Tampilkan postingan dengan label PRANCIS. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PRANCIS. Tampilkan semua postingan

Senin, 18 Maret 2019

Kotak Hitam Ungkap Insiden Ethiopian Airlines Mirip Lion Air


Kotak Hitam Ungkap Insiden Ethiopian Airlines Mirip Lion Air
Lokasi kecelakaan pesawat Ethiopian Airlines ET302 di Ethiopia. (REUTERS/Tiksa Negeri)



Jakarta, CB -- Data-data yang diperoleh dari kotak hitam pesawat Boeing 737 MAX 8 yang dioperasikan maskapai Ethiopian Airlines yang jatuh pada 10 Maret lalu disebut ada kemiripan dengan insiden Lion Air JT610 pada 29 Oktober 2018. Hal itu diketahui dari hasil analisis awal yang disampaikan Kementerian Perhubungan Ethiopia.

"Ada kesamaan dengan kasus yang dialami Indonesia (Lion Air). Ada persamaan di antara dua kecelakaan itu," kata juru bicara Kementerian Perhubungan Ethiopia, Muse Yiheyis, seperti dilansir Reuters, Senin (18/3).

"Data penerbangan berhasil dipulihkan. Tim dari Amerika Serikat dan Ethiopia sudah memvalidasi. Menteri Perhubungan berterima kasih kepada pemerintah Prancis. Kami akan memberikan informasi lanjutan dalam tiga atau empat hari ke depan," ujar Muse.

Menurut Menteri Perhubungan Ethiopia, Dagmawit Moges, hasil kesimpulan awal dari pembacaan data di kotak hitam akan diungkap dalam 30 hari. Dia menyatakan data kecelakaan Lion Air akan dibandingkan dengan insiden Ethiopian Airlines.


"Akan jadi bahan studi dalam penyelidikan," kata Dagmawit, seperti dilansir AFP.

Akan tetapi, Dewan Keselamatan Perhubungan Nasional (NTSB) dan Otoritas Penerbangan AS (FAA) membantah telah melakukan validasi data kotak hitam itu. Dari data penerbangan yang dilansir situs FlightRadar24, kedua pesawat itu sempat mengalami kendala dalam mempertahankan ketinggian jelajah sebelum jatuh.

Banyak pihak mencurigai sistem anti-stall (MCAS) yang ditambahkan di 737 MAX 8. Perangkat itu secara otomatis memerintahkan hidung pesawat menurun ketika pesawat dianggap dalam situasi stall.

Dalam kasus Lion Air, pilot mengalami kesulitan mengendalikan pesawat ketika mengaktifkan mode autopilot. Perangkat MCAS terus menerus mengarahkan hidung pesawat menukik tak berapa lama usai lepas landas.

Pesawat Boeing 737 MAX 8 milik Ethiopian Airlines jatuh tak jauh dari di ibu kota Ethiopia, Addis Ababa, saat hendak menuju Nairobi, Kenya, 10 Maret 2019.

Pesawat itu mengangkut 157 penumpang dari 32 negara dan seluruhnya dipastikan tewas dalam kecelakaan itu.

Hasil penyelidikan sementara, pilot Ethiopian Airlines dengan nomor penerbangan 302 itu sempat meminta untuk kembali, setelah beberapa menit lepas landas dari bandara Bole di Addis Ababa pada pukul 08.38 pagi waktu setempat.



Credit  cnnindonesia.com


Kamis, 14 Maret 2019

Kotak Hitam Ethiopia Airlines Dianalisis di Prancis



Kotak Hitam Ethiopia Airlines Dianalisis di Prancis
Kotak hitam Boeing 737 MAX Ethiopia Airlines akan dianalisis di Prancis. Foto/Istimewa


PARIS - Badan pengawas keselamatan penerbangan Prancis, BEA Aero, akan menganalisis kotak hitam pesawat Boeing 737 MAX 8 Ethiopian Airlines yang jatuh pada hari Minggu di dekat Addis Ababa. Demikian pernyataan yang dikeluarkan badan tersebut.

"Pihak berwenang Ethiopia telah meminta bantuan @BEA_Aero untuk menganalisis FDR (perekam data penerbangan) & CVR (perekam suara kokpit)/Komunikasi apa pun mengenai kemajuan penyelidikan adalah tanggung jawab otoritas tersebut," tulis BEA di akun Twitternya pada Rabu seperti dilansir dari Sputnik, Kamis (14/3/2019).

Surat Kanada The Globe and Mail melaporkan Ethiopian Airlines sebelumnya menolak untuk mengirim kotak hitam itu ke Amerika Serikat (AS), tempat Boeing 737 Max 8 diproduksi. Otoritas penerbangan AS adalah satu di antara yang terbaru mengeluarkan perintah darurat untuk mengandangkan semua pesawat seri Boeing 737 Max 8 dan 737 Max 9 setelah kecelakaan mematikan Ethiopian Airlines.

Awal pekan ini, Administrasi Penerbangan Federal AS (FAA) bersikeras bahwa pesawat itu aman, meskipun ada kekhawatiran yang berkembang setelah jatuhnya pesawat terbaru. Namun, pada hari Rabu, FAA mengatakan dalam perintah darurat bahwa penyelidikan terhadap dua kecelakaan udara mematikan yang melibatkan pesawat Boeing 737 MAX telah menemukan beberapa kesamaan, yang menyebabkan pelarangan sementara seluruh armada 737 Max di AS.

Sebelumnya pada hari itu, juru bicara Ethiopian Airlines mengatakan bahwa kotak hitam Boeing 737 Max 8 akan dikirim ke Jerman untuk dianalisis. Namun, pihak berwenang Jerman mengatakan mereka tidak akan melakukan decoding.

Pada hari Minggu, Boeing 737 Max 8, yang dioperasikan oleh Ethiopian Airlines, jatuh beberapa menit setelah lepas landas dari Addis Ababa, Ethiopia, menewaskan semua 157 orang dari lebih dari 30 negara di dalamnya.

Kecelakaan di Ethiopia adalah insiden fatal kedua yang melibatkan pesawat berbadan sempit dalam waktu kurang dari lima bulan. Pada akhir Oktober 2018, sebuah Boeing 737 MAX 8, yang dioperasikan oleh Lion Air Indonesia, jatuh ke Laut Jawa tak lama setelah lepas landas, merenggut nyawa 189 orang. Menurut penyelidikan awal oleh otoritas bandara Indonesia, sensor-sensor pesawat menunjukkan pembacaan kecepatan dan ketinggian yang salah selama penerbangan sebelum bencana.

Setelah kecelakaan hari Minggu di Ethiopia, otoritas penerbangan dan maskapai penerbangan di seluruh dunia, termasuk di Australia, Kanada, India, Selandia Baru, Prancis, Jerman, Afrika Selatan, Uni Eropa, China dan Rusia, telah melakukan grounding semua pesawat Boeing seri 737 Max 8 atau menutup wilayah udara mereka. 





Credit  sindonews.com





Rabu, 13 Maret 2019

Jerman dan Prancis Disarankan Bersatu Bangun Kapal Induk Eropa



Jerman dan Prancis Disarankan Bersatu Bangun Kapal Induk Eropa
Kapal induk bertenaga nuklir Charles de Gaule milik Prancis. Foto/REUTERS


COLOGNE - Prancis dan Jerman harus bersatu dan membangun kapal induk Eropa untuk meningkatkan kemampuan pertahanan benua itu. Demikian gagasan yang disampaikan Annegret Kramp-Karrenbauer, orang kepercayaan dan kemungkinan menjadi pengganti Kanselir Jerman Angela Merkel.

Kramp-Karrenbauer, yang memimpin Uni Demokratik Kristen (CDU) sejak Merkel mengundurkan diri dari panggung politik musim gugur lalu, mengajukan gagasan itu dalam komentar hari Minggu di surat kabar Jerman, Die Welt.

Artikel itu dimaksudkan sebagai tanggapan terhadap permohonan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada hari sebelumnya menjelang pemilihan Parlemen Eropa pada bulan Mei mendatang.

"Jerman dan Prancis sudah bekerja pada pesawat tempur Eropa masa depan, di mana negara-negara lain diundang untuk bergabung," tulis Kramp-Karrenbauer, mengacu pada Future Air Combat Air System atau FCAS.

"Sebagai langkah berikutnya, kita bisa memulai proyek simbolis membangun kapal induk untuk memberikan bentuk pada peran Uni Eropa sebagai kekuatan global untuk keamanan dan perdamaian," lanjut politisi Jerman itu, seperti dikutip Defense News, Selasa (12/3/2019).

Proposal ini muncul pada saat angkatan bersenjata di Jerman sibuk dengan mempertahankan tingkat kesiapan dasar. Sedangkan alasan krisis yang masih diperdebatkan—beberapa menyalahkan kesalahan manajemen, yang lain menunjukkan kekurangan dana—ini sangat jelas, bahwa gagasan proyek kapal induk Eropa ini benar-benar berada di luar bahasa keamanan nasional Jerman.

Alasan itu pula yang kemungkinan menjadi penyebab beberapa analis Prancis menolak tawaran Kramp-Karrenbauer.

"'Kapal induk Eropa' adalah proposal yang konyol dan tidak berarti (jangan salah paham, saya dapat membayangkan beberapa politisi Prancis memiliki 'ide' yang sama), sehingga tidak layak mendapat respons," kata Bruno Tertrais, wakil direktur di Fondation pour la Recherce Strategique yang berbasis di Paris, dalam email-nya kepada Defense News.

Ulrike Franke, seorang analis pertahanan Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri yang bermarkas di London, juga mengkritik gagasan itu."Saya mendukung penguatan kemampuan Eropa, ya. Tapi ini muncul..tidak dipikirkan dengan baik," tulis dia di Twitter. 

Wolfgang Ischinger, mantan duta besar Jerman di Washington, mengatakan Jerman tidak akan benar-benar tahu apa yang harus dilakukan dengan kapal semacam itu.

"Sebuah kapal induk adalah instrumen proyeksi kekuatan geopolitik/militer," tulis dia di Twitter. "Sebuah prasyarat untuk pekerjaan akan menjadi strategi umum dan proses pengambilan keputusan. Jerman adalah tahun berkilau dari itu!".


Credit  sindonews.com





Senin, 11 Maret 2019

Ratusan orang berpawai di Paris bergabung dengan pemerotes "Rompi Kuning"



Ratusan orang berpawai di Paris bergabung dengan pemerotes "Rompi Kuning"

Pengunjuk rasa memakai rompi kuning berada di Champs Elysees dekat Arc de Triomphe saat aksi demo oleh gerakan "Rompi Kuning" di Paris, Prancis, Sabtu (9/3/2019). ANTARA FOTO/REUTERS/Philippe Wojazer/djo (REUTERS/PHILIPPE WOJAZER)




Paris (CB) - Ratusan pengunjuk rasa "rompi kuning" berpawai di Paris pada Sabtu, kendati usaha-usaha telah dilakukan Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk memadamkan ketakpuasan dengan serangkaian debat di seluruh negeri.

Aksi anti-pemerintah tersebut telah memasuki pekan ke-17.

Para pemerotes yang mengenakan rompi-rompi neon dengan visibilitas tinggi, yang merupakan simbol untuk gerakan itu, bergabung dengan para pekerja perawatan anak, yang mengenakan pakaian merah muda, yang menolak reformasi subsidi pengangguran mereka, demikian Reuters melaporkan.

Aksi-aksi lain direncanakan berlangsung pada Sabtu di beberapa kota Prancis seperti Bordeaux dan Toulouse dan juga kota-kota kecil seperti Puy-en-Velay.

Beberapa demonstran mengadakan aksi di bandar udara Charles de Gaulle di Paris dengan mengibarkan bendera-bendera Prancis dan berjoget di salah satu terminal, menurut gambar televisi di BFM TV.

Aksi unjuk rasa mulai berlangsung pada November lalu menentang rencana Macron untuk menaikkan pajak bahan bakar -- bagian dari usahanya untuk mendorong model energi lebih bersih -- dan protes-protes berubah menjadi kegiatan yang lebih besar.




Credit  antaranews.com


Jumat, 08 Maret 2019

Ungkap India Beli 36 Jet Tempur Prancis, Surat Kabar Ini Diancam




Pesawat tempur Prancis, Rafale tampil dalam Dubai Airshow di Uni Emirat Arab, 12 November 2017.  Rafale termasuk jet tempur generasi 4++ dan Dassault Aviation, menyebut  pesawat buatannya sebagai Omnirole. AFP/ Karim Sahib
Pesawat tempur Prancis, Rafale tampil dalam Dubai Airshow di Uni Emirat Arab, 12 November 2017. Rafale termasuk jet tempur generasi 4++ dan Dassault Aviation, menyebut pesawat buatannya sebagai Omnirole. AFP/ Karim Sahib

CB, Jakarta - Surat kabar di India, The Hindu, terancam dijerat undang-undang rahasia negara setelah menerbitkan dokumen pembelian 36 jet tempur Rafale dari Prancis.
Jika terbukti bersalah, menurut UU Rahasia Resmi yang diterbitkan setelah India meraih kemerdekaan dari Inggris tahun 1947, tersangka dapat dipenjarakan hingga 14 tahun lamanya.

Pembelian jet tempur dari Prancis disorot partai oposisi India lantaran harganya yang dianggap terlalu mahal dan penunjukan perusahaan milik pengusaha Anil Ambani, Reliance Defence,sebagai mitra yang tidak punya pengalaman dalam pembelian jet tempur.
Menurut Jaksa Agung K.K Venugopal, The Hindu mencuri dokumen rahasia pemerintah. Tindakan menuntut surat kabar itu sebagai upaya melindungi kerahasiaan pemerintah.
India telah mengajukan pembelian jet tempur dari perusahaan Prancis, Dassault Aviaton senilai US$ 8.7 miliar atau setara dengan Rp 123,4 triliun.

Pembelian pesawat tempur buatan Prancis ini, mengutip laporan Channel News Asia, Kamis, 7 Maret 2019, sebagai bagian dari program modernisasi angkatan udara India dengan mempensiunkan semua pesawat tempur era Uni Sovyet.
N.Ram, penulis artikel tentang dokumen pembelian jet tempur Rafale dari Prancis di harian The Hindu mengatakan, artikel berseri itu diterbitkan demi kepentingan publik.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Apa yang kami terbitkan adalah sah dan kami mendukungnya," kata Ram.

Juru bicara Dassault merujuk pernyataan CEO Eric Trappier sebelumnya bahwa tidak ada skandal dalam penentuan harga jual dan tidak ada paksaan untuk untuk memilih Relience Defence sebagai mitra lokal.
Mendapat kritikan tidak punya pengalaman berbisnis pesawat tempur, Ambani sebleumnya menyebut partai oposisi, Partai Kongres, mendapatkan informasi keliru yang dipasok dari perusahaan pesaingnya dan punya kepentingan tertentu.
The Hindu merupakan salah satu media berbahasa Inggris tertua di India. Surat kabar ini telah menurunkan 5 laporan tentang pembelian jet tempur Prancis itu berdasarkan dokumen pemerintah. 




Credit  tempo.co



Kamis, 28 Februari 2019

Prancis Bersiap Kirim Kapal Induk Charles de Gaulle ke Samudra Hindia



Prancis Bersiap Kirim Kapal Induk Charles de Gaulle ke Samudra Hindia
Kapal induk bertenaga nuklir Charles de Gaule milik Prancis. Foto/Global Research


PARIS - Prancis akan mengirim satu-satunya kapal induk miliknya, Charles de Gaulle, ke Samudra Hindia pada bulan depan. Rencana pengiriman kapal induk bertenaga nuklir itu diumumkan Kementerian Pertahanan Prancis.

Paris berharap langkah itu akan memperkuat pengaruhnya di wilayah tersebut, meskipun jalur perairan itu memang terdapat banyak pulau milik Prancis. Paris juga memiliki pangkalan di kawasan Samudra Hindia.

Mulai bulan depan, Charles de Gaulle yang baru dimodernisasi akan dikirim untuk misi lima bulan ke Pulau Reunion, di lepas pantai timur Madagaskar. Kapal raksasa itu disertai dengan kelompok tempurnya yang terdiri dari tiga kapal perusak, sebuah kapal selam dan sebuah kapal pasokan. Rincian kelompok tempur itu telah dikonfirmasi Nationale Marine pada hari umat pekan lalu.

Kapal Charles De Gaulle kembali beroperasi di laut pada November setelah 18 bulan menjalani modernisasi dengan biata USD1,4 miliar. Agen pertahanan pemerintah, Direction Générale de l'Armement, telah meningkatkan sistem tempur kapal induk tersebut. Fasilitas dan platform perawatan pesawat, radar dan sistem komunikasi dan navigasi juga telah ditingkatkan atau di-upgrade.

Kapal Charles de Gaulle dengan bobot 42.000 ton berpotensi dikerdilkan oleh kapal-kapal induk Amerika Serikat. Kapal induk Prancis itu masih menggunakan sistem ketapel uap untuk meluncurkan pesawat terbang dan satu-satunya kapal induk non-AS yang digerakkan oleh reaktor nuklir.

Kementerian Pertahanan setempat mengatakan Angkatan Laut Prancis berencana untuk berinteraksi dengan beberapa sekutu saat berada di laut, termasuk dengan kapal-kapal dari Angkatan Laut Kerajaan Inggris, Angkatan Laut Denmark dan Angkatan Laut Portugal.

"Kapal-kapal Amerika dan Australia juga akan memperkuat kelompok kapal induk di seluruh misinya," kata kementerian itu, dikutip Sputnik, Kamis (28/2/2019). "Dimensi internasional ini dari (kelompok tempur Charles de Gaulle), dengan demikian membuktikan tingkat kerja sama dan kepercayaan yang tinggi antara Angkatan Laut Sekutu dan Angkatan Laut kami," lanjut kementerian tersebut.

"Mereka masih bercita-cita untuk menjadi pemain utama," kata Michael Shurkin, seorang analis di kelompok think tank RAND Coropration, kepada The National Interest. "Memiliki kapal induk nuklir benar-benar mendukung ambisi itu."

Masih menurut Kementerian Pertahanan Prancis, penyebaran kapal induk ke Samudra Hindia bertujuan untuk menegaskan kembali kehadiran Prancis di bidang-bidang maritim dan memperkuat penilaiannya terhadap situasi di kawasan Indo-Pasifik. "Campur tangan untuk mengatasi masalah keamanan regional yang sesuai, mengembangkan kemampuannya untuk bekerja sama dengan militer lain, dan memperkuat kemitraan strategis," kata kementerian itu.

"Prancis selalu berdiri di garis depan dalam membela hak kebebasan navigasi yang tidak dapat dicabut di perairan internasional," imbuh Menteri Pertahanan Prancis Florence Parly. "Setiap kali ada pelanggaran prinsip dasar hukum internasional, seperti yang saat ini terjadi di Laut China selatan, kami akan menunjukkan kebebasan kami untuk bertindak dan berlayar di perairan seperti itu."

Charles de Gaulle diluncurkan pada 1994 dan namanya diambil dari nama Jenderal Prancis; Charles de Gaulle, yang memimpin Pasukan Prancis selama Perang Dunia II dan kemudian menjabat sebagai presiden negara itu setelah kudeta 1958. 



Credit  sindonews.com





Senin, 25 Februari 2019

Jerman Tak Mau Ekspor Senjata ke Arab Saudi, Prancis Kecewa


Ilustrasi senjata api. ANTARA FOTO
Ilustrasi senjata api. ANTARA FOTO

CB, Jakarta - Menteri Ekonomi Prancis Bruno Le Maire menyarankan Jerman agar melonggarkan ekspor senjatanya ke negara-negara di luar Uni Eropa untuk memperkuat industri pertahanan negara. Pernyataan ini disampaikan karena Prancis mengkomplain kalau proyek-proyek bersama untuk manufaktur senjata terhenti gara-gara Berlin.
Dikutip dari reuters.com, Minggu, 24 Februari 2019, Prancis menuding Berlin telah menolak mensahkan izin ekspor senjata ke Arab Saudi. Padahal Kerajaan Arab Saudi adalah pembeli terbesar bagi proyek bersama manufaktur senjata Jerman - Prancis.
“Tidak ada gunanya memproduksi senjata melalui peningkatan kerja sama antara Prancis dan Jerman jika kita tak bisa mengekspornya. Jika Anda ingin lebih kompetitif dan efisien, kita harus bisa mengekspor senjata ke negara-negara di luar Eropa,” kata Le Maire.

Ilustrasi senjata api. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay


Sebelumnya pada November 2018, Jerman mengatakan ke depan pihaknya akan menolak izin-izin ekspor senjata ke Riyadh. Keputusan itu diambil sebagai bentuk protes atas pembunuhan wartawan senior Arab Saudi Jamal Kashoggi. Namun Jerman belum melarang ekspor senjata dari kesepakatan yang sudah dibuat sebelumnya. Jerman hanya mendesak industri pembuatan senjata mulai sekarang agar menahan diri dari pengiriman-pengiriman senjata.      

Le Maire mengatakan bukan hanya Jerman, Prancis juga memiliki aturan yang ketat untuk ekspor senjata. Untuk itu, pihaknya berharap Prancis bisa menemukan sebuah kata sepakat dengan Jerman dalam hal ini.Pada Januari 2019, Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan Uni Eropa harus memperdalam kerja sama di bidang pertahanan, khususnya pengembangan sistem senjata. Namun saat yang sama Merkel juga memperingatkan Uni Eropa perlu membuat sejumlah kompromi dalam pengendalian ekspor senjata.





Credit  tempo.co




Rabu, 20 Februari 2019

Marak Anti-Semitisme, Israel Panggil Pulang Warganya


Anti Semit
Anti Semit
Foto: adl.org

Terjadi lonjakan 74 persen pelanggaran anti-Yahudi tahun lalu.




CB, PRANCIS – Menteri Imigrasi Israel, Yoav Gallant mengimbau warga Yahudi yang berada di Prancis untuk "pulang" ke Israel. Hal itu disampaikan menyusul terjadinya vandalisme anti-Semit di sebuah pemakaman orang-orang Yahudi di Prancis timur.


"Penodaan pemakaman Yahudi di Prancis memunculkan gambaran masa-masa kelam dalam sejarah orang-orang Yahudi," kata Gallant dalam sebuah pernyataan, Rabu (20/2) seperti dikutip dari Aljazeera.

Ia menegaskan dirinya mengutuk sikap anti-Semit tersebut. "Pekan lalu, saya mengunjungi komunitas Yahudi di Paris yang berada di bawah serangan anti-Semit dan dalam proses asimilasi. Saya dengan tegas mengutuk anti-Semitisme di Prancis dan memanggil orang-orang Yahudi (untuk) pulang, berimigrasi ke Israel," paparnya.


Sebelumnya, sekitar 80 kuburan di pemakaman Yahudi di Desa Quatzenheim, ditemukan dalam keadaan dicoret-coret oleh orang tidak dikenal.


Hal senada juga disampaikan kepala keamanan setempat, Jean-Luc Marx yang mengutuk gerakan anti-Semit.


"Dalam kemungkinan terbesar, terminologi anti-Semit yang mengerikan ini dan mengirimkan dukungan penuh kepada komunitas Yahudi yang kembali menjadi sasaran," ujar Jean-Luc Marx.


Pada 2018 lalu, polisi Prancis mencatat terjadi lonjakan sebesar 74 persen terhadap pelanggaran anti-Yahudi yang dilaporkan.


Hal ini menyebabkan kekhawatiran di negara yang merupakan rumah bagi populasi terbesar Yahudi di Eropa.


Di tahun yang sama, menurut data Kementerian Gallant, sebanyak 2.679 orang Yahudi dari Prancis berimigrasi ke Israel.


"Hal itu tidak berhenti, kejutan demi kejutan terus terjadi," kata Kepala Regional Lembaga Yahudi Utama Prancis, Maurice Dahan, setelah kejadian di Alsace.


Rencananya akan dilakukan demonstrasi di Paris dan kota-kota sekitarnya pada hari Selasa. Tujuannya untuk mengecam gejolak anti-Semit dalam beberapa pekan terakhir.


Para politisi pun mendesak partisipasi besar-besaran setelah seorang penulis Prancis terkemuka menjadi sasaran serangan anti-Semit oleh seorang pengunjuk rasa di Paris, Sabtu (16/2).



Credit  republika.co.id





Masyarakat Prancis Gelar Pawai Anti-Semitisme


Anti Semit
Anti Semit
Foto: adl.org

Tercatat ada 541 peristiwa terkait anti-Semitisme pada 2018.



CB, PARIS— Warga biasa atau pejabat tinggi di Paris dan kota-kota Prancis lainnya menggelar pawai untuk melawan anti-Semitisme. Pawai ini dilakukan setelah munculnya anti-Semit yang mengejutkan seluruh Prancis. 


"Setiap warga Prancis, karena ia laki-laki atau perempuan Yahudi, dilecehkan, diancam atau lebih buruk lagi dilukai atau dibunuh, maka seluruh negeri ikut merasakannya," kata Presiden Prancis Emmanuel Macron, di konferensi pers usai bertemu dengan Presiden Georgia Salome Zurabishvili, Selasa (19/2).

Beberapa jam sebelum pawai dimulai Macron mendatangi sebuah pemakaman Yahudi di kota kecil Alsace dimana para pelaku anti-Semitisme melakukan tindakan vadalisme.


Di akun Twitternya, Menteri Dalam Negeri Prancis Christophe Castaner mengatakan tindakan pengerusakan itu 'di luar batas dan menjijikkan'.

Sebanyak 80 makam Yahudi di Quatzenheim dirusak. Seorang sekretaris kota, Marie-Helene Schott, mengatakan beberapa makam dicoret gambar swastika, simbol Nazi.


Mantan presiden Prancis Francois Hollande dan Nicolas Sarkozy juga bergabung dengan pawai tersebut di jalanan Paris.


Meningkatnya anti-Semitisme di Prancis melonjak ketika para demonstran rompi kuning menyerang filsuf terkemuka Alain Finkielkraut pekan. Prancis rumah orang Yahudi terbesar setelah Israel dan Amerika Serikat. 


Pengerusakan makam terjadi beberapa hari setelah pemerintah Prancis melaporkan pada 2018 lalu ada peningkatan insiden anti-Semistime yang sangat besar.


Tercatat ada 541 peristiwa terkait anti-Semitisme pada 2018 naik 74 persen dibandingkan tahun 2017 yang hanya 311 peristiwa.


Perdana Menteri Edouard Philippe memimpin pejabat-pejabat pemerintah dalam pawai tersebut.


Pemimpin-pemimpin badan legislatif Prancis yaitu Ketua National Assembly Richard Ferrand dan ketua Senat Gerard Learcher juga mengheningkan cipta di Paris.


"Anti-Semitisme sangat mengakar di masyarakat Prancis, kami ingin berpikir sebaliknya tapi itu faktanya, kami harus benar-benar berniat, saya akan katakan dengan sangat marah, untuk melawannya, dengan kesadaran bahwa ini pertarungan lama dan berjalan dengan sangat lama," kata Philippe kepada Majalah L’Express


Gambar swastika juga ditemukan di lukisan jalanan Simone Veil, penyintas kamp kematian Nazi dan mantan presiden Parlemen Uni Eropa yang meninggal 2017 lalu.


Kata 'Juden' digambar di jendala sebuah restoran bagel di Paris. Dua pohon monumen pengingat seorang Yahudi yang tewas disiksa sampai mati 2016 lalu juga dirusak dan salah satunya ditebang.


Pada Jumat (15/2) lalu dua orang remaja ditangkap karena menembaki lingkungan Yahudi di Sarcelles, pinggiran kota Paris dengan senapan angin.


Kepada stasiun televisi BFMTV Walikota Sarcelles Patrick Haddad mengatakan jaksa yakin motif menembakkan itu anti-Semitisme.


Partai politik Prancis dari segala spektrum datang ke Paris. Tapi partai Marine Le Pen yang berasal dari kelompok sayap kanan mengadakan acara sendiri.


Menurut sosiolog Prancis Danny Trom yang menulis buku 'France Without Jews' setiap tahunnya ada ribuan orang Yahudi meninggalkan Prancis. Penyebab utamanya karena anti-Semitisme yang terus meningkat di negara itu. 



Credit  republika.co.id



Selasa, 19 Februari 2019

Saudi Kerjasama Bangun Kapal Perang Baru dengan Prancis


Saudi Kerjasama Bangun Kapal Perang Baru dengan Prancis
Arab Saudi dilaporkan menandatangani perjanjian awal dengan Grup Angkatan Laut Prancis untuk membangun kapal perang negara kerajaan itu. Foto/Istimewa

ABU DHABI - Arab Saudi dilaporkan menandatangani perjanjian awal dengan Grup Angkatan Laut Prancis untuk membangun kapal perang negara kerajaan itu, sebagai bagian dari upayanya untuk mengembangkan kemampuan manufaktur dalam negeri.

Pengumuman penandatangan perjanjian itu disampaikan oleh Industri Militer Arab Saudi (SAMI), di pameran militer IDEX di yang berlangsung di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA).

Kepala Eksekutif SAMI Andreas Schwer menuturkan perjanjian ini termasuk membangun kapal perang, fregat, korvet dan alat-alat lain terkait di Saudi melalui mayoritas usaha patungan milik SAMI dengan perusahaan Perancis.

"Melalui kegiatan desain, konstruksi, dan pemeliharaan, usaha patungan ini akan berkontribusi secara signifikan untuk lebih meningkatkan kemampuan dan kesiapan Angkatan Laut Kerajaan Saudi," katanya, seperti dilansir Reuters pada Selasa (19/2).

Saudi mendirikan SAMI pada tahun 2017 untuk mengembangkan kemampuan manufaktur dengan tujuan memproduksi setengah dari peralatan militer yang dibutuhkan negara di dalam negeri pada tahun 2030.

Selain menandatangi perjanjian dengan Prancis, SAMI juga menandatangani perjanjian dengan Mubadala, sebuah badan pendanaan pemerintah Abu Dhabi untuk berinvestasi bersama di bidang manufaktur, pemeliharaan, dan teknik. 



Credit  sindonews.com




Prancis Tolak Seruan Trump Terkait ISIS


Prancis Tolak Seruan Trump Terkait ISIS
Belloubet, dalam sebuah wawancara dengan France 2 menuturkan, kebijakan Prancis saat ini adalah membawa pulang para anggota ISIS berdasarkan kasus per kasus, Foto/Istimewa

PARIS - Menteri Kehakiman Prancis, Nicole Belloubet menuturkan, Paris saat ini tidak akan memenuhi permintaan dan desakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump untuk mengambil kembali ratusan teroris asing ISIS yang ditangkap di Suriah.

Sebelumnya, Trump meminta Inggris, Prancis, Jerman, dan negra Eropa lainnya untuk mengambil kembali lebih dari 800 anggota ISIS yang telah berhasil tangkap pasukan AS di Suriah dan mengadili mereka.

Belloubet, dalam sebuah wawancara dengan France 2 menuturkan, kebijakan Prancis saat ini adalah membawa pulang para anggota ISIS berdasarkan kasus per kasus dan tidak akan membawa pulang mereka secara sekaligus.

"Ada konteks geo-politik baru, dengan penarikan pasukan AS dari Suriah. Untuk saat ini kami tidak mengubah kebijakan kami. Pada tahap ini Prancis tidak menanggapi tuntutan (Trump)," ucap Belloubet, seperti dilansir Reuters pada Senin (18/2).

Hal itu ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Yves Le Drian, di mana dia mengatakan bahwa kebijakan pemerintah Prancis adalah dengan tegas menolak untuk mengambil kembali anggota ISIS dan istri mereka. Le Drian menyebut mereka sebagai "musuh" bangsa yang harus diadili di Suriah atau Irak.

Sementara itu, sebelumnya Kementerian Luar Negeri Jerman menuturkan bahwa setiap warga Jerman yang diduga atau memang telah bergabung dengan ISIS, memiliki hak untuk kembali. Namun, untuk mereka yang sudah ditangkap, dibutuhkan akses konsuler untuk menemui mereka dan dengan situasi saat ini di Suriah sangat sulit untuk melakukannya. 




Credit  sindonews.com




Kamis, 14 Februari 2019

Prancis: Rencana Penarikan Pasukan dari Suriah Sedang Dibahas


Prancis: Rencana Penarikan Pasukan dari Suriah Sedang Dibahas
Duta Besar Prancis untuk Rusia, Sylvie Bermann mengatakan, pembahasan mengenai kemungkinan untuk menarik pasukan dari Suriah sedang berlangsung di Paris. Foto/Istimewa

MOSKOW - Duta Besar Prancis untuk Rusia, Sylvie Bermann mengatakan, pembahasan mengenai kemungkinan mengikuti langkah Amerika Serikat (AS) untuk menarik pasukan dari Suriah saat ini sedang berlangsung di Paris.

"Potensi penarikan pasukan Prancis dari Suriah saat ini sedang dibahas. Masalah ini sedang dibahas," kata Bermann dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Sputnik pada Selasa (12/2).

Dia menuturkan, pembahasan mengenai penarikan pasukan ini muncul tidak lama setelah Presiden AS, Donald Trump mengumumkan akan menarik pasukan pada Desember lalu. Di mana, menurut Bermann keputusan ini benar-benar mengejutkan Paris.

"Ya, seperti semua orang, kami terkejut ketika AS mengatakan telah menarik tentaranya dari Suriah. Sejak saat itu, kami telah melakukan kontak terus-menerus dengan kepemimpinan AS, tetapi Prancis juga telah memikul tanggung jawab tertentu sebagai bagian dari koalisi," ucapnya.

"Apa yang kami temukan agak meyakinkan adalah bahwa ini adalah tentang penarikan pasukan secara bertahap dan terencana," sambung diplomat senior Prancis tersebut.

Sebelumnya, pada Januari, Presiden Prancis Emmanuel Macron sempat mengatakan bahwa Prancis akan terus terlibat secara militer di Timur Tengah dalam koalisi internasional sepanjang 2019. Sebab menurutnya, pertempuran melawan ISIS belum berakhir.

Pernyataan itu muncul setelah serangan bom bunuh diri yang diklaim oleh militan ISIS yang menewaskan sedikitnya 16 orang, termasuk dua anggota pasukan AS. 





Credit  sindonews.com




Rabu, 13 Februari 2019

Penarikan Duta Besar, Mendagri Italia Siap Dialog dengan Prancis


Menteri Dalam Negeri Italia, Matteo Salvini. Sumber: thetimes.co.uk
Menteri Dalam Negeri Italia, Matteo Salvini. Sumber: thetimes.co.uk

CB, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Italia Matteo Salvini siap melakukan pertemuan dengan pemerintah Prancis pada pekan ini. Pertemuan itu untuk membahas sikap Paris yang menarik duta besarnya dari Roma, Italia, dengan alasan untuk berkonsultasi.
Dikutip dari rt.com, Selasa, 12 Februari 2019, hubungan bilateral Italia dan Prancis memburuk setelah pada akhir pekan lalu Paris menarik duta besarnya untuk Italia. Kondisi ini terburuk setelah meletupnya perang dunia II.


Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menyampaikan pidato yang disiarkan oleh stasiun televisi di Prancis terkait referendum Kaledonia Baru pada Minggu, 4 November 2018. Sumber: LUDOVIC MARIN/AGENCE FRANCE-PRESSE/GETTY IMAGES/wsj.com








Penarikan duta besar ini sebagai bagian dari bentuk protes Paris karena Salvini dan Wakil Perdana Menteri Italia Luigi Di Maio diduga telah menemui Kelompok Rompi Kuning yang melakukan unjuk rasa memprotes kondisi ekonomi di Prancis. Banyak dari unjuk rasa yang dilakukan kelompok ini berujung ricuh.
"Saya siap menyambut Menteri Dalam Negeri Prancis Christophe Castaner di kota Roma atau Paris, bahkan jika pertemuan dilakukan pekan ini. Saya rasa memperbaiki hubungan adalah hal yang mendasar, lebih cepat - lebih baik," kata Salvini, Senin, 11 Februari 2019, waktu Italia.
Dikutip dari dailystar.com.lb, Selasa, 12 Februari 2019, Salvini dan Di Maio telah membuat sejumlah serangan terhadap Presiden Prancis Emmanuel Macron. Puncak kekesalan Paris pada Selasa pekan lalu, 5 Februari 2019, saat Wakil Perdana Menteri Di Mario melakukan pertemuan dengan demonstran Rompi Kuning. Walhasil, dua hari setelah pertemuan dilakukan, Macron menarik duta besarnya untuk Italia hingga percikan ketegangan pun tak terhindarkan antar dua negara yang mendirikan Uni Eropa. 





Credit  tempo.co



Senin, 11 Februari 2019

Australia Teken Kontrak Kapal Selam Rp701,2 T dengan Prancis


Australia Teken Kontrak Kapal Selam Rp701,2 T dengan Prancis Ilustrasi. (Reuters/Australian Defence Force/Handout)


Jakarta, CB -- Australia menandatangani kontrak pembuatan kapal selam senilai 50 miliar dolar Australia atau setara Rp497,8 triliun dengan perusahaan Prancis, Naval Group, pada Senin (11/2).

AFP melaporkan bahwa kontrak tersebut ditandatangani untuk membuat 12 kapal selam baru yang diharapkan rampung dalam satu dekade.

Kloter pertama kapal selam tersebut dijadwalkan rampung pada awal 2030, sementara sisanya sekitar medio 2050-an.


Penandatangan ini dilakukan setelah dua tahun tertunda karena banyak keraguan atas kesepakatan tersebut.


Sejumlah media melaporkan bahwa keraguan itu termasuk ledakan biaya dan penundaan produksi.

Pembuatan kapal selam baru ini termasuk dalam rencana jangka panjang Australia untuk memperkuat militer mereka demi menjaga kepentingan strategis dan perdagangan di kawasan Asia Pasifik.

Sebelumnya, Australia menawarkan tender kepada perusahaan Jepang, Mitsubishi Heavy Industries dan Kawasaki Heavy Industries, juga ThyssenKrupp AG dari Jerman.



Credit  cnnindonesia.com



Prancis Berambisi Buat Senjata Hipersonik Ikuti Rusia dan Cina


Rudal hipersonik Kinzhal yang dilepaskan pesawat tempur saat melakukan uji coba di selatan Rusia, 1 Maret 2018. Kinzhal disebutkan memiliki kemampuan 10 kali kecepatan suara dengan jangkauan 2.000 kilometer. AP/Russian Defense Ministry Press Service, File
Rudal hipersonik Kinzhal yang dilepaskan pesawat tempur saat melakukan uji coba di selatan Rusia, 1 Maret 2018. Kinzhal disebutkan memiliki kemampuan 10 kali kecepatan suara dengan jangkauan 2.000 kilometer. AP/Russian Defense Ministry Press Service, File

CB, Jakarta - Kementerian Pertahanan Prancis mengatakan akan memulai riset peluncur hipersoniknya sendiri dan menguji coba prototipe perangkat senjata hipersonik pada tahun 2021, setelah Rusia dan Cina sukses menguji peluncur mereka dan AS mulai mengembangkannya.
Paris rupanya juga berambisi menggelar proyek militer yang ambisius dan berpotensi sangat mahal di mana hipersonik diklaim sebagai rudal yang tidak mampu dicegat oleh sistem pertahanan manapun karena saking cepatnya.

"Kami telah memutuskan untuk mengeluarkan kontrak untuk demonstran peluncur hipersonik," kata Menteri Pertahanan Prancis Florence Parly mengatakan pada akhir Januari, seperti dikutip dari Russia Today, 10 Februari 2019. Parly mengungkapkan proyek ini bernama V-Max (Experimental Manuvering Vehicle).

Vladimir Putin melihat uji coba rudal hipersonik Avangard dari Kementerian Pertahanan Rusia di Moskow.[Sky News]
Sistem persenjataan hipersonik telah benar-benar menjadi hal panas di antara kekuatan utama negara-negara dunia baru-baru ini, dengan beberapa dari mereka berhasil menguji perangkat tersebut atau setidaknya, memulai program penelitian dan pengembangan.
Maret 2018 lalu, Rusia meluncurkan seluruh jajaran senjata yang sama sekali baru, termasuk dua perangkat hipersonik, rudal yang diluncurkan dari udara bernama Kinzhal dan peluncur hipersonik Avangard.

Kinzhal, diklaim mampu terbang setidaknya 10 kali lebih cepat dari suara, telah dikerahkan ke Angkatan Udara Rusia. Sementara The Avangard, yang mampu mencapai kecepatan Mach 27, berhasil diuji akhir tahun lalu. Sistem ini diluncurkan di atas rudal balistik antarbenua (ICBM) dan berfungsi sebagai kendaraan pengiriman untuk hulu ledak nuklir.
Cina juga telah melakukan serangkaian tes yang sukses pada kendaraan peluncur hipersonik sejak 2014. Perangkat ini dikatakan mampu mencapai kecepatan hingga Mach 10.

Rudal hipersonik Boeing X 51 .[Business Insider]
Amerika Serikat mengakui bahwa mereka tengah mengembangkan teknologi serupa. AS buru-buru meluncurkan program untuk merancang persenjataan seperti itu. Pada saat yang sama, AS memulai mempelajari kelayakan sistem pencegat berbasis ruang dalam upaya untuk melawan sistem senjata asing, yang secara luas diyakini tidak terkalahkan terhadap sistem pertahanan rudal konvensional.
Batas waktu tiga tahun yang dijanjikan untuk menguji terbang peluncur hipersonik Prancis, pada kenyataannya, adalah jangka yang sangat pendek yang dihadapi para pengembang. Rincian dari perangkat yang akan datang masih tetap menjadi misteri.

Mengingat fakta bahwa Prancis menghentikan pasukan nuklirnya di darat pada 1990-an, dapat diasumsikan bahwa uji coba kemungkinan akan menjadi perangkat yang diluncurkan melalui udara. Prancis tentu memiliki beberapa pengalaman dalam membangun rudal cepat seperti rudal jelajah berujung nuklir utama, ASMP, mampu terbang hingga Mach 3. Untuk dianggap hipersonik, perangkat baru harus mampu terbang setidaknya lima kali kecepatan suara.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Persenjataan Perancis (DGA) mengakui bahwa negara itu memiliki "pengalaman yang relatif sedikit" di bidang hipersonik.

Avangard menghancurkan target dengan jarak 5.954 kilometer di Timur Jauh Rusia.[Sky News]
Sekretariat Pertahanan dan Keamanan Nasional (SGDSN) mengingatkan pada 2017 bahwa perangkat buatan lokal yang pertama kemungkinan akan kurang “dalam hal muatan, waktu penerbangan, dan ketepatan” - dalam semua aspek utama.
Tetapi jika perangkat baru itu memang sebuah rudal yang diluncurkan melalui udara, itu tetap menjadi pertanyaan terbuka pesawat mana yang akan dapat membawanya. Jet Prancis utama, Dassault Rafale dan Mirage 2000, tidak mungkin mampu membawa sesuatu yang besar seperti Kinzhal Rusia. Ini berarti para desainer harus datang dengan sesuatu yang lebih ramping atau Perancis harus mengembangkan pesawat baru serta glider.
"Mengenai kemampuan republik kelima untuk membuat persenjataan hipersonik, Prancis memiliki semua teknologi," Mikhail Khodarenok, seorang ahli militer Rusia, mengatakan kepada Russia Today, menambahkan bahwa seluruh pertanyaannya adalah tentang berapa banyak waktu yang akan dihabiskan negara untuk merancangnya.
Upaya Prancis, di samping Jerman dan Spanyol, untuk mengembangkan jet tempur generasi keenam jelas menunjukkan kemampuan mereka, kata Khodarenok. Itu sama rumitnya dengan proyek hipersonik.

Pesawat yang akan datang, bagaimanapun, diharapkan siap pada pertengahan tahun 2020 dan dioperasikan tidak lebih cepat dari tahun 2040.Terlepas dari keinginan Prancis untuk mendapatkan teknologi itu, karena persenjataan nuklir yang menua. Karena hulu ledak nuklir Prancis dipasang baik untuk rudal jelajah yang diluncurkan udara atau yang berbasis balistik bawah laut, Paris kemungkinan berusaha untuk menopang komponen pertama.
Menurut Khodarenok, Prancis berupaya memanfaatkan senjata hipersonik sebagai pembawa persenjataan nuklirnya untuk memberikan daya gertak yang lebih baik daripada peluncur nuklir konvensional yang sudah usang.






Credit  tempo.co



Jumat, 08 Februari 2019

Prancis Tarik Duta Besar untuk Italia, Kenapa?


Presiden Prancis Emmanuel Macron menyampaikan pidato di istana Elysee di Paris, Prancis, 11 Januari 2019. [Ian Langsdon / Pool via REUTERS]
Presiden Prancis Emmanuel Macron menyampaikan pidato di istana Elysee di Paris, Prancis, 11 Januari 2019. [Ian Langsdon / Pool via REUTERS]

CB, Jakarta - Prancis menarik duta besarnya di Roma, Italia untuk berkonsultasi, Kamis, 7 Februari 2019. Langkah itu dilakukan setelah Paris menuding adanya sejumlah serangan tak berdasar secara berulang-ulang yang dilakukan oleh politikus Italia dalam beberapa bulan terakhir.
Dikutip dari reuters.com, selain menarik duta besarnya, Prancis juga mendesak Italia agar pendiriannya lebih bersahabat.

"Dalam beberapa bulan terakhir telah dilakukan secara berulang kali serangan tanpa dasar dan pernyataan-pernyataan berani," tulis Kementerian Luar Negeri Prancis, Kamis, 7 Februari 2019.

Sikap yang diambil Prancis terhadap Italia ini belum pernah terjadi sebelumnya sejak perang dunia II. Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan ketidaksetujuan terhadap suatu hal tak bisa di sama artikan dengan memanipulasi hubungan untuk tujuan pemilu.

Dua Wakil Perdana Menteri Italia yakni Matteo Salvini dan Luigi Di Maio serta gerakan anti-kemapanan 5 bintang telah membujuk Presiden Prancis Emmanuel Macron agar mau menjadi tuan rumah pembicaraan sejumlah isu yang sedang hangat.
"Semua tindakan ini menciptakan situasi serius yang menimbulkan pertanyaan tentang niat pemerintah Italia terhadap Prancis," tulis Kementerian Luar Negeri Prancis.

Dikutip dari telegraph.co.uk, keputusan Prancis ini diambil sehari setelah Kementerian Luar Negeri Prancis menyatakan tidak bisa menerima sebuah pertemuan yang dilakukan antara Wakil Perdana Menteri Di Maio dengan demonstran Rompi Kuning.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan provokasi yang dilakukan oleh negara tetangga ini tidak bisa diterima Prancis dan mitra-mitra di seluruh Uni Eropa. Di Maio yang memiliki tanggung jawab di pemerintahan, harus memastikan bahwa tindakannya tidak mengganggu dengan berulang kali mengintervensi hubungan bilateral kedua negara demi kepentingan Prancis dan Italia. 






Credit  tempo.co




Rabu, 06 Februari 2019

Prancis, Jerman umumkan kontrak pertama pembuatan jet tempur


Prancis, Jerman umumkan kontrak pertama pembuatan jet tempur
Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Prancis Emmanuel Macron menghadiri sebuah diskusi dengan penduduk di Aachen, Jerman, Selasa (22/1/2019). (REUTERS/WOLFGANG RATTAY)




Paris (CB) - Prancis dan Jerman pada Rabu akan mengumumkan kontrak pertama selama dua tahun bernilai 65 juta euro (sekitar satu triliun rupiah), yang didanai secara setara oleh keduanya, untuk merancang jet tempur masa depan, menurut sumber di militer Prancis.

Dassault Aviation dan Airbus yang akan membangun jet, yang diharapkan akan menggantikan Rafale dari Dassault dan Eurofighter dari Jerman pada 2024, akan mulai mengerjakan konsep dan perancangan, menurut sumber tersebut.

Kedua perusahaan diperkirakan akan mendemonstrasikan pesawat dan mesinnya pada pertengahan 2019.

Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Angela Markel pertama kali mengumumkan rencana tersebut pada Juli 2017 untuk Sistem Pesawat Tempur Masa depan (FCAS), yang akan meliputi jet tempur dan senjata terkait, termasuk `drone` (pesawat nirawak).

Setelah hampir dua tahun persiapan kedua perusahaan, kesepakatan pada Rabu dan penandatanganan kontrak akan membuka jalan sesungguhnya bagi dimulainya program tersebut.

Airbus dan Dassault telah menunggu penandatanganan pertama kontrak-kontrak untuk mengawali pelaksanaan proyek baru tersebut.

Perusahaan mesin pesawat Safran dari Prancis dan MTU Aero dari Jerman diharapkan membentuk satuan tugas bersama untuk mengembangkan mesin pesawat baru sedangkan perusahaan elektronik Prancis Thales dan pembuat roket Eropa MBDA juga akan ikut serta dalam proyek.

Menteri Angkatan Bersenjata Prancis Florence Parly dan Menteri Pertahanan Jerman Ursula von der Leyen akan memimpin upacara penandatanganan yang berlangsung di Safran, di barat daya Prancis, Rabu.

Jerman melepaskan kendala terbesar untuk mencapai kemajuan dalam proyek itu pekan lalu ketika negara itu tunduk pada permintaan Prancis serta mengeluarkan pesawat siluman F-35 buatan Lockheed Martin dari tender multimiliar euro untuk menggantikan jet tempur tua Tornado, yang bisa mengangkut senjata nuklir AS.

Prancis dan Jerman akan menambahkan Spanyol sebagai mitra penuh dalam program tersebut pada musim panas, kata beberapa sumber kepada Reuters pada Desember.

Inggris, yang akan meninggalkan Uni Eropa pada Maret, memperlihatkan program pembangunan pesawat saingannya, yang disebut Tempest, dalam pameran dirgantara Farnborough pada Juli.



Credit  antaranews.com



AS-Rusia Tegang soal INF, Prancis Simulasikan Serangan Nuklir


AS-Rusia Tegang soal INF, Prancis Simulasikan Serangan Nuklir
Pesawat jet tempur multirole Rafale Angkatan Udara Prancis. Foto/REUTERS

PARIS - Angkatan Udara Prancis melakukan simulasi serangan nuklir yang melibatkan sebuah jet tempur multirole Rafale pada hari Selasa. Misi langka ini dilakukan di saat Amerika Serikat dan Rusia sedang bersitegang setelah keduanya sama-sama menangguhkan kepatuhannya terhadap Perjanjian Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) 1987.

Juru bicara Angkatan Udara Prancis Kolonel Cyrille Duvivier kepada Reuters yang dilansir Rabu (6/2/2019) mengatakan simulasi berlangsung selama 11 jam. Simulasi mencakup semua fase misi serangan nuklir, termasuk adegan pengisian bahan bakar hingga penembakan rudal layaknya seperti dalam serangan nyata.

"Serangan nyata ini dijadwalkan dalam kehidupan sistem senjata," kata Kolonel Duvivier. "Itu dilakukan secara berkala, tetapi tetap langka karena rudal yang sebenarnya, tanpa hulu ledak, ditembakkan," ujarnya.

Mantan Menteri Luar Negeri Prancis Hubert Vedrine mendesak Moskow dan Washington untuk membuat perjanjian baru untuk menggantikan Perjanjian INF 1987.

Pada hari Jumat lalu AS mengonfirmasi telah menangguhkan keikutsertaannya dalam Traktat INF yang telah bertahan selama beberapa dekade. Perjanjian kontrol senjata rudal dan nuklir yang diteken AS dan Uni Soviet dan kemudian dilanjutkan oleh Rusia itu berisi larangan memiliki dan menguji coba rudal jarak menengah yang diluncurkan dari darat dengan jangkauan 310-3.400 mil.

Pemerintah Washington menuduh misil 9M729 Moskow bertentangan dengan perjanjian era Perang Dingin tersebut dan meminta untuk dihancurkan. Namun, Moskow membantah dan menuntut bukti atas tuduhan itu.

Pada hari berikutnya setelah AS menangguhkan kepatuhannya dari Perjanjian INF, Presiden Rusia Vladimir Putin bereaksi dengan mengikuti langkah serupa sepeti yang dilakukan pemerintah Trump.

Putin mengatakan Rusia akan memberikan "respons cermin" terhadap AS dengan terlibat dalam penelitian dan pengembangan untuk teknologi rudal nuklir terbaru. Kendati demikian, dia menjamin Moskow tidak akan terlibat dalam perlombaan senjata yang mahal.

Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan negaranya harus membuat rudal hipersonik berhulu ledak nuklir dan rudal jelajah Kalibr berbasis darat terbaru. Keputusan itu sebagai "respons cermin" terhadap tindakan AS yang mulai memproduksi bom nuklir baru setelah menarik diri dari Perjanjian INF 1987.

Misil hipersonik baru yang diminta Kremlin untuk diproduksi adalah misil berbasis darat dengan jangkauan tembak 500km. Pembuatan diminta dimulai tahun 2020 dan tahun 2021 harus sudah siap dioperasikan.

Shoigu, sebagaimana dikutip kantor berita RIA, mengatakan pada Selasa (5/2/2019) bahwa mengingat Perjanjian INF itu tidak lagi diperhatikan, maka menjadi penting bagi Moskow untuk meningkatkan jangkauan sistem rudal daratnya dalam dua tahun ke depan.

"Pada 2019-2020, kita harus mengembangkan versi kompleks Kalibr berbasis laut dengan rudal jelajah jarak jauh, yang terbukti efektif di Suriah. Selama periode yang sama, kita harus membuat kompleks rudal darat dengan misil hipersonik jarak jauh," kata Shoigu.

Keluarga rudal Kalibr berbeda dalam ukuran, platform peluncuran, jangkauan, dan kecepatan. Namun, semuanya dapat membawa hulu ledak konvensional atau pun nuklir. 



Credit  sindonews.com




Selasa, 29 Januari 2019

Presiden Macron Sebut Perlindungan HAM Mesir Era Sisi Memburuk


Presiden Prancis, Emmanuel Macron (kanan), dan Presiden Mesir, Abdel Fattah al-Sisi. DW
Presiden Prancis, Emmanuel Macron (kanan), dan Presiden Mesir, Abdel Fattah al-Sisi. DW

CBKairo – Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengatakan perlindungan Hak Asasi Manusia di Mesir pada saat ini dianggap lebih buruk daripada era orang kuat Presiden Hosni Mubarak, yang jatuh akibat protes massa pada 2011.

 
Komentar Macron ini, yang datang untuk kunjungan tiga hari di Mesir, menunjukkan sikap mengeras Prancis terhadap Presiden Mesir, Abdel Fattah al-Sisi, mengenai kebebasan hak-hak sipil. Aktivis HAM mengatakan perlindungan hak-hak sipil menurun di Mesir pada masa kepemimpinan Presiden al-Sisi.
“Saya pikir kebijakan saat ini dipandang oleh para tokoh intelektual dan kelompok masyarakat sipil Mesir sebagai lebih keras dibandingkan pada era rezim Mubarak,” kata Macron kepada media saat tiba di Mesir pada Ahad, 27 Januari 2019 seperti dilansir Reuters.

 
Mubarak, yang merupakan bekas komandan Angkatan Udara, dipenjara karena berkonspirasi untuk membunuh para pengunjuk rasa yang mengakhiri kekuasaannya selama tiga dekade. Tapi pengadilan banding Mesir membebaskan Mubarak pada 2017.
“Saya tidak bisa melibat bagaimana Anda bisa berpura-pura untuk menjamin stabilitas jangka panjang di negara ini, yang menjadi jantung Arab Spring dan menunjukkan kebebasan, dan Anda berpikir bisa terus bersikap keras melewati batas yang bisa diterima atau dibenarkan untuk alasan keamanan,” kata Macron.

 
Menurut Macron,”Ini menjadi paradoks dan melukai Mesir sendiri.”
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat mendesak Macron agar bersikap tegas kepada Presiden Mesir, al Sisi, mengenai isu perlindungan HAM ini. Sisi terpilih untuk periode kedua pada April 2019.
Macron mengatakan dia akan bersikap lebih terbuka dalam kunjungan kenegaraan tiga hari ini, yang dimulai pada Senin, 28 Januari 2019. Dia juga akan mengangkat kasus-kasus tertentu dalam pertemuan tertutup.
Soal sikap kerasnya ini, Sisi membantahnya dalam wawancara dengan CBS “60 Minutes”. Sisi kemudian mencoba membatalkan penayangan wawancara itu lewat salah satu menteri yang menelpon CBS. Tayangan wawancara itu tetap dilakukan CBS.


 
Dalam wawancara dengan CBS, Sisi membantah ada 60 ribu warga Mesir yang menjadi tahanan politik di sejumlah penjara negara itu.
Saat berkunjung ke Paris pada Oktober 2017, Sisi sempat menerima nama sejumlah aktivis Mesir yang diminta Macron agar dibebaskan dari penjara. Namun, Macron mengatakan pada Ahad kemarin, bahwa hanya dua orang yang sudah dibebaskan. “Ini tidak memuaskan,” kata dia.





Credit  tempo.co



Iran Bantah Gelar Pembicaraan dengan Prancis Soal Program Rudal


Iran Bantah Gelar Pembicaraan dengan Prancis Soal Program Rudal
Iran mengatakan bahwa pihaknya tidak mengadakan pembicaraan dengan Prancis mengenai pengembangan rudal balistiknya. Foto/Istimewa

TEHERAN - Iran mengatakan bahwa pihaknya tidak mengadakan pembicaraan dengan Prancis mengenai pengembangan rudal balistiknya, setelah Paris mengatakan siap untuk menjatuhkan sanksi lebih banyak jika upaya Eropa gagal membuat Iran meninggalkan program rudalnya.

"Belum ada pembicaraan, apakah rahasia atau tidak rahasia, tentang program rudal kami dengan Prancis atau negara lain," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran,Bahram Qasemi, seperti dilansir Reuters pada Senin (28/1).

Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Yves Le Drian pada hari Jumat mengatakan, Paris siap untuk memaksakan sanksi lebih lanjut jika tidak ada kemajuan dalam pembicaraan mengenai program tersebut, yang digambarkan oleh Teheran sebagai pertahanan murni, tetapi dilihat di Barat sebagai faktor destabilisasi di wilayah yang bergejolak.

Ketika diminta komentar mengenai pernyataan Le Drian, Qasemi mengatakan, program rudal Iran adalah program defensif, yang hanya diskusikan di dalam negeri. Dia lalu menyebut, Teheran telah menegaskan kepada Paris tidak akan bersedia membahas program rudal.


"Kami berbicara tentang masalah-masalah regional dan politik dengan Prancis. tetapi kemampuan rudal kami tidak dapat dinegosiasikan. kami telah berulang kali mengatakan itu selama pembicaraan politik kami dengan Prancis," ungkapnya. 




Credit  sindonews.com