Rabu, 13 Mei 2015

AS Bantah Raja Arab Tolak Bertemu Obama


AS Bantah Raja Arab Tolak Bertemu Obama  
Raja Salman mengirim putera mahkota Arab Saudi ke pertemuan puncak negara Teluk dan Amerika Serikat yang akan dipimpin oleh Presiden Barack Obama. (Reuters/Saudi Press Agency/Handout)
 
 
Washington, CB -- Gedung Putih berusaha keras mengatasi pandangan bahwa ketidakhadiran raja Arab Saudi dalam pertemuan puncak dengan negara Teluk, bisa mengecilkan upaya AS meyakinkan wilayah bahwa negara itu tetap berkomitmen dengan keamanan mereka dari ancaman Iran.

Keputusan tiba-tiba Raja Salman untuk tidak menghadiri perundingan regional yang diadakan AS minggu ini memperlihatkan bagaimana para penguasa Teluk, yang tidak senang dengan sikap tidak peduli AS terhadap perilaku Iran di dunia Arab, bisa tidak mendukung kesepakatan akhir nuklir Iran.

Sejumlah pengamat dan diplomat di Timur Tengah dan Washington memandang keputusan Salman untuk tidak menghadiri pertemuan di tempat peristirahatan kepresidenan Camp David ini sebagai penolakan diplomatik, meski para pejabat AS dan Arab Saudi menyangkalnya.

Riyadh mengumumkan keputusan ini pada Minggu (10/5), hanya dua hari setelah Gedung Putih mengatakan Raja Arab akan menghadiri pertemuan puncak Dewan Kerja Sama Teluk, GCC.

Sebagian dari negara teluk memang sejak lama meragukan komitmen Obama untuk mengkonfrontasi dukungan Iran terhadap milisi Muslim Syiah di wilayah.

Putera Mahkota Mohammed bin Nayef, yang memiliki hubungan kuat dengan jajaran politik dan keamanan AS, akan mewakili Arab Saudi dalam pertemuan 13-14 Mei ini, bersama dengan Wakil Putera Mahkota Mohammed bin Salman, anak raja yang menjabat sebagai menteri pertahanan.

Sejak Salman menjadi raja pada Januari, pasangan pejabat ini menjadi penentu sebagian besar aspek kebijakan Arab Saudi.

Hanya Kuwait dan Qatar yang akan diwakili oleh raja mereka sementara negara lain mengirim pejabat eselon yang lebih rendah.

Para pejabat AS dengan cepat menyangkal pernyataan bahwa keputusan sekutu Muslim Suni Teluk ini sebagai pertanda ketidakpuasaan terhadap diplomasi Obama dengan Iran menjelang tenggat waktu kesepakatan nuklir pada akhir Juni mendatang.

Gedung Putih mengumumkan bahwa Obama telah berbicara melalui sambungan telepon dengan Salman pada Senin (11/5) untuk memperlihatkan bahwa hubungan kedua negara masih tetap erat.

Ben Rhodes, wakil penasehat keamanan dalam negeri AS, mengatakan pemerintah yakin bahwa presiden akan berunding dengan “orang-orang yang tepat” di Kamp David.

“Mereka adalah pejabat yang bertanggungjawab untuk masalah keamanan,” ujarnya kepada wartawan dalam jumpa pers sebelum pertemuan puncak itu.

Pemerintah Arab Saudi mengatakan salah satu alasan Raja Salman tidak menghadiri pertemuan itu karena waktunya bersamaan dengan gencatan senjata kemanusiaan lima hari di Yaman, dimana koalisi pimpinan Arab Saudi mengebom pemberontak Houthi yang merupakan sekutu Iran.

Negara terkuat Teluk Arab ini sejak lama mengeluh bahwa Washington tidak benar-benar mendengarkan kekhawatirannya. Negara itu berpendapat perhatian pada upaya mencapai kesepakatan dalam program nuklir milik Tehran telah menarik perhatian AS dari masalah-masalah yang lebih penting, dan menimbulkan pertanyaan terkait komitmen keamanan yang lebih luas di wilayah itu.

Upaya Menenangkan Sekutu

Dalam upaya meyakinkan sekutu-sekutu Teluk, para pejabat Gedung Putih mengatakan bahwa pertemuan puncak akan mengumumkan integrasi sistem pertahanan rudal balistik dan meningkatkan latihan militer bersama.

Mereka mengatakan akan ada pernyataan yang menggarisbawahi komitmen AS dan negara-negara Teluk, tetapi tidak menjelaskan apakah hal ini akan berupa jaminan tertulis dari AS seperti yang diminta oleh sejumlah diplomat Teluk.

Akan tetapi, para pejabat AS mengatakan tidak akan menawarkan traktat pertahanan karena akan ditentang keras Kongres.

 
Arab Saudi khawatir dengan peran Iran dalam gerakan Musliam Syiah di Timur Tengah seperti di Yaman. (Reuters/Khaled Abdullah)
Washington juga akan menawarkan senjata-senjata baru untuk melengkapi sistem pertahanan rudal yang meliputi wilayah yang lebih luas.

“Para penganut teori konspirasi terbukti benar. Amerika menciptakan ancaman bagi kami dan kemudian menawarkan sistem senjata lebih banyak. Hal ini tidak diterima dengan baik oleh kami,” ujar Sami Alfaraj, penasihat keamanan untuk GCC.

Riyadh memandang dukungan Iran terhadap milisi di Lebanon, Suriah, Irak dan Yaman merupakan penyebab ketidakstabilan terbesar di wilayah, memicu ketegangan sektarian, mengancam pemerintah yang kuat dan meningkatkan jumlah jihadis Muslim Sunni.

Arab Saudi khawatir Obama memandang kesepakatan antara negara adidaya dan Tehran merupakan warisan pemerintahannya

Mereka berpendapat, kesepakatan dengan Iran akan membuat dunia internasional mencabut sanksi yang diterapkan tanpa langkah pengendalian terhadap negara itu.

Mendukung GCC yang terdiri dari Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Bahrain, Uni Arab Emirat, dan Oman, merupakan langkah penting bagi Obama untuk memperlihatkan Kongres bahwa kesepakatan dengn Iran mendapat dukungan luas di wilayah meski ditentang Israel.

Salman mengemukakan dukungan berhati-hati bagi satu kerangka kerja kesepakatan nuklir yang dicapai bulan lalu, namun berkeras bahwa kesepakatan akhir harus ketat, bisa diverifikasi dan tidak mengancam negara-negara tetangga Iran.

Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir pun menegaskan bahwa anggapan ada penolakan dari Salman “benar-benar melenceng”, dan dia mengatakan ketidakhadiran raja Arab itu tidak berhubungan dengan perselisihan apapun antara kedua negara.

Namun, sejumlah pihak di wilayah membeberkan alasan ketidakpuasan Arab Saudi.

“Pengalaman mereka selama enam tahun pemerintah Obama adalah jaminan, janji, kata-kata indah. Namun, akhirnya mereka tidak melakukan apapun,” ujar Mustafa Alani, pengamat keamanan Irak yang memiliki hubungan dengan dengan kementerian dalam negeri Arab Saudi.

Sejumlah diplimat di wilayah memandang ketidakhadiran Raja Salman dan sekutu dekatnya Raja Hamad dari Bahrain ini bisa berdampak negatif.

“Tentu saja (ketidakhadiran itu) merupakan penolakan. Tetapi menurut saya Obama tidak akan terganggu dengan ini. Dia menginginkan kesepakatan nuklir. Ini prioritas utama,” ujar seorang diplomat barat di wilayah.




Credit  CNN Indonesia