Tampilkan postingan dengan label AUSTRALIA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label AUSTRALIA. Tampilkan semua postingan

Jumat, 08 Maret 2019

Eropa, Kanada dan Australia Tegur Saudi di Forum PBB


Dewan HAM PBB
Dewan HAM PBB

Sejumlah negara meminta Arab Saudi untuk membebaskan 10 aktivis yang ditahan




CB, GENEVA -- Sejumlah negara, termasuk 28 anggota Uni Eropa, pada Kamis (7/3) menyerukan Arab Saudi untuk membebaskan 10 aktivis yang ditahan. Mereka juga meminta Saudi bekerja sama dengan investigasi yang dipimpin Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), terhadap pembunuhan jurnalis, Jamal Khashoggi di konsulat Istanbul.

"Ini adalah keberhasilan bagi Eropa untuk bersatu dalam hal ini," kata seorang utusan negara Uni Eropa.

Ini menjadi teguran pertama kerajaan di Dewan Hak Asasi Manusia PBB. Seruan juga muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran internasional, tentang dugaan pelanggaran Saudi terhadap kebebasan dasar, seperti kebebasan berekspresi.

Pernyataan bersama yang belum pernah terjadi sebelumnya, turut didukung oleh Kanada dan Australia. Pernyataan ini dibacakan oleh Harald Aspelund, Duta Besar Islandia untuk PBB di Jenewa.

"Kami sangat prihatin tentang penggunaan undang-undang anti-terorisme dan ketentuan keamanan nasional lainnya terhadap individu yang secara damai menggunakan hak dan kebebasan mereka," kata Aspelund.

Ia mengatakan, aktivis harus dapat memainkan peran vital dalam proses reformasi yang sedang dilakukan Kerajaan.

Duta Besar Saudi, Abdulaziz MO Alwasil menekankan upayanya untuk menegakkan hak asasi manusia. Akan tetapi ia menyerukan masalah hak asasi manusia di Kerajaan dilakukan secara adil dan obyektif, jauh dari apa yang dikabarkan di beberapa media dan LSM.

Pernyataan bersama menyerukan pembebasan Loujain Al-Hathloul, Eman Al-Nafjan, Aziza Al-Yousef, Nassima Al-Sadah, Samar Badawi, Nouf Abdelaziz, Hatoon Al-Fassi, Mohammed Al-Bajadi, Amal Al-Harbi dan Shadan al-Anezi.

Pegiat menuduh aktivis perempuan yang dipenjara, termasuk mereka yang berkampanye untuk hak mengemudi, telah mengalami sengatan listrik, cambuk, penyerangan seksual dan berbagai bentuk penyiksaan lainnya. Wakil jaksa penuntut umum Saudi mengatakan kepada surat kabar milik Saudi, Alsharq Alawsat pekan lalu, kantornya telah memeriksa laporan media bahwa para wanita itu disiksa, dan tidak menemukan bukti. Kemudian menyebut laporan itu adalah salah.

Uni Eropa dan negara-negara sponsor lainnya mengatakan mereka mengutuk dengan cara sekuat mungkin pembunuhan Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober. "Keadaan kematian Khashoggi menegaskan kembali perlunya melindungi wartawan dan untuk menegakkan hak kebebasan berekspresi di seluruh dunia," sebut teks itu.

Itu menyerukan kerjasama dengan penyelidikan yang dipimpin oleh Agnes Callamard, pelapor khusus PBB pada eksekusi di luar hukum. "Ini merupakan langkah penting dalam memastikan akuntabilitas. Komunitas internasional memiliki tanggung jawab kolektif untuk menyoroti pelanggaran HAM di negara yang hingga kini berhasil lolos dari pengawasan seperti itu," kata Callamard.

Ia pun menyambut seruan untuk bekerja sama dengan penyelidikannya, karena Saudi sampai saat ini tidak menanggapi permintaannya untuk pertemuan. Saat ini Turki belum membagikan laporan polisi dan forensiknya tentang kasus Khashoggi, yang telah dijanjikan pihak berwenang untuk dilakukan selama misinya di sana bulan lalu.





Credit  republika.co.id



Rabu, 06 Maret 2019

Seorang Pencari Suaka Meninggal di Detensi Imigrasi Australia


Seorang Pencari Suaka Meninggal di Detensi Imigrasi Australia
Ilustrasi pencari suaka di rumah detensi imigrasi Australia di Pulau Manus. (AAP/Eoin Blackwell/via REUTERS)



Jakarta, CB -- Seorang lelaki imigran tewas di pusat penahanan imigrasi Sydney. Ini adalah kejadian kedua yang dialami pendatang dalam dua bulan terakhir yang meningkatkan kekhawatiran atas kondisi penjara di Australia.

Pria itu diyakini sebagai pencari suara asal Irak yang mengakhiri nyawanya di pusat penahanan imigrasi Villawood pada Senin (4/3) kemarin.

"Orang-orang (di dalam Villawood) mengatakan dia sangat tertekan dan tidak keluar dari kamarnya," kata kata pengacara pengungsi, Ian Rintoul kepada AFP, Selasa (5/3).


Pejabat imigrasi Australia mengkonfirmasi kematiannya (5/3), tetapi tidak memberikan keterangan lebih lanjut. Mereka mengatakan masalah itu sedang dalam proses penyelidikan aparat.

Kematian terakhir terjadi enam pekan setelah seorang imigran lelaki asal Sierra Leone, meninggal di Villawood. Rintoul mengatakan dia juga seorang pencari suaka dan diyakini tewas karena bunuh diri.

Kelompok pegiat hak asasi manusia telah memberikan imbauan terkait tindakan membahayakan diri sendiri di pusat-pusat penahanan di dalam maupun luar Australia. Mereka menyatakan para tahanan berjuang dengan kesehatan mental di tengah masa penahanan panjang yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun.

Pemerintah Australia pada Januari lalu membantah adanya mogok makan di seluruh jaringan pusat penahanan Australia atas kondisi di detensi imigrasi setempat. Mereka mengklaim tahanan diberi makanan berkualitas, perawatan medis dan berbagai kegiatan.

Australia memiliki kebijakan penahanan wajib untuk imigran ilegal, termasuk untuk pelanggaran ringan seperti menetap lebih dari masa berlaku visa dan telah memperketat aturan visanya dalam beberapa tahun terakhir, yang mewajibkan warga negara asing dipulangkan jika mereka menjalani hukuman penjara 12 bulan atau lebih.

Warga negara asing ditahan di pusat-pusat imigrasi seperti Villawood sebelum dideportasi.

Australia juga menjalankan kamp penahanan luar negeri di pulau terpencil di Pasifik, Nauru, untuk menampung para pencari suaka yang mencoba memasuki negaranya menggunakan kapal.

Kamp lainnya yang berada di Pulau Manus, Papua Nugini telah ditutup, meskipun ratusan pencari suaka dan pengungsi masih berada di pusat-pusat detensi transisi tersebut.




Credit  cnnindonesia.com



Jumat, 01 Maret 2019

Jet Tempur Otonom Boeing Terbang ke Langit Tahun Depan


Jet Tempur Otonom Boeing Terbang ke Langit Tahun Depan

Desain pesawat jet tempur otonom yang diproduksi Boeing. Foto/Boeing


WASHINGTON - Pesawat jet tempur otonom Boeing sudah dapat terbang ke langit pada tahun 2020. Pengumuman ini disampaikan pihak perusahaan, kemarin.

Pesawat tempur otonom itu sedang dikembangkan di Australia, dan dirancang untuk pelanggan pertahanan global. Dengan menyatukannya dengan pesawat militer yang ada, Boeing berharap bahwa jet tempur otonom akan membantu untuk memperluas misi tempur udara.

Model jet tempur otonom Boeing telah dipamerkan minggu ini di Australian International Airshow, dan pesawat itu terlihat luar biasa.

Wakil Presiden dan Manajer Umum Boeing Autonomous Systems memberikan gambaran keuntungan dari mengoperasikan jet tempur otonom tersebut. "Sistem Teaming Airforce Boeing akan memberikan keuntungan yang mengganggu bagi misi berawak/tak berawak pasukan sekutu," katanya.

"Dengan kemampuannya untuk mengonfigurasi ulang dengan cepat dan melakukan berbagai jenis misi bersama dengan pesawat lain, tambahan terbaru kami pada portofolio Boeing akan benar-benar menjadi pengganda kekuatan karena melindungi dan memproyeksikan kekuatan udara," ujarnya, dikutip dari Daily Mirror, Jumat (1/3/2019).

Pesawat tempur otonom ini akan memiliki panjang 11,7 meter dan diperkirakan memiliki jangkauan lebih dari 2.000 mil laut. Pesawat ini juga akan menggunakan kecerdasan buatan atau artificial intelligence untuk terbang secara mandiri, atau untuk mendukung pesawat utama.

Presiden Boeing International Marc Allen menyebut pesawat tempur otonom ini sebagai sejarah. "Pesawat ini adalah upaya bersejarah bagi Boeing. Tidak hanya dikembangkan di luar Amerika Serikat, itu juga dirancang agar pelanggan global kami dapat mengintegrasikan konten lokal untuk memenuhi persyaratan khusus negara mereka," katanya.

"Boeing Airpower Teaming System menyediakan kemampuan transformasi dalam hal pertahanan, dan pelanggan kami—yang dipimpin oleh Australia—secara efektif menjadi mitra pada program dengan kemampuan untuk menumbuhkan kemampuan berdaulat mereka sendiri untuk mendukungnya, termasuk tenaga kerja teknologi tinggi," lanjut Allen.

Tidak perlu menunggu lama untuk melihat jet tempur otonom Boeing ini beraksi. Boeing memiliki jadwal uji terbang pertama untuk tahun 2020. 



Credit  sindonews.com


Tiga Pekerja Fasilitas Nuklir Australia Terpapar Bahan Kimia


.
.
Tiga pekerja fasilitas nuklir Australia harus menjalani proses dekontaminasi kimia.




CB, CANBERRA -- Tiga orang pekerja pada fasilitas nuklir Lucas Heights di Sydney, Australia, terpapar bahan kimia berbahaya dan harus dilarikan ke rumah sakit untuk menjalani proses dekontaminasi.


Juru bicara Organisasi Sains dan Teknologi Nuklir Australia (ANSTO) menjelaskan para pekerja tersebut terpapar natrium hidroksida ketika penutup salah satu pipa di pabrik pengobatan nuklir itu terlepas. Menurut keterangan petugas ambulans setempat, bahan kimia ini terciprat ke bagian lengan dan wajah dua pekerja pria dan seorang pekerja perempuan.

Bahan kimia Sodium hydroxide diketahui sangat beracun dan dapat menyebabkan luka bakar yang akut. Juru bicara ANSTO menambahkan, gedung tempat insiden terjadi tidak terkait dengan fasilitas reaktor nuklir.


"Sebelum jam 8 pagi ini, penutup salah satu pipa terlepas dan menumpahkan sekitar 250ml natrium hidroksida," katanya.


"Tiga pekerja terkena dampaknya. Petugas layanan darurat datang ke ANSTO dan tiga pekerja tersebut telah dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan," ujarnya.


"Insiden itu terjadi di bangunan pabrik pengobatan nuklir yang tak terkait dengan reaktor nuklir OPAL," tambah juru bicara ANSTO.


Fasilitas nuklir Lucas Heights, terletak 40 kilometer ke arah selatan pusat Kota Sydney, sebelumnya telah beberapa kali mengalami kontaminasi. Pada Agustus 2017, seorang pekerja menderita lecet di bagian tangannya setelah menjatuhkan botol berisi bahan radioaktif. Dia terkontaminasi bahan tersebut melalui sarung tangannya.


Kejadian itu dianggap yang paling serius pada fasilitas nuklir di seluruh dunia pada 2017, seperti dilaporkan Skala Kejadian Nuklir Internasional. ANSTO menyatakan permintaan maaf kepada pekerja yang terpapar radioaktif tersebut dan menghasilkan langsung membuat rencana aksi.


Pemeriksaan independen terhadap fasilitas itu dilakukan pada Oktober 2018. Ditemukan bahwa fasilitas ini tidak memenuhi standar keselamatan nuklir modern dan harus diganti.


Pada minggu yang sama ANSTO mengkonfirmasi lima orang pekerja terpapar radiasi di fasilitas itu, namun kadarnya kurang dari radiasi rontgen.





Credit  republika.co.id




Kamis, 28 Februari 2019

Istri Militan ISIS: Anak Teroris Terjebak di Lokasi Perang


Para militan ISIS (ilustrasi).
Para militan ISIS (ilustrasi).
Foto: AP
Anak-anak teroris Australia yang paling terkenal masih hidup.




CB, CANBERRA -- Istri anggota kelompok negara Islam atau ISIS pertama asal Australia diyakini telah keluar dari markas terakhir kelompok tersebut. Dia mengatakan bahwa anak-anak dari teroris Australia yang paling terkenal masih hidup, namun terdampar di wilayah ISIS.


ABC telah memperoleh rekaman eksklusif yang memperlihatkan seorang perempuan yang diyakini sebagai Zehra Duman bersama perempuan dan anak-anak lainnya yang melarikan diri dari Baghuz. Wilayah itu merupakan lahan terakhir yang masih dikendalikan oleh ISIS.

Video, yang difilmkan akhir pekan lalu oleh pekerja kemanusiaan Amerika, David Eubank, memperlihatkan seorang perempuan muda di antara perempuan dewasa dan anak-anak. Mengenakan niqab - pakaian perempuan Islam konservatif yang menutupi segalanya kecuali mata, perempuan itu mengoreksi Eubanks ketika ia menyebut namanya: "Apakah anda Zahra?."


Dalam aksen Australia, ia menjawab: "Zehra."


Ia kemudian memberi tahu Eubanks bahwa ia adalah "sahabat" Tara Nettleton, istri teroris Australia yang paling terkenal, Khaled Sharrouf. Teroris terkenal itu yang menerbitkan foto putranya berusia sembilan tahun memegang kepala yang terpenggal di Raqqa.


Nettleton meninggal karena komplikasi kesehatan pada 2015 dan Sharrouf serta dua anak tertuanya, yakni Abdullah dan Zarqawi, meninggal dalam serangan udara pada 2017. Tiga anak yang tersisa dari pasangan itu - Zaynab, 17; Hoda, 16; dan Hamzah, 9 - dibiarkan terlantar di Suriah dan telah ada spekulasi mengenai lokasi mereka.


Zehra mengungkapkan anak-anak itu tetap terdampar di Baghuz di pusat serangan terakhir terhadap kelompok ISIS di Suriah.


"Mereka baik-baik saja dan mereka masih hidup...Saya tidak tahu apakah mereka akan meninggalkan tempat ini atau tidak, saya belum melakukan kontak dengan mereka sehingga saya tidak tahu," katanya.


Zehra, 25 tahun, meninggalkan Melbourne ke Suriah pada akhir 2014.


Anggota ISIS asal Australia, Khaled Sharrouf, terbunuh dalam serangan udara di tahun 2017.
Photo: Anggota ISIS asal Australia, Khaled Sharrouf, terbunuh dalam serangan udara di tahun 2017. (ABC News)


Ia pindah ke ibu kota ISIS di Suriah, Raqqa, dan menikahi sesama warga Melbourne yakni Mahmoud Abdullatif, yang berjuang untuk pasukan ISIS. Ia terbunuh lima minggu setelah mereka menikah.


Zehra telah menjadi pendukung vokal retorika kekerasan kelompok ISIS di media sosial serta perekrut yang efektif. Ia diduga membantu sesama warga Australia dan ibu dari dua anak, yakni Jasmina Milovanov, untuk melakukan perjalanan ke Suriah pada Mei 2015.


Namun, setelah akun Twitter utama yang diyakini dioperasikan oleh Zehra ditangguhkan pada 2015, ia menghilang dari publik.


Kehadiran Zehra di jagad maya telah menjadi duri bagi Pemerintah Australia, yang berusaha mencegah kepergian sekelompok Muslim muda Australia untuk pergi ke Suriah.

Pada 2015, Zehra, yang menyebut dirinya Ummu Abdullatif Australi, mengunggah foto seorang perempuan yang mengenakan niqab dan jaket tentara serta senapan otomatis di tangannya dengan tulisan: "kejar saya jika anda bisa".


Pada tahun yang sama, sebuah akun Twitter diyakini telah dioperasikan olehnya mengunggah serangkaian foto perempuan muda dengan niqab lalu mengacungkan senapan otomatis dan berdiri di atas dan di samping mobil BMW putih.


"Jihad bintang 5. M5 (BMW) di tanah perang (Suriah) he he," tulisnya di bawah salah satu foto.


"AS + Australia, bagaimana rasanya kami semua berlima dilahirkan dan dibesarkan di tanahmu, dan sekarang di sini haus darahmu?," tulisnya di sebelah foto lain.




"Jangan berulah dengan golongan saya. Dari Australia, ke negeri Khilafah. Itulah semangat Australia," tulisnya di foto lain berikutnya, merujuk pada apa yang disebut ISIS sebagai kekhalifahan di Suriah dan Irak.



Wilayah yang tersisa



Suami Zehra, militant ISIS bernama Mahmoud Abdullatif terbunuh di Suriah.
Photo: Suami Zehra, militant ISIS bernama Mahmoud Abdullatif terbunuh di Suriah. (Twitter: @rosemuminah)


Sejumlah postingan itu diunggah di tengah puncak kesuksesan kelompok ISIS. Sejak saat itu, kelompok teroris tersebut telah mengalami serangkaian kemunduran militer dan pada akhir tahun lalu, hanya mengendalikan wilayah kecil di provinsi barat daya Suriah, Deir ez-Zor, dekat perbatasan Irak.


Pada September, kelompok paramiliter Kurdi yang didukung AS, yang bernama Pasukan Demokrat Suriah (SDF), melancarkan serangan terhadap wilayah ISIS yang tersisa.


Sejak saat itu, dengan menggunakan kombinasi serangan darat, artileri dan serangan udara, SDF perlahan-lahan mendorong militan yang tersisa ke daerah-daerah yang bahkan lebih kecil.


Pada minggu lalu, pasukan ISIS hanya menguasai kota Baghuz, sebidang wilayah kecil dengan lebar sekitar dua kilometer. Selama minggu lalu, sebanyak 20 ribu warga sipil meninggalkan kota itu dan dibawa ke kamp-kamp pengungsi di Suriah dan Irak.


Keluarga Australia tertekan



Kakek Zehra, yang tinggal di Melbourne, mengatakan kepada ABC bahwa ia sangat marah terhadap bagaimana cucunya berubah.


Ia mengatakan "ia orang yang baik sebelumnya" tetapi telah berubah berubah dalam waktu dua bulan.


Akun yang terhubung dengan Zehra Duman menulis “kejarlah say ajika bisa” di tahun 2015. Postingan itu sudah dicabut.
Photo: Akun yang terhubung dengan Zehra Duman menulis “kejarlah say ajika bisa” di tahun 2015. Postingan itu sudah dicabut. (Twitter)



Kakeknya, yang menolak menyebutkan nama lengkapnya, mengatakan ia mencintai Australia dan ia ingin orang-orang yang terlibat mengubahnya sehingga menjadi pendukung ISIS untuk ditangkap.


"[Saya] ingin Australia menangkap mereka yang mengubahnya," katanya.


Ketika ditanya apakah ia berpikir cucunya ingin kembali ke Australia, ia menjawab: "Bagaimana saya bisa tahu? Saya tidak tahu apa-apa."


"Jika ia kembali ke Australia, ia sendirian," katanya.


Ayah Zehra, Davut Duman, mengatakan memikirkan situasi itu membuatnya sakit dan tertekan. Ia menolak untuk berbicara lebih lanjut tentang putrinya.


Kakek Zehra mengatakan, perempuan berusia 25 tahun itu memiliki kewarganegaraan ganda Australia-Turki. Ini mungkin berarti Pemerintah Australia bisa membatalkan kewarganegaraan Australia-nya, karena ia tidak akan dibiarkan tanpa kewarganegaraan.


Pasal 35 dari Undang-Undang Kewarganegaraan Australia mengizinkan negara untuk mencabut kewarganegaraan seseorang jika seseorang "berjuang, atau mengabdi untuk organisasi yang dinyatakan sebagai teroris".


Perempuan dengan burqa berpose di depan mobil bersama senapan mesin, di lokasi yang diyakini Raqqa.
Photo: Perempuan dengan burqa berpose di depan mobil bersama senapan mesin, di lokasi yang diyakini Raqqa. (Twitter)


Gunakan anak-anak untuk propaganda



Terdakwa teroris, Sharrouf, meninggalkan Australia untuk bergabung dengan ISIS pada akhir tahun 2013 dan menjadi terkenal secara internasional ketika foto-foto putranya yang memegang kepala menjadi viral.


Bahkan Menteri Luar Negeri AS saat itu, John Kerry, bereaksi terhadap foto tersebut.


"Gambar ini benar-benar salah satu foto yang paling mengganggu, membuat mual, dan aneh yang pernah ditampilkan," kata Kerry.


Sharrouf kembali ke hadapan publik pada Mei 2017 ketika sebuah video tentang putra bungsunya, Hamzah, yang dibujuk oleh ayahnya untuk mensimulasikan pembunuhan non-Muslim dan warga Australia, muncul.


Ia menjadi warga negara Australia pertama yang kewarganegaraannya dicabut awal tahun ini di bawah undang-undang anti-terorisme yang baru. Ia tetap menjadi warga negara Lebanon.


Ia terbunuh dalam serangan udara Amerika tiga bulan kemudian, yang menunjukkan betapa ia cukup senior dalam sistem ISIS sehingga berakhir dalam daftar pembunuhan AS.


Pengungkapan tentang lokasi anak-anaknya yang tersisa akan menjadi beban bagi Canberra, mengingat mereka dibawa oleh orang tua mereka sendiri ke zona perang dan kemungkinan dipaksa terlibat dengan ISIS.


Mereka hanya memegang kewarganegaraan Australia dan jika mereka berhasil melarikan diri dari Baghuz, anggota keluarga mereka di Australia meminta Pemerintah Australia untuk membantu mereka pulang, seperti yang dilakukan oleh negara-negara Barat lainnya dengan keluarga lain.


Foto ini diunggah oleh akun Twitter yang terhubung ke pengantin perempuan ISIS asal Australia, Zehra Duman, di tahun 2015.
Photo: Foto ini diunggah oleh akun Twitter yang terhubung ke pengantin perempuan ISIS asal Australia, Zehra Duman, di tahun 2015. (Twitter)







Credit  republika.co.id




Senin, 25 Februari 2019

Enam Warga Melbourne Berencana Gulingkan Pemerintah Filipina


.
.
Salah satu terdakwa pernah tinggal di Filipina.




CB, MELBOURNE -- Enam pria Australia mengaku bersalah atas tuduhan berencana masuk ke Filipina dan mendorong umat Islam menggulingkan pemerintah negara itu. Keenam pria asal Melbourne ini telah membeli kapal dan berencana berlayar dari Kota Cape York di Queensland menuju Filipina Selatan pada pertengahan 2016.


Demikian terungkap dalam persidangan kasus ini di Melbourne, Jumat (22/2). Sebelumnya, ada perintah pengadilan yang melarang pemberitaan atas kasus ini dan larangan tersebut berakhir hari ini.

Menurut berkas tuntutan yang disampaikan jaksa, dalam menjalankan aksinya kelompok ini menggunakan bahasa kode, menggunakan nama alias, serta berusaha mendapatkan kredit bank untuk digunakan membiayai aksinya.

Keenam terdakwa, yaitu Robert Cerantonio, Shayden Thorne, Paul Dacre, Antonino Granata, Kadir Kaya, dan Murat Kaya. Mereka sepakat mendorong penggulingan pemerintah di Filipina Selatan secara paksa atau dengan jalan kekerasan. Paul Dacre, Antonino Granata dan Kadir Kaya divonis penjara empat tahun, sedangkan Murat Kaya tiga tahun delapan bulan.


Murat Kaya, in handcuffs, is escorted into court by police.
Photo: Salah satu terdakwa, Murat Kaya, saat tiba di pengadilan, Jumat (22/2/2019). (AAP: Tracey Nearmy)


Jaksa Robert Cerantonio menyatakan seluruh terdakwa memiliki kaitan dengan ekstremisme, khususnya Cerantonio, yang pernah tinggal di Filipina dan disebut-sebut sebagai pemimpin kelompok ini. Disebutkan, Cerantonio mendukung perlawanan ISIS di Irak dan Suriah serta menganjurkan pemberlakuan hukum syariah.


"Masing-masing terdakwa bisa dikaitkan dengan bukti-bukti yang sejalan dengan dukungan pada tujuan dan ide ekstremisme Islam dan jihad serta antipati terhadap masyarakat Australia dan aturan hukum," kata jaksa dalam tuntutannya.


Meskipun jaksa tidak menyebutkan secara rinci bagaimana para terdakwa berusaha menjalankan rencananya menggulingkan pemerintah, namun disebutkan rencana ini sama sekali bukan khayalan. "Seruan untuk menggulingkan pemerintah asing dengan paksa atau menggunakan kekerasan membahayakan tatanan masyarakat," kata Jaksa Penuntut Umum.


Menurut berkas tuntutan, Haci Kaya, ayah dari terdakwa Murat and Kadir Kaya, memberikan dana 90 ribu dolar AS untuk membiayai rencana tersebut.


The father of Kaya brothers, Haci Kaya, walks out of court.
Photo: Haci Kaya, ayah dari dua terdakwa, di luar gedung pengadilan. (ABC News: Danielle Bonica)


Para terdakwa menggunakannya membeli mobil yang digunakan membawa perahu mereka ke Cape York. Ditambahkan, mereka juga membeli peralatan navigasi dan membuat peta rute pelayaran.


Dalam menjatuhkan vonisnya, Hakim Michael Croucher menyatakan para terdakwa sepakat membeli kapal untuk meninggalkan Australia secara rahasia agar bisa masuk ke Filipina. "Aksi mereka ini direncanakan secara buruk dan sulit untuk berhasil," katanya.


Hakim Croucher menyatakan turut mempertimbangkan perilaku terdakwa selama berada dalam tahanan serta adanya kemungkinan merehabilitasi mereka. "Tampaknya mereka mengakui kesalahannya dan mengakui kewenangan pengadilan ini," katanya.




Credit  republika.co.id






Menteri Austria Usulkan Pembentukan Pengadilan untuk Anggota ISIS


Menteri Austria Usulkan Pembentukan Pengadilan untuk Anggota ISIS
Menteri Dalam Negeri Austria mengusulkan pembentukan pengadilan untuk anggota ISIS. Foto/Daily Mail

WINA - Menteri Dalam Negeri Austria, Herbert Kickl, mengusulkan pembentukan pengadilan untuk mengadili para tentara bayaran kelompok teroris ISIS di Timur Tengah.

Masalah potensi kembalinya pejuang teroris asing ke Eropa dan tantangan yang terkait dengan para pengungsi telah menjadi masalah mendesak selama beberapa tahun. Masalah ini diangkat oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akhir pekan lalu. Dia mendesak negara-negara Eropa untuk mengambil kembali lebih dari 800 anggota ISIS, yang ditangkap oleh AS di Suriah, dan mengadili mereka.

"Negara-negara Eropa sekarang harus segera menyetujui bahwa harus ada pengadilan terhadap (teroris) tentara bayaran ISIS dengan keterlibatan PBB dan UE (Uni Eropa) di kawasan (Timur Tengah)," kata Kickl dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Kronen Zeitung yang disitir Sputnik, Minggu (24/2/2019).

Kickl mencatat bahwa pembentukan pengadilan akan memungkinkan untuk menginterogasi saksi di tempat dan menerima semua informasi yang diperlukan untuk proses pidana.

Kickl menekankan bahwa, menurut para ahli, dari 30 hingga 60 orang mungkin ingin kembali dari zona perang ke Austria.

"Melindungi populasi kita sendiri sangat penting. Karena itu, tidak dapat diterima untuk mengambil bom waktu yang berdetak (tentara bayaran ISIS) ini kembali ke Austria," ujar Kickl.

"Sudah ada cukup banyak kasus dengan masalah seperti ini di Austria," imbuhnya.

Kickl juga mencatat bahwa persidangan istri tentara bayaran ISIS, yang memberikan perlindungan kepada suami mereka, juga harus dilakukan di Timur Tengah.

"Teroris tidak akan bisa tetap siap tempur, jika seseorang tidak menyiapkan makanan untuk mereka," tukasnya. 



Credit  sindonews.com




Kamis, 21 Februari 2019

Pria Asal Australia Sebut Keluarganya Ditahan di Kamp Uighur


Kepala Kamp Pendidikan Vokasi Etnis Uighur Kota Kashgar, Daerah Otonomi Xinjiang, Cina, Mijiti Meimeit (kanan) memandu wartawan yang berkunjung, Jumat (3/1).
Kepala Kamp Pendidikan Vokasi Etnis Uighur Kota Kashgar, Daerah Otonomi Xinjiang, Cina, Mijiti Meimeit (kanan) memandu wartawan yang berkunjung, Jumat (3/1).
Foto: Antara/M Irfan Ilmie

Pria Australia meminta anak dan istrinya dikeluarkan dari kamp Uighur Cina.



CB, CANBERRA -- Seorang pria Uighur berkewarganegaraan Australia yang mengkhawatirkan keselamatan istri dan putranya meminta para diplomat negaranya membantu anggota keluarganya keluar dari Cina agar terhindar dari penganiayaan.


Pria itu, yang tidak bisa disebutkan namanya karena alasan keamanan, berhasil membuat aplikasi mendesak ke Pengadilan Banding Administratif (AAT) akhir tahun lalu agar putranya diakui sebagai warga negara Australia. Awalnya Departemen Dalam Negeri menolak permohonan kewarganegaraan atas nama anaknya, tetapi AAT membatalkan keputusan itu tepat sebelum Natal lalu. Anak itu secara resmi diberikan kewarganegaraan Australia pada awal Februari.

Ayah berkewarganegaraan Australia itu belum dapat melihat istrinya, yang juga seorang warga Uighur. Hal itu sejak sebelum ia melahirkan putra mereka pada akhir Agustus 2017, setelah ia melakukan perjalanan ke Australia untuk mendapatkan uang untuk keluarga. Satu-satunya kontak pria itu dengan keluarga dan putranya adalah melalui platform berbagi pesan Cina "WeChat".


Dia mengklaim aplikasi visa untuk mengunjungi keluarganya telah ditolak pejabat Cina. Dia mengatakan istrinya telah diberitahu bahwa putra mereka akan diambil darinya dan diadopsi ke keluarga Han Cina setelah dia berbalik.


Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) mengatakan mereka telah "memberikan bantuan konsuler kepada seorang pria Australia yang keluarganya ada di Cina" tetapi tidak mau berkomentar lebih lanjut, dengan alasan kewajiban menjaga privasi.


Australia semakin khawatir tentang jaringan luas kamp-kamp pendidikan ulang yang didirikan oleh Pemerintah Cina di provinsi Xinjiang di bagian barat.


Photo: Sejak musim semi lalu, ratusan ribu dan mungkin lebih dari satu juta warga etnis minoritas - kebanyakan muslim Uighur di provinsi Xinjiang dilatih di fasilitas penahanan. (Reuters)



Australia memperkirakan sekitar 1 juta Muslim dari etnis Uighur telah ditahan secara paksa, meskipun angka itu sulit untuk diverifikasi. Tahun lalu pejabat DFAT mengatakan kepada komite perkiraan Senat bahwa tiga warga negara Australia telah ditahan di kamp-kamp di Cina.


Tetapi para aktivis di komunitas Uighur setempat mengatakan 17 warga Australia masih ditahan oleh Cina di Xinjiang, dan telah meminta Koalisi untuk mengintensifkan lobi atas nama mereka. Pria yang mengajukan banding ke AAT mengatakan dia bertemu istrinya pada Oktober 2015 selama perjalanan ke Urumqi, dan mereka menikah dalam upacara keagamaan pada Agustus tahun berikutnya.


Keduanya sempat berbulan madu di Amerika Serikat, sebelum mengunjungi Turki tempat saudara perempuan lelaki itu tinggal. Di situlah istrinya hamil. Dia pergi ke Australia sementara istrinya kembali ke Cina untuk menjadi lebih dekat dengan keluarganya.


Dia mengklaim bahwa tak lama setelah istrinya tiba, dokumen perjalanannya disita. Istri dan putranya telah menghabiskan waktu di kamp pendidikan ulang, katanya.





Credit republika.co.id





Senin, 18 Februari 2019

PM Tuding Negara Asing Retas Parlemen dan Parpol Australia

PM Tuding Negara Asing Retas Parlemen dan Parpol Australia
Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, menuding 'satu negara canggih' meretas sistem komputer partai-partai politik utama dan parlemen negaranya. (Reuters/David Gray)



Jakarta, CB -- Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, menuding "satu negara canggih" meretas sistem komputer partai-partai politik utama dan parlemen negaranya.

Morrison mengatakan sejumlah anggota parlemen "juga menyadari bahwa jaringan beberapa partai politik utama seperti Partai Liberal, Partai Buruh, dan Partai Nasional juga ikut terpengaruh" peretasan.

"Pakar siber kami meyakini satu aktor negara yang canggih bertanggung jawab atas aktivitas jahat ini. Agen keamanan kami telah mendeteksi aktivitas ini dan bertindak tegas untuk meresponsnya," ucap Morrison kepada wartawan di Sydney pada Minggu (17/2).


Namun, Morrison tak menyebut secara spesifik negara yang ia tuduh meretas sistem komputer pemerintahannya itu.


Awal bulan ini, aparat Australia melaporkan "insiden keamanan terjadi pada jaringan komputer parlemen" yang memaksa pengguna, termasuk PM dan kabinet, mengubah kata sandi akun mereka dan mengambil sejumlah tindakan keamanan lainnya.

The Australian Signals Directorate mengonfirmasi pihaknya tengah berkoordinasi dengan parlemen dalam merespons serangan itu. Badan tersebut memberikan indikasi kuat bahwa "aktor-aktor canggih" berada di balik serangan itu.


Sejumlah pihak berspekulasi bahwa China yang menjadi otak serangan siber tersebut. Meski begitu, sampai saat ini tak ada pejabat Australia yang secara resmi menuding Beijing terkait insiden itu.

Insiden ini terjadi beberapa minggu menjelang pemilihan umum federal berlangsung pada Mei mendatang.  Dugaan peretasan ini pun semakin meningkatkan kekhawatiran bahwa para hackers berupaya mempengaruhi pemungutan suara.

Namun, Morrison mengatakan sejauh ini "tidak ada bukti campur tangan asing dalam pemilu."


"Kami telah melakukan sejumlah langkah untuk memastikan integritas sistem pemilihan kami," katanya seperti dikutip AFP.

Morrison menuturkan Pusat Keamanan Dunia Maya Australia siap membantu partai politik dan lembaga pemilihan lainnya yang membutuhkan bantuan terkait pengamanan sistem.

"Mereka telah memberi pengarahan kepada Komisi Pemilu dan mereka yang bertanggung jawab atas keamanan siber semua negara bagian dan wilayah lainnya di Australia," ucapnya.




Credit  cnnindonesia.com



Kamis, 14 Februari 2019

Australia Siap Buka Lagi Tahanan di Pulau Christmas


Perdana Menteri Australia, Scott Morrison. Sumber: Tracey Nearmy/Getty Images/aljazeera.com
Perdana Menteri Australia, Scott Morrison. Sumber: Tracey Nearmy/Getty Images/aljazeera.com

CB, Jakarta -  Perdana Menteri Australia Scott Morrison akan mengaktifkan kembali ruang penahanan di Pulau Christmas. Ruang-ruang tahanan di Pulau Christmas selama ini menjadi kontroversi karena dinilai tak manusiawi.
Dikutip dari aljazeera.com, Rabu, 13 Februari 2019, keputusan Morrison itu menjadi tanda diambilnya kebijakan keras terhadap para pencari suaka dan pengungsi. Morrison pada Rabu, 13 Februari 2019, telah menyetujui pembukaan kembali fasilitas – fasilitas penahanan di wilayah terpencil Pulau Christmas, yang sudah tutup sebulan lalu. 

Menanggapi keputusan Morrison ini, David Manne Direktur Eksekutif Refugee Legal, sebuah lembaga hukum independen yang menangani pengungsi dan hukum keimigrasian, mengatakan pusat penahanan di Pulau Christmas itu sangat tidak manusiawi dan seharusnya tidak dibuka lagi setelah beroperasi hampir dua dekade. Pembukaan kembali tahanan di Pulau Christmas telah menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya bahaya terhadap orang-orang yang melarikan diri dari tindak kejahatan.
Ruang – ruang penahanan di Pulau Christmas juga bukan tempat yang baik bagi orang-orang yang mengalami penyakit serius dan membutuhkan perawatan medis sebelum dibawa kembali ke Pulau Nauru dan Manus.

Keputusan Morrison itu secara tak langsung diduga untuk menekuk parlemen Australia yang meloloskan sebuah undang-undang agar para pengungsi dan pencari suaka di kamp-kamp lepas pantai yang ada di Pulau Nauru dan Pulau Manus Papua Nugini bisa melakukan perjalanan ke wilayah daratan Australia untuk mendapat perawatan medis dengan diagnosis dokter.

Ini adalah pertama kali dalam 80 tahun pemerintah Australia kalah suara di tingkat majelis rendah. Rancangan undang-undang ini telah diloloskan di majelis tinggi pada Rabu pagi, 13 Februari 2019.
“Sudah menjadi tugas saya memastikan perahu-perahu para imigran itu tidak kembali lagi ke Australia. Saya akan melakukan apapun untuk memastikan pemerintahan kuat, namun Partai Buruh telah melemahkan wilayah perbatasan kita,” kata Morrsion lewat Twitter.
Morrison menuding kubu oposisi yakni Partai Buruh telah melakukan suatu upaya untuk melemahkan dan melakukan kompromi soal perbatasan. Morrison meyakinkan pihaknya 100 persen mengadopsi rekomendasi langkah-langkah keamanan guna mencegah datangnya para imigran dan pencari suaka ke Australia melalui laut.




Credit  tempo.co





Senin, 11 Februari 2019

12 Warga Australia Dijebloskan ke Kamp Reedukasi Uighur di Cina


Upacara pembukaan kamp pusat reedukasi Uighur di kota Korla provinsi Xinjiang, Cina. {RFA]
Upacara pembukaan kamp pusat reedukasi Uighur di kota Korla provinsi Xinjiang, Cina. {RFA]

CB, Jakarta - Sebanyak 17 etnis Uighur penduduk tetap Australia ditangkap dan diduga kuat dijebloskan di kamp pusat reedukasi di provinsi Xinjiang, Cina.
Seperti dilansir South China Morning Post, Senin, 11 Februari 2019,
pengacara bagi etnis Uighur di Australia, Nurgul Sawut menjelaskan, 17 warga Australia itu terdiri dari 15 penduduk tetap Australia dan sepasang pemegang visa Australia. Informasi ini diperoleh berdasarkan wawancara dengan keluarga.

Mereka diduga ditahan saat berkunjung ke Cina untuk menemui keluarga mereka. Beberapa di antara mereka memiliki anak dan pasangan berkewarganegaraan Australia.

Sekalipun sulit untuk mendapat konfirmasi atas nasib 17 orang itu, namun Sawut menyakini satu orang saat ini dijebloskan ke penjara, empat orang dalam tahanan rumah, dan 12 orang lainnya dijebloskan ke kamp pusat reedukasi Uighur.
Sawut yang menjadi pengacara sekitar 3 ribu etnis Uighur meminta pemerintah Australia untuk segera membebaskan 17 warganya di Cina. Canberra juga diminta untuk melakukan penyelidikan.

Para peserta didik kamp pendidikan vokasi etnis Uighur di Kota Kashgar, Daerah Otonomi Xinjiang, Cina, berolahraga di lapangan voli pelataran asrama, Jumat 3 Januari 2019. Kamp pendidikan tersebut disoroti PBB dan dunia Barat karena dianggap sebagai pola deradikalisasi yang melanggar HAM, namun Cina menyangkal karena para peserta didik diajari berbagai keterampilan. ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie


Sebelumnya, menurut Sawut, pada tahun 2018 ada 9 warga Australia ditahan di Cina dan hanya satu orang yang dibebaskan dan kembali ke Australia.
"Anggota komunitas kami kecewa. Bahasa yang digunakan sangat mengerikan Pemerintah Australia pada dasarnya mengatakan kami tidak dapat melakukan apa-apa sekarang," kata Sawut.
"Mereka mengatakan 'Kami sedang berbicara dengan mitra kami Cina.' Apa arti sesungguhnya? Saat kami bertemu DFAT (Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia) Desember, saya mengatakan ' itu bukan jawaban yang cukup baik bagi kami. Sehubungan ada kedutaan Australia anda perlu melakukan lebih untuk menemukan orang-orang ini, menjelaskan kepada kami apakah mereka hidup atau mati," ujar Sawut.

Kementerian Luar Negeri Australia mengatakan pihaknya tidak mengetahui ada warga negara Australia ditahan di Cina dan menolak menanggapi kasus per kasus.
Pada Oktober lalu, Kementerian Luar Negeri Australia membenarkan 3 warganya telah ditahan di kamp pusat reedukasi di Xinjiang dan telah dibebaskan.
Cina saat ini menuai semakin banyak kritikan dari masyarakat internasional atas tindakan kerasnya terhadap hak asasi etnis Uighur. Sekitar satu juta Uighur diperkirakan berada dalam kamp pusat reedukasi di Xinjiang.
Menurut otoritas Beijing, pusat reedukasi itu sebagai kamp pendidikan vokasional Uighur dengan mengajarkan mereka  bahasa, budaya dan ketrampilan. Namun Uighur yang berhasil melarikan diri dari kamp mengungkapkan mereka di dipukuli dan dibelenggu selama di kamp.



Credit  tempo.co





Australia Teken Kontrak Kapal Selam Rp701,2 T dengan Prancis


Australia Teken Kontrak Kapal Selam Rp701,2 T dengan Prancis Ilustrasi. (Reuters/Australian Defence Force/Handout)


Jakarta, CB -- Australia menandatangani kontrak pembuatan kapal selam senilai 50 miliar dolar Australia atau setara Rp497,8 triliun dengan perusahaan Prancis, Naval Group, pada Senin (11/2).

AFP melaporkan bahwa kontrak tersebut ditandatangani untuk membuat 12 kapal selam baru yang diharapkan rampung dalam satu dekade.

Kloter pertama kapal selam tersebut dijadwalkan rampung pada awal 2030, sementara sisanya sekitar medio 2050-an.


Penandatangan ini dilakukan setelah dua tahun tertunda karena banyak keraguan atas kesepakatan tersebut.


Sejumlah media melaporkan bahwa keraguan itu termasuk ledakan biaya dan penundaan produksi.

Pembuatan kapal selam baru ini termasuk dalam rencana jangka panjang Australia untuk memperkuat militer mereka demi menjaga kepentingan strategis dan perdagangan di kawasan Asia Pasifik.

Sebelumnya, Australia menawarkan tender kepada perusahaan Jepang, Mitsubishi Heavy Industries dan Kawasaki Heavy Industries, juga ThyssenKrupp AG dari Jerman.



Credit  cnnindonesia.com



Jumat, 08 Februari 2019

Australia dakwa kontraktor China mencuri data perusahaan perencana keuangan


Australia dakwa kontraktor China mencuri data perusahaan perencana keuangan
Dokumen foto Kedutaan Besar Republik Rakyat China (RRC) di Kota Canberra, Australia. (visitcanberra.com.au)





Sydney (CB) - Seorang kontraktor China yang bekerja untuk perusahaan perencana keuangan AMP Ltd dituntut melakukan pencurian data rahasia 20 pelanggannya, kata Kepolisian dan perusahaan itu pada Kamis (7/2).

Pria itu, yang menurut otoritas bernama Yi Zheng (28), mengaku bersalah atas pelanggaran tersebut saat ia menjalani persidangan di pengadilan Sydney pada Kamis, lapor Associated Press Australia.

Kepolisian Negara Bagian New South Wales mengatakan mereka mulai menyelidiki pelanggaran itu setelah petugas keamanan siber AMP mengetahui adanya aktivitas mencurigakan di jaringan perusahaan itu Desember lalu.

Penyelidikan itu mengarahkan mereka kepada Yi, yang mengunduh dokumen terkait 23 indentitas milik 20 pelanggan dan mengirimkannya ke akun surel pribadinya, kata Kepolisian.

Kepolisian mengatakan Yi ditangkap saat akan menaiki pesawat menuju China pada 17 Januari. Saat ia ditangkap, polisi menyita beberapa telepon selular, kartu SIM, sebuah laptop, dan beberapa perangkat penyimpanan elektronik dari tasnya.

Dia didakwa "dengan kepemilikan informasi indentitas yang diduga digunakan untuk tindak kejahatan," kata Kepolisian. Meskipun demikian, Kepolisian tidak menyebut rencana apa yang akan dilakukan Yi terhadap informasi pelanggan itu.

"Informasi identitas adalah komoditas yang sangat berharga di pasar gelap dan daring gelap, dan siapa pun - baik itu individu atau pelaku usaha - yang menyimpan data-data ini harus memastikan perlindungannya," kata Komandan Satuan Kejahatan Siber Kepolisian New South Wales Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Matt Craft, dalam sebuah pernyataan.

Juru bicara AMP mengatakan pelanggaran data tersebut melibatkan sejumlah kecil informasi pelanggan dan tidak ada bukti bahwa data-datanya diselewengkan.

AMP telah menghubungi semua pelanggan yang terdampak, menempatkan kontrol keamanan tambahan bagi pelanggan-pelanggan tersebut serta memberi tahu lembaga-lembaga regulator terkait.





Credit  antaranews.com





Senin, 04 Februari 2019

Pengacara penulis Australia tuduh China hadang akses ke klien


Pengacara penulis Australia tuduh China hadang akses ke klien
Seorang polisi paramiliter berjaga di Kedutaan Besar Australian di Beijing, China, 24 Januari 2019. (REUTERS/Jason Lee)




Beijing (CB) - Dua pengacara yang direkrut oleh istri seorang warga Australia, yang ditahan oleh otoritas Beijing atas dugaan spionase, mengatakan akses mereka terhadap terduga diblokade oleh otoritas China.

Otoritas menghadang pengacara tersebut dengan alasan bahwa terduga menolak penunjukan mereka.

Yang Hengjun (53), penulis kelahiran China, ditangkap di Kota Guangzhou saat menunggu transit penerbangan ke Shanghai setelah tiba dari New York bulan lalu.

Yang dibawa ke Beijing, tempat China mengatakan Biro Keamanan Negara menangkapnya di bawah "langkah koersif," ungkapan halus untuk penahanan. Saat itu, Yang diselidiki atas dugaan "membahayakan keamanan negara."

Salah satu pengacaranya, Mo Shaoping, mengatakan Biro Keamanan Negara menghubunginya pada Jumat dan memberi tahu bahwa Yang tidak menerima pengacara yang ditunjuk oleh keluarganya. Mo mengatakan bahwa lembaga itu menolak permintaannya untuk memverifikasi hal itu secara pribadi dengan Yang.

Pengacara lainnya, Shang Baojun, mengatakan kepada Reuters, "Hal yang paling mengkhawatirkan bagi kami adalah apakah itu permintaan Yang Hengjun yang sebenarnya."

Mereka berharap bisa mendapat informasi kapan pejabat konsuler Australia diizinkan menemui Yang, kata Shang.

Kementerian Luar Negeri China dalam tanggapan yang dikirim melalui faksimile atas pertanyaan terkait kasus itu mengatakan pertanyaannya harus ditujukan kepada lembaga yang berwenang terhadap kasusnya.

Meskipun demikian, pihak kementerian tidak memberikan rincian kontak lembaga yang dimaksud.

Mo sebelumnya mengatakan kepada Reuters bahwa kliennya dicurigai atas kegiatan spionase dan berada di bawah "penahanan rumah disebuah lokasi yang ditentukan."

Langkah penahanan khusus itu memungkinkan otoritas untuk menginterogasi tersangka selama enam bulan tanpa perlu memberikan akses terhadap perwakilan hukum.

Sejumlah kelompok hak asasi manusia mengatakan kurangnya pengawasan memicu kekhawatiran mengenai kekerasan yang dilakukan para interogator.



Credit  antaranews.com




Banjir Terparah dalam Seabad Terjang Negara Bagian Queensland


Banjir Terparah dalam Seabad Terjang Negara Bagian Queensland
Banjir Terparah dalam Seabad Terjang Negara Bagian Queensland

MELBOURNE - Banjir terparah dalam seabad terakhir menerjang negara bagian Queensland, Australia. Biro cuaca nasional memperingatkan hujan lebat terus terjadi di wilayah itu dalam beberapa hari mendatang. Beberapa warga telah dievakuasi beberapa hari menjelang musim hujan di wilayah sekitar kota pantai Townsville, utara Queensland.

Pejabat Biro Meteorologi Australia Adam Blazak tidak menjelaskan berapa banyak orang yang telah dievakuasi, tapi menyatakan beberapa kawasan mengalami banjir terbesar. “Normalnya hujan hanya terjadi beberapa hari, tapi ini terus terjadi selama sepekan hingga sekarang dan terus terjadi dalam beberapa hari lagi,” papar Blazak, dilansir Reuters.

Curah hujan sebesar 150 mm dan 200 mm diperkirakan terjadi di Kota Townsville pada akhir pekan lalu atau setara dengan curah hujan total selama sebulan. Otoritas lokal telah mengeluarkan sejumlah peringatan banjir pada akhir pekan lalu dan meminta warga menghindari menggunakan jalanan dan segera pindah ke lokasi yang lebih tinggi jika kondisi memburuk.

Queensland Utara merupakan wilayah yang memiliki banyak sumber daya alam tambang berupa perak, timah, tembaga, dan bijih besi. Adapun Townsville menjadi pusat pemprosesan utama untuk logam di kawasan tersebut. “Dalam kondisi sangat kontras, kebakaran liar terjadi di negara bagian Tasmania yang menghanguskan sekitar 190.000 hektare lahan,” ungkap para petugas pemadam kebakaran.

Kepala Badan Pemadam Kebakaran Tasmania Chris Arnold menyatakan, hampir 600 personel bekerja untuk mengatasi kebakaran. Beberapa wilayah telah terbakar selama beberapa pekan dan telah menghancurkan sejumlah rumah. Arnold menjelaskan, meski dalam beberapa hari terakhir ada kondisi yang menguntungkan untuk mengatasi kebakaran, komunitas di beberapa wilayah negara bagian itu masih terancam dengan kondisi cuaca panas dan kering pada Minggu (3/2) sehingga dapat memicu kebakaran lahan.

Australia mengalami bulan terpanas pada Januari lalu dengan kondisi itu tetap terjadi hingga April. Cuaca itu pun memicu keterbatasan listrik di beberapa wilayah dan membuat tarif listrik naik. Sementara itu, suhu dingin ekstrem masih terjadi di wilayah Eropa dan Amerika Serikat (AS). Ribuan kendaraan terjebak di antrean panjang akibat salju tebal di jalan A22, Italia, Sabtu (2/2).

Petugas pemadam kebakaran juga menyelamatkan 200 orang yang terjebak selama beberapa jam di dalam mobil dan bus. “Antrean kendaraan tampak di rute yang menghubungkan wilayah timur laut ke Austria dengan panjang mencapai 16 km,” ungkap juru bicara pemadam kebakaran Provinsi Bolzano, Italia.

Dia menjelaskan, sulit untuk menilai jumlah kendaraan yang terkena dampak salju tebal itu, tapi diperkirakan mencapai ribuan mobil. Sejumlah kendaraan milik pemadam kebakaran digunakan untuk mengevakuasi sekitar 200 orang yang sudah terjebak di dalam mobil selama beberapa jam dalam kondisi suhu beku.

Karena cuaca buruk, beberapa kendaraan besar yang tidak memiliki perlengkapan untuk sirkulasi musim dingin membelok di jalur itu sehingga menghalangi lalu lintas jalan. Longsor salju juga terjadi di jalur itu pada Sabtu (2/2) pagi, tapi tidak menimpa mobil yang melintas.





Credit  sindonews.com




Banjir Landa Utara Australia, Ribuan Orang Mengungsi


Banjir Landa Utara Australia, Ribuan Orang Mengungsi
Ilustrasi banjir. (AAP/Tracey Nearmy/via REUTERS).

Jakarta, CB -- Banjir timur laut Australia, yang terjadi satu kali dalam satu abad, melanda wilayah utara Australia. Banjir dengan peringatan tornado beberapa hari ke depan itu juga memaksa ribuan orang meninggalkan rumah penduduk di Townsville, Queensland.

Mengutip AFP, Minggu (3/2), Bruce Gunn, Manager Meteorologi wilayah setempat bilang banjir juga telah memutus aliran listrik. Cuaca yang lebih parah dapat memicu tornado, dan merendam 20 ribu unit rumah penduduk. 


"Ini (banjir) pada dasarnya bukan hanya satu dalam 20 tahun, tapi dalam 100 tahun," ujar Perdana Menteri Queensland Annastacia Palaszczuk, kemarin, ketika mengorder para tentara militer untuk mengirimkan puluhan ribu karung pasir ke penduduk yang terkena bencana banjir.

Biro Meteorologi menyebut palung monsun bergerak lambat di atas tanah Queensland. Akibatnya, beberapa daerah akan menerima hujan lebih dari setahun sebelum kondisi ini mereda.

Ahli Meteorologi Adam Blazak mengungkapkan hujan deras akan mengguyur hingga Kamis, 6 Februari malam. Artinya, banjir akan membutuhkan waktu lebih lama untuk surut.



Wilayah Queensland menerima rata-rata 2.000 milimiter hujan setiap tahun. Kota Ingham, utara Townsville, disebut menerima 506 mm huan dalam 24 jam terakhir antara Sabtu-Minggu.

"Saya belum pernah melihat yang seperti ini. Volume airnya luar biasa. Lantai bawah hilang, lemari es dan freezer mengambang. Lima atau enam anak tangga lagi juga hilang," kata salah satu penduduk Townsville, Chris Brookehouse.





Credit  cnnindonesia.com




Sabtu, 02 Februari 2019

Australia Akui Serangan Udara di Mosul Tewaskan Warga Sipil


Ilustrasi serangan udara di Mosul, Irak. (AFP Photo/Aris Messinis)


Jakarta, CB -- Angkatan bersenjata Australia mengakui serangan udara mereka di kota MosulIrak, dua tahun lalu membunuh 18 warga sipil, ketika wilayah itu masih dikuasai kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Mereka menyatakan hal itu setelah menggelar penyelidikan.

Dilansir dari AFP, Jumat (1/2), setelah penyelidikan internal, angkatan bersenjata Australia menyatakan serangan udara koalisi melawan militan ISIS di wilayah utara Irak pada 13 Juni 2017 diduga kuat turut menewaskan warga sipil.

"Koalisi memperkirakan sekitar 6 hingga 18 warga sipil telah terbunuh dalam serangan di wilayah Al Shafaar," demikian bunyi laporan itu.

Menurut Kepala Staf Gabungan Operasi, Marsekal Mel Hupfeld dari Angkatan Udara Australia, serangan udara itu terjadi pada 13 Juni 2017. Saat itu pasukan Irak meminta bantuan karena melihat petempur ISIS sudah membuat pertahanan di Mosul.


Angkatan Udara Australia yang berada di Irak lantas mengerahkan dua jet tempur Boeing F/A-18E/F Super Hornet. Keduanya diperintahkan menjatuhkan bom di sejumlah bangunan dan alun-alun di Mosul.

Hupfeld menyatakan selepas serangan, awak jet tempur menyatakan bom berhasil mengenai sasaran. Mereka juga langsung melakukan prosedur penilaian yang menyatakan tidak terdapat korban warga sipil.

Meski demikian, berdasarkan laporan kelompok pemantau Airwars, jumlah warga sipil yang tewas dan diakui oleh koalisi dalam serangan udara itu meleset. Mereka menyatakan saat itu 34 orang tewas dan 16 lainnya luka-luka.

Diperkirakan sekitar 7.468 warga sipil tewas dalam serangan udara melawan ISIS di Irak.

Setelah ditelusuri, ternyata memang benar jatuh korban warga sipil dalam serangan itu. Namun, Hupfeld berdalih masih tidak yakin serangan udara mereka meleset. Dia berkilah sasaran serangan berada di lokasi yang rumit karena kelompok yang bertikai berada berdekatan.


Hupfeld beralasan seluruh pihak yang bertikai baik pasukan Irak dan ISIS bertempur dekat pemukiman, dan tidak tahu lagi siapa yang harus bertanggung jawab.

"Kami sebenarnya tidak tahu bagaimana warga sipil ini tewas di medan perang," ujar Hupfeld.

Koalisi yang dipimpin AS mengakui serangan itu menelan lebih dari 1.100 korban sipil. Serangan udara dilakukan untuk merebut kembali kota terbesar kedua Irak itu.

ISIS melakukan perlawanan sengit ketika itu. Mereka menerapkan sejumlah taktik untuk mempertahankan Mosul, seperti serangan granat dari pesawat nirawak, membuat jalur serangan melalui lorong-lorong bangunan, memasang perangkap berupa bom, dan juga melancarkan serangan bom bunuh diri.


Pasukan koalisi diperkirakan menggelar 32,397 serangan terhadap basis pertahanan ISIS di Irak dan Suriah, antara Agustus 2014 hingga akhir Agustus 2018.

Para kritikus menganggap strategi pasukan koalisi terlalu mengandalkan kekuatan udara. Meskipun dianggap lebih cepat dan dapat meminimalisir kerugian bagi pasukan koalisi, tetapi serangan udara lebih beresiko membahayakan nyawa warga sipil.

Dampak serangan udara semakin parah karena ISIS kerap menyandera dan menggunakan warga sipil sebagai upaya perlindungan agar tidak terdeteksi, dan menghindari gempuran.

Credit CNN Indonesia



https://m.cnnindonesia.com/internasional/20190201201324-113-365839/australia-akui-serangan-udara-di-mosul-tewaskan-warga-sipil




Senin, 28 Januari 2019

Tolak Maduro, Australia Dukung Juan Guaido Pimpin Venezuela


Tolak Maduro, Australia Dukung Juan Guaido Pimpin Venezuela
Australia mengakui dan mendukung Ketua Majelis Nasional Juan Guaido sebagai pemimpin sementara Venezuela. (Foto: Federico PARRA / AFP)


Jakarta, CB -- Australia mengakui dan mendukung Ketua Majelis Nasional Juan Guaido sebagai pemimpin sementara Venezuela.

Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne mengatakan dukungan itu selaras dengan konstitusi di Venezuela dan sampai Pemilu segera digelar di negara tersebut.



"Australia menyerukan transisi menuju demokrasi di Venezuela sesegera mungkin," kata Payne dalam rilis resmi negara tersebut yang dikutip CNNIndonesia.com, Senin (28/1).


Selain itu, Australia mendukung seruan Grup Lima agar Nicolas Maduro tak menduduki posisi kursi kepresidenan. Payne juga menjelaskan pihaknya mendesak agar semua pihak bekerja secara konstruktif menuju penyelesaian damai di Venezuela.


Selain Australia, Israel juga secara resmi mengakui Ketua Majelis Nasional Venezuela Juan Guaido sebagai presiden. Langkah ini mengikuti keputusan Amerika Serikat dan beberapa negara lain yang juga mengakui Guaido sebagai pemimpin Venezuela.

Pengakuan ini disampaikan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dikutip Reuters, Minggu (27/1).

Sebelumnya negara-negara besar Eropa Inggris, Jerman, Prancis dan Spanyol juga mendukung Guaido. Mereka bakal mendukung Guaido dengan catatan jika Presiden Nicholas Maduro tak segera mengambil langkah mengadakan pemilihan umum darurat dalam waktu delapan hari ke depan.

Sementara Rusia sebaliknya, yakni mendukung Maduro. Langkah Rusia ini sejalan dengan sekutu sosialis Amerika Selatan lain seperti Meksiko dan Bolivia.




Credit  cnnindonesia.com





Sabtu, 26 Januari 2019

Ribuan Orang Memprotes Hari Australia

Bendera Australia (ilustrasi)

CB, MELBOURNE -- Puluhan ribu orang melakukan arak-arakan di seluruh Australia pada Sabtu (26/1). Mereka meminta penghapusan tanggal 26 Januari sebagai Hari Australia.

Hari Australia ditetapkan untuk memperingati kedatangan 'Armada pertama' kapal Inggris di teluk Sydney, pada 1788. Sedangkan penduduk asli benua itu yang melacak garis keturunan mereka sejak 50 ribu tahun memandang hari tersebut sebagai 'hari penyerbuan'.

"Hari ini menandai dimulainya kolonialisasi dan awal genosida, atau apalah sebutannya," kata Jayden Roley (17) yang berunjukrasa di Sydney dengan memakai kaos kutang berwarna hitam, kuning dan merah, warna bendera Aborigin.

"Ini bukan menentang perayaan sebagai warga Australia, namun hari ini lebih dari penanda orang-orang kami menjadi Australia, generasi yang tercuri dari nenek saya misalnya, dia diambil dari keluarganya, dicuci otak untuk menjadi Katolik, hal-hal seperti itulah."

Aksi pawai unjukrasa di Sydney membentang sepanjang enam blok di kota, diikuti oleh sekitar 5.000 orang yang berseru "Selalu dan akan selalu menjadi tanah Aborigin", "Tidak bangga akan genosida".

Protes yang dihadiri oleh ribuan orang tersebut juga berlangsung di Melbourne, Canberra dan kota-kota Australia lainnya. Pemerintahan Perdana Menteri Scott Morrison yang akan menghadapi pemilihan umum pada Mei mendatang, menentang perubahan hari libur nasional apa pun.

Pada saat menghadiri peringatan resmi dan upacara kewarganegaraan di Canberra, Morrison mengatakan ini adalah soal idealisme dan pencerahan, bukan kekejaman atau perampasan yang terjadi di negara ini.

"Gagasan besar ini adalah mengenai pembentukan Australia modern, dan mereka telah mengubah kita memasuki babak paling baru dalam sejarah besar bangsa -- yang kita tulis bersama," kata Morrison di hadapan kerumunan di ibu kota.

Sekitar 700 ribu jiwa warga asli Australia hampir selalu berada di posisi bawah di antara 25 juta warga, untuk idikator ekonomi dan sosial."Negara ini mandek untuk pacuan kuda, berhenti karena final sepak bola, berhenti saat merayakan ulang tahun Ratu, Anzac dan kita tidak pernah punya waktu berhenti untuk mencerminkan orang pertama negeri ini dan luka serta penderitaan yang kami rasakan sejak masa penjajahan," tutur Lidia Thorpe, seorang warga Aborigin mantan anggota parlemen, yang dikutip ABC News.

Pada Sabtu (26/1) Menteri Urusan Aborigin Nigel Scullion mengatakan dia telah pensiun dan tidak akan ikut dalam pemilu yang direncanakan pada Mei. "Saya berterimakasih karena Aborigin dan warga asli Selat Torres menyambut saya di semua sudut benua yang saya kunjungi, dan membantu saya dalam menyediakan solusi-solusi daerah," kata Scullion seperti diunggah dalam websitenya.


Credit REPUBLIKA.CO.ID



https://m.republika.co.id/berita/internasional/asia/19/01/26/plxokg383-ribuan-orang-memprotes-hari-australia




Jumat, 25 Januari 2019

Penulis Australia-China Ditahan Atas Tuduhan Spionase


Penulis Australia-China Ditahan Atas Tuduhan Spionase
Ilustrasi. (Istockphoto/menonsstocks)


Jakarta, CB -- Penulis dengan kewarganegaraan ganda Australia-China, Yang Hengjuin, ditahan oleh otoritas Beijing atas tuduhan melakukan spionase.

Kuasa hukum Yang, Mo Shaoping, menyatakan bahwa keluarga kliennya menerima pemberitahuan tertulis dari Biro Keamanan Negara Beijing yang mengonfirmasi penahanan penulis tersebut pada Kamis (24/1).

Dilansir CNN, Mo mengatakan ia akan mengajukan petisi untuk bertemu dengan kliennya, meski tidak yakin akan diizinkan melihat sifat dari tuduhan terhadap Yang.



Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia menyatakan akan terus mencari konfirmasi terkait alasan penahanan Yang, dan berusaha mendapatkan akses kekonsuleran.


Yang merupakan seorang penulis novel sekaligus jurnalis yang sebelumnya bekerja sebagai pejabat Kementerian Luar Negeri China. Ia juga dikenal sering melontarkan kritik terhadap pemerintah China melalui akun Twitter-nya yang memiliki lebih dari 130 ribu pengikut.

Meskipun memiliki kewarganegaraan China dan Australia, ia dikabarkan lebih sering menghabiskan sebagian besar waktunya di Amerika Serikat. Dia juga merupakan lulusan dari Universitas Columbia di New York.



Menurut kesaksian seorang temannya, Watson Meng, pada 17 Januari lalu Yang pulang ke Guangzhou bersama istrinya dari New York untuk mengambil visa AS bagi putri tirinya.

Meng mengaku telah mencoba menghubungi Yang melalui media sosial sehari setelah temannya itu mendarat di China, namun tidak menerima jawaban. Beberapa hari kemudian, ia mendapat informasi dari Kementerian Keamanan bahwa Yang telah ditahan.

Pihak berwenang Beijing belum secara resmi mengonfirmasi penahanan Yang. Dalam jumpa pers reguler yang dilakukan Rabu lalu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, mengatakan tidak mengetahui kasus ini.



Hubungan antara Australia dan China sudah membaik sejak perang dingin yang dipicu rancangan undang-undang campur tangan Canberra pada awal 2018 lalu. Pejabat Beijing menuding RUU tersebut ditargetkan untuk China.

Namun keadaan kembali memanas ketika pemerintah Australia melarang teknologi 5G, yang diproduksi oleh perusahaan teknologi China, Huawei.

Beijing juga dikabarkan sedang memburu orang-orang yang dipandang sebagai ancaman bagi pemerintah China, termasuk penulis, aktivis, buruh, sampai pengacara hak asasi manusia.

Yang sendiri pernah dikabarkan menghilang di China pada tahun 2011. Meskipun banyak yang berspekulasi ia ditahan oleh agen keamanan negara China, Yang tak pernah mengamini hal tersebut.

Selain itu, banyak yang mempertanyakan hubungan kasus ini dengan ketegangan China dengan negara-negara barat, seperti AS dan Kanada. Namun hal tersebut disangkal oleh Menteri Luar Negeri Australia, Marise Payne.

Mengutip Reuters, Payne mengatakan tak ada bukti yang menunjukkan bahwa penahanan Yang berkaitan dengan penangkapan dua warga Kanada di China, namun Canberra masih terus mencari konfirmasi lebih lanjut.



Credit  cnnindonesia.com