Senin, 11 Mei 2015

Presiden Inginkan Papua Damai


5 Narapidana Politik Dibebaskan

JAYAPURA, CB  — Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada lima narapidana politik di Papua dan Papua Barat. Pemberian grasi itu merupakan upaya sepenuh hati dan tulus dari Pemerintah Indonesia untuk memadamkan konflik yang selama ini terjadi di dua provinsi tersebut.
Presiden Joko Widodo, (tengah) merapikan lengan baju, seusai memberikan salinan keputusan pemberian grasi kepada lima tahanan politik (berjalan) didampingi (kanan ke kiri)  Menkumham Yasonna  H Laoly, Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, dan Menkopolhukam Tedjo Edhy Purdijatno di Lapas Abepura, Jayapura, Papua, Sabtu (9/5). Kelima tahanan politik itu terlibat Organisasi Papua Merdeka (OPM) dalam peristiwa 3 April 2003 di Wamena.
ANTARA/Hafidz Mubarak APresiden Joko Widodo, (tengah) merapikan lengan baju, seusai memberikan salinan keputusan pemberian grasi kepada lima tahanan politik (berjalan) didampingi (kanan ke kiri) Menkumham Yasonna H Laoly, Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, dan Menkopolhukam Tedjo Edhy Purdijatno di Lapas Abepura, Jayapura, Papua, Sabtu (9/5). Kelima tahanan politik itu terlibat Organisasi Papua Merdeka (OPM) dalam peristiwa 3 April 2003 di Wamena.
"Kita ingin menciptakan Papua dan Papua Barat sebagai wilayah yang damai, adil, dan sejahtera. Kalau ada masalah di provinsi ini, segera diguyur air dan jangan dipanas-panasi lagi sehingga persoalan tersebut terus menjadi masalah nasional, bahkan internasional," kata Presiden Jokowi menjawab pertanyaan pers seusai memberikan salinan keputusan pemberian grasi terhadap lima tahanan politik di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas II Abepura, Jayapura, Papua, Sabtu (9/5).
Kelima narapidana politik itu adalah Jafrai Murib dari LP Abepura yang divonis seumur hidup, Linus Hiluga asal LP Nabire yang dihukum 20 tahun penjara, Kimanus Wenda dari LP Nabire yang dipidana 20 tahun, Apotnagolit Enus asal LP Biak yang divonis 20 tahun, serta Numbungga dari LP Biak yang divonis seumur hidup. Kelimanya terbukti bersalah dalam kasus pembobolan gudang senjata milik Komando Distrik Militer 1710/Jayawijaya pada 2003.
Selain dihadiri kelima narapidana politik yang dibebaskan itu, hadir pula sejumlah menteri, yaitu Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti, serta Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal.
"Mereka yang diberi grasi tidak kita pilih, tetapi ditawarkan dan dilakukan lewat komunikasi dan proses pembicaraan yang lama sejak Januari," ujar Presiden.
Ditanya soal surat pimpinan kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Pegunungan Tengah Papua, Goliat Tabuni, kepada Presiden dan mengajaknya berdialog, Jokowi mengatakan, siapa pun yang ada di gunung atau di mana pun ingin mendukung perdamaian di Papua, silakan saja. "Tetapi, saya belum terima suratnya," kata Presiden.
Saat memberikan arahan kepada jajaran TNI dan Polri di Markas Komando Resor Militer 172/Praja Wira Yakthi, Jayapura, Presiden berharap aparat keamanan tak mudah terpancing jika menangani kasus hukum dan politik di Papua.
Titik awal
Lebih jauh, menurut Presiden, kelima narapidana politik yang dibebaskan merupakan titik awal dari pembebasan berikutnya yang akan dilakukan pemerintah untuk menciptakan dan memelihara perdamaian dan keamanan di Tanah Papua. "Setidaknya, sampai sekarang ada sekitar 90 orang yang masih di dalam penjara di Papua dan di daerah lainnya. Pemerintah akan memberikan grasi, tetapi ada yang meminta amnesti sehingga harus dimintakan persetujuan ke DPR. Proses seperti itu belum tentu disetujui," tutur Presiden.
Tedjo mengatakan, pendekatan perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan yang dilakukan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla dalam melihat masalah Papua memang berbeda. "Masalah Papua harus dilihat dengan hati. Jadi, tidak ada lagi itu istilah Organisasi Papua Merdeka. Yang ada sekarang adalah Orang Papua Membangun," kata Tedjo.
Moeldoko berharap tak ada lagi anggota TNI dan warga yang kehilangan nyawa akibat konflik di Papua. "Mudah-mudahan kebijakan Presiden membuka harapan baru untuk menciptakan stabilitas keamanan," ujarnya.
Pengamat politik Universitas Cenderawasih, Jayapura, Marinus Yaung, mengatakan, grasi akan membuka perdamaian di Tanah Papua. Direktur Aliansi Demokrasi untuk Papua Latifah Anum Siregar menyatakan, grasi yang diberikan menunjukkan langkah maju pemerintah menjunjung tinggi kehidupan demokrasi.






Credit   KOMPAS.com



Presiden Berharap Merauke Jadi Lumbung Padi Dunia

 
KOMPAS.com/INDRA AKUNTONO Presiden Joko Widodo berkunjung ke kantor PT Dok Kodja Bahari, Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (28/4/2015).


MERAUKE, CB - Presiden Joko Widodo menetapkan kawasan pertanian di Merauke, Papua, menjadi lumbung padi nasional. Sebab, selain lahan produksi pertanian di Kabupaten Merauke, Papua, mencapai luas 1,2 juta hektare, produksinya dalam waktu tiga tahun ke depan bisa mencapai sekitar 24 juta ton.
Hal itu disampaikan Presiden Jokowi saat memberikan sambutan setelah melihat lahan pertanian di Kampung Wapeko, Kecamatan Kurik, Kabupaten Merauke, Papua, Minggu (10/5/2015).
"Dengan produksi sekitar 24 juta ton beras, nantinya tak hanya produksinya untuk lumbung beras nasional tetapi juga untuk ekspor beras ke sejumlah negara," ujar Jokowi.
Dengan demikian, tambah Jokowi, tepat jika kawasan Merauke akan ditetapkan juga sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pangan untuk produksi pertanian.
"Dengan demikian, kita tak perlu impor beras kalau pasokan beras kita bertambah besar. Justru kita akan menjadi eksportir beras ke sejumlah negara," ucapnya.
Menurut Presiden, dalam kerja sama mengelola kawasan pertanian, pembagian tugasnya harus jelas.
"Pemerintah akan memasok benih, pupuk serta membangun infrastruktur irigasi, jalan, jembatan dan pelabuhan selain juga sarana pendidikan pertanian di kawasan tersebut. Sebaliknya, swasta akan memproduksi beras dengan pola kerjasama inti dan plasma, serta menggaji para petani," kata Presiden.
Swasta yang dimaksud adalah perusahan yang dimiliki Arifin Panigoro. Pengusaha minyak itu hadir dalam acara didatangi Presiden dan sejumlah menteri seperti Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan lainnya.





Credit  KOMPAS.com