 
   
Garibaldi 'Boy' Thohir (Foto: Michael Agustinus)
 
Jakarta - Setelah diakuisisi dari New Hope, perusahaan asing asal
 Australia, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) kinerjanya tak melempem. 
Sebaliknya, Adaro justru semakin melaju kencang di bawah kepemimpinan 
pengusaha nasional Garibaldi 'Boy' Thohir.
Sejak 2008, Adaro 
melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada tahun itu juga, Adaro mulai
 masuk ke bisnis logistik dan pembangkit listrik. Dengan langkah-langkah
 itu, Adaro semakin kuat dan tahan guncangan.
Dalam sesi wawancara khusus dengan 
detikFinance
 di Menara Karya, Jakarta, pada 29 Maret 2016 lalu Boy Thohir 
menjelaskan garis besar strategi untuk membesarkan Adaro. Berikut 
petikannya:
Setelah melakukan akuisisi pada 2005, apa langkah-langkah yang diambil untuk membesarkan Adaro?
2008
 kita putuskan Adaro untuk menjadi perusahaan yang lebih besar dan lebih
 baik lagi, kita putuskan Adaro jadi perusahaan publik supaya lebih 
transparan lagi, dan sebagainya. Jujur juga, waktu itu kita pinjam, 
leveraged buyout, LBO. Kita perlu 
reduce ini supaya dapat dana dari publik untuk mengurangi itu. 
Dan
 di 2008 itu juga kita memutuskan mengubah visi kita yang tadinya hanya 
bertumpu pada batu bara saja, waktu itu kita sepakat ke depan kita mau 
lebih 
integrated. Jadi tidak mau tambang batu bara saja, tapi 
logistik dirapikan, kita juga mau masuk ke bisnis pembangkit. Dari 2008 
sampai sekarang, kita fokus ke 3 pilar,yaitu 
mining, logistic and services, sama 
power. Kalau dulu tambang saja, sekarang 
pit to port to power. 
Bagaimana Bapak menghadapi berbagai tantangan di industri pertambangan seperti perizinan, lahan, CnC, fluktuasi harga komoditas?
Yang
 penting kita fokus, permasalahan begitu banyak tapi saya punya satu 
rumusan. Kita kan tiap hari bangun tidur pasti ada problem. Di kantor, 
di rumah, urusan keluarga, 
every day life, apalagi di perusahaan. Tapi kita fokus satu-satu, 
one at the time. 
Masalah tanah, kita fokus ke tanah dulu. Masalah perizinan, kita fokus perizinan dulu. Dengan cara itu kita bisa 
solve satu-satu. 
Problem come and go. Tapi kalau kita punya tim yang bagus, fokus menyelesaikan satu per satu masalah ya lama-lama kelar. 
Kita
 semua juga sepakat bahwa yang namanya harga jual itu enggak ada yang 
bisa kontrol. Siapa yang bisa kontrol nanti naik atau turun? Tergantung
 supply dan demand, feeling saja. Misalnya kemarin terjadi badai 
cyclone di Australia, mestinya harga batu bara naik karena suplai terganggu. Tapi kembali, harga jual enggak ada yang bisa prediksi.
Yang bisa kita prediksi adalah 
cost. Makanya kita mesti bisa kontrol 
cost. Cost, cost, cost. Harus efisien, harus efisien, harus efisien. Sehingga kalau kita menjadi 
one of the lowest cost producer, kalau harga lagi turun kita bisa 
survive.
 Kalau misalnya kita enggak efisien, sama seperti gempa bumi, yang 
rapuh-rapuh begitu kena gempa sedikit langsung rubuh. Kita mesti menjadi
 
one of the lowest producer mining company. Namanya komoditi selalu 
up and down. 
Kemudian enggak bisa bergantung pada satu bisnis saja. Kalau bergantung sama 
mining saja ya kolaps. Mesti ada tambang, logistic services, dan 
power plant. Kenapa 
power plant? Kita ingin memberikan kontribusi lebih pada negara dan bangsa. 
Value added batu bara adalah listrik. Batu bara itu mau di-
upgrading,
 ujungnya ke listrik. Jadi nilai tambahnya kita bikin batu bara ini jadi
 listrik. Kebetulan di Indonesia sumber batu baranya ada. Kenapa kita 
enggak pakai untuk pembangunan bangsa? 
Seberapa besar kontribusi bisnis logistik dan pembangkit listrik bagi Adaro?
Sekarang
 selain kita tetap fokus di tambang, logistik juga kita perbanyak, kita 
lebih fokus lagi dan lebih kuat lagi, kita juga ikut secara aktif ikut 
tender PLN. Kita harus membuktikan juga, bisa enggak kita menjadi 
produsen listrik yang handal. Harganya kompetitif, 
pembangkit-pembangkitnya secara teknologi bagus, secara 
environment juga bagus. 
Awal-awal
 kontribusi untuk perusahaan 100% dari tambang, sekarang mungkin 60% 
saja dari tambang, 40% dari non tambang. Ke depan, saya pingin 
masing-masing (tambang, logistik, pembangkit listrik) sepertiga. 
Apa saja tantangan yang dihadapi Adaro di bisnis pembangkit listrik?
Menurut
 saya, pertama ini kan suka atau tidak, harus tender. Jadi kita harus 
siapkan proposal terbaik pada PLN. Tapi setelah itu juga enggak gampang,
 menang tender doang bukan segalanya. Setelah kita menang tender, bisa 
enggak kita menyiapkan segala sesuatunya, terutama pendanaan. Bisa 
enggak meyakinkan bank-bank bahwa investasi kita bisa berjalan dengan 
baik. Untuk menuju financial close enggak gampang, tantangannya banyak 
sekali. Tanahnya siap enggak.
Dalam kasus PLTU Batang, hampir 5 
tahun tertunda. Kita beruntung punya seorang Presiden, Pak Jokowi, yang 
punya visi jelas mau bangun infrastruktur dari mulai tol, pembangkit 
listrik. Dari zaman kita merdeka sampai hampir 70 tahun, kita punya 
pembangkit listrik hanya 50.000 MW, beliau bercita-cita menambah 35.000 
MW. 
Menurut saya visi itu betul sekali. Pengalaman saya di Adaro
 sendiri, listrik kita itu kurang. Bagaimana di daerah mau ada hotel, 
pabrik, toko kalau enggak ada listriknya? Makanya kita mau support 
berperan aktif. 
Kita mampu memberikan proposal terbaik, kita 
juga sudah membuktikan 6 bulan terakhir kita berhasil mencapai 2 
financial close, PLTU Batang dan PLTU Tabalong. Enggak mudah, masalah 
tanah, masalah EPC, masalah dengan JBIC, tapi Alhamdulillah kita mampu. 
Kita punya balance sheet yang kuat, kita berharap diberikan 
kesempatan-kesempatan berikutnya. Adaro bukan saja pure ingin mencari 
keuntungan, tapi juga bagaimana memberikan kontribusi yang lebih besar 
lagi untuk Indonesia. 
Kalau Indonesia makin bagus, makin hebat, 
makin besar, perusahaan-perusahaannya juga makin besar. Enggak ada 
perusahaan yang masuk Fortune 500 Biggest in The World yang berasal dari
 negara miskin, enggak ada. Jadi filosofi kita adalah negara harus maju,
 harus sejahtera, sehingga perusahaan juga jadi lebih besar, 
pegawai-pegawainya oke, rakyatnya oke, mereka butuh listrik lagi, butuh 
batu bara lagi, balik lagi ke kita. 
Kalau kita bisa bersinergi 
antara pemerintah, BUMN, swasta, Insya Allah opportunity yang ada, 
program 35.000 MW yang dicanangkan Pak Presiden bisa dicapai. Tidak 
mudah memang, ini target yang cukup ambisius, tapi sudah enggak usah 
berargumentasi lagi, ini kebutuhan. Enggak usah berdebat mana yang 
duluan ayam atau telur, sudah ayam saja yang duluan, kita pelihara 
ayamnya dulu baik-baik nanti bisa bertelur, telurnya untuk kesejahteraan
 kita bersama. 
Tak banyak IPP lokal yang mendapat kepercayaan 
membangun pembangkit berskala besar seperti Adaro. Tak banyak juga yang 
bisa mencapai financial close untuk proyek-proyek besar. Apa kuncinya 
Adaro sudah bisa financial close, salah satunya untuk PLTU Batang yang 
2.000 MW?
Menurut saya, memang yang namanya tambang, yang namanya 
PLTU itu economy of scale. Pembangkit listrik 200 MW sudah bicara US$ 
250 juta, not small. Jadi memang kasarnya ini proyek-proyek yang hanya 
bisa dikerjakan BUMN, pemerintah dengan APBN-nya, dan 
perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan besar jumlahnya tidak banyak. 
Bukan mau sombong, ini memang bidangnya Adaro, kita punya batu baranya, kita punya 
resources-nya,
 punya pengalamannya, punya uangnya, Alhamdulillah dipercaya menjadi 
partner sama Itochu dan J-Power di Batang, sama EWP di Kalsel. Kemarin 
tender PLTGU Jawa 1, kita sama Semcorp, rencananya sama Shenhua di 
Kaltim. Kita dipercaya karena kredibilitas Adaro selama ini. Untuk itu, 
ke depan saya berharap bisa diberikan kesempatan lagi. Saya enggak mau 
cuma jualan batu bara, kita juga terlibat aktif dalam pembangunan 
PLTU-PLTU di tanah air. 
Setelah PLTU Batang dan PLTU Tabalong, kira-kira ada peluang di tender pembangkit mana lagi untuk Adaro?
Saya
 kira masih banyak, masih terbuka. Saya dengar pemerintah akan 
mencanangkan PLTU mulut tambang di Sumsel, di Kaltim. Kemudian yang 
pembangkit gas juga menurut saya opportunity masih ada. Kita siap, 
tentunya karena ini tender ya tidak mudah, tapi kita bisa. 
Dengan
 adanya Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2017 yang membatasi harga jual 
listrik dari PLTU dan PLTU mulut tambang, apakah bisnis ini masih cukup 
menarik?
Menurut saya masih cukup menarik. Kita memahami 
pemerintah tentu membuat peraturan sudah dengan berbagai pertimbangan. 
Tapi harapan dari saya, jangan dijadikan patokan. Bukan Indonesia saja 
yang giat membangun pembangkit. Vietnam, Bangladesh, Thailand, Filipina,
 Malaysia juga. Saya harap pemerintah bisa memberikan sesuatu yang 
atraktif sehingga partner-partner asing saya tertaring untuk investasi 
di Indonesia.
Partner asing saya dari Jepang, China, Korea kan 
melihat yang lebih atraktif investasi di Thailand, Malaysia, Filipina, 
Vietnam, atau Indonesia. Pemerintah harapan saya memberikan
 'sweetener'. Saya harapkan bisa 
balance,
 mesti dibuat seatraktif mungkin. Pembangunan power plant kalau enggak 
diberi insentif yang atraktif, dikhawatirkan tidak menarik. Tapi kita 
serahkan kepada pemerintah lah, kira-kira apa yang bisa menarik 
investor-investor asing ke Indonesia. Proyeknya kan gede-gede. Misalnya 
PLTU Batang ini US$ 4,2 miliar, kita harus bentuk konsorsium. Kalau 
untuk infrastruktur, kasih saja insentif yang menarik, kan enggak bisa 
diambil balik. Misalnya PLTU Batang sudah jadi, memang mau dibawa ke 
mana? Kan enggak bisa. 
Soal PKP2B Adaro, kan pada 2014 sudah ada MoU. Bagaimana sekarang perkembangan renegosiasi PKP2B dengan pemerintah?
Perundingannya
 masih berlangsung. Tapi kalau menurut saya sih Adaro sudah quite close 
lah. Sepanjang mengikuti apa yang sudah kita tanda tangan, kita siap. 
Sebenarnya sudah enggak banyak, tinggal masalah kepastian hukum mengenai
 pajak sama masalah extention. Insya Allah dalam waktu tak lama lagi 
selesai. Kita siap lah. 
Kita kan perusahaan nasional, kita 
memahami keinginan pemerintah. Tapi harus dipahami juga oleh pemerintah,
 harus dibuat kompetitif juga, jangan sampai kita mati. Ini kan aset 
nasional, milik pengusaha nasional. Alangkah sedihnya kalau kita sudah 
capek-capek mengembalikan ke pangkuan ibu pertiwi, kita berharap dapat 
dukungan juga dari pemerintah. Kontribusi yang kita berikan tahun lalu 
mungkin sekitar US$ 600 juta dalam bentuk pajak dan royalti kepada 
pemerintah, jadi 
not bad, cukup besar kontribusi kita. 
Harapan saya, kita diberikan iklim usaha yang kondusif, yang menarik, sehingga kita bisa maju. 
Benefit-nya ke rakyat Indonesia juga karena dapat ekses dari infrastruktur yang bagus, pembangkit listrik yang mumpuni dan 
environtment friendly. 
Iklim usaha yang bagus dan kepastian yang diinginkan Adaro itu seperti apa?
IPP
 (Independent Power Producer) ini kan bisnis yang enggak gampang, 
berikanlah yang atraktif. Kalau IRR-nya sama seperti di Australia, Hong 
Kong, ya orang ke Australia atau Hongkong, kan 
country risk-nya lebih rendah di sana. Berikan yang lebih menarik sehingga banyak orang yang mau investasi. 
Peraturan-peraturan yang soal negosiasi kontrak. Pak Jonan dan Pak Dirjen sudah bagus sekali, mereka menghormati kontrak, 
contract is contract.
 Saya bilang terima kasih. Saya juga mengerti bahwa Kementerian ESDM 
harus mengikuti Undang Undang, mereka juga tidak mau melanggar UU 
Minerba sehingga harus ada renegosiasi. Oke, saya setuju. 
Jadi win-win lah.
Credit  
finance.detik.com