Ilustrasi (morgueFile/click)
Jakarta, CB -- Amerika Serikat menghentikan perjanjian internasional terkait pengadilan tinggi PBB, Rabu (3/10). Langkah ini diambil setelah Pekan lalu, Palestina mengadukan AS ke pengadilan internasional ini.
Penasihat
keamanan nasional Trump, John Bolton, mengatakan Amerika Serikat
menyatakan keluar dari protokol mengenai Pengadilan Internasional di Den
Haag.
"Ini terkait dengan kasus yang dibawa oleh Palestina dan
menjadikan Amerika Serikat sebagai terdakwa. (Mereka) menentang langkah
kami (yang memindahkan) kedutaan kami dari Tel Aviv ke Yerusalem,"
katanya kepada wartawan di Gedung Putih, seperti dilansir AFP.
Bolton mengatakan bahwa Amerika Serikat keluar dari Protokol Opsional
1961 dan Penyelesaian Sengketa yang terangkum dalam Konvensi Wina. Kedua
konvensi inilah yang menetapkan Mahkamah Internasional sebagai
"yurisdiksi wajib" untuk menyelesaikan perselisihan antar negara.
Kecuali negara bersangkutan memutuskan untuk menyelesaikannya di tempat
lain.
Palestina mengadukan AS ke Mahkamah Internasional setelah negara itu memindahkan kedutaan besarnya di
Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Hal
ini dianggap Palestina sebagai pengakuan AS bahwa Yerusalem adalah
ibukota Israel. Padahal wilayah itu masih menjadi sengketa antara kedua
negara.
Langkah AS ini dianggap sebagai serangan terbaru
terhadap sistem peradilan internasional oleh pemerintahan Presiden
Donald Trump. Sebelumnya, Trump juga sempat menolak otoritas Pengadilan
Pidana Internasional ini saat berpidato di sidang umum PBB.
Meski demikian, Amerika Serikat akan tetap menjadi bagian dari konvensi
yang mendasari pendirian Mahkamah Internasional. Lebih lanjut AS
berharap agar negara-negara lain "untuk mematuhi kewajiban internasional
mereka", kata Bolton.
Tahun lalu Trump tak lagi berpegang pada
preseden lama dan menyatakan bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel. Ia
pun lantas memindahkan kedutaannya ke kota itu.
Langkah itu
memicu kemarahan warga Palestina yang menginginkan kota suci itu sebagai
ibu kota mereka. Presiden AS sebelumnya memang tak pernah
mendeklarasikan hal tersebut lantaran berharap ada penyelesaian damai
antara Palestina dan Israel.
Pemimpin Palestina Sabtu (29/10) lalu mengajukan gugatan ke Pengadilan
Internasional terkait pemindahan kedutaan oleh AS ini. Ia pun menyebut
langkah itu sebagai pelanggaran hukum internasional.
Majelis Umum
PBB pun membuka jalan bagi negara itu untuk bergabun dengan pengadilan
internasional. Pada 2012 PBB mengakui Otoritas Palestina sebagai negara
pengamat non-anggota.
Di hari yang sama, kemarin, AS menarik dua
keikutsertaannya dalam berbagai konvensi. Sebelum mengumumkan menarik
diri dari konvensi pengadilan internasional ini, sebelumnya Menteri Luar
Negeri Mike Pompeo mengakhiri perjanjian persahabatan tahun 1955 dengan
Iran. Saat itu perjanjian dengan Iran disepakati dengan pimpinan Syah
yang pro-Barat.
Langkah ini dilakukan setelah Iran mengutip
perjanjian itu ketika berusaha mengakhiri sanksi baru AS yang
diberlakukan oleh Trump. Sanksi itu dijatuhkan untuk menekan Iran
terkait program pembatasan nuklir dari rezim ulama mereka.
Pengadilan Internasional memutuskan bahwa Amerika Serikat harus
mengizinkan pengiriman barang-barang kemanusiaan seperti obat-obatan.
Tapi Washington bersikeras bahwa pengiriman barang tersebut telah
diizinkan.
Bolton mengatakan pengadilan, "gagal untuk menyadari
bahwa ia tidak memiliki yurisdiksi apapun untuk mengeluarkan perintah
sehubungan dengan sanksi yang dikenakan Amerika Serikat."
"Sebaliknya, pengadilan malah membuatIran menggunakannya sebagai forum propaganda," katanya.
Credit
cnnindonesia.com