"Kami tegaskan bahwa kami menolak semua spekulasi dan kami ingin Traktat INF tetap pada tempatnya"
Jakarta (CB) - Pemerintah Rusia membantah tuduhan Amerika
Serikat soal pelanggaran Traktat Rudal Nuklir Jangka Menengah atau Intermediate-range Nuclear Forces (INF) Treaty yang diikuti dengan keputusan Presiden Trump untuk keluar dari perjanjian itu secara sepihak.
"Kami menolak tuduhan itu dan meminta Washington untuk menunjukkan bukti atas pelanggaran itu, tapi mereka tidak bisa memberikannya," kata Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva dalam keterangan pers dan acara tutup tahun di Kedutaan Besar Rusia di Jakarta, Selasa (18/12).
Vorobieva menyampaikan ada banyak spekulasi yang berkembang atas tuduhan yang dilemparkan AS bahwa Rusia melakukan uji coba dan mengembangkan rudal jarak menengah yang dilarang dalam Traktat INF.
Tuduhan terakhir disampaikan Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton pada pertengahan Oktober 2018 yang diikuti notifikasi AS akan menarik diri dari Traktat INF kepada pemerintah Rusia dalam kunjungannya ke Moskow pada 22-23 Oktober 2018.
Terkait keputusan AS untuk keluar dari perjanjian itu secara sepihak, Vorobieva mengatakan Rusia tidak akan mengikuti dan akan tetap bertahan dalam aturan traktat tersebut.
"Kami tegaskan bahwa kami menolak semua spekulasi dan kami ingin Traktat INF tetap pada tempatnya," kata dia.
Traktat INF ditandatangani Presiden Ronald Reagan dan Pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev pada 1987 yang melarang kedua belah pihak untuk mengembangkan dan menguji coba rudal berdaya jangkau menengah antara 500 hingga 5.500 kilometer.
Perjanjian tersebut turut memberikan dampak positif bagi hubungan AS-Soviet seiring menurunnya ketegangan Perang Dingin di era '90-an yang berlanjut hingga Uni Soviet pecah dan kini traktat itu juga mengikat Rusia.
Kekhawatiran akan masa depan keberlansungan traktat tersebut kali pertama disampaikan pemerintahan Obama pada 2014 yang menuduh Rusia melakukan uji coba peluncuran darat rudal jangka menengah.
Pada 2017, pemerintahan Trump menuduh Rusia telah mulai memasang rudal siap pakai yang disebut 9M729.
"Spekulasi ini sudah berlangsung selama lima tahun dan selama itu pula kami meminta Washington untuk berdialog, tapi mereka selalu menolak," kata Vorobieva.
Terkait bukti yang diminta pemerintah Rusia, Brooking Institute, lembaga think-tank berbasis di Washington DC pada Oktober 2018 merilis bahwa pemerintah AS perlu membuka bukti yang mereka sebut sebagai dokumen rahasia tingkat tinggi itu kepada publik guna menghentikan spekulasi.
"Kami menolak tuduhan itu dan meminta Washington untuk menunjukkan bukti atas pelanggaran itu, tapi mereka tidak bisa memberikannya," kata Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva dalam keterangan pers dan acara tutup tahun di Kedutaan Besar Rusia di Jakarta, Selasa (18/12).
Vorobieva menyampaikan ada banyak spekulasi yang berkembang atas tuduhan yang dilemparkan AS bahwa Rusia melakukan uji coba dan mengembangkan rudal jarak menengah yang dilarang dalam Traktat INF.
Tuduhan terakhir disampaikan Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton pada pertengahan Oktober 2018 yang diikuti notifikasi AS akan menarik diri dari Traktat INF kepada pemerintah Rusia dalam kunjungannya ke Moskow pada 22-23 Oktober 2018.
Terkait keputusan AS untuk keluar dari perjanjian itu secara sepihak, Vorobieva mengatakan Rusia tidak akan mengikuti dan akan tetap bertahan dalam aturan traktat tersebut.
"Kami tegaskan bahwa kami menolak semua spekulasi dan kami ingin Traktat INF tetap pada tempatnya," kata dia.
Traktat INF ditandatangani Presiden Ronald Reagan dan Pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev pada 1987 yang melarang kedua belah pihak untuk mengembangkan dan menguji coba rudal berdaya jangkau menengah antara 500 hingga 5.500 kilometer.
Perjanjian tersebut turut memberikan dampak positif bagi hubungan AS-Soviet seiring menurunnya ketegangan Perang Dingin di era '90-an yang berlanjut hingga Uni Soviet pecah dan kini traktat itu juga mengikat Rusia.
Kekhawatiran akan masa depan keberlansungan traktat tersebut kali pertama disampaikan pemerintahan Obama pada 2014 yang menuduh Rusia melakukan uji coba peluncuran darat rudal jangka menengah.
Pada 2017, pemerintahan Trump menuduh Rusia telah mulai memasang rudal siap pakai yang disebut 9M729.
"Spekulasi ini sudah berlangsung selama lima tahun dan selama itu pula kami meminta Washington untuk berdialog, tapi mereka selalu menolak," kata Vorobieva.
Terkait bukti yang diminta pemerintah Rusia, Brooking Institute, lembaga think-tank berbasis di Washington DC pada Oktober 2018 merilis bahwa pemerintah AS perlu membuka bukti yang mereka sebut sebagai dokumen rahasia tingkat tinggi itu kepada publik guna menghentikan spekulasi.
Credit antaranews.com