JAKARTA
- Negara-negara Asia, termasuk Indonesia, terancam terkena sanksi yang
dijatuhkan oleh Amerika Serikat (AS) karena membeli peralatan tempur
Rusia. Indonesia sudah sepakat membeli 11 unit jet tempur Su-35 yang
pengiriman perdana akan berlangsung Oktober nanti.
Berdasarkan undang-undang yang diteken Presiden Donald John Trump pada bulan Agustus lalu, setiap negara yang terlibat perdagangan dengan sektor pertahanan dan intelijen Rusia akan menghadapi sanksi Amerika Serikat.
Para ahli mengatakan, ancaman Washington ini bisa menggagalkan kesepakatan pembelian senjata antara negara-negara Asia, terutama sekutu AS, dengan Rusia.
Undang-undang yang bisa mengacaukan kesepakatan pembelian peralatan militer Rusia oleh negara-negara Asia ini dirancang parlemen Amerika Serikat untuk menghukum pemerintah Presiden Rusia Vladimir Putin karena menganeksasi Crimea dari Ukraina pada tahun 2014. Pembelaan Putin pada rezim Suriah dan dugaan ikut campur pemilu presiden AS tahun 2016 juga jadi alasan pembuatan undang-undang tersebut.
Kesepakatan Indonesia dan Rusia untuk pembelian 11 unit jet tempur Su-35 senilai USD1,14 miliar. Jet tempur Moskow yang dibeli militer Indonesia di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini kerap dijuluki "Sukhoi rasa kopi" karena pembayarannya memungkinkan dengan komoditas kopi, kelapa sawit, dan teh senilai USD570 juta dan sisanya dibayar dengan uang tunai.
Pemerintah Presiden Jokowi menyatakan bahwa pengiriman pertama beberapa jet tempur Su-35 tetap di jalurnya untuk tahun ini. Para pejabat pemerintah Indonesia seperti dilaporkan Reuters, Selasa (24/4/2018), mengaku tidak mengantisipasi adanya perubahan pada kesepakatan dengan Rusia.
Sedangkan seorang pejabat pertahanan Indonesia menolak untuk menggambarkan apa yang mungkin dilakukan jika pihak Jakarta benar-benar dijatuhi sanksi Washington karena membeli jet-jet tempur Moskow.
Selain Indonesia, negara Asia lainnya yang membeli perelatan tempur Rusia adalah India, China dan Vietnam.
"Optik pembelian senjata besar dari Rusia terlihat cukup 'rapuh' dari sudut pandang ibu kota Barat, terutama pada saat hubungan Rusia-Barat berada di titik terendah sepanjang waktu dan India mencari konvergensi strategis dengan Barat, termasuk dengan AS," kata Abhijnan Rej, pakar strategi pertahanan di Observer Research Foundation, sebuah think-tank di New Delhi, seperti dikutip Reuters.
India saat ini sedang berupaya membuat kesepakatan dengan Rusia untuk pembelian sistem rudal pertahanan S-400. Sistem itu dibuat oleh Almaz-Antey Air and Space Defense Corporation dan diekspor melalui Rosoboronexport yang sebelumnya masuk dalam daftar perusahaan yang dikenai sanksi Washington.
Vietnam, yang angkatan udaranya mengoperasikan jet tempur Su-30 Rusia dan menggunakan sistem pertahanan udara S-300, ingin melanjutkan memodernisasi peralatan militernya.
Seorang sarjana militer Vietnam, Carl Thayer, yakin bahwa Moskow masih mendorong Hanoi untuk berinvestasi dalam sistem pertahanan rudal S-400 sebagai bagian dari rencana militer jangka panjangnya.
"Saya pikir jelas bahwa Rusia masih menekan Vietnam untuk kesepakatan besar," kata Thayer. Namun, ambisi militer Vitenam juga bisa terganggu karena AS saat ini bekerja keras untuk mempromosikan penjualan perangkat keras militer Washington dan menjatuhkan sanksi terhadap agen pengekspor Rusia.
Berdasarkan undang-undang yang diteken Presiden Donald John Trump pada bulan Agustus lalu, setiap negara yang terlibat perdagangan dengan sektor pertahanan dan intelijen Rusia akan menghadapi sanksi Amerika Serikat.
Para ahli mengatakan, ancaman Washington ini bisa menggagalkan kesepakatan pembelian senjata antara negara-negara Asia, terutama sekutu AS, dengan Rusia.
Undang-undang yang bisa mengacaukan kesepakatan pembelian peralatan militer Rusia oleh negara-negara Asia ini dirancang parlemen Amerika Serikat untuk menghukum pemerintah Presiden Rusia Vladimir Putin karena menganeksasi Crimea dari Ukraina pada tahun 2014. Pembelaan Putin pada rezim Suriah dan dugaan ikut campur pemilu presiden AS tahun 2016 juga jadi alasan pembuatan undang-undang tersebut.
Kesepakatan Indonesia dan Rusia untuk pembelian 11 unit jet tempur Su-35 senilai USD1,14 miliar. Jet tempur Moskow yang dibeli militer Indonesia di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini kerap dijuluki "Sukhoi rasa kopi" karena pembayarannya memungkinkan dengan komoditas kopi, kelapa sawit, dan teh senilai USD570 juta dan sisanya dibayar dengan uang tunai.
Pemerintah Presiden Jokowi menyatakan bahwa pengiriman pertama beberapa jet tempur Su-35 tetap di jalurnya untuk tahun ini. Para pejabat pemerintah Indonesia seperti dilaporkan Reuters, Selasa (24/4/2018), mengaku tidak mengantisipasi adanya perubahan pada kesepakatan dengan Rusia.
Sedangkan seorang pejabat pertahanan Indonesia menolak untuk menggambarkan apa yang mungkin dilakukan jika pihak Jakarta benar-benar dijatuhi sanksi Washington karena membeli jet-jet tempur Moskow.
Selain Indonesia, negara Asia lainnya yang membeli perelatan tempur Rusia adalah India, China dan Vietnam.
"Optik pembelian senjata besar dari Rusia terlihat cukup 'rapuh' dari sudut pandang ibu kota Barat, terutama pada saat hubungan Rusia-Barat berada di titik terendah sepanjang waktu dan India mencari konvergensi strategis dengan Barat, termasuk dengan AS," kata Abhijnan Rej, pakar strategi pertahanan di Observer Research Foundation, sebuah think-tank di New Delhi, seperti dikutip Reuters.
India saat ini sedang berupaya membuat kesepakatan dengan Rusia untuk pembelian sistem rudal pertahanan S-400. Sistem itu dibuat oleh Almaz-Antey Air and Space Defense Corporation dan diekspor melalui Rosoboronexport yang sebelumnya masuk dalam daftar perusahaan yang dikenai sanksi Washington.
Vietnam, yang angkatan udaranya mengoperasikan jet tempur Su-30 Rusia dan menggunakan sistem pertahanan udara S-300, ingin melanjutkan memodernisasi peralatan militernya.
Seorang sarjana militer Vietnam, Carl Thayer, yakin bahwa Moskow masih mendorong Hanoi untuk berinvestasi dalam sistem pertahanan rudal S-400 sebagai bagian dari rencana militer jangka panjangnya.
"Saya pikir jelas bahwa Rusia masih menekan Vietnam untuk kesepakatan besar," kata Thayer. Namun, ambisi militer Vitenam juga bisa terganggu karena AS saat ini bekerja keras untuk mempromosikan penjualan perangkat keras militer Washington dan menjatuhkan sanksi terhadap agen pengekspor Rusia.
Credit sindonews.com