Tampilkan postingan dengan label OKI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label OKI. Tampilkan semua postingan

Jumat, 15 Desember 2017

OKI Hasilkan Tiga Poin Terkait Pernyataan Trump


Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat berada di Turki untuk ikut serta dalam KTT luar biasa OKI, Rabu (13/12l) waktu setempat.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat berada di Turki untuk ikut serta dalam KTT luar biasa OKI, Rabu (13/12l) waktu setempat.

CB, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah tiba di Indonesia setelah mengikuti konferensi tingkat tinggi (KTT) luar biasa Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Konferensi ini merupakan bagian dari penolakan negara-negara OKI terkait pernyataan Presiden AS Donald Trump atas Yerusalem yang dijadikan Ibukota Israel.

Jokowi mengatakan, semua petinggi negara termasuk dia, telah memberikan poin-poin penting yang harus dijalankan oleh negara OKI dalam membela Palestina. Hasilnya semua negara anggota OKI harus memonitor resolusi yang dikeluarkan dalam menolak keputusan Amerika Serikat dalam majelis umum Persatuan Bangsa-bangsa (PBB). "Di Dewan Keamanan PBB, negara-negara OKI juga harus dapat memastikan adanya pertemuan open debate mengenai situasi di Palestina," kata Jokowi di Bandara Halim Perdanakusuma, Kamis (14/12).

Selain itu, anggota OKI juga harus mendukung setiap pencalonan Palestina dalam keanggotaan di berbagai organisasi internasional, dan negara-negara OKI harus memulai lobi dukungan kepada negara-negara gerakan non-blok terkait kemerdekaan Palestina yang sesungguhnya.

Jokowi mengatakan, terdapat tiga hasil KTT Luar Basa OKI. Pertama, OKI telah menghasilkan resolusi mengenai Al-Aqsa. Kedua, terdapat Komunike Final OKI. "Ketiga KTT OKI menghasilkan deklarasi Istanbul," ujarnya.  Sayangnya, Jokowi belum bisa membeberkan secara rinci mengenai tiga hal tersebut. 


Credit  REPUBLIKA.CO.ID


Keputusan OKI Pukulan Telak Buat Trump


Presiden Joko Widodo (dua kanan) dan para pemimpin/ kepala negara Organisasi Islam Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) berfoto bersama di Istambul, Turki, Rabu (13/12).
Presiden Joko Widodo (dua kanan) dan para pemimpin/ kepala negara Organisasi Islam Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) berfoto bersama di Istambul, Turki, Rabu (13/12).


CB, WASHINGTON -- Deklarasi Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) merupakan titik balik bagi Palestina dan pukulan telak bagi keputusan Presiden AS Donald Trump atas status Yerusalem. Hal ini diungkapkan kepala Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), Nihad Awad.

"Deklarasi terakhir Presiden Turki Erdogan dan OKI di Istanbul yang mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina adalah satu hasil yang jelas, yang sekarang telah memicu kampanye internasional untuk melawan keputusan Trump," kata Awad di Global Policy Institute, sebuah lembaga think tank di Washington, Rabu (13/12).

OKI merupakan organisasi yang didirikan dalam pertemuan bersejarah di Rabat, Maroko, pada 1969, setelah sebuah serangan pembakaran di Masjid Al-Aqsa di Yerusalem yang diduduki. Organisasi ini mengeluarkan sebuah deklarasi pada Rabu (13/12) untuk mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.

Deklarasi Istanbul yang disebut 'Freedom for Jerusalem' dikeluarkan dalam KTT Luar Biasa OKI di Istanbul. "Deklarasi OKI harus dianggap serius, mereka mewakili 57 negara," ujar Awad, dikutip Anadolu.

Ia berharap masyarakat internasional akan mendukung deklarasi tersebut dan mendorong pihak lain, termasuk Uni Eropa. Uni Eropa dapat memainkan peran yang lebih konstruktif dalam menengahi proses perdamaian jauh lebih baik dari AS.

Berbicara dalam KTT tersebut, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga meminta kekuatan dunia untuk mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina. Menurutnya, AS harus membalikkan keputusannya yang mengerikan dan provokatif.

Awad juga yakin masyarakat internasional akan mengikuti seruan Erdogan, yang juga akan mendorong kekuatan lain seperti Rusia dan Cina, untuk melawan keputusan AS.

Menurut Awad, AS tidak pernah menjadi perantara jujur antara Palestina dan Israel. Sebaliknya, AS diduga telah mendukung pendudukan Israel dan mendanai otoritas Israel dengan uang miliaran dolar.

Pakar dan analis yang berbicara di panel yang sama, Martin Sieff, mengatakan pertemuan di Istanbul memiliki kepentingan besar dan dapat membawa perkembangan baru di wilayah tersebut. Ia mencatat Yerusalem yang damai di bawah kekuasaan Kekaisaran Ottoman 400 tahun lalu.

"Pertemuan ini akan beresonansi selama bertahun-tahun. Konsekuensi dari pertemuan ini, implikasi politis, strategis, dan diplomatik dari pertemuan ini juga akan menjadi konsekuensi terbesar dan dapat memimpin penataan kembali kawasan ini," papar Sieff.

Presiden Dewan Pengawas Jaringan Global Bahcesehir University, Enver Yucel, mendefinisikan keputusan Trump sebagai pelanggaran terhadap undang-undang internasional. Ia mengecam pemerintahan Trump karena telah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.




Credit  REPUBLIKA.CO.ID


AS Tolak Pernyataan OKI


AS Tolak Pernyataan OKI
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Heather Nauert. Foto/Istimewa


WASHINGTON - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menegaskan bahwa Presiden Donald Trump, berkomitmen terhadap proses perdamaian di Timur Tengah. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Heather Nauert, menolak pernyataan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang menyatakan Washington bukan lagi mediator perdamaian Israel-Palestina dan menyebutnya sebagai retorika yang penuh dengan hasutan.

"Retorika semacam itu telah kami dengar di masa lalu dan telah menggagalkan perdamaian," katanya seperti dikutip dari Reuters, Kamis (14/12/2017).

Nauert lantas mendesak semua pihak untuk mengabaikan sejumlah distorsi dan memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dikatakan oleh Trump. Ia mengatakan keputusan Trump tidak mempengaruhi batas kota, yang bergantung pada negosiasi antara Israel dan Palestina.

Namun saat ditanya apakah Yerusalem Timur juga bisa diakui sebagai Ibu Kota negara Palestina masa depan, Nauert mengatakan bahwa kepastian akan hal itu harus diserahkan kepada perundingan status akhir antara Israel dan Palestina.

"Kami mengambil posisi bagaimana kita melihat Yerusalem. Saya pikir terserah kepada orang-orang Israel dan Palestina untuk memutuskan bagaimana mereka ingin melihat perbatasan - lagi negosiasi status akhir," tukasnya.

Sebelumnya, negara-negara Islam yang tergabung dalam OKI menyatakan bahwa Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota Palestina. Mereka juga menyatakan AS bukan lagi mediator perdamaian Timur Tengah.

Pernyataan ini dikeluarkan dalam pertemuan darurat yang dilakukan di Istanbul, Turki. Pertemuan ini diadakan untuk menyikapi kebijakan AS yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel beberapa waktu lalu. 


Credit  sindonews.com


PM Israel nyatakan "tak terkesan" pernyataan OKI soal Yerusalem



PM Israel nyatakan "tak terkesan" pernyataan OKI soal Yerusalem 
Arsip Foto. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat berbicara dengan pelajar dalam Konferensi Keamanan Cyber di Tel Aviv, Israel, Selasa (31/1/2017). (REUTERS/Baz Ratner)




Yerusalem (CB) - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa dia "tidak terkesan" dengan pernyataan para pemimpin negara mayoritas muslim yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengenai Yerusalem setelah mereka mendesak dunia mengakui sektor timur kota itu sebagai ibu kota Palestina.

"Kami tidak terkesan dengan semua pernyataan ini," kata Netanyahu dalam sebuah pidato pada Rabu waktu setempat, setelah konferensi tingkat tinggi luar biasa OKI untuk merespons langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Ia tetap mengatakan yakin banyak negara akan mengikuti jejak Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

"Palestina akan menjadi lebih baik dengan mengakui kenyataan dan bertindak demi perdamaian dan bukan ekstremisme," kata Netanyahu sebagaimana dikutip AFP.

"Mereka harusnya mengakui satu fakta lain tentang Yerusalem: Itu bukan hanya ibu kota Israel, tapi kami tetap menghormati Yerusalem karena kebebasan beribadah untuk semua agama, dan kami satu-satunya di Timur Tengah yang melakukan ini."

Dengan perpecahan yang sedang melanda dunia Islam, konferensi tingkat tinggi luar biasa OKI di Istanbul tidak sampai menyetujui sanksi konkret terhadap Israel atau Amerika Serikat.

Namun, pernyataan terakhir mereka menyatakan "Yerusalem Timur sebagai ibu kota Negara Palestina" dan mengajak "semua negara untuk mengakui Negara Palestina dan Yerusalem Timur sebagai ibu kota yang diduduki."





Credit  antaranews.com








Kamis, 14 Desember 2017

Ini 6 Usulan Indonesia Soal Yerusalem di Sidang OKI


Presiden Joko Widodo menghadiri KTT luar biasa OKI di Istanbul, Turki, Rabu (13/12).
Presiden Joko Widodo menghadiri KTT luar biasa OKI di Istanbul, Turki, Rabu (13/12).


CB, ISTANBUL -- Indonesia mengusulkan enam poin usulan penting sikap negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam terkait pengakuan AS terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

"Pertama, OKI harus secara tegas menolak pengakuan unilateral tersebut. 'Two-state solution' adalah satu-satunya solusi dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina," ucap Presiden Jokowi saat berpidato dalam KTT Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Istanbul, Turki, Rabu.

Kedua, Presiden mengajak semua negara yang memiliki Kedutaan Besar di Tel Aviv, Israel, untuk tidak mengikuti keputusan Amerika Serikat memindahkan kedutaan mereka ke Yerusalem.

"Ketiga, negara OKI dapat menjadi motor untuk menggerakkan dukungan negara yang belum mengakui kemerdekaan Palestina, untuk segera melakukannya," kata Presiden Jokowi menegaskan.

Keempat, bagi negara anggota OKI yang memiliki hubungan dengan Israel agar mengambil langkah-langkah diplomatik. "Termasuk kemungkinan meninjau kembali hubungan dengan Israel sesuai dengan berbagai Resolusi OKI," tutur Presiden.

"Kelima, anggota OKI harus mengambil langkah bersama meningkatkan bantuan kemanusiaan, peningkatkan kapasitas dan kerja sama ekonomi kepada Palestina," ujar Presiden.

Keenam, Presiden berharap OKI harus mampu menjadi motor bagi gerakan di berbagai forum internasional dan multilateral untuk mendukung Palestina, termasuk di Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB.

Presiden Joko Widodo secara tegas menolak pengakuan Presiden Trump yang mengatakan bahwa Yerusalem adalah Ibu kota Israel. "Pengakuan ini tidak dapat diterima. Sekali lagi, pengakuan Presiden Trump tidak dapat diterima dan harus dikecam secara keras," kata Presiden Jokowi.

Untuk itu, Ia mengajak seluruh negara OKI dapat bersatu dan mengenyampingkan segala perbedaan untuk membela Palestina. "Isu Palestina harus merekatkan kita kembali. Kita bulatkan suara dan persatuan untuk membela Palestina," ucap Presiden.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID


Tiap Hela Napas Diplomasi Indonesia Ada Keberpihakan Palestina


Tiap Hela Napas Diplomasi Indonesia Ada Keberpihakan Palestina
Presiden Indonesia Joko Widodo bersalaman dengan Presiden Palestina Mahmou Abbas di Istanbul, Turki, Rabu (13/12/2017). Foto/Deputi Bidang Protokol, Pers dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin


ISTANBUL - Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa dukungan Indonesia terhadap perjuangan Palestina tidak akan surut, bahkan akan meningkat. Pernyataan itu disampaikan saat dia berpidato dalam KTT Luar Biasa OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) di Istanbul, Turki, Rabu (13/12/2017).

”Indonesia akan menyertai Palestina dalam perjuangannya,” ucap Jokowi

Menurutnya, dukungan terhadap Palestina bukan hanya dalam bentuk politik, namun Indonesia akan terus meningkatkan dukungan peningkatan kapasitas dan dukungan untuk perekonomian Palestina.

Dalam hal kebijakan luar negeri, Presiden Indonesia ini menegaskan posisi Palestina yang berada di jantung politik luar negeri Indonesia. ”Dalam setiap helaan napas diplomasi Indonesia, di situ terdapat keberpihakan terhadap Palestina,” ujarnya.

Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyampaikan enam poin penting usulan sikap sebagai negara anggota OKI.

”Pertama, OKI harus secara tegas menolak pengakuan unilateral tersebut. Two-state solution adalah satu-satunya solusi dengan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota Palestina,” katanya.

Kedua, Presiden mengajak  semua negara yang memiliki Kedutaan Besar di Tel Aviv, Israel, untuk tidak mengikuti keputusan Amerika Serikat untuk memindahkan kedutaan mereka ke Yerusalem.

”Ketiga, negara OKI dapat menjadi motor untuk menggerakkan dukungan negara yang belum mengakui kemerdekaan Palestina, untuk segera melakukannya,” katanya.

Keempat, bagi negara anggota OKI yang memiliki hubungan dengan Israel agar mengambil langkah-langkah diplomatik. “Termasuk kemungkinan meninjau kembali hubungan dengan Israel sesuai dengan berbagai Resolusi OKI,” tutur Presiden.

“Kelima, anggota OKI harus ambil langkah bersama tingkatkan bantuan kemanusiaan, tingkatkan kapasitas dan kerja sama ekonomi kepada Palestina,” imbuh Jokowi.

Keenam, Presiden berharap OKI harus mampu menjadi motor bagi gerakan di berbagai forum internasional dan multilateral untuk mendukung Palestina, termasuk di Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB.


Credit  sindonews.com


Abbas dan Raja Yordania Apresiasi Dukungan Indonesia untuk Palestina


Abbas dan Raja Yordania Apresiasi Dukungan Indonesia untuk Palestina
Momen keakraban Presiden Indonesia Joko Widodo dan Raja Yordania Abdullah II di Istanbul, Turki, Rabu (13/12/2017). Foto/Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin


ISTANBUL - Komitmen kuat Pemerintah Indonesia dalam mendukung perjuangan Palestina mendapat apresiasi dari sejumlah negara, termasuk Palestina itu sendiri. Yordania juga memuji kiprah Indonesia.

Apresiasi disampaikan langsung oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas ketika bertemu dengan Presiden Joko Widodo sesaat sebelum melakukan kegiatan sesi foto bersama di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), di Istanbul, Turki, pada Rabu (13/12/2017).

”Presiden Palestina menyampaikan terima kasih yang mendalam dan penghargaan yang tinggi atas dukungan Indonesia terhadap Palestina,” ujar Menteri Luar Negeri Retno yang turut mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama KTT berlangsung.

Presiden Abbas menyampaikan bahwa Indonesia merupakan negara di luar Timur Tengah yang paling vokal dalam memperjuangkan hak-hak Palestina.

Apresiasi juga disampaikan Raja Yordania Abdullah II Bin Al-Hussein. Raja Abdullah II dikenal sebagai penjaga dan perawat Masjid Al-Aqsa, masjid suci di Yerusalem yang perawatannya dibiayai oleh Departemen Wakaf Yordania.

KTT Luar Biasa OKI yang dilaksanakan di Rumeli Hall Lütfi Kırdar International Convention and Exhibition Center (ICEC) kali ini sengaja digelar untuk mempersatukan sikap negara-negara OKI dalam menghadapi pengakuan sepihak Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

Dalam pidatonya, Presiden Jokowi kembali menegaskan dukungan Indonesia terhadap perjuangan Palestina yang akan terus meningkat, mulai dari dukungan politik, ekonomi, hingga kebijakan luar negeri.

”Dalam setiap helaan napas diplomasi Indonesia, di situ terdapat keberpihakan terhadap Palestina,” ucap Jokowi. 



Credit  sindonews.com




Menlu RI Sebut Langkah AS soal Yerusalem Keterlaluan


Menlu RI Sebut Langkah AS soal Yerusalem Keterlaluan
Menlu Retno Marsudi dalam sidang OKI di Istanbul, Turki menyatakan langkah AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel keterlaluan. (Anadolu/Emrah Yorulmaz)



Jakarta, CB -- Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menganggap langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel telah melewati batas.

“Keputusan AS untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel terlalu jauh dan berbahaya,” kata Retno di hadapan menlu negara anggota Kerja Sama Islam (OKI), di Istanbul, Turki, Rabu (13/12).

Mengutip pernyataan Kemlu RI, pertemuan itu digelar untuk mempersiapkan pertemuan khusus tingkat kepala negara OKI yang akan dihadiri Presiden Joko Widodo dan berlangsung di hari yang sama. Dalam gelaran itu, Retno juga menyampaikan bahwa Indonesia akan terus mencari dukungan komunitas internasional untuk mengakui Palestina sebagai negara merdeka.


Selain itu, Retno juga menyerukan seluruh negara OKI untuk melaksanakan dan menaati setiap resolusi organisasi itu yang berhubungan dengan Palestina dan status Yerusalem.

“Solusi dua negara, di mana Al Quds Al Sharif [Yerusalem] sebagai ibu kota Palestina merupakan satu-satunya solusi yang bisa membawa perdamaian abadi di Timur Tengah,” tutur Retno menegaskan.

Indonesia telah mengeluarkan kecaman keras terhadap AS tak lama setelah Trump mengumumkan keputusan kontroversialnya yang dinilai komunitas internasional dapat merusak stabilitas di Timur Tengah itu.



Sejak itu pun, Indonesia melalui Kemlu RI memperkuat diplomasi demi menegaskan sikap pemerintah yang menentang langkah AS itu.

Retno langsung bertolak ke Amman untuk menemui Menlu Yordania Ayman Safadi dan Menlu Palestina Riad N. Malki untuk mendiskusikan langkah merespons keputusan AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

Selain Yordania, Retno juga terus berkoordinasi dengan menlu negara OKI terkait isu ini. Selain berkoordinasi dengan negara Muslim, Retno juga terus berupaya berkomunikasi dengan sejumlah negara Barat, termasuk anggota Uni Eropa, demi menyampaikan pesan tegas RI dan permintaan agar tidak mengikuti langkah Amerika.

Credit  cnnindonesia.com


Setuju dengan Indonesia, UE Sebut Keputusan AS soal Yerusalem Salah


Setuju dengan Indonesia, UE Sebut Keputusan AS soal Yerusalem Salah
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Guerend. Foto/SINDOnews/Victor Maulana


JAKARTA - Uni Eropa (UE) setuju dengan penilaian Indonesia yang menolak pengakuan sepihak Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel oleh Amerika Serikat (AS). Keputusan yang diumumkan Presiden Donald Trump itu dinilai UE sebagai keputusan yang salah.

Duta Besar UE untuk Indonesia, Vincent Guerend, mengatakan keputusan Washington juga bertentangan dengan hukum internasional.

”Alasan kami tidak jauh berbeda, dengan Indonesia. Keputusan yang dibuat Presiden AS Donald Trump adalah keputusan yang salah, dan ini tidak sesuai dengan hukum internasional. Oleh karena itulah, kami menyatakan penolakan dengan sangat jelas,” kata Guerend pada Rabu (13/12/2017).

Disinggung mengenai kesatuan UE dalam hal krisis Yerusalem, dia mengakui bahwa ada beberapa negara UE yang awalnya menyatakan dukungan terhadap keputasan AS tersebut.

”Kami memiliki pernyataan yang sangat jelas, yang menyatakan bahwa kesatuan UE dalam isu ini adalah solid, dengan menimbang pernyataan ini memiliki kontribusi pada perdamaian. Dan saya yakin ini adalah pernyataan yang jelas mengenai isu ini,” ujarnya.

Seperti diketahui, Republik Ceko sempat menyatakan mendukung keputusan AS tersebut. Namun, belakangan mereka juga menolaknya dengan alasan keputusan tersebut berbahaya dan mereka hanya akan mengikuti perjanjian perbatasan 1967, yang menyebutkan bahwa Yerusalem Timur adalah Ibu Kota Palestina, dan Yerusalem Barat adalah Ibu Kota Israel. 



Credit  sindonews.com


Malaysia berdiri bersama Indonesia dukung Palestina



Malaysia berdiri bersama Indonesia dukung Palestina 
Dubes Malaysia untuk Indonesia Dato Seri Zahrain Mohamed Hashim. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)



Jakarta (CB) - Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Dato' Seri Zahrain Mohamed Hashim menyatakan negaranya siap mendukung Indonesia memperjuangkan kemerdekaan Palestina, menyusul keputusan sepihak Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

"Malaysia berdiri bersama Indonesia untuk memperjuangkan martabat Muslim di Palestina," ujar Dubes Zahrain saat berbincang dengan sejumlah wartawan di Jakarta, Rabu.

Hari ini, kata dia, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dan Presiden RI Joko Widodo bertemu dalam Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Istanbul, Turki, untuk membicarakan langkah yang akan diambil sebagai respons terhadap keputusan Trump terkait Yerusalem.

Zahrain berharap pertemuan tersebut menghasilkan resolusi yang menunjukkan sikap OKI terhadap isu internasional yang memanas dalam sepekan terakhir ini.

"Kami akan menunggu resolusi yang keluar di Istanbul, tetapi kami mengharapkan sikap yang kuat dari negara-negara Islam untuk Palestina," tutur Dubes Zahrain.

Sehari setelah Trump mengumumkan rencana memindahkan Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem pada Rabu (6/12), Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Malaysia Datin Nirvana Jalil Gani mengeluarkan pernyataan yang pada intinya menyesalkan sikap AS yang dinilai akan mengakhiri semua upaya untuk mendamaikan Israel-Palestina.

Malaysia menegaskan bahwa isu Yerusalem adalah penyebab inti persoalan Palestina dan meminta semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak mengakui adanya perubahan di perbatasan sebelum 1967, termasuk kaitannya dengan Yerusalem.

"Setiap usaha untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, membangun atau memindahkan misi diplomatik ke kota, dianggap sebagai agresi, tidak hanya terhadap Arab dan umat Islam, namun juga melanggar hak-hak Muslim dan Kristen," kata Nirvana.

Sementara itu Menteri Luar Negeri RI Retno L.P. Marsudi menyatakan dia telah mencapai kesepakatan dengan Menteri Luar Negeri Jordania dan Palestina untuk mengusulkan agar hasil Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa OKI bisa mengirimkan pesan kuat bahwa OKI tidak bisa menerima dan mengecam keputuan AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.




Credit  antaranews.com


Raja Yordania Tolak Perubahan Status Yerusalem


Raja Yordania Abdullah II.
Raja Yordania Abdullah II.

CB, KAIRO -- Raja Yordania Abdullah pada Rabu (13/12) menolak upaya mengubah status Yerusalem atau tempat-tempat sucinya, dan mengatakan perdamaian tidak akan datang ke wilayah tersebut tanpa adanya resolusi konflik Israel-Palestina.

"Semua kekerasan adalah akibat dari kegagalan menemukan solusi damai untuk masalah Palestina," katanya pada pertemuan darurat para pemimpin Muslim di Turki.

Dinasti Raja Abdullah Hashemite adalah penjaga tempat suci umat Islam di Yerusalem sehingga Yordania sangat sensitif terhadap perubahan status setelah keputusan pemerintahan Trump mengakuinya sebagai ibu kota Israel.

Sementara itu negara-negara Arab dan masyarakat Muslim di seantero Timur Tengah mengecam pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Mereka menganggap pengakuan itu sebagai langkah yang memanas-manasi wilayah yang bergejolak.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas, dalam pidato yang direkam sebelumnya, mengatakan Yerusalem merupakan ibu kota abadi Negara Palestina dan langkah Trump itu sama saja dengan Amerika Serikat sedang melepaskan peranannya sebagai penengah perdamaian.

Putaran terakhir perundingan perdamaian Israel-Palestina yang ditengahi Washington buyar pada 2014. Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa-bangsa menyuarakan kehawatiran atas keputusan Presiden AS Donald Trump memindahkan kedutaan besar AS di Israel ke Yerusalem. Mereka juga mengkhawatirkan akibat yang ditimbulkan Trump terhadap upaya menghidupkan kembali proses perdamaian Israel-Palestina.

Banyak negara sekutu AS juga menentang pembalikan kebijakan AS bertahun-tahun serta kebijakan luar negeri AS atas Yerusalem. Prancis menentang keputusan sepihak itu dan, pada saat yang sama meminta semua pihak di kawasan tetap tenang.

Inggris mengatakan langkah Trump itu tidak membantu upaya perdamaian dan Yerusalem pada akhirnya harus dibagi untuk Israel dan negara Palestina di masa depan. Jerman menyatakan status Yerusalem harus ditentukan melalui kerangka penyelesaian dua-negara.

Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan pengakuan atas Yerusalem merupakan keputusan yang berbahaya dan mengancam kredibilitas Amerika Serikat sebagai mediator perdamaian Timur Tengah.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan tidak ada alternatif terhadap penyelesaian dua-negara antara Israel dan Palestina dan bahwa Yerusalem merupakan masalah penentuan status yang harus diselesaikan melalui perundingan langsung.

Dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Trump menunjukkan ia tidak peduli dengan peringatan yang berdatangan dari seluruh dunia bahwa pengakuan itu berisiko menimbulkan konflik memburuk terhadap situasi di Timur Tengah yang sudah ricuh.

Yerusalem merupakan tempat suci bagi para penganut Islam, Yahudi dan Kristen. Wilayah timur kota itu direbut oleh Israel dalam perang 1967 dan dinyatakan oleh Palestina sebagai ibu kota negara independen mereka kelak.


Credit  REPUBLIKA.CO.ID



Erdogan Sebut Amerika Menyimpang


Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan

CB, ISTANBUL -- Para pemimpin Muslim yang tergabung dalam anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Rabu (13/12), mengecam pengakuan Presiden AS Donald Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan meminta dunia untuk mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.

Presiden Turki Tayyip Erdogan, yang menjadi tuan rumah pertemuan para pemimpin lebih dari 50 negara berpenduduk Muslim di Istanbul, mengatakan langkah Amerika Serikat sudah kehilangan peranannya sebagai perantara dalam upaya mengakhiri konflik Israel-Palestina.

"Mulai dari sekarang, tidak bisa lagi bagi Amerika Serikat, yang sudah menyimpang, untuk menjadi perantara antara Israel dan Palestina, masa itu sudah berakhir," kata Erdogan pada akhir konferensi tingkat tinggi, yang diikuti para pemimpin negara-negara anggota OKI.
"Kita perlu membahas siapa yang mulai sekarang akan menjadi perantara. Masalah ini perlu ditangani di Perserikatan Bangsa-bangsa juga," katanya.

Menurut komunike yang dimuat di laman Kementerian Luar Negeir Turki, para emir, presiden dan menteri yang berkumpul di Istanbul menganggap langkah Trump itu sebagai sebuah pengumuman penarikan diri Pemerintahan AS dari peranannya sebagai pendukung perdamaian".

Komunike menggambarkan keputusan pengakuan atas Yerusalem oleh Trump sebagai tindakan yang secara sengaja meremehkan semua upaya perdamaian, mendorong ekstremisme dan terorisme serta merupakan ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional".

Seluruh pemimpin, termasuk Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Presiden Iran Hassan Rouhani dan Raja Jordania Abdullah, yang merupakan sekutu dekat AS, mengecam langkah pengakuan oleh AS.

"Yerusalem adalah dan masih akan menjadi ibu kota Palestina," kata Abbas. Ia menambahkan bahwa keputusan Trump tersebut merupakan 'kejahatan terbesar' dan pelanggaran terhadap hukum internasional.

Pemerintahan Trump mengatakan tetap berkomitmen pada upaya mewujudkan perdamaian antara Israel dan Palestina. AS menganggap keputusan itu tidak berdampak pada perbatasan atau status Yerusalem di masa depan dan bahwa kesepakatan perdamaian yang kredibel di masa depan akan menempatkan ibu kota Israel di Yerusalem.

Abbas mengatakan kepada para pemimpin OKI di Istanbul bahwa Washington telah menunjukkan bahwa AS sudah tidak bisa lagi dianggap sebagai perantara yang jujur.

Yerusalem merupakan kota suci bagi kalangan Yahudi, Kristen serta Muslim dan telah menjadi titik utama konflik Israel-Palestina selama berpuluh-puluh tahun.

Israel merebut Yerusalem Timur Arab pada 1967 dan kemudian mencaplok wilayah itu, langkah yang tidak dapat diterima oleh masyarakat internasional.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID



57 Negara Akui Yerusalem Timur Sebagai Ibu Kota Palestina


Presiden Joko Widodo menghadiri KTT luar biasa OKI di Istanbul, Turki, Rabu (13/12).
Presiden Joko Widodo menghadiri KTT luar biasa OKI di Istanbul, Turki, Rabu (13/12).


CB, ISTANBUL -- Sebanyak 57 negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Istanbul, Turki menyatakan bahwa mereka mengaakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina. Dalam pertemuan puncak luar biasa OKI, mereka juga mengajak negara-negara lain untuk mengikuti deklarasi tersebut.
"Kami menyatakan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Negara Palestina dan mengundang semua negara untuk mengakui Negara Palestina dan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya," menurut pernyataan resmi usai pertemuan puncak luar biasa tersebut, dikutip Turkish Minute, Rabu (13/12).
Presiden TurkiRecep Tayyip Erdogan yang juga menjadi presiden OKI saat ini, mengecam keputusan Amerika Serikat (AS) untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan juga tindakan pemerintah Israel.
"Yerusalem akan selalu menjadi ibu kota Palestina. Saya menyatakan sekali lagibahwa Yerusalem adalah garis merah kami. Haram al-Sharif, dengan 144 hektartanahnya, Masjid Al-Aqsa dan Kubbet ul-Sahra, selamanya akan menjadi milik umat Islam," kata dia.
Setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa dia mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada 6 Desember, beberapa negara anggota OKI termasuk Turki mengecam keputusan tersebut. dan juga meminta OKI untuk mengadakan sebuah pertemuan luarbiasa di Istanbul untuk menyampaikan sebuah reaksi bersama.
Presiden PalestinaMahmoud Abbas, Presiden Iran Hassan Rouhani, Emir Qatar Al Thani, dan RajaYordania Abdullah II adalah salah satu pemimpin paling menonjol yang hadir di konferensitingkat tinggi tersebut. sedangkan Arab Saudi hanya diwakili oleh menteri urusan Islam negara tersebut.

Credit  REPUBLIKA.CO.ID


Dunia Muslim Deklarasikan Yerusalem Timur Ibu Kota Palestina

Dunia Muslim Deklarasikan Yerusalem Timur Ibu Kota Palestina
Para pemimpin negara muslim yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mendeklarasikan pengakuan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota Palestina, Rabu (13/12) (AFP PHOTO / YASIN AKGUL)


Jakarta, CB -- Para pemimpin negara-negara muslim yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mendeklarasikan pengakuan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota Palestina, Rabu (13/12). Pengakuan tersebut merupakan bentuk sikap tegas dunia muslim dalam menolak langkah Presiden Amerika Serikat yang menyebut Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, Rabu (6/12) pekan lalu.

Deklarasi Istanbul atau "Pembebasan Yerusalem" diumumkan Rabu (13/12) sore seusai konferensi tingkat tinggi luar biasa yang dihadiri para kepala negara OKI, termasuk Presiden RI Joko Widodo di Istanbul, Turki.

"Kami memastikan bahwa kami mengakui negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota, dan kami menyerukan kepada seluruh dunia agar mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina yang terjajah," demikian bunyi Deklarasi Istanbul seperti yang dilansir kantor berita Turki, Anadolu, Rabu (13/12)



Deklarasi itu juga menolak dan mengecam keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump "yang tidak sesuai hukum".

"(Keputusan Trump soal Yerusalem) tidak berlaku dan batal berdasarkan sejarah, hukum dan hati nurani," demikian Deklarasi Istanbul.

"Kami meminta PBB, Uni Eropa dan masyarakat internasional untuk menjaga Resolusi PBB soal status Yerusalem."

Para pemimpin dunia muslim lewat deklarasi tersebut juga mendesak Trump untuk menarik kembali keputusannya.

OKI dibentuk dalam pertemuan puncak para pemimpin negara muslim di Rabat, Maroko pada 1969, pasca pembakaran Mesjid Al Aqssa, Yerusalem.

Pelakunya, warga Australia Michael Denis Rohan, membakar tempat suci dan sebuah mimbar berusia 1.000 tahun di Mesjid Al Aqsha hingga hancur dan sejumlah tempat bersejarah lainnya pada 21 Agustus 1969.



Credit  cnnindonesia.com






Rabu, 13 Desember 2017

Menlu: Demi Palestina, Indonesia Bergerak ke Berbagai Jalan


Menteri Luar Negeri  Retno Marsudi
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi


CB, ISTANBUL -- Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan Jordania dan Palestina menghargai perjuangan diplomasi Indonesia dalam isu Palestina.

"Menlu Jordania dan Menlu Palestina sangat menghargai langkah perjuangan diplomasi Indonesia dalam isu Palestina," kata Retno di Istanbul, Turki, Selasa (12/12) malam.

Ia menyebutkan saat ini belum banyak negara melakukan hal itu, termasuk menggalang dukungan dari negara-negara non-Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) agar mereka tidak mengikuti langkah yang dilakukan oleh Presiden AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

"Saya sudah melakukan komunikasi dengan sejumlah menlu, termasuk para menlu negara barat, termasuk dalam hal ini Uni Eropa," katanya.

Ia menyebutkan pada Rabu (13/12) malam ia akan berangkat ke Brussel dan melakukan pertemuan dengan Menlu Uni Eropa dan pembicaraan individual dengan anggota Uni Eropa.

"Saya juga melakukan komunikasi dengan wakil tetap kita di PBB dan dubes kita di New York, mereka sudah melakukan lobi-lobi, baik dengan teman-teman yang duduk di DK PBB maupun Komite Palestina di mana Indonesia duduk di Komite Palestina," katanya.

Ia juga berkomunikasi intensif dengan under secretary general affair PBB dan bersurat ke Sekjen PBB untuk meminta perhatian mengenai isu Palestina.

"Kalau kita melihat perjalanan perjuangan diplomasi Indonesia untuk Palestina dari sebelum diumumkan keputusan AS, kita sudah bergerak melalui berbagai jalan hingga sekarang," katanya.

Ia menyebutkan OKI dibentuk karena masalah Palestina, jadi tidak ada alasan tidak bersatu untuk isu menjadikan OKI itu terbentuk.

"Saya kira Palestina akan menjadi perekat bagi negara-negara OKI," katanya.




Credit  REPUBLIKA.CO.ID


Menlu RI dan Menlu Palestina Bahas Yerusalem Selama Dua Jam


Menlu RI dan Menlu Palestina Bahas Yerusalem Selama Dua Jam
Menlu Retno Marsudi dan Menlu Palestina menggelar pertemuan selama dua jam membahas masalah Yerusalem dan perjuangan hak Palestina. (Dok. Kementerian Luar Negeri)


Jakarta, CB -- Menteri Luar Negeri Retno Marsudi akhirnya berhasil menemui Menlu Palestina Riad N. Malki dalam rangkaian diplomasi Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina.  Selama dua jam, kedua menlu membahas masalah Yerusalem dan langkah-langkah strategis yang akan diambil dalam memperjuangkan hak dan kemerdekaan Palestina.

“Menlu RI menegaskan komitmen kuat rakyat dan pemerintah Indonesia untuk terus mendukung Palestina,” bunyi pernyataan Kemlu RI yang diterima CNNIndonesia.com pada Selasa (12/12).

Kedua Menlu juga membahas hasil pertemuan Liga Arab terkait keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Serta persiapan menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Negara Islam (OKI)  soal Yerusalem di Istanbul, Turki, pada Rabu (13/12) esok.  



Presiden Joko Widodo telah menyatakan diri akan hadir dalam KTT Luar Biasa OKI dan akan menegaskan sikap Indonesia yang menolak pengakuan sepihak Israel maupun Amerika Serikat atas status Kota Yerusalem.

Sebelumnya, Retno juga telah menemui Menlu Yordania Ayman Safadi dan menyatakan bahwa pernyataan unilateral Amerika Serikat mengenai status Yerusalem tidak akan mengubah komitmen kuat diplomasi Indonesia untuk memperjuangkan Plestina.


Menurut rilis Kementerian Luar Negeri RI, pertemuan itu merupakan rangkaian perjuangan diplomasi Indonesia bagi Palestina.  Selain membahas persiapan KTT Luar Biasa OKI, kedua menlu juga berkoordinasi soal langkah diplomatis dalam memperjuangkan status Yerusalem dan kemerdekaan Palestina.

Menlu RI mengajak Yordania memperkuat perjuangan diplomasi, baik secara bilateral maupun multilateral. Terutama untuk mencegah negara lain mengikuti jejak AS untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel atau memindahkan Kedutaan nya ke Yerusalem.

Retno minta Yordania meyakinkan negara-negara yang belum mengakui Palestina. Menlu RI juga menegaskan bahwa dukungan terhadap Palestina juga harus ditunjukan tidak saja secara politis namun juga secara konkret dengan meningkatkan bantuan kemanusiaan, ekonomi dan peningkatan kapasitas.

Tak lama setelah Presiden Trump mengumumkan keputusan kontroversialnya itu pada Rabu pekan lalu, Indonesia langsung mengeluarkan kecaman keras dan mengajak seluruh negara Muslim di dunia memberi pesan keras kepada AS dan bersatu mendukung Palestina. Selain merusak upaya damai antara Israel dan Palestina, Jokowi menilai, langkah Presiden AS Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel tersebut bisa merusak stabilitas dan memperkeruh konflik di Timur Tengah.





Credit  cnnindonesia.com











Selasa, 12 Desember 2017

Menlu: KTT OKI bulatkan suara bela Palestina


Menlu: KTT OKI bulatkan suara bela Palestina

Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi (ANTARA /Muhammad Iqbal)



Jakarta (CB) - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi berharap Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Organisasi Kerja sama Islam (KTT LB OKI) yang akan diadakan pada 13 Desember dapat membulatkan suara dan mempersatukan negara-negara OKI untuk membela Palestina.

"Negara-negara OKI harus memanfaatkan momen ini tidak saja untuk membulatkan dukungannya terhadap penolakan kebijakan Amerika Serikat, akan tetapi yang lebih penting mendorong agar secepatnya dapat merealisasikan kemerdekaan Palestina," kata Menlu Retno seperti disampaikan dalam keterangan pers Kementerian Luar Negeri yang diterima di Jakarta, Senin.

Menlu Retno Marsudi melakukan pertemuan bilateral dengan Menlu Yordania Ayman Safadi di Amman salah satunya untuk membahas persiapan KTT Luar Biasa OKI mengenai Palestina yang akan berlangsung di Istanbul pada 13 Desember 2017.

Terkait dengan persiapan KTT Luar Biasa OKI mengenai Palestina, Menlu RI menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo akan hadir pada pertemuan tersebut. Hal itu menunjukkan pentingnya isu Palestina bagi masyarakat Indonesia dan komitmen Pemerintah RI untuk mendukung kemerdekaan Palestina.

Menlu Retno menegaskan bahwa harapan masyarakat di negara-negara OKI sangat besar terhadap hasil KTT Luar Biasa OKI.

Untuk itu, KTT Luar Biasa OKI tentang Palestina harus dapat menghasilkan pesan yang kuat, optimal dan dapat diimplementasi terkait penolakan negara-negara OKI terhadap langkah Amerika Serikat. Selain itu, penting bagi OKI untuk menyepakati langkah konkret untuk mendukung kemerdekaan Palestina.

"Tidak akan ada perdamaian yang adil dan hakiki di Timur Tengah sebelum ada kemerdekaan Palestina," ujar Menlu Retno.

Menlu RI menambahkan bahwa dukungan terhadap Palestina juga harus ditunjukan tidak saja secara politis namun juga secara konkret dengan meningkatkan bantuan kemanusiaan, ekonomi dan pembangunan kapasitas.




Credit  antaranews.com


Turki: OKI Harus Satukan Kekuatan Bela Kesucian Al-Quds


Unjuk rasa menentang putusan Amerika mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel di Istanbul,Turki, Jumat (8/12).
Unjuk rasa menentang putusan Amerika mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel di Istanbul,Turki, Jumat (8/12).

CB, RIYADH -- Turki telah menyerukan dukungan dari 57 negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk menghadapi keputusan agresif Presiden AS Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Seruan itu disampaikan pada Ahad (10/12) menjelang KTT OKI yang akan diadakan di Istanbul pada Rabu (13/12).

Duta Besar Turki untuk OKI Yunus Demirer meminta negara-negara anggota untuk berkumpul di Istanbul demi menyatukan kekuatan untuk membela kesucian al-Quds. "Turki sangat membenci pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel oleh AS," kata Demirer, dikutip Arab News, kemarin.
Dia mengatakan, KTT Luar Biasa OKI akan didahului oleh pertemuan Menteri Luar Negeri OKI pada Rabu (13/12). KTT OKI juga menekankan pentingnya kecaman internasional dan protes yang meletus di banyak negara setelah pengumuman Trump.
"Turki juga bereaksi keras dengan melakukan demonstrasi menentang keputusan yang mengancam akan menggagalkan perundingan perdamaian yang telah diupayakan selama bertahun-tahun," ujar Demirer.

Dia menggambarkan tindakan AS sebagai tindakan buruk yang menodai kesucian sebuah kota, tempat suci dari tiga agama yang telah lama hidup berdampingan. Menurut dia, keputusan AS tidak hanya bertentangan dengan rasionalitas dan hati nurani, tetapi juga merupakan pelanggaran besar hukum internasional, khususnya Resolusi Dewan Keamanan 478 yang sebelumnya disahkan oleh AS.
Wakil Perdana Menteri Turki Bekir Bozdag mengulangi pernyataan Erdogan bahwa status Yerusalem adalah garis merah bagi umat Islam yang tinggal di berbagai belahan dunia. "Kita seharusnya tidak menganggapnya sebagai isu lokal. Palestina dan Yerusalem adalah isu bagi semua negara Muslim," ujar Bozdag.

Sejumlah kepala negara OKI, termasuk diplomat tinggi dan pejabat tinggi, diperkirakan akan menghadiri pertemuan puncak tersebut. Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dan Presiden Indonesia Joko Widodo telah mengonfirmasi keikutsertaan mereka di KTT OKI di Istanbul.
Isu tersebut juga akan menjadi agenda utama Presiden Rusia Vladimir Putin selama berkunjung ke Ankara pada Senin (11/12). Menurut laporan, pemimpin Rusia tersebut telah dijadwalkan berkunjung ke Mesir dan akan berkunjung ke Turki pada hari yang sama untuk melakukan pembicaraan dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan mengenai krisis Yerusalem dan situasi di Suriah.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri RI Retno Lestari Priansari Marsudi menemui Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi pada Ahad (10/12). Pertemuan Menlu RI dengan Menlu Yordania merupakan rangkaian perjuangan diplomasi Indonesia bagi Palestina.
“Pernyataan sepihak AS mengenai status Yerusalem tidak akan mengubah komitmen kuat diplomasi Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina,” disampaikan Retno kepada Safadi di kantor Kementerian Luar Negeri Yordania di Amman.

Selain membahas persiapan KTT Luar Biasa OKI mengenai Palestina di Istanbul 13 Desember mendatang, mereka juga melakukan koordinasi terkait langkah diplomasi dalam memperjuangkan status Yerusalem dan kemerdekaan Palestina. Hal itu penting dilakukan dengan Yordania karena Raja Yordania adalah pelayan situs suci di Yerusalem serta pengatur badan wakaf di Yerusalem.
Kepada Menlu Yordania, Retno menyampaikan bahwa masyarakat internasional harus terus berpegang kepada keputusan status quo yang telah ditetapkan PBB mengenai status Yerusalem saat ini. “Kita semua memiliki tanggung jawab moral untuk menghentikan ketidakadilan yang dihadapi rakyat Palestina,” tutur Retno.




Credit  REPUBLIKA.CO.ID




Selasa, 05 Desember 2017

Negara Muslim serukan KTT bila Trump akui Yerusalem



Negara Muslim serukan KTT bila Trump akui Yerusalem
Seorang pengunjung berjalan menuju Masjid Kubah Batu atau Kubah Shakhrah saat memasuki wilayah yang disebut dengan Al Haram Asy Syarif oleh umat Islam di Kota Tua Yerusalem. (REUTERS/Ammar Awad)




Riyadh (CB) - Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menyerukan penyelenggaraan konferensi tingkat tinggi (KTT) negara-negara muslim bila Amerika Serikat mengambil keputusan kontroversial untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Presiden Donald Trump pekan ini menghadapi sebuah keputusan penting mengenai status Yerusalem, yang berpotensi membalikkan kebijakan Amerika Serikat yang sudah berjalan selama bertahun-tahun dan memicu respons keras dari warga Palestina dan dunia Arab.

Sebanyak 57 negara anggota OKI berusaha meningkatkan perhatian mengenai kemungkinan tindakan tersebut dalam pertemuan darurat di Kota Jeddah, Laut Merah, Arab Saudi, Senin (4/12).

"Kalau Amerika Serikat mengambil langkah untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, kami dengan suara bulat merekomendasikan penyelenggaraan pertemuan di tingkat dewan menteri luar negeri yang dilanjutkan dengan sebuah KTT Islam sesegera mungkin," kata badan pan-Islam tersebut dalam sebuah pernyataan yang dikutip AFP.

OKI juga memperingatkan bahwa mengakui Yerusalem atau mendirikan misi diplomatik di kota yang disengketakan itu akan dianggap sebagai "serangan terang-terangan terhadap negara-negara Arab dan Islam."

Wakil Perdana Menteri Turki pada Senin juga memperingatkan akan "malapetaka besar" jika Amerika Serikat mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

"Jika status Yerusalem saat ini diubah dan langkah lain diambil... itu akan menimbulkan malapetaka besar," kata Wakil Perdana Menteri Bekir Bozdag dalam konferensi pers yang ditayangkan di TV.

"Itu akan sepenuhnya menggagalkan proses perdamaian yang rapuh di kawasan ini, dan memicu konflik baru, perselisihan baru dan kerusuhan baru."

Status Yerusalem adalah salah satu isu yang paling sering diperdebatkan dalam konflik Israel-Palestina yang sudah berlangsung lama.

Sebagian besar masyarakat internasional, termasuk Amerika Serikat, tidak secara formal mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, bersikeras bahwa masalah tersebut hanya dapat diselesaikan melalui negosiasi status akhir.

Inti dari masalah pengakuan itu adalah pertanyaan tentang apakah Trump, yang semasa kampanye menyatakan di bawah kepemimpinannya Amerika Serikat akan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, memutuskan untuk memindahkan kedutaan Amerika Serikat di Israel ke Yerusalem.

Semua kedutaan besar asing berada di Tel Aviv dengan perwakilan konsuler di Yerusalem.

Israel, yang merebut sektor timur Yerusalem yang mayoritas berpenduduk Arab selama Perang Enam Hari 1967 dan kemudian mencaploknya, mengklaim kedua bagian kota itu sebagai "ibu kota abadinya yang tak terbagi."

Warga Palestina menginginkan sektor timur sebagai ibu kota negara mereka dan menentang keras upaya apapun yang dilakukan Israel untuk memperluas kedaulatan di sana.

Beberapa rencana perdamaian lepas karena perdebatan mengenai apakah dan bagaimana membagi kedaulatan atau mengawasi kota yang disucikan oleh warga Muslim, Nasrani dan Yahudi itu.


Credit  antaranews.com


Liga Arab Gelar Pertemuan Khusus Bahas Yerusalem


Liga Arab Gelar Pertemuan Khusus Bahas Yerusalem
Liga Arab dikabarkan akan menggelar pertemuan luar biasa untuk membahas rencana Amerika Serikat (AS) untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Foto/Istimewa


KAIRO - Liga Arab dikabarkan akan menggelar pertemuan luar biasa untuk membahas rencana Amerika Serikat (AS) mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel, dengan memindahkan Kedutaan Besarnya di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Asisten Sekretaris Jenderal Liga Arab, Hossam Zaki, seperti dilansir Anadolu Agency pada Senin (4/12), mengatakan bahwa perwakilan Liga Arab akan segera mengadakan pertemuan mengenai Yerusalem pada hari Selasa. Pertemuan ini digelar berdasarkan permintaan Palestina.

Organisasi yang berbasis di Kairo, Mesir itu sebelumnya telah mengeluarkan kecaman atas rencana Trump tersebut. Liga Arab menyebut pengakuan ini akan mendorong ekstrimisme dan meningkatan kekerasan di kawasan.

"Kami mengatakan dengan sangat jelas bahwa tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan. Ini tidak akan menghasilkan ketenangan atau stabilitas, namun akan mendorong ekstremisme dan meningkatkan kekerasan," ucap Sekretaris Jenderal Liga Arab Ahmed Aboul Gheit.

"Itu hanya menguntungkan satu sisi, pemerintah Israel, yang memusuhi perdamaian," sambungnya dalam sebuah pernyataan.

Otoritas Palestina sendiri telah memperingatkan AS untuk tidak mengakui Yeruselam sebagai Ibu Kota Israel. Penasihat Presiden Palestina, Mahmoud Habash mengatakan, dunia akan membayarnya jika Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Menurut Habash, pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel akan menjadi penghancuran proses perdamaian secara total.



Credit  sindonews.com






Senin, 04 Desember 2017

Yordania Siapkan Pertemuan Darurat Terkait Yerusalem



Polisi Israel berjaga di luar kompleks Masjid Al Aqsha di Kota Tua Yerusalem.
Polisi Israel berjaga di luar kompleks Masjid Al Aqsha di Kota Tua Yerusalem.


CB, AMMAN -- Yordania telah memulai persiapan mengadakan pertemuan darurat Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengenai Yerusalem. Pertemuan ini akan diadakan sebelum Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Seorang pejabat senior pemerintah AS pada Jumat (1/12) lalu mengatakan Trump kemungkinan akan membuat pernyataan kontroversial tersebut dalam sebuah pidato pada Rabu (6/12). Pengakuan terhadap Yerusalem akan membalikkan kebijakan lama Amerika dan mungkin akan mengobarkan ketegangan di Timur Tengah.
 
Yordania akan mengundang anggota kedua lembaga tersebut untuk bersidang jika pengakuan tersebut diperpanjang. Mereka akan membahas cara menangani konsekuensi dari keputusan semacam itu yang dapat menimbulkan kekhawatiran.
 
"Hal ini pada akhirnya dapat menghambat semua upaya perdamaian dan pasti akan provokatif bagi negara-negara Arab dan Muslim serta masyarakat Muslim di seluruh Barat," kata seorang diplomat Yordania, secara anonim.
 
"Tidak ada masalah yang bisa menggerakkan orang Arab dan Muslim secara serentak seperti masalah Yerusalem," tambah dia.
 
Dinasti Hashemite Raja Abdullah adalah penjaga tempat suci umat Islam di Yerusalem sehingga Amman peka terhadap perubahan status kota yang disengketakan itu. Para pejabat khawatir langkah tersebut dapat memicu kekerasan di wilayah Palestina dan tumpah ke Yordania. Yordania merupakan sebuah negara tempat keturunan pengungsi Palestina tinggal setelah pembentukan Israel pada 1948.
 
"Gelombang kemarahan yang luar biasa akan menyebar ke seluruh dunia Arab dan Muslim," kata sumber diplomatik regional lainnya. Ketegangan di kompleks Al Aqsha, situs tersuci ketiga umat Islam di Yerusalem, awal tahun ini juga memicu kerusuhan.
 
Orang-orang Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan mereka. Masyarakat internasional juga tidak mengakui klaim Israel atas kota yang telah menjadi tempat suci bagi agama Yahudi, Muslim, dan Kristen.
 
Yordania kehilangan Yerusalem Timur dan Tepi Barat oleh Israel selama perang Arab-Israel pada 1967. Yordania mengatakan nasib kota ini hanya boleh diputuskan pada penyelesaian akhir.
 
Raja Abdullah memperingatkan dampak dari langkah Trump. Trump awal tahun ini mengatakan dia terbuka terhadap solusi baru untuk mencapai perdamaian Timur Tengah, bahkan jika negara Palestina tidak dibentuk.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID


Palestina Serukan Liga Arab dan OKI Selamatkan Yerusalem


Yerusalem
Yerusalem


CB, YERUSALEM -- Menteri Luar Negeri Palestina Riad al-Maliki pada Ahad (3/12) mendesak Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) segera menggelar rapat untuk membahas situasi politik terkini di Yerusalem. Seruan tersebut ia sampaikan menyusul laporan yang menyebutkan bahwa Presiden AS Donald Trump kini sedang bersiap untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Kementerian Luar Negeri Palestina lewat pernyataan resminya mengungkapkan, al-Maliki belum lama ini telah melakukan komunikasi via sambungan telepon dengan pemimpin Liga Arab Ahmad Abul Ghait dan Sekretaris Jenderal OKI Yusuf al-Utsaimin. Kepada mereka berdua, al-Maliki meminta agar Liga Arab dan OKI segera mengadakan pertemuan darurat untuk menolak rencana AS terkait masa depan Yerusalem.

Al-Maliki memperingatkan bahwa langkah AS (mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel) itu bakal menimbulkan konsekuensi serius dan akan meledakkan situasi politik di wilayah Palestina dan wilayah sekitarnya, tulis Kemenlu Palestina lewat pernyataan yang dilansirlaman Wworld Bulletin, Ahad (3/12).

Status Yerusalem sendiri sampai hari ini masih menjadi inti persoalan utama konflik antara Israel dan Palestina. Pasalnya, masyarakat Palestina menginginkan Yerusalem Timur yang saat ini sedang diduduki Israel menjadi ibu kota Palestina. Sementara, selama musim Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) AS tahun lalu, Trump telah berjanji untuk memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem, sebagai bentuk pengakuannya terhadap kepimilikan kota itu oleh Israel.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID



Bahayanya Jika AS Akui Yerusalem Jadi Ibu Kota Israel


Yerusalem
Yerusalem


CB, KAIRO -- Liga Arab (AL) pada Ahad (3/12) memperingatkan mengenai konsekuensi berbahaya jika Amerika Serikat mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

"Jika dilaksanakan, itu akan menandai perubahan pendirian bersejarah Washington yang memandang kota suci tersebut sebagai kota Palestina yang diduduki dan bagian tak terpisahkan tanah Palestina yang diduduki," kata Saeed Abu-Ali, Asisten Sekretaris Jenderal AL untuk Tanah Arab dan Palestina yang Diduduki, di dalam satu pernyataan.

Pernyataan tersebut dikeluarkan setelah media AS pada Jumat (1/12) melaporkan Presiden AS Donald Trump sedang mempertimbangkan untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel dan mungkin mengeluarkan satu pengumuman pada Rabu.

Trump berikrar selama kampanye presidennya untuk memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Jerusalem, kota suci yang menjadi sengketa dan diinginkan oleh rakyat Palestina sebagai ibu kota negara masa depan mereka.

Abu-Ali, Senin pagi, mengatakan pengakuan AS semacam itu akan memberi Israel lampu hijau untuk melanjutkan pelanggarannya atas semua resolusi internasional dan pendudukannya atas tanah Palestina. Ia mendesak Washington agar bertindak sebagai "penengah yang tak memihak" dalam proses perdamaian.

Selama dua hari belakangan, Presiden Palestina Mahmoud Abbas telah mengadakan kontak dengan dan berusaha memperoleh dukungan dari para pemimpin Arab serta Barat, dan memperingatkan potensi dampak yang menghancurkan dari pemindahan Kedutaan Besar AS.




Credit  REPUBLIKA.CO.ID








Senin, 09 Oktober 2017

OKI Kecam Serangan di Istana Raja Saudi


OKI Kecam Serangan di Istana Raja Saudi
Sekretariat Jenderal OKI mengecam keras serangan di dekat istana Al Salam di Jeddah, yang menewaskan dua petugas keamanan dan melukai beberapa lainnya. Foto/Arab News


JEDDAH - Sekretariat Jenderal Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mengecam keras serangan di dekat istana Al Salam di Jeddah, Arab Saudi yang menewaskan dua petugas keamanan dan melukai beberapa lainnya.

Sekretaris Jenderal OKI, Yousef al-Othaimeen dalam sebuah pernyataan, mengucapkan belasungkawa kepada keluarga korban, dan mendoakan kepada mereka yang terluka untuk segera sembuh.

"Dia (Othaimeen ) menegaskan kembali solidaritas OKI dengan  Arab Saudi dalam melawan terorisme yang berusaha mengacaukan Saudi, dan merongrong keamanannya, dan menyuarakan dukungan untuk semua tindakan yang diambil oleh Saudi untuk menghadapi rencana kelompok, dan organisasi teroris, membela keamanan negara tersebut. dan menjaga keamanan warganya," bunyi pernyataan OKI, seperti dilansir Bernama pada Minggu (8/10).

Sebelumnya diwartakan, Seorang pria bersenjata menyerang istana Kerajaan Arab Saudi di Jeddah. Pelaku menembak mati dua penjaga istana saat mencoba masuk melalui gerbang istana. Tiga penjaga lainnya terluka akibat serangan pria bersenjata tersebut. Serangan digagalkan oleh pasukan kerajaan dengan menembak mati pelaku serangan.

Menurut kementerian tersebut, pelaku serangan diidentifikasi bernama Mansour al-Amri, 28, seorang warga Saudi.

Serangan dimulai di sebuah pos pemeriksaan di dekat gerbang barat Istana Al-Salam atau Peace Palace di Jeddah. Istana itu merupakan tempat keluarga kerajaan melakukan bisnis resmi selama musim panas.

Raja Saudi Salman berada di Rusia saat serangan terjadi. Dia dan rombongannya melakukan kunjungan bersejarah empat hari ke Rusia.

Pernyataan kementerian tersebut tidak menjelaskan posisi keberadaan putra Raja Salman, Putra Mahkota Mohammed bin Salman. Namun, laporan media setempat baru-baru ini menyatakan bahwa Pangeran Mohammed ditempatkan di Jeddah.




Credit  sindonews.com






Senin, 25 September 2017

Hadapi Tantangan Global, RI Serukan Persatuan Negara OKI



Hadapi Tantangan Global, RI Serukan Persatuan Negara OKI
Menlu RI, Retno Marsudi menuturkan, sangat penting bagi negara-negara anggota OKI untuk memperat persatuan guna menghadapi tantangan global. Foto/Kemlu RI



NEW YORK - Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi menuturkan, sangat penting bagi negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk memperat persatuan guna menghadapi tantangan global. Hal itu disampaikan Retno saat menghadiri pertemuan negara anggota OKI di sela-sela Sidang Umum PBB di New York, Amerika Serikat (AS).

“OKI harus memperkuat kesatuan dan menghindari konflik terbuka diantara sesama anggota, karena hanya akan menjauhkan OKI dari upaya mewujudkan Islam sebagai Rahmatan lil Alamiin,” ucap Retno, seperti tertuang dalam siaran pers Kementerian Luar Negeri Indonesia pada Minggu (24/9).

Retno kemudian mengajak seluruh negara anggota OKI terus menciptakan jalan keluar bagi permasalahan bersama yang dihadapi dunia Islam. Lebih lanjut, dia menekankan pentingnya negara-negara OKI untuk turut berkontribusi dalam pencapaian tujuan pembangunan global, terutama yang termuat dalam 2030 Agenda for Sustainable Development.

Terkait isu Palestina, Retno mendorong OKI untuk memperkuat dukungan bagi pencapaian perdamaian di Palestina. “OKI ada karena dan untuk Palestina, maka kita harus dan akan selalu berdiri di samping rakyat Palestina dalam perjuangan mereka untuk memiliki negara yang merdeka dan berdaulat,” ungkapnya.

Di kesempatan yang sama, Retno juga memberikan apresiasi  terhadap kinerja United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) atas kontribusinya terhadap perjuangan rakyat Palestina. Dirinta menegaskan perlunya kerja sama yang lebih erat antara UNRWA dan OKI, termasuk dalam pendirian dana bantuan untuk pengungsi Palestina.

Secara khusus mengenai krisis kemanusiaan di Rakhine, Retno menuturkan krisis tersebut harus segera selesai. Retno menekankan, akar masalah dari krisis ini harus diselesaikan dan mencegah menjadi lebih parah.

"Indonesia telah  berkomunikasi dengan Myanmar dan Bangladesh untuk membantu menyelesaikan krisi kemanusiaan, dan bantuan kemanusiaan Indonesia juga sudah tiba di Bangladesh dan Myanmar," tukasnya. 




Credit  sindonews.com







Senin, 11 September 2017

Soal Rohingya, OKI Sebut Tindakan Myanmar 'Brutal Sistematis'



Soal Rohingya, OKI Sebut Tindakan Myanmar 'Brutal Sistematis' 
Ilustrasi pengungsi Rohingya. (Reuters/Mohammad Ponir Hossain)



Jakarta, CB -- Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengecam "tindakan brutal sistematis" yang dilakukan pemerintah Myanmar terhadap etnis minoritas Muslim Rohingya.

"Seluruh 57 negara anggota mengungkapkan kekhawatiran sangat serius terhadap tindakan brutal sistematis yang dilakukan pasukan bersenjata terhadap komunitas Muslim Rohingya di Myanmar," bunyi pernyataan OKI, Senin (11/9).

Dalam kesempatan yang sama, OKI juga meminta Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi membuka akses internasional untuk memonitor situasi di negara bagian Rakhine.

Selain itu, Myanmar didesak membuka akses tim pemantau Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melakukan "investigasi menyeluruh dan independen terhadap seluruh pelanggaran HAM yang terjadi."

Organisasi tersebut pun mendorong PBB untuk membawa seluruh pihak yang bertanggung jawab dalam kekerasan itu ke pengadilan. Demikian diberitakan Channel NewsAsia.

Pernyataan keras ini dikeluarkan OKI dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) yang dilaksanakan sepanjang akhir pekan kemarin di Astana, Kazakhstan.


Kecaman dunia internasional terus menghujani pemerintah Myanmar sejak bentrokan antara aparat keamanan dan Muslim Rohingya kembali pecah akhir Agustus lalu di Rakhine.

Bentrokan terbaru itu dilaporkan memakan korban setidaknya 400 orang. PBB juga memperkirakan ratusan ribu Rohingya telah melarikan diri keluar Myanmar untuk mengungsi.

Hingga kini, PBB menyatakan sekitar 300 ribu pengungsi Rohingya telah mengungsi ke Bangladesh.

Sejumlah negara berpenduduk mayoritas Muslim pun tak lepas mengkritik pemerintah yang dianggap lalai melindungi warga negaranya sendiri.


Beberapa negara seperti Indonesia, Turki, Malaysia, dan Iran telah mengirimkan sejumlah bantuan bagi pengungsi Rohingya.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, salah satu pemimpin negara paling vokal terhadap isu ini, telah meminta Bangladesh sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Myanmar untuk menerima pengungsi Rohingya yang datang ke sana.

Erdogan bahkan berjanji akan membayar biaya penampungan Rohingya di negara yang berbatasan langsung dengan Myanmar itu.

Sejauh ini, Ankara telah menggelontorkan dana sebesar US$70 juta untuk bantuan kemanusiaan Rohingya.





Credit  cnnindonesia.com





Peduli Rohingya, Krisis di Myanmar Menjadi Bahasan dalam KTT OKI


Presiden Turki sekaligus Ketua OKI Recep Tayyip Erdogan menegaskan perlunya adanya dorongan untuk penyelesaian konflik di Myanmar. (Foto: Reuters)
Presiden Turki sekaligus Ketua OKI Recep Tayyip Erdogan menegaskan perlunya adanya dorongan untuk penyelesaian konflik di Myanmar. (Foto: Reuters)



ASTANA - Sejumlah kepala negara dalam sambutannya pada Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja sama Islam (KTT OKI) tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Astana, Kazakhstan, menyinggung tentang krisis kemanusiaan di Myanmar.
"Kita peduli pada Myanmar, kami juga akan membuka dialog untuk membahas masalah ini di forum PBB," kata Presiden Kazakhstan Nursultan Nazarbayev saat membuka KTT OKI tentang Iptek di The Palace of Independence di Astana, Minggu, 10 September.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sebagai Ketua OKI dalam sambutannya juga menyatakan perlu didorong penyelesaian masalah di Myanmar secara bersama-sama antara Pemerintah Myanmar dan Bangladesh.
"Kita berharap otoritas Bangladesh bersedia mencari jalan keluar untuk menolong saudara-saudara muslim kita di Myanmar. Organisasi internasional juga harus melakukan langkah-langkah untuk membantu muslim di sana," ujar Erdogan.
Sebelumnya Pemerintah Indonesia akan segera mengirimkan bantuan kemanusiaan untuk pengungsi Rohingya di Bangladesh yang hingga saat ini jumlahnya terus bertambah.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi sebelumnya juga sudah bertemu dengan pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dan pihak Bangladesh.
Dalam pembicaraan dengan Pemerintah Bangladesh, Menlu Retno menyampaikan bahwa dirinya diutus secara khusus oleh Presiden RI untuk membahas masalah pengungsi itu.
Menlu mengatakan, Bangladesh mengapresiasi dukungan Indonesia untuk penanganan masalah pengungsi.

Dia menilai, hubungan bilateral yang baik antara Myanmar dan Bangladesh merupakan keharusan, karena tanpa itu maka isu terkait pengungsi, pengelolaan perbatasan dan sebagainya tidak akan dapat dilakukan dengan baik.
Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelumnya juga menyatakan Pemerintah Indonesia sudah sejak lama ikut membantu masalah kemanusiaan terkait konflik di Rakhine, Myanmar.                                                  





Credit  okezone.com