TEHERAN - Seorang pejabat terkemuka Iran menegaskan bahwa Negeri Mullah itu tidak akan pernah "tergerak" untuk mengembangkan bom atom.
Ayatollah Ahmad Khatami sebelumnya mengatakan Iran memiliki kemampuan untuk membuat untuk membangun senjata nuklir. Namun ia kemudian mengklarifikasi komentarnya dalam sebuah wawancara dengan kantor berita nasional negara itu, IRNA.
"Pernyataan
saya dalam upacara keagamaan adalah hal yang sama yang telah berulang
kali dikatakan oleh otoritas Iran," jelas Khatami seperti disitir dari
Newsweek, Rabu (13/2/2019).
"Iran memiliki formula untuk membuat bom atom, tetapi apa yang kami setujui adalah fatwa (fatwa agama) yang dikeluarkan oleh Pemimpin Tertinggi Ayatollah Sayyid Ali Khamenei," katanya, menunjukkan bahwa bom nuklir jelas-jelas bertentangan dengan Islam.
Mengutip sebuah hadis, Khatami mengatakan bahwa dilarang menggunakan senjata pemusnah massal dalam bentuk apa pun.
Anggota senior Majelis Pakar Iran itu kembali mengklarifikasi bahwa negaranya tidak berniat membuat senjata seperti itu karena akan membahayakan warga sipil, bertentangan dengan ajaran Islam. Selain itu hal tersebut juga akan bertentangan dengan dekrit agama pemimpin tertinggi negara Teluk Persia itu.
"Iran memiliki formula untuk membuat bom atom, tetapi apa yang kami setujui adalah fatwa (fatwa agama) yang dikeluarkan oleh Pemimpin Tertinggi Ayatollah Sayyid Ali Khamenei," katanya, menunjukkan bahwa bom nuklir jelas-jelas bertentangan dengan Islam.
Mengutip sebuah hadis, Khatami mengatakan bahwa dilarang menggunakan senjata pemusnah massal dalam bentuk apa pun.
Anggota senior Majelis Pakar Iran itu kembali mengklarifikasi bahwa negaranya tidak berniat membuat senjata seperti itu karena akan membahayakan warga sipil, bertentangan dengan ajaran Islam. Selain itu hal tersebut juga akan bertentangan dengan dekrit agama pemimpin tertinggi negara Teluk Persia itu.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sangat menentang Iran sejak duduk di Gedung Putih. Dia menarik AS dari perjanjian nuklir Iran
yang ditandatangani 2015. Perjanjian itu sepakat untuk mengurangi
sanksi dan memungkinkan investasi asing di negara Teluk Persia dengan
imbalan membatasi program nuklirnya.
Credit sindonews.com