, Scott Kennedy, menilai Kebijakan Baru ke Arah Selatan yang dilakukan Taiwan di Indonesia akan berhadapan langsung dengan kepentingan China.

"Secara langsung, kebijakan Taiwan akan mengalami hambatan dari kepentingan China dan akan menjadi pesaing utama. Terutama pada sektor penelitian, pengembangan, dan infrastruktur," tutur Kennedy, dalam diskusi di Jakarta, Kamis.

Lebih lanjut dia memaparkan, kebijakan Belt and Road China secara umum tidak hanya mengancam Taiwan, namun juga negara-negara lain di kawasan seperti Jepang yang memiliki kepentingan besar.

Meski Kebijakan Baru ke Arah Selatan tidak sebesar yang dijalankan China, tetapi akan bisa masuk dengan baik di Indonesia mengingat adanya sejumlah kebutuhan spesifik.

"Dari segi pengembangan industri dan pertanian, lalu juga kesehatan. Indonesia butuh dengan hal-hal ini. Terlebih Taiwan merupakan salah satu yang terbaik dalam bidang kesehatan dunia," pungkas Kennedy.

Dalam kesempatan lain, Kepala Kantor Ekonomi dan Perdagangan Taipei (TETO), John Chen, mengatakan, Kebijakan Baru ke Arah Selatan atau New Southbond Policy Taiwan menuai hasil dan perkembangan positif dalam berbagai bidang di Indonesia.

Indonesia merupakan rekanan perdagangan terbesar ke-14 dengan total volume mencapai tujuh miliar dolar amerika per tahunnya, dan menikmati surplus perdagangan dengan Taiwan sebesar 1,58 miliar dolar.

Sedangkan akumulasi nilai investasi Taiwan di Indonesia mencapai sekitar 15 miliar dolar, tutur Chen.

"Taiwan juga menjadi sumber investasi asing terbesar ke-19 di Indonesia," ujar Chen.

Sementara untuk interaksi sosial-budaya, terdapat sekitar 240.000 buruh migran Indonesia yang berada di Taiwan, ditambah sekitar 5.000 pelajar dari Indonesia yang belajar di sana.

"Pelajar dari Indonesia menempati urutan ketiga terbanyak dari total pelajar asing di Taiwan," kata Chen.



Credit  antaranews.com



Selasa, 10 Juli 2018

Kapal Perang AS Berlayar di Selat Taiwan, China Berang


Kapal Perang AS Berlayar di Selat Taiwan, China Berang
Ilustrasi kapal perang AS. ( U.S. Navy/Mass Communication Specialist 2nd Class Antonio P. Turretto Ramos/Handout)


Jakarta, CB -- Dua kapal perang penghancur Amerika Serikat dikabarkan berlayar di Selat Taiwan selama akhir pekan kemarin. Manuver itu dianggap bakal memicu amarah China dan meningkatkan ketegangan antara kedua negara.

Seorang pejabat angkatan laut AS mengatakan USS Mustin dan USS Benfold berlayar dari Laut China Selatan ke menuju Laut China Timur melewati Selat Taiwan. Kedua kapal itu menjadi kapal perang pertama AS yang melewati Selat Taiwan sejak Juli 20017 lalu, ketika USS John S McCain transit di perairan itu.

Juru bicara Armada Laut AS di Pasifik (US Pacific Fleet) Kapten Charlie Brown menegaskan pelayaran dua kapal perang itu merupakan "persinggahan rutin" yang kerap dilakukan armada tersebut.





"Kapal-kapal angkatan laut AS singgah melalui Selat Taiwan di antara perjalanan dari Laut China Selatan menuju Laut China Timur. Dan ini telah dilakukan selama bertahun-tahun," kata Brown seperti dikutip CNN, Senin (9/7).

Manuver USS Mustin dan USS Benfold ini terjadi ketika perang dagang antara AS dan China tengah memuncak. Selain itu, Washington dan Beijing juga tengah berselisih pendapat dalam menghadapi isu Korea Utara dan Laut China Selatan.

Selama ini China selalu menganggap perlintasan kapal-kapal dan pesawat militer AS di Selat Taiwan sebagai langkah sensitif. Sebab, pemerintahan Presiden Xi Jinping menganggap Taiwan sebagai wilayah separatis yang berkeras ingin memerdekakan diri dari China.


China juga kerap memprotes negara-negara yang menjalin hubungan dekat dengan Taipei, tapi di saat bersamaan memiliki hubungan diplomatik dengan Beijing. Sementara itu, Gedung Putih telah lama menjalin hubungan dekat dengan Taipei dalam kerangka Taiwan Relations Act termasuk dalam sektor pertahanan.

Dalam kerangka perjanjian itu, AS memiliki turut memasok dan menjual senjata canggih bagi Taiwan yang kerap dikecam keras oleh China.

Hubungan China dan Taiwan juga terus memanas setelah Presiden Tsai Ing-wen dilantik pada 2016 lalu. Sejak itu, Tsai rajin bertandang ke luar negeri dan bertemu pemimpin negara demi mendulang pengakuan.


Dalam pidatonya di Hari Nasional pada Oktober lalu, Tsai juga bersumpah akan mempertahankan kebebasan dan demokrasi di Taiwan.

Sejak itu, perlawanan Xi semakin sengit untuk membendung langkah Tsai memerdekakan Taiwan. Januari lalu, China terus memperkuat kehadiran militernya di Selat Taiwan dengan mengerahkan kapal induknya untuk berpatroli di wilayah itu.

Militer China juga baru-baru ini menggelar latihan besar-besaran yang dilihat sejumlah pengamat sebagai peringatan atas kedekatan AS-Taiwan.




Credit  cnnindonesia.com





Jumat, 08 Juni 2018

Ditekan China, Taiwan Gelar Latihan Militer Skala Besar


Ditekan China, Taiwan Gelar Latihan Militer Skala Besar
Ilustrasi latihan militer Taiwan. (Reuters/Tyrone Siu)


Jakarta, CB -- Taiwan menggelar simulasi menangkal invasi dan menggunakan pesawat nirawak sipil untuk pertama kalinya dalam latihan militer tahunan yang digelar di tengah ketegangan dengan China.

Latihan ini dipimpin oleh Presiden Tsai Ing-wen dan disaksikan oleh raja eSwatini, kerajaan Afrika yang sebelumnya dikenal dengan nama Swaziland, di tengah perang diplomatik Taiwan dan China.

China mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya, di bawah kebijakan "satu China," dan Beijing tak pernah menepikan kemungkinan menggunakan cara paksa untuk merebut daerah tersebut.



Angkatan udara China telah melakukan serangkaian manuver militer dekat pulau tersebut dalam beberapa bulan terakhir. Taipei menyebutnya sebagai tindakan intimidasi.

"Efektivitas tempur angkatan bersenjata kami adalah jaminan bagi keamanan nasional kami. Itu adalah basis berkembang masyarakat, dan merupakan kekuatan pendukung bagi nilai demokrasi dan kebebasan kami," kata Tsai di latihan Han Kuang di Taichung.

"Selama angkatan bersenjata kami masih ada, Taiwan pasti akan bertahan."

Lebih dari 4.000 personel dan lebih dari 1.500 buah alat pertahanan dikerahkan dalam latihan tahunan ini. Sementara pesawat nirawak atau drone terbang lalu lalang untuk memberikan pengintaian medan perang dan pekerja konstruksi berlatih memperbaiki landasan pacu.

Raja Mswati III, raja mutlak Afrika terakhir sekaligus satu-satunya sekutu Taiwan yang tersisa di benua tersebut, adalah pemimpin negara pertama yang menyaksikan Han Kuang sejak Tsai menjabat pada 2016.

China selama mini meminta eSwatini untuk memutuskan hubungan dengan Taiwan, dengan tenggat waktu September awal, ketika Beijing menjadi tuan rumah pertemuan tingkat tinggi pemimpin Afrika.

Taiwan menuding China menggunakan diplomasi uang untuk memancing para sekutunya, menjanjikan paket bantuan yang menjanjikan. Beijing menampik tudingan tersebut.
Angkatan udara China kerap bermanuver di Taiwan.
 Angkatan udara China kerap bermanuver di Taiwan. (Ministry of National Defense/Handout via REUTERS)
"Dalam proses latihan yang berlangsung, angkatan bersenjata kami menunjukkan kemampuan bertempurnya dan negara sekutu kami bisa menyaksikan," kata juru bicara Kementerian Pertahanan Taiwan, Chen Chung-chi.

"Ini adalah satu cara yang kami harap bisa memperdalam dialog antara kedua belah pihak."

Taiwan menyatakan telah menerima jaminan dari eSwatini bahwa hubungan kedua negara dalam keadaan mantap.

Belum lama ini, Taiwan kehilangan dua sekutu diplomatiknya yakni Burkina Faso dan Republik Dominika yang lebih memilih membangun hubungan dengan Beijing. Taipei hanya memiliki hubungan resmi dengan 18 negara di dunia.
China takut Tsai Ing-wen mendeklarasikan kemerdekaan secara formal.
China takut Tsai Ing-wen mendeklarasikan kemerdekaan secara formal. (REUTERS/Tyrone Siu)
Chen mengatakan Taiwan juga sangat ingin mengikuti latihan angkatan laut pimpinan Amerika Serikat yang akan digelar dalam waktu dekat ini. Jika terwujud, hal ini pasti membuat marah China yang batal berpartisipasi.

Latihan lingkar pasifik atau RIMPAC, disebut sebagai kegiatan maritim internasional terbesar yang digelar dua tahun sekali di Hawaii pada Juni dan Juli. Pentagon membatalkan undangan untuk China sebagai respons atas militerisasi di Laut China Selatan.

Ketegangan antara Taiwan dan negara tetangganya yang besar itu meningkat dalam berapa bulan, di tengah kecurigaan China kepada pemerintahan Tsai yang diduga ingin mendorong kemerdekaan resmi negaranya.

Tsai selama ini mengatakan ingin mempertahankan status quo, tapi akan melindungi keamanan Taiwan dan tak akan rela dirundung Beijing.

Taiwan dilengkapi dengan persenjataan yang sebagian besar berasal dari Amerika Serikat dan terus meminta Washingto menjual persenjataan yang lebih canggih, termasuk jet tempur baru.

Pakar militer menyebut kini China mempunyai senjata yang lebih kuat ketimbang Taiwan. Pasukan mereka kemungkinan besar bisa dengan cepat mengepung pulau jika AS tak segera datang memberikan bantuan.






Credit  cnnindonesia.com





Rabu, 06 Juni 2018

Cina Peringatkan Taiwan Soal Pernyataan Tentang Tiananmen


Tragedi di Lapangan Tiananment, Cina, 1989, adalah sala satu demonstrasi terbesar dalam sejarah Cina.
Tragedi di Lapangan Tiananment, Cina, 1989, adalah sala satu demonstrasi terbesar dalam sejarah Cina.
Foto: AP

Tragedi Tiananmen menjadi pertentangan Cina dengan barat, termasuk dengan Taiwan



CB, BEIJING -- Cina memperingatkan Presiden Taiwan atas pernyataan tidak bertanggung jawab tentang protes Tiananmen 1989. Cina mengatakan Taiwan harus berhenti membicarakan tentang hal yang sama, setelah dia meminta Cina menyambut demokrasi.


Pemerintah Cina mengirim tank untuk memadamkan protes 4 Juni 1989 di sekitar Lapangan Tiananmen Beijing, dan tidak pernah merilis korban tewas. Perkiraan dari kelompok hak asasi manusia dan saksi berkisar dari beberapa ratus hingga beberapa ribu korban.

Tindakan keras Tiananmen merupakan hal yang tabu di Cina, dan 29 tahun kemudian tetap menjadi titik pertentangan antara Cina dan banyak negara Barat, serta antara Cina dan Taiwan yang demokratis dan berpemerintahan sendiri, yang diklaim Cina sebagai wilayah miliknya.


Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan pada Senin bahwa jika Cina dapat menghadapi apa yang telah terjadi, pihaknya dapat menjadi landasan bagi transformasi demokrasi Cina sendiri, dan bahwa dia berharap suatu hari rakyat Cina akan bebas untuk membaca sendiri pesannya, yang ditulis pada "Facebook" yang diblokir di Cina.


Dalam pernyataan panjangnya, Kantor Urusan Taiwan yang membuat kebijakan Cina mengatakan bahwa ketika berbicara tentang pembangunan sosial dan ekonomi Cina, orang-orang di Cina daratan memiliki hak untuk berbicara.


"Pemimpin otoritas Partai Progresif Demokratik (PDD) dan Partai Progresif Demokratik sendiri tidak memiliki kualifikasi untuk membuat pernyataan yang tidak bertanggung jawab," demikian dalam pernyataan itu, merujuk pada partai penguasa Taiwan yang dipimpin Tsai.


Keberhasilan Cina melalui kesulitan adalah karena kepemimpinan Partai Komunis, dan prestasi negara telah menimbulkan kebanggaan besar bagi orang-orang Cina di seluruh dunia, termasuk di Taiwan, tambahnya.


Taiwan, sebaliknya, telah mengalami stagnansi sejak Tsai berkuasa dan mendorong agenda separatis serta konfrontasi dengan Cina, dengan perusahaan dan orang-orang muda yang berangkat ke Cina untuk mencari peluang menolak mereka di tanah air, demikian pernyataan kantor tersebut. "Satu pihak telah mengamuk," tambahnya.


DPP terus menerus membicarakan tentang hal yang sama tahun demi tahun, menurut kantor itu. "Mereka kehabisan trik," ujarnya.


Permusuhan Cina terhadap Tsai telah meningkat sejak dia memenangi pemilihan umum pada 2016, karena Cina khawatir dia ingin mendorong kemerdekaan resmi pulau itu, yang ditolak oleh Beijing. Tsai mengatakan dia ingin mempertahankan keberadaan neagra, tetapi akan membela keamanan Taiwan dan demokrasi yang susah payah dimenangkannya.


Dalam pesannya pada Senin, Tsai membidik otokrasi Cina, yang berbeda dengan cara-cara bebas Taiwan. "Di Taiwan, kami tidak memiliki kata-kata sensitif, atau menyensor internet. Ini adalah cara hidup kita," tulisnya.






Credit  republika.co.id




Selasa, 05 Juni 2018

Jet Tempur F-16 Taiwan Jatuh, Pilot Tewas


Jet Tempur F-16 Taiwan Jatuh, Pilot Tewas
Ilustrasi jet tempur F-16. (Stocktrek Images/Thinkstock)


Jakarta, CB -- Angkatan Udara Taiwan menyatakan seorang pilot tewas dalam kecelakaan jet tempur F-16 di pegunungan jelang latihan militer tahunan, Senin (4/6).

Jet awak tunggal itu menghilang dari radar di pegunungan timur laut Keelung, 13.43 waktu setempat atau 12.43 WIB, 34 menit setelah lepas landas.

Kementerian pertahanan, kepolisian setempat dan pemadam kebakaran melakukan operasi pencarian selama berjam-jam sebelum menemukan bangkai pesawat dan jenazah Mayor Wu Yen-ting (31).



"Terkonfirmasi bahwa pilot meninggal dalam tugas ... sebuah komisi akan dibentuk untuk menyelidiki dan mengklarifikasi penyebab kecelakaan," kata angkatan udara dalam pernyataan yang dikutip AFP.

Presiden Tsai Ing-wen dan Menteri Perthaanan Yen De-fa mengungkapkan rasa belasungkawa dan menjanjikan kompensasi untuk keluarga pilot.

Wu juga terlibat dalam kecelakaan F-16 terakhir di Taiwan, 2013 lalu, ketika di a lompat dari pesawat karena mencurigai ada kesalahan mesin.

Latihan militer "Han Guang" akan digelar lima hari sejak Senin, disertai latihan melawan "invasi" China dengan mensimulasikan serangan pesisir, sesuai dengan ancaman dari Beijing yang terus meningkat.

Meski Taiwan mempunyai pemerintahan demokrasi yang independen, negara tersebut tak pernah secara resmi menyatakan kemerdekaan dari China dan Beijing masih memandang pulau itu sebagai provinsi pembelot yang mesti dikembalikan.

Kementerian pertahanan Taiwan menyatakan tujuan utama latihan adalah untuk menangkal misi militer China di masa yang akan datang.

Sementara hubungan memburuk antara Beijing dan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, China terus memamerkan kekuatan militernya.

Negara itu menggelar latihan di Selat Taiwan pada April. Aktivitas di perairan sempit pemisah kedua negara itu menyusul manuver angkatan laut yang sempat berlangsung beberapa pekan.

Pada November, angkatan udara Taiwan untuk sementara melarang penerbangan jet tempur Mirage karena ada seorang pilot yang hilang dalam misi latihan menggunakan pesawat buatan Perancis itu. Baik pilot dan pesawat itu hingga kini masih belum ditemukan.





Credit  cnnindonesia.com





Senin, 28 Mei 2018

Didekati Pesawat Pembom China, Taiwan Kerahkan Jet tempur



Didekati Pesawat Pembom China, Taiwan Kerahkan Jet tempur
Pesawat jet tempur F-16 Taiwan. Foto/REUTERS/File Photo


TAIPEI - Angkatan udara Taiwan mengerahkan sejumlah pesawat jet tempur ketika pesawat pembom China terbang di sekitar pulau tersebut. Jet-jet tempur itu akan terus disiagakan untuk memantau pesawat pembom Beijing.

Manuver pesawat pembom Beijing terjadi hari Kamis, beberapa jam setelah Taipei bersumpah untuk tidak takut kehilangan sekutu diplomatiknya di tengah meningkatnya tekanan dari China.

Taiwan adalah masalah teritorial paling sensitif di China dan titik bahaya militer yang genting. China mengklaim pulau itu sebagai provinsinya yang membangkang dan telah berjanji untuk tidak mengizinkan upaya apa pun oleh Taiwan untuk merdeka.

Ketegangan telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir, di mana China curiga terhadap pemerintahan Presiden Tsai Ing-wen, yang dianggap ingin mendorong kemerdekaan resmi untuk pulau tersebut.

Tsai, yang menjabat pada tahun 2016, mengatakan dia ingin mempertahankan status quo, tetapi akan melindungi keamanan Taiwan dan tidak ingin diganggu oleh Beijing.

Mengutip laporan Straits Times, Sabtu (26/5/2018), dalam penerbangan terbarunya, dua pesawat pembom H-6 China melewati Selat Bashi, yang memisahkan Taiwan dari Filipina. Menurut Kementerian Pertahanan Taiwan, dua pesawat pembom itu kemudian mengitari Taiwan melalui Selat Miyako Jepang dan bergerak ke timur laut Taiwan.

Menurut kementerian itu, jet-jet tempur Taiwan terus memantau pergerakan pesawat-pesawat pembom di seluruh wilayah. Kementerian tersebut menyerukan kepada orang-orang Taiwan untuk tidak khawatir karena angkatan udara juga mampu memantau pesawat China ketika mendekat.

Sementara itu, Taiwan telah kehilangan sekutu diplomatik keduanya dalam waktu kurang dari sebulan ketika Burkina Faso memutuskan hubungan diplomatik. Tsai mengatakan Taiwan tidak akan terlibat dalam "diplomasi dolar" dan tidak akan menyerah ketika menghadapi tekanan China.

Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu mengajukan pengunduran diri setelah pengumuman pemutusan hubungan diplomatik dari Burkina Faso muncul. Namun, atas permintaan presiden, Wu akan tetap di posisinya sebagai menteri luar negeri. Sebelumnya, Republik Dominika juga dilaporkan memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan setelah China mengucurkan bantuan besar ke negara tersebut. 




Credit  sindonews.com



Rabu, 16 Mei 2018

Mantan Presiden Taiwan Dipenjara 4 Bulan


Mantan Presiden Taiwan Dipenjara 4 Bulan
Mantan Presiden Taiwan Dipenjara 4 Bulan. (Reuters).


TAIPEI - Pengadilan di Taiwan memvonis mantan Presiden Ma Ying-jeou empat bulan penjara karena membocorkan informasi terkait keamanan nasional.

Ma bertekad mengajukan banding atas vonis pengadilan tersebut. Meski demikian, dia dapat menghindari penjara dengan membayar denda.

Ini merupakan vonis pertama dari sejumlah gugatan hukum terhadap Ma sejak selesai menjabat pada 2015. Pengadilan Tinggi Taiwan mencabut keputusan pengadilan rendah yang sebelumnya menyatakan dia tidak bersalah.

“Ma Ying-jeou melanggar Undang-Undang Komunikasi dan Pengawasan. Hukuman untuk pelanggaran itu adalah penjara empat bulan,” papar vonis pengadilan.

Pengadilan menyatakan, Ma membocorkan informasi terkait keamanan nasional dan anggota parlemen oposisi Ker Chien-ming yang seharusnya rahasia negara. Hukuman Ma itu dapat dihindari dengan membayar denda sebesar USD4.019, sesuai hukum di Taiwan yang mengizinkan pembayaran denda untuk meringankan hukuman dan menghindari penahanan di penjara.

Ma menyatakan kepada media Taiwan bahwa dirinya berencana mengajukan banding. “Kasus ini jenis gugatan konstitusional. Apa yang saya perjuangkan bukan hanya hak saya sendiri, tapi terkait bagaimana otoritas presiden Taiwan pada masa depan tidak boleh dibatasi,” papar dia.

Dia menambahkan, “Selain itu, saya perlu menjelaskan masalah ini, saya jelas akan banding.”

Mantan pendukung oposisi Nasionalis atau Partai Kuomintang itu saat menjabat memiliki hubungan dekat dengan pemerintah China. Ma menjabat sebagai Presiden Taiwan sejak 2008 hingga 2016.

China menganggap Taiwan sebagai salah satu provinsinya dan akan disatukan kembali, meski dengan kekuatan militer. Beijing telah meningkatkan aktivitas yang dianggap Taiwan bersifat permusuhan dalam dua tahun terakhir setelah terpilihnya Tsai Ing-wen sebagai presiden menggantikan Ma. Tsai dianggap mendukung kemerdekaan Taiwan dari China.




Credit  sindonews.com





China Terang-terangan Akui Latihan Militer untuk Mengancam Taiwan


China Terang-terangan Akui Latihan Militer untuk Mengancam Taiwan
Foto/Ilustrasi/SINDOnews/Ian


BEIJING - China mengatakan latihan militer di seluruh Taiwan dimaksudkan sebagai ancaman langsung terhadap pemerintah pulau itu. Beijing beralasan hal itu dilakukan setelah melihat pemerintah Taiwan berniat untuk memerdekakan diri dari China.

Juru bicara untuk Kantor Urusan Taiwan mengatakan bahwa latihan tersebut menunjukkan tekad dan kemampuan China untuk menjaga kedaulatan nasional dan integritas teritorial seperti dikutip dari Daily Mail, Rabu (16/5/2018).

China mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya untuk dikendalikan secara paksa jika perlu.

Sejak terpilih pada tahun 2016, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen menolak permintaan China bahwa dia mengakui Taiwan sebagai bagian dari China. Hal itu mendorong Beijing untuk menghentikan kontak, meningkatkan latihan militer dan bekerja untuk meningkatkan isolasi diplomatik terhadap Taiwan.

Terlepas dari ancaman Beijing dan hubungan ekonomi yang kuat di antara kedua belah pihak, survei menunjukkan hanya sedikit orang Taiwan yang mendukung penyatuan politik dengan China yang otoriter, yang dikuasai oleh Partai Komunis.

Empat hari lalu China telah mengerahkan beberapa pesawat pembom H-6K dan sejumlah jet tempur termasuk Su-35 ke Selat Bashi, dekat Taiwan . Beijing berdalih pengerahan beberapa pesawat tempur canggih itu sebagai latihan.


Tidak hanya itu, Angkatan Laut China juga sempat menggelar latihan tembak di sekitar Selat Taiwan pada pertengahan April lalu di saat ketegangan antara Beijing dan Taipei memanas. Manuver Beijing ini digelar hanya beberapa hari setelah armada tempur yang dipimpin kapal induk China unjuk kekuatan di sekitar Laut China Selatan.

Kementerian Pertahanan Taiwan menuduh latihan militer tersebut terlalu dibesar-besarkan Beijing untuk mengintimidasi Taipei.






Credit  sindonews.com





Senin, 14 Mei 2018

China Kerahkan Jet Tempur Su-35 dan Pembom H-6K ke Dekat Taiwan




China Kerahkan Jet Tempur Su-35 dan Pembom H-6K ke Dekat Taiwan
Jet tempur Su-35 dan pesawat pembom H-6K dikirim militer China ke dekat wilayah Taiwan pada Jumat (11/5/2018) pagi. Foto/Xinhua



TAIPEI - China telah mengerahkan beberapa pesawat pembom H-6K dan sejumlah jet tempur termasuk Su-35 ke Selat Bashi, dekat Taiwan pada Jumat pagi. Beijing berdalih pengerahan beberapa pesawat tempur canggih itu sebagai latihan.

Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan beberapa pesawat pembom H-6K, pesawat pengintai dan pesawat angkut terbang melintasi Selat Bashi, selatan Taiwan. Pesawat-pesawat itu juga terbang di atas Selat Miyako, dekat Okinawa.

Menurut kementerian tersebut, pengerahan jet tempur Su-35 buatan Rusia ke Selat Bashi merupakan yang pertama kali dilakukan China. Jet tempur J-11 dan pesawat penyebar peringatan dini juga ambil bagian dalam manuver militer kemarin.

Militer Taiwan berupaya meyakinkan publik dengan merilis pernyataan bahwa mereka sepenuhnya dapat memantau latihan Angkatan Laut dan Angkatan Udara China. "Dan mengambil langkah-langkah responsif yang efektif untuk menjamin keamanan pertahanan," bunyi pernyataan Kementerian Pertahanan Taiwan, seperti dikutip AFP, Sabtu (12/5/2018).

China hingga kini tak mengakui Taiwan sebagai negara dan menganggapnya sebagai provinsinya yang membangkang. Beijing berulang kali mengancam melakukan intervensi militer jika Taipei nekat memerdekakan diri secara formal dari China.

Sementara itu, Kementerian Pertahanan China mengonfirmasi bahwa untuk pertama kalinya jet tempur Su-35 terbang di atas Selat Bashi."Terobosan baru, menyoroti peningkatan baru pada kemampuan tempur Angkatan Udara," kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan.

Beijing telah meningkatkan patroli militer di sekitar Taiwan dan menggunakan tekanan diplomatik untuk mengisolasi wilayah itu secara internasional. Tekanan itu dilakukan sejak Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, dari Partai Progresif Demokratis yang pro-kemerdekaan, menjabat pada tahun 2016. 





Credit  sindonews.com/





Rabu, 02 Mei 2018

Taiwan akhiri hubungan diplomatik dengan Dominika


Taiwan akhiri hubungan diplomatik dengan Dominika
ilustrasi - Bendera Taiwan (Reuters)



Jakarta (CB) - Taiwan pada 1 Mei 2018 memutuskan untuk mengakhiri hubungan diplomatik dengan Republik Dominika, usai negara tersebut menerima tawaran bantuan finansial dalam jumlah besar dari China.

Berdasarkan keterangan resmi yang dikeluarkan oleh Kantor Hubungan Media Asing Kementerian Luar Negeri Taiwan, Selasa, menyatakan kekecewaannya terhadap tindakan China tersebut yang berdampak pada berakhirnya hubungan diplomatik sepanjang 77 tahun antara Taiwan dan Dominika.

Pemutusan hubungan secara penuh akan dilaksanakan secepat mungkin, termasuk penghentian semua program kerja sama dan bantuan. Pejabat kedutaan dan staf misi teknis juga akan segera dipulangkan ke Taiwan, tulis laporan tersebut.

Sejak penetapan hubungan diplomatik pada tahun 1941, kedua negara telah menjalankan sejumlah kerja sama yang saling menguntungkan dan sukses, antara lain seperti peningkatan produksi padi yang menyebabkan Dominika mampu mengekspor komoditas pangan tersebut, pembangunan "Silicon Valley" Karibia, Taman Siber Santo Domingo, serta pembangunan pusat perawatan anak-anak kurang beruntung.

Pemerintah Taiwan mengutuk tindakan China tersebut, yang menyebutnya sebagai Diplomasi Uang untuk memutus hubungan diplomatik yang telah dijalin Taiwan dengan negara lain menekan partisipasi Taiwan dalam lingkungan internasional.

Dalam laporan tersebut, pemerintah Taiwan juga menyatakan ketegasannya bahwa tidak akan tunduk dalam tekanan yang diberikan China melalui tekanan diplomatis.

Taiwan juga berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan negara-negara sahabat untuk menjaga stabilitas dan soliditas kawasan, serta memastikan posisi terbaik dalam komunitas internasional.





Credit  antaranews.com