WASHINGTON - Lembaga think tank pertahanan
Royal United Services Institute (RUSI) mengatakan, kemungkinan perang
antara Amerika Serikat (AS) dan Korea Utara (Korut) sekarang jadi hal
nyata. Popularitas Presiden Donald Trump di AS akan meningkat jika dia
memerintahkan serangan terhadap Pyongyang.
Menurut lembaga yang berbasis di Inggris tersebut, Washington tidak dapat meluncurkan serangan pencegahan terhadap kemampuan nuklir Pyongyang tanpa memprovokasi perang yang lebih luas yang akan menyebabkan ratusan ribu orang tewas.
Dalam laporannya, RUSI memperingatkan soal krisis yang didorong oleh kemajuan cepat dari teknologi rudal nuklir rezim Kim Jong-un yang berkuasa di Korut. ”Jika perang ini diluncurkan, maka tidak akan (serangan) surgical atau singkat,” kata RUSI dalam laporannya, seperti dikutip dari The Time, Jumat (29/9/2017).
Kemungkinan perang itu bisa terjadi karena salah satu pihak bisa memicu konflik. Namun, ada indikasi pula bahwa administrasi Trump tidak rela rezim Kim Jong-un yang dipersenjatai dengan rudal balistik antarbenua mampu meluncurkan serangan yang menjangkau daratan AS.
”Perang sekarang kemungkinan nyata. Dengan Korea Utara yang membuat kemajuan pesat dalam program rudal dan nuklirnya, waktunya tidak berada di pihak diplomasi,” lanjut laporan RUSI. ”Dengan adanya pilihan nyata ini, ada kemungkinan nyata bahwa Trump akan memutuskan untuk menyelesaikan masalah Korea Utara lebih cepat daripada nanti.”
Malcolm Chalmers, Wakil Direktur Jenderal RUSI dan penulis laporan tersebut, mengemukakan sejumlah cara berbeda di mana sebuah perang bisa dimulai. Salah satunya, sebuah serangan yang dilakukan oleh Pyongyang jika mereka yakin bahwa Washington merencanakan serangan mendadak atau pre-emptive. Serangan dari AS bisa terjadi jika rudal Pyongyang diuji tembak di dekat Guam atau California.
Serangan AS, sambung Chalmers, mungkin akan melibatkan serangan udara dan siber skala besar yang diikuti oleh pembalasan besar-besaran dari Pyongyang di Korea Selatan dan pangkalan AS di wilayah terdekat. ”Korban dalam konflik semacam itu kemungkinan akan mencapai ratusan ribu bahkan jika tidak ada senjata nuklir yang digunakan,” tulis Chalmers.
Jika terjadi serangan mendadak, Inggris mungkin hanya memiliki beberapa jam untuk memutuskan bagaimana meresponsnya. Chalmers secara terbuka mendesak Washington untuk mengesampingkan sebuah serangan preventif.
“Keseimbangan probabilitasnya adalah bahwa tidak akan ada perang, tapi ada bahaya bahwa upaya Amerika untuk membuat ancamannya terdengar kredibel dapat membuat Pyongyang menyerang,” lanjut Chalmers.
Sebelumnya, Korea Selatan mengatakan bahwa AS akan mengirim lebih banyak aset strategis militernya ke Seoul. Deskripsi aset strategis militer itu kemungkinan akan mencakup pesawat pembom B-52, pesawat jet tempur siluman, kapal selam bertenaga nuklir dan kapal induk. Sedangkan Korut sendiri telah memobilisasi pesawat tempurnya dan mengklaim merekrut 4,7 juta tentara baru.
Menurut lembaga yang berbasis di Inggris tersebut, Washington tidak dapat meluncurkan serangan pencegahan terhadap kemampuan nuklir Pyongyang tanpa memprovokasi perang yang lebih luas yang akan menyebabkan ratusan ribu orang tewas.
Dalam laporannya, RUSI memperingatkan soal krisis yang didorong oleh kemajuan cepat dari teknologi rudal nuklir rezim Kim Jong-un yang berkuasa di Korut. ”Jika perang ini diluncurkan, maka tidak akan (serangan) surgical atau singkat,” kata RUSI dalam laporannya, seperti dikutip dari The Time, Jumat (29/9/2017).
Kemungkinan perang itu bisa terjadi karena salah satu pihak bisa memicu konflik. Namun, ada indikasi pula bahwa administrasi Trump tidak rela rezim Kim Jong-un yang dipersenjatai dengan rudal balistik antarbenua mampu meluncurkan serangan yang menjangkau daratan AS.
”Perang sekarang kemungkinan nyata. Dengan Korea Utara yang membuat kemajuan pesat dalam program rudal dan nuklirnya, waktunya tidak berada di pihak diplomasi,” lanjut laporan RUSI. ”Dengan adanya pilihan nyata ini, ada kemungkinan nyata bahwa Trump akan memutuskan untuk menyelesaikan masalah Korea Utara lebih cepat daripada nanti.”
Malcolm Chalmers, Wakil Direktur Jenderal RUSI dan penulis laporan tersebut, mengemukakan sejumlah cara berbeda di mana sebuah perang bisa dimulai. Salah satunya, sebuah serangan yang dilakukan oleh Pyongyang jika mereka yakin bahwa Washington merencanakan serangan mendadak atau pre-emptive. Serangan dari AS bisa terjadi jika rudal Pyongyang diuji tembak di dekat Guam atau California.
Serangan AS, sambung Chalmers, mungkin akan melibatkan serangan udara dan siber skala besar yang diikuti oleh pembalasan besar-besaran dari Pyongyang di Korea Selatan dan pangkalan AS di wilayah terdekat. ”Korban dalam konflik semacam itu kemungkinan akan mencapai ratusan ribu bahkan jika tidak ada senjata nuklir yang digunakan,” tulis Chalmers.
Jika terjadi serangan mendadak, Inggris mungkin hanya memiliki beberapa jam untuk memutuskan bagaimana meresponsnya. Chalmers secara terbuka mendesak Washington untuk mengesampingkan sebuah serangan preventif.
“Keseimbangan probabilitasnya adalah bahwa tidak akan ada perang, tapi ada bahaya bahwa upaya Amerika untuk membuat ancamannya terdengar kredibel dapat membuat Pyongyang menyerang,” lanjut Chalmers.
Sebelumnya, Korea Selatan mengatakan bahwa AS akan mengirim lebih banyak aset strategis militernya ke Seoul. Deskripsi aset strategis militer itu kemungkinan akan mencakup pesawat pembom B-52, pesawat jet tempur siluman, kapal selam bertenaga nuklir dan kapal induk. Sedangkan Korut sendiri telah memobilisasi pesawat tempurnya dan mengklaim merekrut 4,7 juta tentara baru.
Credit sindonews.com