Pertempuran di kota Sanaa, Yaman, yang menandai terbelahnya pemberontak. (Foto: AFP PHOTO / Mohammed HUWAIS)
Dilansir oleh AFP, pertempuran ini menandai pecahnya kubu pemberontak. Setelah sebelumnya Huthi bergandengan dengan bekas presiden Ali Abdullah Saleh, kini Saleh malah bergabung dengan pasukan koalisi.
Kantor politik Huthi menuding Saleh sedang melakukan kudeta atas aliansi yang selama ini tak pernah dipercayainya. Untuk mengantisipasi serangan Huthi, pasukan yang loyal kepada Saleh diterjunkan ke jalanan.
Pertempuran mereka, menurut pejabat keamanan, telah menyebabkan setidaknya 60 orang tewas di sekitar ibu kota dan bandara internasional. Pasukan Saleh mencoba mengambil alih distrik Al-Jarraf, sedang pasukan Huthi mempertahankan diri dengan kendaraan tempur dan senjata mesin.
Warga Sanna terpaksa melindungi dirinya dengan bertahan di dalam rumah agar tak terkena peluru nyasar pada penembak jitu dan ledakan bom.
Kementerian Pendidikan menghentikan aktivitas belajar pada hari Minggu, yang merupakan hari pertama sekolah. Saksi mata mengatakan sejumlah mayat korban pertempuran masih dibiarkan tergeletak di jalanan.
Iyad al-Othmani, 33 tahun, mengatakan tak bisa meninggalkan rumahnya selama 3 hari terakhir karena pertempuran itu. Mohammed Abdullah, seorang pegawai swasta, mengatakan jalanan dekat rumahnya diblokir oleh kaum milisi dan dia memilih tak keluar rumah karena tak ingin menghadapi pemeriksaan dari kubu mana pun.
“Sanaa sudah seperti kota hantu, ada perang jalanan dan orang-orang terkurung di rumah mereka,” kata seorang aktivis di International Organisation for Migration di Sanaa.
Saleh dan Huthi sudah tiga tahun bergabung untuk memaksa pemerintahan Presiden Abedrabbo Mansour Hadi keluar dari Sanna. Tapi kini situasi perang di Yaman berubah seiring pecah kongsinya kaum pemberontak itu.
Saleh memerintah di Yaman sebagai Presiden selama 33 tahun, setelah penyatuan Yaman Utara dan Selatan pada 1990. Terkenal sebagai sekutu Arab Saudi, Saleh pernah menggelar enam peperangan melawan Huthi, kaum Syiah Zaidi dari utara Yaman.
Saleh mundur pada 2012 dan menyerahkan kekuasaan kepada Hadi, yang kini hidup dalam pengasingan di Arab Saudi.
Pada 2014, Saleh mengumumkan bergabungnya ke Huthi, mereka mengambil alih Sanaa dan membentuk pemerintahan pararel, sedang pemerintahan Hadi mengungsi ke Aden. Hadi kemudian mendapat dukungan koalisi yang dipimpin Arab Saudi dan ekskalasi pertempuran pun meningkat. Sudah lebih dari 8.750 orang tewas dan krisis kemanusiaan melanda Yaman.
Credit .cnnindonesia.com
Sekjen PBB prihatin dengan meningkatnya pertempuran di Yaman
PBB, New York (CB) - Sekretaris Jenderal PBB Antonio
Guterres pada Ahad (3/12) menyampaikan keprihatinan yang mendalam
sehubungan dengan peningkatan tajam bentrokan bersenjata dan serangan
udara di Yaman selama beberapa hari belakangan antar-aliansi gerilyawan.
"Merebaknya kerusuhan yang paling akhir ini tak perlu terjadi pada saat paling buruk buat rakyat Yaman, yang sudah terjebak dalam krisis kemanusiaan terbesar di dunia," kata Guterres melalui juru bicaranya, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Senin pagi. Ia merujuk kepada bentrokan antara gerilyawan Syiah Al-Houthi dan pasukan yang setia kepada mantan presiden Ali Abdullah Saleh.
Kedua pasukan itu sebelumnya adalah sekutu yang melawan pasukan yang setia kepada Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.
Bentrokan baru tersebut, yang meletus pada Rabu lalu di Ibu Kota Yaman, Sana`a, lalu menyebar ke bagian lain negeri tersebut, telah menewaskan puluhan orang dan melukai ratusan orang lagi, termasuk warga sipil.
Sekretaris Jenderal itu menyeru semua pihak dalam konflik tersebut agar menghentikan semua serangan darat dan udara, kata Stephane Dujarric, Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB, di dalam satu pernyataan.
Konflik baru itu dan blokade yang diberlakukan pada 6 November oleh koalisi militer pimpinan Arab Saudi --yang memerangi gerilyawan Al-Houthi, telah mengakibat kekurangan parah pasokan penting, terutama makanan dan bahan bakar, dan mengakibatkan kenaikan harga, menghambat akses rakyat ke makanan, air yang aman dan perawatan kesehatan, kata pernyataan tersebut.
"Sekretaris Jenderal menyerukan dilanjutkannya semua import mendesak, yang sangat diperlukan oleh jutaan anak, perempuan dan pria yang terancam kelaparan massal, penyakit dan kematian."
Walaupun koalisi pimpinan Arab Saudi telah mencabut sebagian blokade, pengiriman bantuan kemanusiaan PBB masih menghadapi hambatan.
"Perang membatasi gerakan orang dan layanan penyelamat nyawa di dalam Kota Sana`a. Ambulans dan tim medis tak bisa mengakses orang yang cedera, dan orang tak bisa pergi ke luar untuk membeli makanan serta keperluan lain. Pekerja bantuan tak bisa melakukan perjalanan dan melaksanakan program penting penyelamat nyawa pada saat jutaan orang Yaman mengandalkan bantuan untuk bertahan hidup," kata pernyataan itu.
Sekretaris Jenderal menyeru semua pihak dalam konflik tersebut agar mematuhi kewajiban mereka berdasarkan peraturan kemanusiaan internasional. "Sangat penting bahwa warga sipil dilindungi, bahwa orang yang cedera diberi akses aman ke perawatan medis, dan bahwa semua pihak memfasilitasi akses kemanusiaan penyelamat nyawa."
Guterres kembali menyatakan bahwa tak ada penyelesaian militer bagi konflik Yaman. Ia mendesak semua pihak dalam konflik tersebut agar terlibat secara berarti dengan PBB untuk mengaktifkan perundingan yang melibatkan semua pihak mengenai penyelesaian politik.
"Merebaknya kerusuhan yang paling akhir ini tak perlu terjadi pada saat paling buruk buat rakyat Yaman, yang sudah terjebak dalam krisis kemanusiaan terbesar di dunia," kata Guterres melalui juru bicaranya, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Senin pagi. Ia merujuk kepada bentrokan antara gerilyawan Syiah Al-Houthi dan pasukan yang setia kepada mantan presiden Ali Abdullah Saleh.
Kedua pasukan itu sebelumnya adalah sekutu yang melawan pasukan yang setia kepada Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.
Bentrokan baru tersebut, yang meletus pada Rabu lalu di Ibu Kota Yaman, Sana`a, lalu menyebar ke bagian lain negeri tersebut, telah menewaskan puluhan orang dan melukai ratusan orang lagi, termasuk warga sipil.
Sekretaris Jenderal itu menyeru semua pihak dalam konflik tersebut agar menghentikan semua serangan darat dan udara, kata Stephane Dujarric, Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB, di dalam satu pernyataan.
Konflik baru itu dan blokade yang diberlakukan pada 6 November oleh koalisi militer pimpinan Arab Saudi --yang memerangi gerilyawan Al-Houthi, telah mengakibat kekurangan parah pasokan penting, terutama makanan dan bahan bakar, dan mengakibatkan kenaikan harga, menghambat akses rakyat ke makanan, air yang aman dan perawatan kesehatan, kata pernyataan tersebut.
"Sekretaris Jenderal menyerukan dilanjutkannya semua import mendesak, yang sangat diperlukan oleh jutaan anak, perempuan dan pria yang terancam kelaparan massal, penyakit dan kematian."
Walaupun koalisi pimpinan Arab Saudi telah mencabut sebagian blokade, pengiriman bantuan kemanusiaan PBB masih menghadapi hambatan.
"Perang membatasi gerakan orang dan layanan penyelamat nyawa di dalam Kota Sana`a. Ambulans dan tim medis tak bisa mengakses orang yang cedera, dan orang tak bisa pergi ke luar untuk membeli makanan serta keperluan lain. Pekerja bantuan tak bisa melakukan perjalanan dan melaksanakan program penting penyelamat nyawa pada saat jutaan orang Yaman mengandalkan bantuan untuk bertahan hidup," kata pernyataan itu.
Sekretaris Jenderal menyeru semua pihak dalam konflik tersebut agar mematuhi kewajiban mereka berdasarkan peraturan kemanusiaan internasional. "Sangat penting bahwa warga sipil dilindungi, bahwa orang yang cedera diberi akses aman ke perawatan medis, dan bahwa semua pihak memfasilitasi akses kemanusiaan penyelamat nyawa."
Guterres kembali menyatakan bahwa tak ada penyelesaian militer bagi konflik Yaman. Ia mendesak semua pihak dalam konflik tersebut agar terlibat secara berarti dengan PBB untuk mengaktifkan perundingan yang melibatkan semua pihak mengenai penyelesaian politik.
Credit antaranews.com
Koalisi Saudi Bantu Kirim Serangan Udara ke Yaman
Serangan tersebut telah menewaskan puluhan orang dan melukai ratusan warga lainnya. Palang Merah Internasional mengatakan, perang yang terjadi di kawasan itu meningkatkan kekhawatiran akan bertambahnya jumlah warga sipil yang menjadi korban.
Ali Abdullah Saleh mengatakan, bantuan serangan tersebut merupakan strategi untuk segera mengakhiri perang yang terjadi di negaranya. Dia juga siap untuk membina hubungan kembali dengan Arab Saudi dan sekutunya jika mereka berjanji untuk menghentikan serangan ke Yaman.
Ali Abdullah Saleh mengaku siap untuk melakukan pembicaraan dengan koalisi Arab yang memerangi pemberontak Houthi untuk mengakhiri konflik yang terjadi selama tiga tahun terakhir. Negosiasi yang diajukan Saleh lantas mendapat sambutan dari koalisi Arab.
Arab menilai, pembicaraan itu akan membuat kemajuan dalam perang dimana koalisi Arab kesulitan merebut kawasan utara Yaman yang dikuasi pasukan Houti-Saleh sejak 2015 lalu hingga membuat presiden sah Abd-Rabbu Mansour Hadi melarikan diri. Hal itu membuat peperangan di Yaman memasuki babak baru dimana koalisi Houti-Iran melawan aliansi Arab Saudi dan pemerintah Yaman yang dipimpin Abd-Rabbu Mansour Hadi.
Seperti diwartakan BBC, Ahad (3/12) pemberontak Houti yang merupakan koalisi Saleh hingga pekan ini menuduh mantan presiden itu telah melakukan kudeta. Houti tidak menerima negosiasi yang akan dilakukan Saleh dengan pasukan koalisi Arab.
"Bagaimanapin, Houti tidak menerima ide Ali Abdullah Saleh. Ucapannya merupakan sebuah kudeta terhadap aliansi dan kemitraan kami," kata Seorang Juru Bicara Houti.
Berdasarkan laporan, serangan udara dijatuhkan di kawasan selatan Sanaa. Namun, tidak ada laporan resmi terkait jumlah korban dari agresi militer tersebut. Dari keterangan warga, sedikitnya lima serangan udara telah diluncurkan dikawasan itu.
Credit REPUBLIKA.CO.ID