JAKARTA (CB) - Menteri Luar Negeri (Menlu) RI
Retno Marsudi mengatakan pemerintah sudah berbuat banyak untuk imigran
Bangladesh dan Rohingya yang masuk ke wilayah Indonesia. "Apa yang
dilakukan Indonesia sudah melampaui batas atau extramile," katanya
kepada wartawan, di Istana Merdeka, Selasa (19/5/2015).
Atas bantuan yang diberikan Indonesia, lanjut Retno, Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan apresiasi. "Pada Minggu 17 Mei 2015,
Deputi Sekretaris Jenderal PBB menyampaikan apresiasi atas apa yang
Indonesia sudah lakukan terhadap 1.300 orang yang masuk wilayah negara,"
tutur dia.
Retno menjelaskan, Indonesia bukan negara peserta Konvensi Pengungsi (Convention of Refugee) pada 1951 tentang status pengungsi dan pencari suaka. Indonesia juga tidak menandatangani Protokol 1967. Penentuan status dilakukan oleh UNHCR, bukan Indonesia.
Di Indonesia, UNHCR hanya memberikan perlindungan dan bantuan bagi pengungsi internal bila ada permintaan dari pemerintah. Indonesia tidak punya kewajiban dan tanggung jawab untuk menampung para imigran berstatus pengungsi, pencari suaka, orang-orang tanpa kewarganegaraan (stateless).
UNHCR mendefinisikan pengungsi internal sebagai orang-orang yang harus mengungsi dalam negeri sendiri atau Internally Displaced People (IDPs). Definisi pengungsi adalah orang yang karena ketakutan akan penganiayaan, yang disebabkan oleh alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu, dan keanggotaan partai politik tertentu, berada di luar negara kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari negara teresebut. Sementara, seorang pencari suaka adalah orang yang menyebut dirinya pengungsi, namun permintaan mereka akan perlindungan belum selesai dipertimbangkan.
Sejak pekan lalu Indonesia telah menampung 1.346 imigran asal
Bangladesh dan etnis Rohingya dari Myanmar. Gelombang pertama berjumlah
558 orang. Kemudian, disusul tiga gelombang berikutnya dengan jumlah 644
orang, 47 orang, dan 96 orang. Pemerintah Indonesia sudah membantu
penyediaan tempat tinggal, makanan, dan obat-obatan yang diperlukan
apabila kondisi kesehatan mereka tidak baik.Retno menjelaskan, Indonesia bukan negara peserta Konvensi Pengungsi (Convention of Refugee) pada 1951 tentang status pengungsi dan pencari suaka. Indonesia juga tidak menandatangani Protokol 1967. Penentuan status dilakukan oleh UNHCR, bukan Indonesia.
Di Indonesia, UNHCR hanya memberikan perlindungan dan bantuan bagi pengungsi internal bila ada permintaan dari pemerintah. Indonesia tidak punya kewajiban dan tanggung jawab untuk menampung para imigran berstatus pengungsi, pencari suaka, orang-orang tanpa kewarganegaraan (stateless).
UNHCR mendefinisikan pengungsi internal sebagai orang-orang yang harus mengungsi dalam negeri sendiri atau Internally Displaced People (IDPs). Definisi pengungsi adalah orang yang karena ketakutan akan penganiayaan, yang disebabkan oleh alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu, dan keanggotaan partai politik tertentu, berada di luar negara kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari negara teresebut. Sementara, seorang pencari suaka adalah orang yang menyebut dirinya pengungsi, namun permintaan mereka akan perlindungan belum selesai dipertimbangkan.
Menurut data Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, hingga Maret 2015 jumlah pengungsi di Indonesia mencapai 11.941 orang. Para pengungsi sedang menunggu verifikasi atau menunggu masa penempatan ke negara ketiga.
Credit Okezone