Tampilkan postingan dengan label SENI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SENI. Tampilkan semua postingan

Selasa, 09 Juni 2015

Reog Ponorogo raih piala di Taichung Taiwan


Reog Ponorogo raih piala di Taichung Taiwan
ilustrasi - suatu pagelaran reog (ANTARA FOTO/Siswowidodo) 
 
Taipei (CB) - Kesenian reog Ponorogo berhasil meraih Piala Departemen Tenaga Kerja Taichung dalam ajang pekan budaya internasional yang diikuti para tenaga kerja asing di Taiwan.

"Saya sangat bangga dan senang atas keberhasilan ini. Semoga teman-teman TKI (tenaga kerja Indonesia) dapat terus mengharumkan nama bangsa," kata Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei, Arief Fadillah, Senin.

Pekan budaya internasional yang digelar di Taichung, Minggu (7/6) itu diikuti 15 kelompok seni dari berbagai negara. Reog Ponorogo dibawakan oleh para TKI yang tergabung dalam Paguyuban Seni Reog Singo Barong Taiwan.

Depnaker Taichung menyelenggarakan ajang tersebut setiap tahun untuk memperkenalkan budaya para tenaga kerja asing kepada masyarakat Taiwan.

Selain itu, kegiatan tersebut menjadi wadah bagi para TKI yang memiliki bakat seni dan budaya.

"Kami sangat berharap ajang kegiatan seperti ini terus digelar secara rutin untuk mengasah kreativitas kami dalam berkesenian," kata Ketua Paguyuban Seni Reog Singo Barong Taiwan, Achmad Sugiartono.

Ia pun merasa bangga karena seni yang disuguhkannya mampu menarik perhatian masyarakat Taiwan sekaligus berhasil menyisihkan duta seni dari Thailand, Filipina, dan Vietnam.

Warga Taichung yang mengisi libur akhir pekan di taman kota tersebut juga mengabadikan aksi para seniman reog yang sehari-hari bekerja di berbagai sektor industri di Taiwan.

"Keberhasilan ini juga melecut semangat kami untuk menunjukkan jati diri bangsa yang kaya akan budaya dan seni kepada masyarakat internasional di Taiwan," kata Sugiartono didampingi Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Iman Adipurnama.

Credit  ANTARA News





Kamis, 04 Juni 2015

Konser angklung pukau masyarakat Eindhoven


Konser angklung pukau masyarakat Eindhoven
Ilustrasi. Kelompok Gentra Seba STBA Yapari ABA memainkan beberapa repertoar dalam Konser Angklung 20 tahun Perjalanan dengan tema 'Jangan Pernah Berehenti Bermimpi' di Teater Tertutup Taman Budaya Jawa Barat, Bandung, Jumat (6/1) malam. Konser Angklung Gentra Seba, merupakan refleksi perjalanan kelompok tersebut yang sudah bermain di sejumlah negara. (FOTO ANTARA/Agus Bebeng)
 
 
London (CB) - Antara) - Lagu Amazing Grace yang dilantunkan dengan suara sopran oleh penyanyi Ardelia dengan diiringi musik angklung membuat penonton yang memenuhi gedung konser Frits Philips, kota Eindhoven, Belanda terpukau.

Minister Counsellor Penerangan Sosial dan Budaya KBRI Den Haag, Belanda, Azis Nurwahyudi kepada Antara London, Kamis mengatakan, selain menampilkan berbagai lagu daerah Nusantara, Ensambel Angklung Eindhoven juga memainkan lagu-lagu dari banyak negara yang mengambil tema "Songs of the World".

Penampilan Ensambel Angklung Eindhoven yang terdiri dari mahasiswa dan masyarakat Indonesia yang tinggal di kota Eindhoven, itu menarik perhatian masyarakat kota tersebut.

Dibuka dengan menyanyikan lagu-lagu Nusantara mulai Yamko Rambe Yamko, Bengong Jeumpa, Hela Hela Rotane, Tak Tongtong, Dayung Pallingam, Janger, Manuk Dadali dan Badindin.

Konser angklung ini dikomandani Arnoud Setio, dan menampilkan konduktor pendukung seperti Brian Hutama Susilo, Geraldi Wahyulaksana, Maharani Meganti dan Paskal Semerdzhiev, termasuk berkolaborasi dengan Nusantara Student Ensable.

Penampilan konser tersebut semakin menawan dengan tampilnya Rosalia Adisti yang bersuara alto dan Ardelia Padma Sawitri dengan suara sopran. Selain itu kolaborasi dengan tari tradisional dari daerah asal lagu yang dinyanyikan juga menambah keindahan penampilan mereka.

Para penonton konser tersebut juga dihibur dengan lagu-lagu dari berbagai negara. Kelompok ensemble dari Tiongkok, SweetPotato, juga berkolaborasi bersama angklung ini memainkan lagu-lagu Jasmine Flower dan Curling Eyebrows.

Selain itu ditampilkan lagu Lough Erin Shore dari Irlandia, Scarborough Fair dari Inggris, The Youth Dance dari Tiongkok, Korobeniki dari Rusia, dan La Cucaracha dari Spanyol yang dikolaborasi dengan permainan Clarinet oleh Sophie Peerebom.

Penampilan sesi lagu-lagu internasional tersebut diakhiri dengan menampilkan Amazing Grace dari Amerika dengan suara sopran Ardelia yang disambut "standing applause" pada akhir acara.

Setiap tahun sejak 2011 Ensamble Angklung Eindhoven selalu menyelenggarakan konser dengan tema yang berbeda-beda yang mana untuk tahun ini untuk yang keempat kalinya dengam mengambil tema Songs of the World.

Hadir dalam acara itu Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Den Haag, Ibnu Wahyutomo, bersama wakil pejabat kota Eindhoven Bianca van Kaathove di Gedung Frits Philips, Muziek Gebouw Eindoven.

"Harmoni antara manusia dan alam yang telah menjadikan suara bambu begitu indah didengarkan, terlebih ketika berkolaborasi dengan alat musik tradisional dari berbagai negara," ujarnya.

Sejak November 2010 Angklung diakui UNESCO sebagai budaya tak benda warisan manusia.

"Untuk itu Indonesia berkewajiban melestarikan dan mempromosikan kepada dunia," katanya.



Credit  ANTARA News



Jumat, 29 Mei 2015

Candi Kalasan Terancam Alami Pelapukan



 
Haris Firdaus/KOMPAS Petugas Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta melakukan pemetaan di Candi Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (28/5/2015). Pemetaan itu untuk mengetahui kerusakan yang terjadi di candi tersebut. Sejumlah batuan di Candi Kalasan mengalami pelapukan antara lain karena terdapat rekahan di bagian atas bangunan candi sehingga air hujan pun dapat masuk ke dalam candi.


CB - Candi Kalasan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, terancam mengalami pelapukan. Rekahan di bagian atap candi menyebabkan air hujan bisa masuk dan meresap ke sela-sela bebatuan candi. Air juga meresap dari bagian bawah karena tanah tempat candi itu berdiri mengandung banyak air.

"Ada rekahan di bagian atap Candi Kalasan akibat beberapa gempa bumi yang melanda Yogyakarta," kata Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta Tri Hartono, Kamis (28/5/2015), di Sleman.

Candi Kalasan terletak di Dusun Kalibening, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Sleman, tidak jauh dari Jalan Yogyakarta-Solo. Candi tersebut didirikan pada 778 Masehi oleh penganut agama Buddha. Menurut data BPCB Yogyakarta, candi itu memiliki tinggi 34 meter, panjang 45 meter, dan lebar 45 meter.

Air hujan yang masuk ke sela-sela batuan candi menyebabkan penggaraman yang mengakibatkan pelapukan di sejumlah batu di Candi Kalasan. Penggaraman terjadi karena ada unsur kapur pada batu-batu candi.

"Pemugaran Candi Kalasan pada masa Pemerintah Hindia Belanda menggunakan semen sebagai bahan perekat batuan. Nah, semen itu kan mengandung kapur. Sementara jika kapur terkena air, akan terjadi penggaraman," katanya. Dia menambahkan, penggaraman tersebut menyebabkan batu-batu di Candi Kalasan mengelupas sehingga berpotensi dapat merusak relief di tempat itu.

Air meresap

Menurut Tri, meresapnya air dari bagian bawah candi karena permukaan tanah tempat Candi Kalasan berdiri saat ini lebih rendah dibandingkan dengan wilayah sekitar. "Tinggi genangan air bisa mencapai 50 sentimeter," ujarnya. Air dari dalam tanah kemudian meresap ke bangunan candi yang sebagian terkubur di dalam tanah. Hal tersebut membuat batuan candi lembab dan mudah ditumbuhi mikroorganisme, misalnya lumut, ganggang, dan jamur yang menyebabkan pelapukan batuan candi.

Tri menyatakan, BPCB Yogyakarta kemungkinan membuat saluran air di sekitar Candi Kalasan agar genangan tak lagi muncul. Selain itu, BPCB Yogyakarta berencana membuat atap pelindung. "Itu masih rencana. Kami sedang mengkaji untuk mencari solusi," katanya.

Petugas Bagian Pemeliharaan BPCB Yogyakarta, Andriyani Wardaningsih, mengatakan, pihaknya sedang memetakan pelapukan di Candi Kalasan. Pemetaan itu sejak pertengahan April 2015 dan direncanakan selesai pertengahan Juni mendatang. "Pemetaan di semua sisi candi, termasuk di bilik-bilik yang ada," ujarnya.



Credit  KOMPAS.com


Jumat, 15 Mei 2015

Mahasiswa Lintas Bangsa Mainkan Angklung di Australia

Mahasiswa lintas bangsa memainkan Angklung bersama-sama. (Foto: Dok. Okezone)
Mahasiswa lintas bangsa memainkan Angklung bersama-sama. (Foto: Dok. Okezone)
Surabaya  (CB) - Suhu 8 derajat celcius di penghujung musim gugur tidak menghalangi semangat para mahasiswa dan akademisi lintas bangsa dan budaya untuk memainkan angklung di Australia. Dalam rangka memeriahkan Flinders University Multicultural Festival, mereka memainkan alunan angklung dengan lagu Australia, Waltzing Matilda.
Di bawah arahan para pemain profesional dari grup Adelindo Angklung pimpinan Ferry Chandra itu, para mahasiswa tersebut juga menyajikan lagu-lagu lain, seperti Manuk Dadali, Madu dan Racun, sampai We are the Champions.
Salah satu panitia festival, Siti Maesaroh menuturkan bahwa instrumen musik dari Tanah Sunda ini memenuhi misi dari Flinders University Multicultural Festival sebagai jembatan dan ruang bersama untuk bertemu dan saling berinteraksi.
"Angklung menjadi media yang sangat efektif untuk mempertemukan para pelajar internasional dengan keragaman bangsa, budaya, dan agamanya," ujarnya dalam surat elektronik, Jumat (15/5/2015).
Perempuan yang akrab disapa Site ini memaparkan, para pelajar Flinders dari Australia, Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika dalam festival yang diselenggarakan Flinders University Student Association (FUSA) itu berusaha untuk mendemonstrasikan kekhasan budaya masing-masing, baik musik, nyanyian, tarian, permainan, maupun makanan masing-masing negara.
"Dalam kesempatan itu, selama tiga hari perwakilan Indonesia selain menampilkan angklung dan juga tari Bali, Saman, Yospan, Tor Tor, Jaipong, rebana, dan pencak silat. Makanan Indonesia, seperti rendang, bakso, bakwan, dan risol juga dijajakan," imbuh mahasiswi yang sedang menempuh program master kajian disabilitas itu.
Beberapa mahasiswa asing yang turut memainkan angklung tersebut merasa senang bisa berpartisipasi dalam festival multikultural di kampus Flinders yang dilaksanakan pada 13 sampai 15 Mei tersebut. "Cantik, harmonis, dan saya langsung jatuh cinta pada angklung," ucap Soira Tamang, mahasiswi berkebangsaan Bhutan saat meluapkan perasaannya sambil memeluk angklung.
Kekaguman yang sama juga dialami oleh Shizuka Nakagawa yang mengenakan baju khas Jepangnya. "Amazing! Saya bahagia luar biasa bisa bersama-sama teman dan mahasiswa lainnya memainkan alat musik dari bambu ini," tuturnya.


 Credit  Okezone





Aktor Didi Petet meninggal dunia


Aktor Didi Petet meninggal dunia
Aktor Didi Petet (tengah) bersama Laudya Cynthia Bella dan Verdi Solaiman (ki-ka atas) saat konferensi pers Indonesian Movie Award 2013 di Jakarta, Selasa (21/5). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja) 
 
 
Jakarta (CB) - Aktor senior Didi Widiatmoko atau yang lebih dikenal dengan nama Didi Petet meninggal dunia pada usia 58 tahun di Bambu Apus, Tangerang Selatan, Jumat pagi.

"Beliau meninggal pukul 05.30 di kediamannya," kata Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf saat dihubungi Antara News, Jumat.

Triawan, yang mendapat kabar duka dari keluarga almarhum, mengatakan Didi Petet kelelahan setelah pulang dari Milan mengurusi Pavilion Indonesia di World Expo Milano 2015.

"Sakit, kelelahan, asam lambung naik setelah pulang dari Milan," ujar ayah dari Sherina Munaf itu.

Menurut dia, kondisi Didi Petet sudah melemah sejak di Milan dan sempat dirawat di rumah sakit Milan sebelum pulang ke Indonesia pada 9 Mei 2015.

Didi Petet, yang lahir di Surabaya pada 12 Juli 1956, menghembuskan nafas terakhir di rumahnya di Jl. Bambu Apus No. 75 Kedaung, Ciputat, Tangerang Selatan.

Dia telah membintangi banyak film dan tampil di teater sejak era 80an. Ia antara lain dikenal dengan perannya dalam film-film seperti "Catatan Si Boy", "Si Kabayan Saba Kota", "Petualangan Sherina", "Pasir Berbisik", "Ketika Cinta Bertasbih" dan "Guru Bangsa: Tjokroaminoto".



Credit   ANTARA News

Rabu, 13 Mei 2015

Upaya Warga Australia Tampilkan dan Ajarkan Pencak Silat


 
ABC International Mick Honegger saat beraksi di atas panggung Festival Sate Indonesia.



  CB - Pencak silat mungkin tidak sepopuler olahraga bela diri lain, seperti taekwondo dari Korea Selatan, muay thai dari Thailand, atau jiu jitsu asal Jepang. Tapi dedikasi para atlet pencak silat di Australia patut diacungi jempol karena berupaya mempopulerkan bela diri, yang diketahui berasal dari Indonesia ini.

Federasi Pencak Silat Australia, atau APSF, membawahi lebih dari 20 cabang perguruan tinggi silat yang tersebar di Australia.

Menurut Michael Honegger, Sekretaris Federasi Pencak Silat Australia, ada beberapa tantangan untuk mempopulerkan bela diri yang pertama kali dimainkan di Sumatera ini.

"Pencak silat mungkin belum terlalu dikenal di Australia seperti bela diri dari negara lainnya," ujar Mick, sapaan akrab Michael. "Salah satu alasannya adalah belum ada pola bisnis yang cukup baik untuk mempopulerkan pencak silat, seperti muay thai atau jiu jitsu."

Tetapi Mick menilai meski tidak terlalu populer dengan pesat, jumlah peminatnya bisa dikatakan tetap ada.

Mick mengaku mulai menyukai pencak silat, setelah ia tinggal di Singapura.

"Pencak silat ini bukan sekedar ilmu bela diri, tetapi filosofi dan unsur budaya Asia yang sangat kental," ujarnya usai tampil dalam Festival Sate Indonesia, yang digelar di Box Hill, Melbourne, Minggu (10/5/2015).

Federasi Pencak Silat Australia baru saja memenangkan medali emas dalam Kejuaraan Silat Dunia yang digelar di Thailand, pada Januari 2015 lalu. Selain warga lokal Australia, beberapa anggota dari federasi ini adalah warga keturunan Indonesia dan Malaysia.

"Dalam pencak silat ini kami sering tampilkan dengan budaya lain, yakni gendang pencak," ungkap Mick. Mick juga menambahkan budaya Indonesia bisa diperkenalkan melalui pencak silat.

"Kami melakukan juga kunjungan ke sekolah-sekolah di Australia untuk memperkenalkan pencak silat," kata Mick.

Di sekolah-sekolah, seperti di sekolah dasar, mereka membuat pelatihan pencak silat. Murid-murid pun diajarkan beberapa jurus dasar pencak silat.

Dalam beberapa festival budaya pun, Pencak Silat Australia kerap tampil. Usai tampil, biasanya mereka mengajarkan teknik-teknik dasar pencak silat.

Salah satunya saat Festival Sate Indonesia 2015. Mereka beraksi di atas panggung dan memberikan pelatihan kepada para penonton.




Credit  KOMPAS.com





Jumat, 08 Mei 2015

Candi Angkor Wat Buatan Warga Magelang Berdiri di Belgia

Batu-batunya diambil dari lava Gunung Merapi

Candi Angkor Wat Buatan Warga Magelang Berdiri di Belgia
Candi Angkor Wat Kamboja dibangun oleh warga Magelang di Belgia (VIVA / Miranti Hirschmann )
 
CB - Candi Angkor Wat dari Kamboja dipilih Taman Pairi Daiza, Belgia, sebagai salah satu wahana yang ada di taman tematik yang terletak di Brugelette, Belgia. Uniknya, proses pengerjaan wahana candi asal Kamboja itu dikerjakan oleh tangan-tangan kreatif asal Magelang, Jawa Tengah, Indonesia.

Untuk bisa sampai ke Pairi Daiza ini, dapat ditempuh perjalanan sekitar satu jam dari ibukota Brussel. Taman ini memiliki sejumlah wahana dengan tema warisan budaya dan koleksi satwa yang dilindungi.

Setelah memiliki Taman Indonesia dan Kuil Gajah, musim panas tahun ini Pairi Daiza akan membuka wahana baru yaitu The Temple of The Tigers atau Kuil Harimau.

Konsep dari Kuil Harimau ini sebetulnya adalah kandang harimau dan macan tutul, dalam sebuah kompleks kuil replika, yang diambil dari kemegahan candi candi Angkor Wat di Kamboja.

Dalam proses perancangannya, pihak Pairi Daiza tidak menemukan perajin batu asal Kamboja yang sanggup membangun replika tersebut. Belajar dari pembuatan Taman Indonesia yang juga banyak menggunakan batu, maka Pairi Daiza memutuskan untuk kembali menggunakan batu-batu lava Gunung Merapi. Perajin batunya pun, diambil dari Muntilan, Magelang, Jawa Tengah.

Pairi Daiza merancang replika kuil ini. Mengingat ini adalah dekorasi kandang satwa, maka konstruksinya tak hanya menggunakan batu lava, namun juga dilapis dengan beton.

Batu-batu lava guguran Gunung Merapi ini ditata oleh sekitar seribu perajin di Muntilan, kemudian dikirim lewat kontainer laut. Sekitar 150 kontainer berisi batu lava merapi telah tiba di Belgia dan telah memasuki tahap akhir.

Nyoman Alim Mustapha, pimpinan proyek Kuil Harimau ini mengatakan bahwa ia membawa 65 perajin batu asal Muntilan Jawa Tengah untuk merampungkan proyek kuil tersebut. Sekitar 15 orang telah kembali ke Tanah Air,

"Kami mengerjakan di sini kurang lebih enam bulan dan akhir bulan Mei ini harus selesai," ungkapnya.

Selain kandang Harimau dan Macan Tutul, Nyoman Alim Mustapha dan timnya juga menyiapkan gerbang yang dibuat mirip dengan salah satu sisi gerbang di Angkor Wat. Di samping kedua kandang ini juga disiapkan Teras bertema Gajah, yang diambil dari dinding berelief gajah di lokasi lapangan gajah Angkor Wat.

Tak hanya gajah, Teras ini juga dihias dengan relief kera, garuda dan naga berkepala lima yang merupakan ragam hias klasik Kamboja yang banyak terdapat di kompleks candi Angkor Wat.

Selama proses pengerjaan, Nyoman dan timnya yang berasal dari Indonesia itu tinggal di sebuah rumah di sekitar lokasi taman. Tim itu dilengkapi dengan tukang masak. Sehingga setiap hari mereka tetap makan nasi dan lauk pauk khas Indonesia.

Pengunjung  Taman Pairi Daiza mengalami peningkatan dari tahun ke tahun , terutama pada musim semi, musim panas dan awal musim gugur. Biaya masuk taman ini adalah 27 Euro untuk dewasa (sekitar Rp. 350.000) dan 22 Euro untuk anak-anak.



Credit  VIVA.co.id


Jumat, 24 April 2015

Angklung alat diplomasi budaya pada KAA 2015


Angklung alat diplomasi budaya pada KAA 2015
Angklung Untuk Dunia Ribuan pelajar mengikuti acara Harmoni Angklung untuk Dunia di Stadion Siliwangi, Bandung, Jawa Barat, Kamis (23/4). Kegiatan pemecahan rekor dunia bermain angklung dengan diikuti 20.000 pelajar tersebut untuk menyemarakkan Peringatan ke-60 Tahun Konferensi Asia Afrika 2015. (ANTARA FOTO/AACC2015/Sigid Kurniawan) ()
 
 
Bandung (CB) - Angklung merupakan alat musik tradisional yang berfungsi sebagai alat dipolomasi budaya, kata pakar musik trandisional Universitas Pasundan (Unpas) Rosikin di Bandung, Kamis.

"Angklung sudah dipertunjukkan daalam Konferensi Asia Afrika (KAA) dari tahun ke tahun, angklung sudah menjadi musik tradisional yang mewakili Indonesia," kata Rosikin.

Pada peringatan ke-60 Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 2015, pemerintah mengadakan acara dalam rangka memecahkan rekor dunia dengan memainkan 20.000 angklung di Stadion Siliwangi, Bandung pada Kamis (23/4). Pada acara "Angklung for the World" tersebut dibawakan berbagai genre lagu dari mulai lagu kebangsaan hingga lagu Barat.

Rosikin mengatakan, angklung merupakan alat musik tradisional yang fleksibel karena dapat mengikuti perkembangan musik dunia.

"Angklung memiliki dwifungsi, bisa mengiringi musik pentatonik yaitu nada asli dari lagu-lagu Sunda tapi juga bisa dikembangkan dengan musik diatonik yang banyak digunakan oleh musik Barat," katanya.

Perkembangan angklung sangat pesat. Berkat Saung Udjo, angklung dapat dikembangan sedemikian rupa dan dikenal dunia. Padahal, kata Rosikin, angklung dahulu hanya digunakan untuk upacara adat seperti panen padi.

Selain fleksibel, angkung juga merupakan alat musik tradisi Jawa Barat yang sangat mudah dimainkan. Angklung bisa dipelajari oleh orang awam hanya dalam beberapa menit, bahkan satu orang bisa menggunakan sampai empat oktaf nada.

Ke depan, kata Rosikin, angklung harus menjadi musik tradisional yang mewakili Indonesia dalam setiap kegiatan KAA.

"Setiap orang yang melihat angklung ingat Indonesia, ingat Jawa Barat. Seperti halnya mereka ingat Bali dan batik," kata dia menambahkan.



Credit  ANTARA News

Senin, 20 April 2015

Angklung, Alat Musik dari Bambu yang Mendunia

Angklung, Alat Musik dari Bambu yang Mendunia
Angklung mendunia meski dibuat dari Bambu (Foto: Theborneopost)
CB, BANDUNG – Pentas “Angklung for The World” menjadi salah satu rangkaian peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA). Tak ada salahnya melihat sejarah angklung.
Sebelum pentas yang akan dicatat dalam Guiness Book of The Record ini digelar, mari kita melihat sejarah angklung sebagai alat musik tradisional khas Sunda.
Angklung adalah sebuah alat musik yang terbuat dari potongan bambu. Alat musik ini terdiri dari dua sampai empat tabung bambu yang dirangkai menjadi satu dengan tali rotan.
Tabung Bambu ini diukir detail dan dipotong sedemikian rupa oleh pengrajin angklung untuk menghasilkan nada tertentu ketika bingkai bambu digoyang.
Oleh karena setiap angklung menghasilkan nada yang berbeda, maka dibutuhkan kerjasama antar pemain untuk menghasilkan melodi yang indah. Instrumen ini sendiri telah dikenal sejak zaman kuno di beberapa wilayah Indonesia, terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.
Meski begitu, kata angklung berasal dari bahasa Sunda, ‘angkleung-angkleungan’, yaitu gerakan pemain angklung, serta suara klung yang dihasilkan instrumen bambu ini. Dalam tradisi Sunda, instrumen angklung berfungsi mengundang Dewi Sri atau Dewi Padi yang melambangkan kemakmuran agar turun ke Bumi memberikan kesuburan tanaman padi.
Oleh karenanya, hingga saat ini di beberapa desa masih sering kita jumpai upacara yang mempergunakan angklung untuk kegiatan tradisional seperti pesta panen, ngaseuk pare, nginebkeun pare, ngampihkeun pare, seren taun, nadran, helaran, turun bumi, dan sedekah bumi.
Sementara, di Jawa Barat sendiri angklung telah dimainkan sejak abad ke-7. Bahkan, orang-orang Baduy dari Desa Kanekes masih memainkan angklung tradisional yang disebut angklung buhun dalam beberapa upacara tradisional mereka.
Sementara itu, di perbatasan Cirebon dan Indramayu, tepatnya di Desa Bungko, ada jenis lain dari angklung yang diberi nama angklung bungko. Angklung ini diciptakan oleh Syeh Bentong atau Ki Gede Bungko, yaitu seorang pemimpin agama yang menggunakannya sebagai media penyebaran agama Islam. Angklung yang masih terawat dan dipelihara hingga saat ini diyakini telah berusia 600 tahun.
Dibalik sebagian cerita sejarahnya, selain sebagai alat musik tradisional angklung juga melambangkan kehidupan manusia yang tidak dapat berdiri, tetapi saling membutuhkan. Tabung besar dan kecil dari deretan bambu ini sering digambarkan sebagai perkembangan kehidupan manusia.
Tabung bambu kecil menggambarkan bahwa setiap orang memiliki impian dan keinginan untuk menjadi orang besar yang dilambangkan dengan tabung besar. Ketika angklung digoyangkan, maka semua tabung menciptakan bentuk alunan harmoni yang menggambarkan kehidupan manusia.


Credit  OKEZONE.COM

Selasa, 14 April 2015

Sumbangan Letusan Tambora bagi Seni Eropa


Sumbangan Letusan Tambora bagi Seni Eropa "Amukan" Tambora, dua abad lalu, menginspirasi pelukis J.M.W. Turner. (CNNIndonesia Internet/NASA Earth Obesrvatory)
 
Jakarta, CB -- Matahari terbenam di mata penduduk Eropa tak pernah berwarna jingga kental. Biasanya langit hanya menggelap, atau sedikit kekuningan. Namun lukisan J.M.W. Turner menunjukkan pemandangan langit yang benar-benar berbeda.

Lihat saja lukisannya yang berjudul Chichester Canal Circa, dirampungkan pada 1828. Di atas kanal dengan perairan tenang sebening kaca itu, ada langit keemasan. Awannya seperti menyimpan sesuatu berwarna kelabu bak polusi.

Lukisannya yang lain lagi, dirampungkan pada tahun-tahun sekitar 1800-an, bernuansa sama. Atmosfernya dipenuhi warna oranye, dengan langit pekat. Kalau pun ada sinar matahari, berkas-berkasnya seperti menembus awan tebal.


Turner bukan melukis imajinasi. Pada tahun-tahun itu, Eropa memang tengah dibekap sesuatu. Ada lapisan seperti atmosfer tambahan di atas langitnya, yang membuat sinar matahari perlu tenaga ekstra untuk menembusnya.

Atmosfer tambahan itu yang membuat Eropa dilanda musim dingin berkepanjangan. Tanahnya lebih mirip es untuk ditanami. Tak heran masyarakat kala itu kelaparan. 1800-an Eropa didera "kiamat kecil". Ratusan ribu orang meninggal karena kelaparan dan kedinginan.

Tahukah Anda, apa penyebabnya?

Yang menjadi inspirasi Turner melukis langit pekat Eropa itu adalah letusan Tambora. Tahun 1815, gunung yang berlokasi di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Indonesia itu memuntahkan isi perutnya. Sekitar 60 ribu orang meninggal.

Letusan tambora juga berdampak ke negara-negara lain. Tiongkok gagal panen. Rakyat Perancis sampai harus makan kucing dan tikus.

Namun letusan Tambora dua abad lalu itu juga menyumbangkan ukiran sejarah bagi dunia seni. Selain Turner yang mengabadikan kondisi langit Eropa tanpa musim panas, ada pula sebuah grup rock bernama Rasputina yang memanfaatkannya.

Mengutip Wikipedia, grup itu punya sebuah lagu berjudul 1816, The Year Without A Summer. Lagu itu muncul di album 2007, Oh Perilous World.

Masih ada penyanyi folksong, Pete Sutherland yang menciptakan lagu juga tentang ledakan Tambora. Judulnya 1800 and Froze-to-Death. Lagu itu direkam tahun 2009 untuk album berjudul Thufters and Through-Stones: The Music of Vermont's first 400 Years.

BUkan itu saja. Tahun 1800-an saat Tambora meletus juga digunakan novelis Guillermo del Toro sebagai masa penciptaan vampir. Bersama penulis Amerika, Chuck Hogan tahun 1816 direferensikan sebagai munculnya vampir karena Eropa dirundung kegelapan. Itu tertulis dalam tesis berjudul Why Vampires Never Die.

Kini, usia letusan Tambora dua abad sudah. Masyarakat dan pemerintah Indonesia memeringatinya tidak lagi dengan duka, melainkan suka cita. Berbagai kegiatan seni budaya dan kuliner digelar gegap gempita.


Credit  CNN Indonesia

Senin, 30 Maret 2015

Keluarga dan sahabat antar Olga ke peristirahatan terakhir


Keluarga dan sahabat antar Olga ke peristirahatan terakhir
Olga Syahputra meninggal dunia pada usia 32 tahun di Singapura pada Jumat (27/3) sore waktu setempat. (ANTARA)
 
 
Jakarta (CB) - Keluarga, sahabat dan para penggemar menghadiri pemakaman jenazah pemandu acara dan komedian Olga Syahputra di Tempat Pemakaman Umum Malaka, Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Sabtu siang.

Di antara ratusan pelayat yang menghadiri pemakaman Olga, ada para selebriti seperti Luna Maya, Bunga Citra Lestari, Julia Perez, Regina Indonesian Idol, Soimah, Tara Budiman, dan Jaja Mihardja.

Ustad Zaki Muhammad mewakili keluarga meminta maaf kepada masyarakat Indonesia atas kesalahan Olga selama hidup.

"Kepada seluruh masyarakat Indonesia, kami atas nama keluarga memohon maaf lahir batin kalau selama ini Olga sering kepeleset lidahnya," katanya.

"Mohon tutup dalam-dalam kesalahan Olga. Ungkapkan hal-hal yang baik-baik saja," tambah dia.

Sebelum pemakaman, sempat terjadi aksi saling dorong di antara para pelayat yang ingin melihat jenazah Olga untuk terakhir kalinya.

Jenazah Olga tiba di rumah duka sekitar pukul 09.50 pagi dari Singapura, tempat dia menjalani perawatan karena menderita meningitis.


Credit  ANTARA News

Jumat, 27 Maret 2015

Marcella Zalianty hingga Mayangsari Tampil dalam "Lahirnya Parikesit"



 
FIKRIA HIDAYAT
Marcella Zalianty, produser film Mantan Terindah, difoto saat media visit ke Kompas.com di Jakarta, Selasa (7/10/2014). Film Mantan Terindah rencananya akan tayang pada akhir November 2014. KOMPAS.com/FIKRIA HIDAYAT

JAKARTA, CB -- Mitra Wayang Orang bekerja sama dengan Yayasan Kanker Indonesia menampilkan pertunjukan wayang orang dengan cerita Lahirnya Parikesit di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, Kamis (26/3/2015) mulai pukul 20.00 WIB. Kedua pihak itu bertujuan memelihara seni tersebut sekaligus menggalang dana bantuan bagi para survivor kanker. Sederet nama terkenal ambil bagian dalam pementasan tersebut.

Lahirnya Parikesit merupakan kisah tentang kelahiran pewaris Kerajaan Hastinapura, yaitu Parikesit. Parikesit merupakan anak dari Abimanyu dan Dewi Utari. Kelahirannya dilatari berbagai sepak terjang dalam kehidupan, dari muslihat, janji, hingga perang. Pertunjukan itu berdurasi kira-kira dua jam dengan memakai bahasa Jawa dan sedikit bahasa Indonesia.

"Pergelaran Lahirnya Parikesit ini secara total menampilkan 132 pemain dan waktu latihan hanya dua bulan," tutur produser pementasan tersebut, Tuti Roosdiono, ketika diwawancara oleh Kompas.com di Teater Jakarta, TIM, sebelum pertunjukan itu.

Nama-nama terkenal, dari Titiek Puspa, Slamet Rahardjo, Eros Djarot, Marcella Zalianty, Olivia Zalianty, Mayangsari, hingga Inayah Wahid, putri mendiang Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, ikut main dalam pementasan tersebut.

Seluruh hasil penjualan tiket pertunjukan itu akan disumbangkan ke Yayasan Kanker Indonesia.

"Segala upaya dilakukan Yayasan Kanker Indonesia Provinsi DKI Jakarta yang bertujuan untuk membantu para penderita kanker melalui berbagai kegiatan dan acata. Salah satunya adalah melalui kesenian dan kebudayaan," tulis Veronica Tan, istri Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, yang sekaligus merupakan Ketua Yayasan Kanker Indonesia, dalam kalimat sambutannya yang tertulis pada buku panduan pementasan tersebut.

Veronica juga menyampaikan harapannya.

"Semoga melalui acara ini cita-cita kemanusiaan serta pelestarian budaya kita dapat segera terwujud dan menjadi kebanggaan seluruh warga DKI Jakarta," tulisnya lagi.



Credit  KOMPAS.com

Jumat, 13 Februari 2015

Kisah Perjalanan Imigrasi Eddie Van Halen, dari Rangkasbitung hingga Amerika



 SHUTTERSTOCK
(Kiri) Eddie Van Halen saat tampil dalam salah satu acara musik di California 19 Juli 2006. (Kanan) Eddie Van Halen saat menghadiri sebuah acara di California 10 Maret 2013. 
 
 
  CB — Gitaris band rock, Eddie van Halen, mengurai kisah perjalanan hidupnya yang berimigrasi dari berbagai belahan negara. Ia menceritakan kisah perjalanannya hingga menjadi gitaris ternama di dunia bersama bandnya, Van Halen.

Eddie van Halen adalah imigran Belanda yang lahir di Amsterdam dan datang ke Amerika Serikat ketika berusia tujuh tahun. Banyak yang mengira ia terlahir sebagai bintang rock. Tidaklah demikian kisahnya. Eddie menyusuri jalan kehidupan yang berliku pada masa kecilnya.

Keluarga Van Halen berimigrasi ke California pada 1962 membawa mimpi tinggal di "tanah terjanji". Ayahnya adalah musisi yang juga bekerja sebagai seorang cleaning service. Sementara itu, ibunya yang keturunan Indonesia bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Keluarga Van Halen pernah tinggal di sebuah rumah bersama tiga keluarga lainnya.

"Kami datang ke sini (Amerika) dengan 50 dollar AS dan piano," ujar Van Halen.

"Kami datang dari belahan dunia lain tanpa uang, tanpa pekerjaan tetap, tanpa tempat tinggal, dan tidak bisa berbicara bahasa Inggris," tambahnya.

Dalam sebuah kesempatan lain, Eddie pernah menuturkan, ibunya, Eugenia van Beers, berasal dari Rangkasbitung, Banten. Ayah Eddie, Jan van Halen, bertemu dengan Eugenia di Indonesia saat penjajahan Belanda.

"Yang menyelamatkan kami adalah karena ayah saya seorang musisi dan lambat laun bertemu musisi lain dan manggung pada akhir pekan, mulai dari acara perkawinan sampai apa pun untuk menghasilkan uang," tutur Eddie.

Mulai bentuk grup band rock

Eddie kemudian membentuk salah satu band rock paling populer pada 1980-an bersama Alex van Halen (adik Eddie), Michael Anthony, dan David Leeroth. Van Halen, demikian nama band itu, diambil dari nama keluarga Eddie dan Alex. Lagu-lagunya yang populer antara lain "Jump" dan "Why Can't This Be Love".

Eddie kemudian berkisah tentang perlakuan diskriminatif yang ia terima karena ia keturunan Eropa-Asia (Indonesia). Perlakuan itu ia dapatkan saat bersekolah di Amerika.

"Sekolah pertama saya ketika itu masih memisahkan murid kulit putih dan kulit berwarna. Karena saya dianggap warga kelas dua saat itu, saya disamakan dengan orang-orang kulit hitam. Sulit sekali saat itu," ujarnya.

Eddie mengatakan, keluarganya sangat senang bermain musik. Bahkan, saat mereka masih kecil, Edie dan Alex sering bermain dengan panci dan wajan, sementara sang ayah berlatih musik.

Eddie sendiri tidak pernah belajar membaca not balok. Meski begitu, ia berdalih memiliki pendengaran yang tajam.

"Saya diberkahi telinga yang bagus. Saya harus melihat jari-jari saya bergerak. Percaya atau tidak, saya tidak pernah bisa bermain gitar secara bagus dalam kegelapan. Saya harus melihat jari-jari saya," ujarnya.

Untuk menjaga warna musik Van Halen tetap relevan, band itu bersikeras tidak mengikuti tren. Eddie menceritakan, bandnya pernah mencoba warna musik lain.

"Kami dikontrak oleh Warner Brothers pada 1977 di tengah tren punk dan disco. Kami tampak aneh. Tentu saja kalau main di klub kami main lagu-lagu Top 40, tetapi saya tidak pernah bisa membuat suara seperti semestinya. Saya tidak bisa meniru permainan orang," ujarnya.


Credit   KOMPAS.com

Jumat, 12 Desember 2014

Deklarasi Indonesia WOW! hasilkan Galeri Indonesia WOW!


Deklarasi Indonesia WOW! hasilkan Galeri Indonesia WOW!
Menteri Koperasi dan UKM, AAGN Puspayoga (kiri) bersama dengan Founder dan CEO MarkPlus, Hermawan Kartajaya (kanan) memimpin Deklarasi Indonesia WOW! yang sekaligus menjadi pertanda diluncurkannya Galeri Indonesia WOW! dalam Konser Indonesia WOW! di Jakarta, Kamis (12/12). (ANTARA News/ Arindra Meodia)
 
 
Jakarta (CB) - Menteri Koperasi dan UKM, AAGN Puspayoga bersama dengan Founder dan CEO MarkPlus, Hermawan Kartajaya meluncurkan Galeri Indonesia WOW! dalam konser Indonesia WOW! yang berlangsung di Jakarta, Kamis malam.

Peluncuran tersebut didahului dengan Deklarasi Indonesia WOW! yang diikuti oleh sejumlah perusahaan, instansi dan institusi diantaranya Martha Tilaar, Kompas Gramedia Group, Microsoft Indonesia, Telkom, BCA, BRI, Tokopedia, SMESCO dan Indonesia Fashion Week.

"Hari ini kita mau melakukan deklarasi kecil-kecilan saja," kata Hermawan.

Galeri tersebut nantinya akan menampung KUKM terpilih untuk dibina oleh para kurator yang kompeten di masing-masing bidang seperti seni kerajinan, desain, fesyen, video, film dan fotografi, seni pertunjukkan, penerbitan dan percetakan, kuliner dan musik.

"UKM jumlahnya 57 juta di Indonesia dan 98 persen dari pelaku usaha adalah UKM, sehingga kita harus dapat memberi porsi kepada UKM," kata Menteri Koperasi dan UKM.

"Saya berterimakasih kepada para sponsor UKM karena jika UKM-nya bagus dan berhasil, kemajuan ekonomi juga akan bagus," tambahnya.

Galeri Indonesia WOW akan berada di Gedung Small and Medium Enterprise and Cooperatives (SMESCO) sebagai pusat promosi Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.

"Kita targetkan galeri ini sekitar pertengahan tahun akan jadi," kata Hermawan.

"Di sana akan bertemu para anak muda, akan ada panggung dan tempat kreatifitas bagi para UKM, kalau biasanya tiap minggu ada car free day, nantinya akan ada creativity day," lanjutnya.

Gedung ini akan menjadi tempat kolaborasi ekonomu kreatif antara tiga komponen Artist, Business, dan Governement (ABG).

"Indonesia WOW!, Gerakan Indonesia WOW!, Galeri Indonesia WOW!," teriak Hermawan menutup Deklarasi Indonesia WOW!


Credit ANTARA News

Selasa, 09 Desember 2014

Mengenang Detik-detik Kematian John Lennon


Mengenang Detik-detik Kematian John Lennon  
Mengenang John Lennon (Peter Macdiarmid/Getty Images)
 
 
Jakarta, CB -- Senin, 8 Desember 1980 malam, setelah menjalani sesi rekaman lagu Walking On Thin Ice, John Lennon dan istrinya Yoko Ono kembali ke apartemen eksklusif mereka di Dakota, New York.

Nahas, begitu melangkah keluar dari limusin, Lennon ditembak mati. Pentolan The Beatles itu ditembak beberapa kali di bagian dada dari jarak dekat oleh orang tak dikenal (belakangan diketahui bernama Mark David Chapman). Yoko berteriak histeris meminta pertolongan.

Dengan tubuh yang berlumuran darah, Lennon segera dibawa menggunakan mobil polisi menuju ke Rumah Sakit Roosevelt untuk mendapatkan pertolongan. Malang, nyawanya tak dapat diselamatkan. Ia menghembuskan napas terakhir sesaat setelah tiba di ruang gawat darurat.

Dokter menyebutkan, Lennon mengalami pendarahan luar biasa di bagian dada. Paru-paru bagian kirinya terluka cukup parah. Lennon kehilangan banyak darah akibat penembakan tersebut.

"Kami sudah mencoba menyelamatkannya. Kami membuka dadanya dan memompa jantungnya, tetapi ia sudah sekarat saat polisi membawanya ke rumah sakit," ucap Dr Stephen Lynn, dokter yang menangani Lennon. Jenazah pria kelahiran Liverpool, 9 Oktober 1940 itu lalu dibawa ke Rumah Sakit Belleuve untuk diotopsi.

Peristiwa tragis itu berlangsung begitu cepat. Dalam sekejap, musisi legendaris itu meninggalkan ribuan penggemarnya di seluruh dunia. Lennon tiba di rumah sakit beberapa menit jelang pukul 11 malam dan dinyatakan meninggal pada jam 23.07 waktu setempat.

Pembunuh John Lennon

Seorang pria diamankan dari TKP beberapa menit setelah peristiwa itu. Pria tersebut diidentifikasi sebagai Mark David Chapman (25). Menurut kepolisian setempat, Chapman digambarkan sebagai orang gila yang sering berkeliaran di sekitar lokasi itu.

Chapman, yang berasal dari Hawaii, diketahui terlihat di sekitar Dakota selama beberapa jam sebelum penembakan terjadi. Ia juga dilaporkan sempat memburu tanda tangan Lennon beberapa kali dalam empat hari sebelum penembakan.

Seorang saksi mata bernama Sean Strub mengaku melihat dengan mata kepalanya sendiri, Chapman tengah mondar-mandir di sekitar TKP dan meninggalkan pistol di lokasi. Polisi mengatakan mereka lantas menemukan sepucuk pistol revolver kaliber 38 di lokasi kejadian.

Menurut penuturan Strub, Chapman berbadan gemuk dan mengenakan jaket berwarna cokelat. "Ia hampir mempunyai seringai di wajahnya," kata Strub.

Cerita serupa juga terlontar dari mulut Nina McFadden. Ia tinggal cukup dekat dari lokasi kejadian naas itu. Sesaat setelah mendengar suara tembakan, Nina melihat sosok pria yang tak lain adalah Chapman, berjalan mondar-mandir dan melemparkan jaketnya ke tanah.

"Saya melihat mereka (John Lennon dan Yoko Ono) melangkah keluar dari limusin. Mereka berjalan ke arah gerbang (apartemen) lalu saya mendengar sekitar empat tembakan, suaranya sangat memekakkan telinga," katanya.

"Saat itulah saya melihat seorang pria dengan pistol dan menjatuhkan pistol ke tanah," ujar Nina menambahkan.

Lennon meninggal dalam kesunyian, tak seramai pemberitaan tentang dirinya semasa hidup. James Moran, polisi yang mengemudikan mobil yang membawanya ke rumah sakit mengatakan, tak ada kata-kata terakhir apapun yang terucap dari mulut seorang Lennon.

Lennon juga meninggal tepat tiga minggu setelah merilis album solonya bersama Yoko Ono, Double Fantasy (1980).



Credit CNN Indonesia

Kamis, 20 November 2014

Balai Konservasi kaji upaya cegah batu Borobudur mengaus


Balai Konservasi kaji upaya cegah batu Borobudur mengaus
Ilustrasi (ANTARA FOTO/Anis Efizudin) 
Magelang (CB) - Balai Konservasi Borobudur (BKB) melakukan uji coba melapisi tangga Candi Borobudur dengan papan kayu guna mengantisipasi keausan batu candi.

"Kami mengamati batu tangga candi mengalami keausan oleh karena itu tahun ini kami berusaha melakukan penelitian atau kajian bagaimana cara yang efektif untuk menghentikan keausan tersebut," kata Kepala BKB Marsis Sutopo di Magelang, Kamis.

Ia mengatakan salah satu cara yang sedang dikaji adalah memberikan lapisan kayu pada tangga Candi Borobudur. BKB akan melakukan uji coba terlebih dahulu.

Uji coba pelapisan tangga dilakukan di tangga bagian selatan dengan memasang papan kayu pada beberapa undakan.

Selain uji coba, katanya BKB juga menyebarkan semacam kuesioner kepada para pengunjung Candi Borobudur untuk mengetahui tanggapan mereka tentang pelapisan tangga candi.

"Kami ingin mendapat masukan juga dari pengunjung, apakah dengan cara seperti itu (pelapisan kayu) malah justru aman atau tidak aman atau lebih nyaman atau lebih susah," katanya.

Ia mengatakan hasil penelitian dan juga informasi yang diperoleh dari pengunjung akan digunakan untuk menyempurnakan cara paling efektif untuk melindungi tangga batu candi.

"Hasil penelitian dan masukan pengunjung untuk menyempurnakan pelapisan tangga agar efektif, aman untuk batu candi, dan nyaman untuk pengunjung," katanya.

Credit ANTARA News

Kamis, 13 November 2014

Lukisan Gua di Sulawesi Setua Seni Prasejarah di Eropa

Selusin gambar stensil tangan berwarna merah dan dua gambar binatang yang mendetil yang digambarkan sebagai babirusa itu berusia antara 35.000 sampai 40.000 tahun.
Gambar stensil tangan di gua di Sulawesi, yang menurut studi baru sama tuanya dengan seni prasejarah di Eropa. (AP/Kinez Riza, Nature Magazine)
Gambar stensil tangan di gua di Sulawesi, yang menurut studi baru sama tuanya dengan seni prasejarah di Eropa. (AP/Kinez Riza, Nature Magazine)


Lukisan-lukisan gua kuno di Indonesia sama tuanya dengan seni prasejarah terkenal di Eropa, menurut sebuah studi baru, yang menunjukkan bahwa nenek moyang manusia membuat gambar di seluruh dunia 40.000 tahun lalu.
Dan hal itu mengindikasikan masa kreativitas yang lebih awal dari manusia modern, yang berakar di Afrika, dibandingkan yang diperkirakan para ilmuwan sebelumnya.
Para ahli arkeologi menghitung bahwa selusin gambar stensil tangan berwarna merah dan dua gambar binatang yang mendetil yang digambarkan sebagai babirusa itu berusia antara 35.000 sampai 40.000 tahun, berdasarkan tingkat penguraian unsur uranium.
Hal itu menempatkan karya seni yang ditemukan di Sulawesi itu ada pada periode yang kira-kira sama dengan gambar-gambar yang ditemukan di Spanyol dan sebuah gua terkenal di Perancis.
Dan salah satu dari gambat tangan di Indonesia itu, diperkirakan setidaknya berusia 39.900 tahun, sekarang merupakan gambar stensil tangan tertua yang dikenal ilmu pengetahuan, menurut sebuah studi yang dipublikasikan Rabu (8/10) di jurnal Nature.
Ini adalah lebih dari 100 gambar gua Indonesia yang telah dikenal sejak 1950. Pada 2011, para ilmuwan melihat formasi batu yang aneh -- disebut "cave popcorn" -- dalam lukisan-lukisan tersebut. Endapan-endapan mineral tersebut dapat memungkinkan menggunakan teknologi penguraian uranium untuk mengetahui seberapa tua karya seni tersebut. Jadi mereka menguji tonjolan batu yang tumbuh di atas gambar tersebut untuk mengetahui usia minimum. Ternyata usianya hampir 40.000 tahun.
"Hal itu tidak disangka-sangka," kenang pemimpin penelitian Maxime Aubert, seorang arkeolog dan ahli geokimia dari Griffith University di Australia.
Melihat lukisan-lukisan gua tersebut, detil pada gambar binatang "dibuat dengan sangat, sangat baik," ujar Aubert dalam wawancara lewat telepon dari Jakarta. "Ketika melihat semua dalam konteks bahwa usianya sudah 40.000 tahun, mengagumkan."
Ahli paleoantropologi John Shea dari Stony Brook University di New York, yang tidak ikut dalam penelitian tersebut,  mengatakan penemuan itu penting dan dapat mengubah apa yang ilmu pengetahuan ketahui mengenai manusia dan seni prasejarah.
Sebelum penemuan ini, para ahli memiliki pandangan Eropa-sentris mengenai bagaimana, kapan dan di mana manusia mulai membuat karya seni, menurut Aubert.
Mengetahui kapan seni dimulai adalah penting karena "ini mendefinisikan kita sebagai spesies," ujarnya.
Karena seni Eropa dan Asia itu pada dasarnya berusia sama, hal itu berarti seni berkembang secara terpisah dan simultan di bagian-bagian yang berbeda di dunia atau "kemungkinan besar ketika manusia meninggalkan Afrika 65.000 tahun yang lalu mereka sudah berevolusi dengan kapasitas untuk membuat lukisan-lukisan," ujar Aubert.
Seni kuno tidak banyak ditemukan di Afrika karena kondisi geologi tidak melestarikannya.
Shea dan lainnya cenderung setuju dengan teori seni yang pertama.
"Apa yang ditunjukkan penemuan ini adalah bahwa ketika manusia mulai pindah keluar dari Afrika, mereka tidak terlalu berbeda dari kita dalam hal kemampuan menggunakan seni dan simbol," ujar Shea.
"Banyak diantara kita yang kesulitan membuat replika lukisan tersebut, tapi mereka mungkin lebih handal dalam hal ini."

Credit VOA