Senin, 05 Januari 2015

Media Singapura sindir TNI cari AirAsia pakai KRI Usman-Harun


 
KRI Usman Harun. ©naval-technology.com

CB - Media massa Singapura kembali mengungkit isu nama KRI Usman-Harun milik TNI AL, ketika armada tempur itu digunakan dalam misi evakuasi korban pesawat nahas Indonesia AirAsia QZ8501. Sejak Ahad (4/1), kapal kontroversial itu mulai dilibatkan mencari badan pesawat di bawah air, lantaran memiliki teknologi sonar.
Channel News Asia dan The Real Singapore, Senin (5/1), mempertanyakan pelibatan kapal yang secara resmi namanya dipermasalahkan pemerintah Singapura.
Nama kapal ini berasal dari pelaku peledakan Gedung MacDonald, Orchard Road pada 1965, yakni Usman Muhammad Ali dan Harun Said. Bagi RI, keduanya adalah marinir yang melaksankan tugas negara pada periode konfrontasi dengan Federasi Malaya.
Tapi buat warga Singapura, aksi mereka termasuk terorisme paling parah sepanjang sejarah negara itu. Bom Usman dan Harun menewaskan tiga orang, menyebabkan 33 lainnya cedera parah.
"Penamaan kapal milik TNI itu pada Februari 2014 sudah menimbulkan ketegangan antara kedua negara," tulis Channel News Asia.
Sementara situs jurnalisme warga the Real Singapore menilai langkah TNI AL tidak peka. Sebab militer Negara Singa resmi terlibat dalam evakuasi ini.
"Indonesia entah sadar atau tidak kembali bermain-main dengan api mengirim kapal kontroversial itu dalam proses pencarian."
Dihubungi terpisah, Kementerian Pertahanan Singapura (MINDEF) berusaha tidak memikirkan keberadaan KRI Usman Harun yang dulu mereka keluhkan itu. Fokus gabungan tim SAR saat ini menemukan sebanyak mungkin korban serta kotak hitam pesawat.
"Tentara Nasional Singapura fokus membantu proses pencarian ini secara profesional," menurut juru bicara MINDEF lewat keterangan tertulis.
Selama proses evakuasi AirAsia berjalan, Singapura menyumbangkan tenaga militer, sekaligus mengerahkan kapal dan helikopter. Pasukan Negara kota itu berjasa menemukan satu jasad penumpang dan kursi pramugari. Tim identifikasi jenazah (DVI) Singapura juga membantu pelacakan identitas korban di Surabaya.



Credit Merdeka.com

KRI Bung Tomo, Jagoan TNI AL yang 'Dibuang' Brunei



KRI Bung Tomo (Foto Istimewa)
KRI Bung Tomo (Foto Istimewa)


CB, Jakarta: Seiring operasi SAR jatuhnya AirAsia QZ8501, nama KRI Bung Tomo mulai dikenal masyarakat. Kapal perang baru TNI AL ini adalah salah satu yang pertama tiba di lokasi kejadian.

Kapal yang dilengkapi helipad ini melaku evakuasi terhadap temuan pertama puing dan jasad AirAsia QA8501. Baru kemudian disusul kapal-kapal lain termasuk bantuan dari Singapura, Malaysia, Amerika Serikat dan Jepang.

Kapal patroli lepas pantai jenis korvet atau multi role linght fregate (MRLF) ini resmi memperkuat TNI AL mulai 14 September 2014. Kapal mempunyai berat 2300 ton, panjang 95 meter, lebar 12,7 meter serta didukung dengan empat motor pendorong pokok COCAD (Combined Diesel and Diesel) sehingga mampu berlayar dengan kecepatan maksimum 31 knots.

Urusan navigasi dan komunikasi, KRI Bung Tomo tergolong canggih. Meriam utama di dek depan adalah OTO Rapid Melara 76 mm yang mampu menembakkan 110 butir amunisi dengan jarak tembak sejauh 16 km, baik untuk menyerang juga bertahan.

Untuk menangkis serangan udara ada meriam DS 30 B Remsig 30 mm. Rudal permukaan ke udara adalah SAM Vertical Bunch Sea Walf dan Exocet MM 40 block 11 berkecepatan 1,134 km/jam untuk mengejar sasaran hingga 72 km. Juga dilengkapi terpedo anti kapal selam Thales Sensor Cutlass 242.

Perjalanan kapal bernomor lambung 357 ini menjadi milik TNI AL cukup unik, sebab bukan merupakan pesanan pemerintah RI. Kapal dibuat BAE Systems Marine di dermaga Anchorline, Barrow-In-Furness, Inggris, atas pesanan Kerajaan Brunei Darussalam.

Namun setelah selesai dibuat pada Juni 2007 bahkan sempat menyandang nama Nakhoda Ragam, mendadak Brunei membatalkan pesanan dengan alasan tidak punya cukup sumber daya manusia untuk mengoperasikan kapal. Total ada tiga kapal perang yang Brunei batal pesan.

Lima tahun kemudian, barulah RI siap mengambil tawaran mengambil alih tiga kapal canggih tersebut. Selain KRI Bung Tomo, dua kapal lainnya adalah KRI Usman Harun dan KRI John Lie.

Setelah dilakukan modifikasi sesuai kebutuhan TNI AL, barulah ketiganya secara bertahap dikirim ke Indonesia. Ketiganya tampil perdana di hadapan masyarakat Indonesia pada upacara HUT ke-69 TNI 5 Oktober 2014 di Surabaya.
Credit Metrotvnews.com

Tiongkok Tawarkan Kapal Pencari Kotak Hitam AirAsia

Lima kapal dikerahkan untuk pencarian kotak hitam pesawat.

Gelombang Laut Tinggi di lokasi Jatuhnya Pesawat Air Asia (VIVAnews/Ikhwan Yanuar)
  CB - Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI FH Bambang Soelistyo menyampaikan bahwa  ada tawaran kapal untuk mencari keberadaan kotak hitam pesawat AirAsia QZ8501 di Selat Karimata.

"Kita sedang siapkan tambahan bantuan tawaran dari Tiongkok untuk kirim 1 kapal yang punya peralatan untuk mencari black box," ujarnya di kantor Basarnas Jakarta, Minggu malam, 4 Januari 2015.

Soelistyo mengatakan, tawaran mengenai kapal dari Tiongkok tersebut saat ini sedang dalam tahap pembicaraan dan akan didiskusikan kembali.

Soelistyo mengungkapkan, jika kotak hitam nanti ditemukan, tantangan adanya lumpur meski tidak mempengaruhi sinyal pencarian kotak hitam. Namun akan mempersulit proses pengambilan.

"Kalau bagian besar sudah ditemukan, maka black box ada di area itu. Tantangan kita adalah adanya lumpur. Meskipun alat- alat untuk cari black box ping location canggih, tetapi berpengaruh terhadap proses pengambilan black boxnya," tuturnya.

Soelistyo juga memaparkan bahwa ada lima kapal yang dikerahkan untuk pencarian kotak hitam pesawat.

"Baruna Jaya sedang tambah alat. Perancis dengan dua alat tambahan akan di switch ke kapal Purworejo. Tim KNKT juga punya sistem dan alat pencarian yang mirip. Oleh karena itu, korban dan black box jadi prioritas pencarian kita besok," katanya.

Credit VIVAnews

Armada Asing di Operasi SAR AirAsia Diawasi Intel TNI


"Mereka hanya diperbolehkan beraktivitas di area yang ditentukan."

Helikopter Sea Hawk adalah salah satu armada asing yang membantu pencarian Air Asia (VIVAnews/Ikhwan Yanuar)
 
 
  CB - Kehadiran kapal dan pesawat asing dalam operasi pencarian dan evakuasi Pesawat Air Asia di Selat Karimata memang sangat diharapkan. Namun, tetap saja seluruh aktivitas pihak asing diawasi secara ketat.

"Seluruh armada asing yang ikut dalam operasi Air Asia kita awasi ," kata Pangkoops AU, Marsekal Muda, Agus Dwi Putranto saat berbincang dengan tvOne, Minggu malam, 4 Januari 2015.

Agus memaparkan, semua pergerakan baik kapal maupun helikopter dan pesawat negara asing yang ada di lokasi pencarian Air Asia dalam pengawasan intelijen TNI.

"Mereka hanya diperbolehkan beraktivitas di area yang telah ditentukan," tegasnya.

Seperti diketahui, dalam operasi SAR Air Asia, sejumlah negara mengirimkan armada militer mereka untuk membantu pencarian Air Asia.

Bantuan asing datang tiga negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, Jepang dan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.


Credit VIVAnews

Nih, Canggihnya Orion Korsel Pemburu Air Asia


Nih, Canggihnya Orion Korsel Pemburu Air Asia  

CB, Jakarta - Dua pesawat jenis P-3C Orion KN-01 milik Korea Selatan berhasil menemukan enam jasad korban pesawat AirAsia QZ8501. Pesawat ini diperkirakan jatuh di Selat Karimata, selat yang menghubungkan Laut Jawa dengan Laut Cina Selatan, pada Ahad pagi, 28 Desember 2014.

Pengerahan armada tentara Negeri Gingseng bertipe pesawat patroli maritim dan perang anti-kapal selam agaknya terbilang tepat. Teknologi khusus di bagian ekor pesawat pabrikan perusahaan Amerika Selatan, Lockheed Martin, menjadi alasan. Orion Mampu menemukan obyek di dalam laut.

Pesawat Tipe P-3 dilengkapi detektor anomali magnetik di bagian ekor untuk menemukan kapal selam di bawah laut. Namun, karena jangkauan alat ini terbatas, pesawat harus berada dekat permukaan laut. Alasan penempatan di fiberglass ekor, karena sensitivitas detektor dapat menimbulkan kebisingan elektromagnetik sehingga mengganggu alat lain di pesawat.

Sistem anti-kapal selam di pesawat P-3C terdiri atas AN/ARR-78 (V) sistem alat sonar atau sonobuoy buatan Hazeltine Corporation of New York, AN/ARR-72 buatan Electronics Inc New York, dua analisis arah akustik frekuensi dan indikator rekaman jenis Aqa-7, dan AQH-4 (V) tape perekam sonar.

Sensor Suite juga mencakup detektor anomali magnetik ASQ-81 dan kompensator magnetik ASA-65. Sonobuoys diluncurkan dari dalam kabin utama dan dari cantelan luar. Sistem pengawasan penerima elektronik, ALQ-78 (V) buatan Lockheed yang diproduksi di bawah lisensi Mitsubishi terletak di tiang bawah sayap.

ALQ-78 (V) secara otomatis beroperasi dalam mode pencarian yang menjadi radar bagi kapal selam. Ketika sinyal radar kapal selam terdeteksi, maka sistem beralih ke modus menemukan arah, dan menandai sinyal yang diterima oleh Orion.

Pesawat ini diterbangkan sekitar sepuluh awak dan mampu bertahan hingga 14 jam. Pesawat dilengkapi empat mesin turboprop tipe Allison T56-A-14, yang masing-masing memutar empat pisau baling. Ada lima tangki bahan bakar berkapasitas 34.800 liter, satu di dalam pesawat dan empat di sayap.

Angkatan Laut Amerika Serikat menggunakan tipe awal yaitu AP-3A pada 1962. Tipe itu lantas dikembangkan menjadi AP-3C dan mendominasi armada Amerika sebanyak 227 unit sejak 1969. Hingga kini, beberapa negara masih menggunakan AP-3C seperti Argentina, Australia, Brasil, Cile, Yunani, Iran, Jepang, dan Belanda.

Tipe pesawat ini banyak terlibat dalam operasi militer dan penyelamatan. Pada 1969, AS mengerahkan pesawat P-3 untuk mengawasi jalur pasokan bagi pasukan Viet Cong dari Filipina dan Vietnam. Pada 2008, Spanyol mengerahkan pesawat tipe tersebut untuk melawan pembajakan di Somalia.

Pada 2011, pesawat P-3 Amerika terlibat dalam Operasi Odyssey Dawn, operasi militer internasional untuk menegakkan larangan terbang di Libya semasa pemerintahan Muammar Kaddafi. Selain itu beberapa organisasi swasta juga pernah menggunakannya untuk membantu operasi pemadaman kebakaran hutan.

Credit TEMPO.CO

Pasukan Katak Fokus Menyusur Bawah Laut


Pasukan Katak Fokus Menyusur Bawah Laut  
 Patmar) CN235 TNI AL, saat melakukan pencarian dan evakuasi korban pesawat AirAsia QZ8501 di Perairan Selatan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Sabtu (3/1). ANTARA FOTO/Eric Ireng
 
 
Pangkalan Bun, CB -- Memasuki hari kesembilan, pencarian tim evakuasi gabungan mulai menemukan serpihan besar dan mengarah pada dugaan badan pesawat AirAsia QZ8501. Pencarian pun difokuskan untuk menyusur bawah laut dengan menggunakan alat deteksi sonar dan robot laut, alias remotely operated vessel (ROV).

Selain badan pesawat dan kotak hitam, pencarian bawah laut diharapkan bisa menemukan sisa jenazah yang belum terevakuasi. Sebab, berdasarkan perkiraan tim Disaster and Victim Identification (DVI) Mabes Polri, kemungkinan besar sudah tidak ada lagi jenazah yang terapung di lautan jika sudah lewat dari sepekan.

Tim penyelam telah mulai diterjunkan untuk membantu pengevakuasian jenazah dan puing-puing yang berhasil ditemukan di lautan. Namun, tugas utama mereka sebenarnya belum dimulai.

Menurut Kapten Laut (p) DanDen SatKopaska Edy Titayasa, tujuan utama para penyelam adalah terjun ke dasar laut untuk mengevakuasi jenazah dan mengambil black box. "Itu ada prosedurnya," ujar Edy saat ditemui CNN Indonesia di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Ahad (4/1).

Komandan Tim Pasukan Katak di Teluk Kumai itu mengatakan, penyelaman dasar laut dilakukan jika tim kapal telah menentukan titik pasti dari lokasi badan pesawat. Jika koordinat telah ditentukan, maka Pasukan Katak menjadi tim penyelam pertama yang diterjunkan untuk melakukan obeservasi di bawah laut. "Jadi tidak asal nyemplung ramai-ramai. Itu konyol namanya," ujar Edy.

Ketika titik lokasi ditemukan, Kopaska akan menerjunkan tim sedikitnya dua orang untuk melakukan observasi pemetaan lokasi dasar laut. Selain untuk memastikan dugaan, penyelaman dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari lokasi dasar laut yang menjadi sasaran evakuasi.

Observasi bisa dilakukan secara manual dan elektrik, yakni dengan menggunakan alat rekam yang terhubung dengan kapal atau membuat pemetaan sketsa. Penyelam biasanya akan diikat dengan menggunakan tali dan berkeliling di sekitar dasar laut yang menjadi lokasi dugaan.

Jika benar terbukti ada badan pesawat, penyelam kemudian kembali ke atas kapal untuk memaparkan hasil temuan dan kondisi di bawah laut. "Barulah di atas kapal, kami membuat master plan penyelamatan," ujar Edy.

Master plan menentukan penyebaran tim penyelam dan mekanisme perngevakuasian. Para penyelam nantinya akan dibagi dalam tim yang masing-masingnya terdiri dari dua orang. Mereka disebar di beberapa titik yang berada di sekitar lokasi evakuasi.

Dengan kedalaman sekitar 30 meter, kata Edy, penyelam tidak dianjurkan melakukan teknik repetitive dive atau menyelam berulang. Tekanan laut sangat besar sehingga mereka hanya boleh berada di dasar laut selama sekitar 15-20 menit.

"Jika terlalu lama di bawah tekanan laut yang besar, maka akan terjadi dekompresi ketika naik ke permukaan. Itu bisa berakibat pada kelumpuhan," ujar Edy.

Dengan waktu yang terbatas, arus deras, dan ombak liar, Edy mengatakan tim penyelam bakal berlomba dengan waktu. Kendala lainnya, kondisi dasar laut diprediksi berlumpur. Itu disebabkan oleh efek sedimentasi arus utara yang naik. "Jadi kemungkinan air bakal butek, alias zero visibility," ujarnya.

Oleh karena penyelam tidak bisa melakukan teknik menyelam berulang, kata Edy, pengevakuasian bawah laut akan memanfaatkan peralatan floating bag. Jasad atau serpihan pesawat lantas dimasukkan ke dalam keranjang sebelum ditarik oleh balon yang akan mengembang ke permukaan.

"Percayalah, evakuasi bisa berjalan lancar. Asalkan titik itu sudah pasti lokasinya. Kami dalam kondisi siap siaga," ujarnya.

Edy mengatakan, Kopaska saat ini menerjunkan sebanyak 41 personel. Selain itu, para penyelam lain yang diterjunkan dalam operasi penyelaman ada 14 personel dari Denjaka, tujuh personel dari pasukan elite Intai Amfibi (Taifib), 22 penyelam dari TNI AL, serta tambahan 22 personel penyelam dari Rusia.

Credit CNN Indonesia

Deretan Armada Pemburu Kotak Hitam



Deretan Armada Pemburu Kotak Hitam  
Pesawat Beriev BE-200 dan helikopter puma parkir saat mendung tebal di Lanud Iskandar, Pangkalan Bun, Ahad (4/1). Cuaca buruk di Pangkalan Bun mengganggu proses evakuasi dan pencarian korban AirAsia QZ 8501. (CNN Indonesia/Safir Makki)
 
 
Jakarta, CB -- Kotak hitam pesawat AirAsia QZ8501 adalah kunci. Dari alat itu semua teka teki hilang dan jatuh pesawat bisa diketahui. Kini selain operasi evakuasi korban, semua unit pencari berkonsentrasi menemukan alat ini.

Dalam operasi pencarian, Badan SAR Nasional melibatkan pesawat serta kapal pendeteksi, angkut, dan pengevakuasi. Setidaknya ada 28 kapal, 20 pesawat terlibat.

Tim pencari dari unsur TNI, Badan SAR nasional dan kepolisian mengerahkan 10 helikopter, sedangkan TNI AU mengerahkan 4 pesawat. Sementara itu, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menurunkan Kapal Navigasi Baruna Jaya IV (BPPT) sebagai pencari sinyal atau pinger locator yang memboyong robot pendeteksi logam dalam air.̢̢۬۬Lalu ada juga Kapal MGS Geo Survey yang mengambil peran pencari pemancar sinyal darurat atau emergency position indicating reporting beacon. Kementerian Perhubungan juga turut membantu dengan menurunkan Kapal Bantu Perambuan KN Andromeda.̢۬

Dari negeri jiran Singapura, RSS Kallang dibekali radar berbasis sonar terdapat di lambungnya. kapal ini juga dilengkapi dengan Thales Underwater System TSM-2022 MkIII, yang bisa mendeteksi kapal selam dan bangkai pesawat.

Selain Kallang, Singapura juga mempersiapkan armada lainnya untuk mencari kotak hitam seperti RSS Persistence, RSS Swift Rescue dan RSS Supreme.̢۬
Sementara itu, armada lain dari negara sahabat yang turut membantu operasi pencarian seperti Amerika Serikat, Rusia, Jepang, dan Malaysia tentunya juga berupaya sama. Kotak hitam adalah tujuan mereka.

Credit CNN Indonesia

Kehangatan Tentara Indonesia dan Jepang di Tengah Pencarian QZ8501



  
AFP PHOTO / ADEK BERRY Anggota TNI AL menangani jenazah korban jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 di KRI Banda Aceh dalam operasi pencarian di Laut Jawa, dekat perairan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Sabtu (3/1/2015).


PANGKALAN BUN, CB - Pada Minggu (4/1/2015) sore, kapal perang Jepang, Takanami DD110 merapat ke posisi Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Banda Aceh yang berada di perairan Selat Karimata, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Sebuah perahu karet membawa empat tentara angkatan laut Jepang dan langsung menuju ke KRI Banda Aceh. Sesampainya di atas KRI Banda Aceh, empat tentara Jepang mendapatkan sambutan hangat dari para prajurit TNI AL.

Ya, ada kehangatan antar pasukan yang terlibat dalam proses pencarian korban jatuhnya pesawat AirAsia QZ8510. Kerja kemanusiaan ini turut mempererat hubungan antarpasukan kedua negara.

Salah satu prajurit TNI rupanya cukup fasih berbahasa Jepang. Sementara, prajurit lainnya berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris. Ternyata, tujuan kunjungan para tentara Jepang ini untuk meninjau kondisi helipad yang ada di KRI Banda Aceh. Jika dalam keadaan darurat, helikopter jenis blackhawk milik mereka tidak bisa mendarat di kapal sendiri karena suatu hal, maka mereka bisa menggunakan helipad yang ada di KRI Banda Aceh.

"Ini biasa kalau sedang operasi darurat begini, saling pinjam helipad," kata pilot Skuadron Udara TNI AL, Mayor Sugiran.

Di bawah guyuran hujan, pilot helikopter Jepang, Suzuki, langsung melakukan pengukuran luas helipad di KRI Banda Aceh. Dia berkeliling helipad dengan sebuah alat yang dapat mengukur panjang, lebar, hingga tingkat kemiringan landasan heli. Kualitas besi untuk landasan juga ikut diteliti, apakah cukup baik atau tidak untuk menahan bobot helikopter Jepang yang jauh lebih besar dan berat. Tali untuk mengikat Helikopter setelah mendarat, juga dicek kualitasnya.

"Hasil pengecekan tadi, helikopter mereka masih bisa didaratkan di sini kalau darurat," jelas Sugiran.

Sebagai timbal baliknya, helikopter Skuadron Udara milik TNI AL juga bisa saja mendarat di helipad kapal Jepang dalam kondisi darurat. Namun, pengecekan kondisi helipad seperti yang dilakukan tentara Jepang, tidak diperlukan.

"Helipad mereka kan besar, sementara helikopter kita kecil. Pasti bisa mendarat di sana,"  kata Sugiran.

Setelah tujuan utama terkait helipad selesai, pertemuan tentara kedua negara dilanjutkan dengan beramah tamah. Empat tentara jepang diundang masuk ke lounge room perwira. Di sana, para "petinggi" KRI Banda Aceh seperti Komandan Gugus Keamanan Laut Barat Laksma TNI Abdul Rasyied dan Komandan KRI Banda Aceh Letnan Kolonel Laut (P) Arief Budiman ikut bergabung. Hidangan sederhana khas Indonesia seperti keripik dan teh manis hangat sudah dihidangkan.

Meski ada kendala perbedaan bahasa, obrolan antara kedua belah pihak masih terlihat "nyambung". Bahan obrolan masih menyangkut pertukaran helipad dan hal-hal yang berhubungan dengan angkatan laut. Meski topik pembicaraan serius, namun tak jarang diselingi canda tawa dari kedua pihak.

Menutup pertemuan, kedua pihak saling bertukar cinderamata, yakni topi dari kapal perang masing-masing. Topi dari Indonesia bercorak hitam dengan tulisan 'KRI Banda Aceh' dan sketsa kapal yang ada di bawah tulisan.

Ada pun topi dari jepang bertuliskan 'Takanami' yang juga terdapat sketsa kapal di bawahnya. Ternyata, setiap kapal angkatan laut di semua negara, memiliki topi khusus sebagai ciri khas. Setelah itu, kedua belah pihak juga menyempatkan foto bersama di atas dek KRI Banda Aceh.




Credit KOMPAS.com

Cumulonimbus, awan maut yang dikaitkan dengan QZ8501

Cumulonimbus, awan maut yang dikaitkan dengan QZ8501
BMKG memprediksi pembentukan awan Cumulonimbus (Cb) masih cukup tinggi yang memiliki ketebalan yang cukup berbahaya bagi penerbangan. (ANTARA FOTO/Septianda Perdana) 
 
 
Jakarta (CB) - Pada April 2010, sebuah pesawat maskapai Emirates mendarat darurat di Bandara Internasional Kochi, India, setelah terjun bebas dari ketinggian 18.000 kaki.

Menurut Times of India, penerbangan Emirates bernomor EK530 itu tidak mampu menghindari awan cumulonimbus yang membuatnya mengalami turbulens yang hebat sehingga mengurangi ketinggian terbang pesawat.

Beruntung pesawat masih bisa mendarat, namun pendaratan darurat itu membuat 20 dari 350 penumpang mengalami cedera, sedangkan sang pilot dirawat untuk menyembuhkan traumanya.

Empat tahun kemudian, awan cumulonimbus kembali menjadi perbincangan setelah penerbangan AirAsia QZ8501 jatuh di Selat Karimata gara-gara pesawat berusaha menghindari awan ini.

Awan cumulonimbus yang juga disebut awan hujan dan awan petir, adalah awan raksasa pada ketinggian 10.000 meter dan biasanya tercipta karena ketidakstabilan dalam atmosfer dan menghasilkan badai petir yang berbahaya.

Ini adalah awan tertinggi dan menjadi penghalang terakhir sebelum pesawat menuju ketinggian paling aman. Awan ini juga disebut awan jahat. Atmosfer yang tidak stabil bisa dengan cepat membentuk awan ini dalam hitungan menit.

Kendati kelihatannya indah ketika akan menghantarkan hujan deras dan petir, awan ini bisa membentuk pula angin ribut atau tornado sehingga disebut awan yang luar biasa berbahaya.

Karena bisa memicu turbulens pada pesawat, bahkan pesawat besar berbadan lebar pun bisa berada dalam bahaya besar jika terlalu dekat dengan awan ini.

Awan cumulonimbus yang sangat berbahaya bahkan seperti hidup menjadi bagaikan predator yang menanti memusnahkan apa pun yang melihat dan menghadapinya.

Laman Universitas Princeton, AS, www.princeton.edu, menyebutkan bahwa awan ini tinggi dan padat, selain membawa badai petir dan kondisi ekstrem lainnya.

Nama cumulonimbus berasal dari bahasa Latin cumulus yang berarti mengumpulkan, dan nimbus yang berarti hujan.

Dihasilkan dari kondisi atmosfer yang tidak stabil, awan ini bisa terbentuk sendirian atau dalam kluster. Awan ini menciptakan petir pada intinya.

Bentuknya seperti jamur. Pangkal awan ini bisa sepanjang beberapa mil dan kendati dapat terbentuk pada ketinggian 500 sampai 13.000 kaki (150 - 3.960 meter), awan ini bisa sampai di ketinggian 75.000 kaki (23.000 meter) pada kondisi yang ekstrem.

Mengutip www.princeton.edu, awan berbahaya ini memiliki beberapa spesies, antara lain Cumulonimbus arcus dan Cumulonimbus virga.


Credit ANTARA News