Kamis, 05 Maret 2015

Ribuan Kapal Eks Asing Langgar Hukum, 187 Pemilik Diperiksa


Ribuan Kapal Eks Asing Langgar Hukum, 187 Pemilik Diperiksa 
Dua kapal ikan ilegal berbendera Papua Nugini meledak dan mengeluarkan api ketika ditenggelamkan personel Lantamal IX Ambon di Perairan Teluk Ambon, Maluku, Minggu (21/12). Menteri Susi Pudjiastuti mencatat 99,9 persen dari 1.132 kapal eks asing tidak patuh terhadap ketentuan kelautan dan perikanan Indonesia. (ANTARA FOTO/Izaac Mulyawan)
 
 
Jakarta, CB -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan melakukan evaluasi dan audit kepatuhan terhadap ribuan kapal perikanan buatan luar negeri di atas 30 GT. Hal tersebut dilakukan untuk menertibkan penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal eks asing di wilayah perairan Indonesia.

Menteri KKP Susi Pudjiastuti mengatakan audit kepatuhan akan dilakukan terhadap 187 pemilik kapal perikanan dan 1.132 kapal ikan eks asing. Audit akan dilakukan Tim Analisis Evaluasi Kapal Eks Asing (Anev) yang terdiri dari Satuan Tugas (Satgas) Anti Ilegal Fishing, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), PPATK serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kalau kami lihat dari complience kepemilikian SIPI (surat izin penangkapan ikan) dan SIKPI (surat izin kapal pengangkut ikan) itu ada 99,9 persen tidak complience dengan ketentuan yang ada. Dicari dari sisi manapun tidak ada complience-nya. Dari sisi kepemilikan (Bill of sale)  banyak yang bodong atau bikinan jalan pramuka," kata Susi saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (5/2).

Susi mengatakan modus ilegal fishing di Indonesia semakin beragam. Mulai dari membawa ikan hasil tangkapan ke luar negeri, hingga  melakukan penukaran bendera ketika melintas di wilayah perbatasan.

"Ilegal fishing di Indonesia terjadi sangat sporadis dan sangat banyak. Kalau kita lihat dari tingkat kepatuhan dari 1.300 kapal itu, separuh sudah hilang dari perairan Indonesia. Ada beberapa VMS (Vessel Monitoring System)-nya sudah dimatikan karena kalau dicek kepemilikannya itu bermasalah," kata Susi.

Empat Rekomendasi

Mas Achmad Sentosa, Ketua Tim Satgas Anti Ilegal Fishing, mengatakan Tim Anev akan memberikan empat rekomendasi terkait hasil verifikasi. Skoring juga akan oleh Tim Anev kepada perusahaan kapal ikan berdasarkan tingkat kepatuhan.

"Nilainya 1 hingga 5. Semakin tinggi nilainya, artinya perusahaan itu tingkat kepatuhannya rendah," katanya.

Rekomendasi pertama, pemilik kapal dengan tingkat kepatuhan rendah dimungkikan mengajukan permohonan SIKPI dan SIPI operasional kembali. Kedua, kapal-kapal yang tidak memenuhi tingkat minimum kepatuhan, SIKPI dan SIPI tidak berlaku lagi dan dicabut. "Dan tidak akan diterbitkan kembali untuk kapal yang bersangkutan," katanya.

Rekomendasi ketiga, pengenaan sanksi administratif ataupun pidana bagi perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran.

"Yang keempat akan direkomendasikan perbaikan sistem pengajuan perizinan kapal yang dibuat di luar negeri atau perbaikan sistem secara umum. Seperti e-lisencing," tuturnya.


Credit  CNN Indonesia

Tiga Band Dunia Minta Jokowi Hentikan Eksekusi Mati


Tiga Band Dunia Minta Jokowi Hentikan Eksekusi Mati 
 Black Sabbath menyurati Jokowi dan memintanya langsung menghentikan eksekusi mati. (Dok. http://commons.wikimedia.org)
 
Jakarta, CB -- Kalau selama ini Presiden Joko Widodo menjadi 'kesayangan' metalhead karena kecintaannya pada musik keras itu, sepertinya keputusan mengeksekusi Bali Nine kini berpengaruh. Dua band beraliran metal meminta Jokowi membatalkan pengeksekusian para terpidana narkoba itu.

Pertama, band metal asal Inggris, Napalm Death. Diberitakan Sidney Morning Herald, awal Februari lalu vokalis Napalm Death Mark Greenway mengunggah pernyataan ke akun Facebook yang ditujukan langsung pada Jokowi.

"Tolong biarkan hidup Andrew Chan dan Myuran Sukumaran," ia menulis. Sebagai pencinta Napalm Death, lanjutnya, ia yakin Jokowi memahami lirik-lirik band itu yang berupa perjuangan melawan kekerasan di dunia. Kekerasan itu, katanya, bisa dilakukan individu maupun negara.


"Saya paham bahwa Anda sebagai pemimpin harus mengubah hal menjadi lebih baik. Maka saya yakin pemberian grasi akan menjadi langkah kemajuan besar dalam proses ini," lanjut Mark.

Ia melanjutkan menulis dalam akun berpenggemar sampai 700 ribu itu, "Saya tahu heroin bisa sangat merusak, tapi saya percaya isu ini lebih kompleks dan tidak bisa digantikan semudah dengan mencabut nyawa orang lain."

Sebelumnya, Jokowi pernah mengaku sebagai penggemar Napalm Death. Ia bahkan pernah berfoto sembari mengacungkan jari metal dan menggunakan kaus bertuliskan nama band itu. Napalm Death tertawa saat mendengar fakta itu.

"Jika Anda tahu segalanya tentang Napalm Death, Anda tahu kami sangat kritis tentang mekanisme politik," Mark kembali menuturkan. Jika Jokowi mampu menyelamatkan nyawa terpidana mati, ia akan menganggapnya sebagai pemimpin terhangat.

Setelah permohonan band kesukaannya itu, kini Jokowi kembali didekati band metal lainnya, Black Sabbath. Sang gitaris, Tony Iommi menyurati Jokowi dengan permintaan yang sama.

Menurut Sidney Morning Herald, surat itu dikirim kepada Jokowi di Jakarta, Rabu (4/3) pagi oleh petugas Australia. Ia diberi kop dengan huruf khas Iommi, dan bertanda tangan.

Tony mengawali suratnya dengan pemahaman dan rasa hormat atas perjuangan Jokowi melawan penyalahgunaan obat-obatan di Indonesia. Ia tak memungkiri bahwa itu masalah semua negara. Tony pun mengaku tahu betul efek negatif narkoba.

Namun, ia melihat ada perubahan dalam diri dua terpidana mati yang merupakan anggota Bali Nine, yakni Andre Chan dan Myuran Sukumaran.

"Saya mohon kepada Anda, sebagai orang yang pemaaf, untuk menghormati perubahan mereka. Mereka kini orang yang berbeda dan membuat perbedaan positif kepada hidup pengikut mereka," tulis Tony. Menurutnya, perubahan itu adalah poin khusus bagi pemerintah Indonesia.

"Atas alasan ini, saya meminta Anda menghentikan eksekusi Andrew dan Myuran. Tolong biarkan mereka menjalani hukuman seumur hidup sehingga bisa berkontribusi untuk Indonesia dan membalas kesalahan di masa lalu," lanjutnya.

Bukan hanya dua band metal itu, band asal Australia The Temper Trap juga mengecam keputusan Jokowi mengeksekusi mati Andrew dan Myuran. Sejak akhir Februari lalu, Twitter mereka dipenuhi ajakan menolak keputusan itu.

"Indonesia, jika Anda bersama kami, berbicaralah. Sekarang waktu Anda. Buat perubahan!" tulisnya, sembari menambahkan tagar #YADP, #keephopealive, #mercycampaign, dan #istandformercy. Band itu juga mengunggah video YouTube tentang anak muda melawan putusan mati.

Rabu (4/3) mereka bahkan menulis, "Tuhan aja Maha Pengampun, kok presiden ngga yah."



Sementara itu, Jokowi masih tegas atas eksekusi mati dua anggota Bali Nine. Mereka bahkan telah dipindahkan ke Nusakambangan. Dikabarkan, mereka akan dieksekusi pekan ini bersama sembilan terpidana lainnya, meski nama-namanya belum secara resmi dirilis Kejaksaan Agung.

Sebelumnya, dikabarkan yang akan dieksekusi adalah warga Filipina Mary Jane Fiesta Veloso, dua warga Australia Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, warga Perancis Serge Areski Atlaoui, warga asal Ghana Martin Anderson, warga Nigeria Raheem Agbaje Salami, warga Brasil Rodrigo Gularte, dan warga Indonesia Zainal Abidin.



Credit  CNN Indonesia

Dua Sukhoi Melintas di Nusakambangan Dianggap Gertakan


Dua Sukhoi Melintas di Nusakambangan Dianggap Gertakan  
Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko menyapa wartawan seusai memberikan pembekalan kepada Barisan Serbaguna (Banser) Gerakan Pemuda (GP) Ansor di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Senin (23/2). Panglima TNI Jenderal Moeldoko berharap sinergitas antara TNI dan Banser bisa berjalan dengan baik dan bila hal tersebut terwujud maka negara lain bakal berpikir dua kali dengan Indonesia. (Antara Foto/M Agung Rajasa)
 
 
Jakarta, CB -- Dua pesawat tempur Sukhoi milik TNI terlihat melintas di kawasan udara Nusakambangan, Cilacap. Enggan disebut berhubungan dengan tambahan pengamanan atas rencana eksekusi terpidana mati, Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengatakan manuver di langit Nusakambangan hanyalah sebuah latihan.

"Itu (pesawat melintas) hanya untuk latihan saja kok," ujar Moeldoko singkat saat menghadiri rapat di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kamis (5/3). Moeldoko menambahkan masyarakat tak perlu menganggap serius perihal keberadaan pesawat Sukhoi tersebut.

Proses eksekusi mati terhadap sejumlah terpidana mati di Indonesia hingga kini tak kunjung dilakukan padahal hampir semua terpidananya sudah tiba di lokasi eksekusi, Nusakambangan. Yang terbaru, dua terpidana asal Australia Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dipindahkan dari Lapas Krobokan di Bali, ke Nusa Kambangan.


Dalam pemindahan kedua terpidana tersebut, penjagaan yang dilakukan baik oleh satuan Polri ataupun TNI terlihat sangat ketat. Polri menurunkan 20 anggota Brimob untuk melakukan pendampingan, sedangkan TNI terlihat meluncurkan dua pesawat jenis Sukhoi di sekitaran Nusa Kambangan.

Moledoko, kembali menegaskan Sukhoi hadir bukan mengamankan jalannnya proses eksekusi. "Tak perlu serius-serius," katanya.

Sebelumnya TNI dan Polri diketahui telah mengerahkan puluhan personel Brimob dan dua jet tempur milik TNI Angkatan Udara untuk mengawal perpindahan Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dua terpidana mati kasus narkoba asal Australia.

Namun tambahan pengamanan tersebut dikritik oleh Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pertahanan Salim Said. Menurutnya tindakan pengamanan seperti sekarang terlalu berlebihan dilakukan TNI dan Polri.

"Tidak mungkin ada perang karena pelaksanaan eksekusi mati. Kalau sampai menggunakan dan melibatkan Sukhoi, itu terlalu berlebihan, seperti memprovokasi negara lain," kata Salim.

Sementara untuk tanggal pasti kapan eksekusi dilakukan, Moeldoko mengatakan hal tersebut sama sekali tak dibahas dalam rapat yang dia hadiri. "Belum," katanya.

Hingga saat ini, Kejaksaan Agung belum merilis secara resmi 10 terpidana mati yang akan dieksekusi dalam waktu dekat. Namun, Jaksa Agung HM Prasetyo sebelumnya mengungkapkan ada 11 nama terpidana yang bakal segera menghadapi regu tembak.

Mereka di antaranya adalah warga Filipina Mary Jane Fiesta Veloso, dua warga Australia Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, warga Perancis Serge Areski Atlaoui, warga asal Ghana Martin Anderson, warga Nigeria Raheem Agbaje Salami, warga Brasil Rodrigo Gularte, dan warga negara Indonesia Zainal Abidin.

Credit  CNN Indonesia

Rusia Siap Bagi Ilmu Soal Jet Sukhoi pada Indonesia


Rusia Siap Bagi Ilmu Soal Jet Sukhoi pada Indonesia
Pemerintah Rusia menyatakan siap berbagi ilmu dengan Indonesia mengenai pengembangan teknologi militer. Salah satunya soal teknologi pesawat jet tempur Sukhoi.. Foto: istimewa
 
 
JAKARTA (CB) - Pemerintah Rusia menyatakan siap berbagi ilmu dengan Indonesia mengenai pengembangan teknologi militer. Salah satunya soal teknologi pesawat jet tempur Sukhoi.

Kebijakan Rusia itu muncul setelah Indonesia membuat regulasi baru terkait  kerjasama militer dengan negara asing. Di mana, Indonesia bersedia membeli produk alutsista asing dengan syarat mereka bersedia berbagi ilmu atau dikenal dengan istilah transfer of technology (TOT).

Regulasi ini dibuat agar Indonesia tidak hanya menjadi negara konsumen, tapi juga bisa menjadi negara produsen. Indonesia menginginkan  Rusia berbagi ilmu mengenai teknologi  pesawat jet tempur Sukhoi 35, salah satu pesawat tempur terbaik di dunia saat ini.

Menurut Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikhael Y Galuzin,  pihaknya sudah membicarkan hal ini dengan Kementerian Pertahanan Indonesia. "Kami sudah melakukan pembicaraan dengan Kementerian Pertahanan mengenai pesawat Sukhoi 35, dan kami juga memperhatikan regulasi baru yang dibuat oleh pemerintah Indonesia," ucap Galuzin kepada wartawan di kediamannya, di Jakarta, Kamis (5/3/2015).

"Kami siap untuk melakukan TOT," imbuh Galuzin. Indonesia sendiri sejatinya tidak hanya melakukan kerjasama dengan Sukhoi, melainkan juga dengan typhoon, sebuah perusahaan pembuat pesawat asal Inggris, yang dikabarkan sudah terlebih dahulu melakukan TOT dengan Indonesia.


Credit  SINDOnews

Enam Kapal Perang NATO Beraksi di Laut Hitam


Enam Kapal Perang NATO Beraksi di Laut Hitam
Enam kapal NATO, termasuk kapal USS Vicksburg beraksi dalam latihan tempur di Laut Hitam. Foto: Wikipedia.
 
 
SOFIA (CB) - Enam kapal perang NATO beraksi dalam latihan tempur di Laut Hitam setelah tiba pada Rabu kemarin. Enam kapal perang NATO itu terlibat latihan tempur dengan Angkatan Laut Bulgaria, Rumania dan Turki.

Demikian disampaikan Aliansi Komando Maritim (Marcom) dalam sebuah pernyataan. Enam kapal perang NATO itu ditugaskan untuk siaga dengan Kelompok Martim Dua NATO (SNMG2), yang dipimpin oleh Laksamana Brad Williamson, asal Amerika Serikat (AS).

Kelompok SNMG2 saat ini terdiri dari kapal Perang AS; USS Vicksburg, kapal HMCS Fredericton Kanada, kapal TCG Turgutreis Turki, kapal FGS Spessart Jerman, kapal Frigate ITS Aliseo Italia dan dan kapal ROS Regina Maria AS.

”Latihan kita akan dilakukan dengan sekutu kami di Laut Hitam untuk mempersiapkan diri dalam menjalankan misi NATO apapun guna memenuhi kewajiban terkait pertahanan kolektif,” kata Williamson yang dilansir situs resmi Marcom, semalam (4/3/2015).

”Kami di sini atas undangan pemerintah Turki, Bulgaria dan Rumania. Dan berharap untuk meningkatkan interoperabilitas kami dengan angkatan laut mereka,” imbuh dia.

Latihan tempur kapal-kapal perang NATO itu akan mencakup simulasi serangan anti-udara, anti-kapal selam, simulasi serangan perahu kecil dan manuver dasar kapal musuh.

“Penyebaran kapal NATO di Laut Hitam sesuai yang dijadwalkan dan dijalankan secara penuh sesuai dengan konvensi internasional,” bunyi pernyataan Marcom. Kapal-kapal perang NATO itu akan meninggalkan Laut Hitam pada Maret nanti.

Sebelumnya, Duta Besar Rusia untuk NATO, Aleksandr Grushko, mengatakan Moskow akan mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan dalam menanggapi peningkatan kehadiran militer NATO di Laut Hitam, yang mencuci pantai Rusia, Ukraina, Turki dan beberapa negara lainnya.



Credit  SINDOnews

Menhan: Gara-Gara Penjahat Jadi Perang Itu Memalukan!


Menhan: Gara-Gara Penjahat Jadi Perang Itu Memalukan!
Ryamizard Ryacudu (Foto: Fahmi/Okezone) 

JAKARTA (CB) - Jelang eksekusi mati duo Bali Nine, hubungan diplomatik Australia dan Indonesia terus memanas.
Bahkan, ada kabar yang menyatakan bahwa kapal perang Australia mulai merapat ke perairan Indonesia. Namun, hal itu langsung dibantah oleh Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.

"Enggak ada. Masak gara-gara penjahat saja pakai perang. Malu-maluin saja tuh. Kalau orang dilindungi iya lah. Nah ini penjahat yang merusak orang," kata Ryamizard di Kompleks Istana Negara, Kamis (5/3/2015).
Menurutnya, seorang penjahat, terutama pengedar narkoba yang merusak masa depan jutaan pemuda dan berakibat pada kematian jutaan orang, tak layak mendapat pembelaan.

"Gara-gara penjahat pakai perang. Malu-maluin saja. Kalau orang benar dilindungi, iya lah," tandasnya.
Seperti diketahui, duo Bali Nine saat ini sudah menempati sel isolasi. Dalam waktu dekat, keduanya akan menjalani eksekusi mati, namun Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menawarkan barter tahanan dengan tiga terpidana asal Indonesia. Hal itu mendapat penolakan dari sejumlah pihak.


Credit  Okezone

Merger, Bank Ekonomi Ambil Alih Aset HSBC Indonesia


 
KONTAN/ Baihaki HSBC Indonesia


JAKARTA, CB - Teka-teki di balik keputusan Bank Ekonomi Raharja hengkang dari lantai Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai terang. Terkuak cerita bahwa niatan delisting Bank Ekonomi Raharja bukan sebatas pergerakan saham yang tidak aktif diperdagangkan.

Status perusahaan tertutup Bank Ekonomi adalah langkah awal dari rencana besar sang pemegang saham, HSBC Asia Pacific Holdings (UK) Limited. Misi utama HSBC adalah memperkuat posisinya di peta perbankan Indonesia lewat penggabungan usaha.

Rencananya, HSBC Indonesia bakal merger dengan Bank Ekonomi. Ini dimungkinkan lantaran keduanya menginduk kepada HSBC Limited yang bermarkas di Inggris.

Rencana merger ini sudah sampai ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Kami sudah dapat pembicaraan soal itu. Keputusan Bank Ekonomi delisting adalah untuk mempermudah proses selanjutnya, merger," ungkap Nelson Tampubolon, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK kepada Kontan, Rabu (4/3/2015).

Proses perkawinan Bank Ekonomi dan HSBC Indonesia  bakal menempuh proses yang berbeda ketimbang proses merger bank biasanya. Sebab, status HSBC Indonesia merupakan kantor cabang bank asing (KCBA).

Menurut Nelson, proses yang akan ditempuh adalah Bank Ekonomi akan mengambil alih seluruh aset milik HSBC Indonesia. "Prinsipnya tetap merger," kata dia.

Meski begitu, Nelson menegaskan, rencana tersebut masih sebatas pembicaraan awal saja. OJK menunggu langkah HSBC Indonesia dan Bank Ekonomi untuk mengajukan izin merger secara formal.

Yang pasti, OJK menyambut baik rencana HSBC Indonesia berganti baju menjadi Bank Ekonomi. Sebab, ini sesuai keinginan OJK yang mendorong konsolidasi perbankan.

Head of Global Market HSBC Indonesia  Ali Setiawan, tak menampik rencana merger itu. Ia bilang, rencana merger dengan Bank Ekonomi masih dalam tahap proses. Kepastian merger menunggu rampungnya proses delisting Bank Ekonomi.

Merger tidak bisa langsung dilakukan tahun ini. "Bisa memakan waktu satu tahun lebih atau hingga akhir tahun 2016," ujar Ali.

Menurut dia, rencana merger merupakan bagian strategi kantor pusat HSBC.

Rencana merger ini berpotensi disusul Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) dan Bank Sumitomo Mitsui Indonesia. Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) adalah pemilik kedua bank itu. Saat menguasai 40 persen saham BTPN, SMBC sudah meneken letter of intent untuk merger di hadapan OJK.



Credit   KOMPAS.com

Menhan Belum Dengar Kabar Selandia Baru Menyadap Indonesia


Menhan Ryamizard Ryacudu.MI/M. Irfan
Menhan Ryamizard Ryacudu.MI/M. Irfan
CB, Jakarta: Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu belum mendengar kabar penyadapan yang dilakukan Selandia Baru terhadap Indonesia. BIN belum menginformasikan soal itu.

"Belum dengar," kata Ryamizard di kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Kamis (5/3/2015).

Ryamizard menuturkan, dirinya juga belum tahu apakah Presiden sudah diinformasikan ihwal penyadapan ini. Yang pasti, kata dia, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marchiano Norman belum mengabarkan hal itu kepada dirinya.

"Belum, tadi enggak ngomong-ngomong. Kepala BIN juga enggak ngomong," terang Ryamizard.

Adalah bekas teknisi National Security Agency (NSA) Amerika Serikat Edward Snowden yang mengungkap aksi telik sandi ini. Snowden mengungkapkan, Selandia Baru menyadap berbagai media komunikasi di Indonesia.

Menurut Snowden, Selandia Baru memantau secara elektronik aktivitas negara tetangga di kepulauan Pasifik dan Indonesia. Informasi itu kemudian disebarkan ke sekutu mereka, termasuk AS.

Selain Indonesia, negara yang `diintip` Selandia Baru masing-masing Fiji, Samoa, Kepulauan Solomon, dan French Polynesia. Mereka meretas email, percakapan telepon, pesan media sosial dan komunikasi lainnya. Khusus di Indonesia, Selandia Baru bekerja sama dengan Direktorat Sinyal Australia memata-matai perusahan ponsel Indonesia, Telkomsel.

Materi yang didapat dari Indonesia dan negara-negara pasifik kemudian disebar oleh keamanan Selandia Baru ke negara-negara sekutunya, seperti NSA, dan agensi di Australia, Inggris dan Kanada. Mereka disebut jaringan mata-mata 'Five Eyes'.

Credit  Metrotvnews.com

Selandia Dilaporkan Memata-matai Indonesia




 CB, JAKARTA - Selandia Baru disebut-sebut menggelar operasi intelijen terhadap negara-negara tetangganya di pulau Pasifik termasuk Indonesia.
Informasi itu diperoleh dari dokumen yang dibocorkan mantan kontraktor Badan Keamanan AS (NSA), Edward Snowden pada 2009. Dokumen tersebut baru-baru ini dikaji surat kabar New Zealand Herald dan situs The Intercept.

Operasi telik sandi itu dilakukan Biro Keamanan Komunikasi Pemerintah (GCSB) dengan NSA. Mereka menyadap email, saluran telepon seluler dan telepon, pesan media sosial dan komunikasi lainnya di negara-negara Pasifik yang lebih kecil termasuk Fiji, Samoa, Kepulauan Solomon, dan Polinesia Prancis.
Informasi yang didapatkan kemudian dibagi kepada negara-negara anggota jaringan intelijen "Lima Mata" yaitu Amerika Serikat, Inggris, Australia, Kanada, dan Selandia Baru.

"Mereka pergi ke beberapa sasaran yang dipilih dari negara-negara Pasifik Selatan dan target lain untuk tahap baru. Mereka mengambil segalanya," kata penulis investigasi Nicky Hager di Radio Selandia Baru seperti dilansir Reuters, Kamis (5/3/2015).
"Mereka mengambil setiap panggilan telepon, setiap email, dan mereka langsung pergi ke database, yaitu database Badan Keamanan Nasional AS."

Dokumen itu juga menyebutkan bahwa GCSB Selandia Baru bekerja sama dengan Direktorat Sinyal Australia dalam memata-matai perusahaan telekomunikasi Indonesia, Telkomsel.
Baik Perdana Menteri Selandia Baru, John Key maupun GCSB menolak mengomentari informasi tersebut.


Credit  TRIBUNNEWS.COM

Eksekusi Mati 'Bali Nine' Kian Dekat, RI-Australia Meradang


Eksekusi Mati 'Bali Nine' Kian Dekat, RI-Australia Meradang
Perdana Menteri Australia, Tony Abbott bersalaman dengan Presiden Joko Widodo di Gedung Parlemen di Brisbane. (15/11/2014) (REUTERS/David Gray)
 
  CB - Kendaraan khusus baracuda dan rantis milik Brimobda Polda Bali akhirnya tiba di Lembaga Pemasyarakakatan Kerobokan, Denpasar, pada Rabu, 4 Maret 2015 sekitar pukul 04.29 WITA untuk menjemput terpidana mati Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Para napi lain langsung berteriak riuh rendah ketika kendaraan itu masuk ke dalam lapas.

Chan dan Sukumaran pun mulai meninggalkan lapas pukul 05.18 WITA. Mereka diantar menuju ke Bandara Ngurah Rai dengan dikawal ratusan petugas polisi. Pesawat charter Lion Air jenis ATR 72 telah menanti mereka di bandara.

Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Hukum dan HAM Provinsi Bali, Nyoman Putra Surya, menuturkan jelang eksekusi tidak sedikit pun ada raut takut terlihat dari wajah Chan dan Andrew. Keduanya tetap tersenyum sumringah walau ajal siap menjemput.

"Tadi, saat diajak masuk ruangan bertemu Kapolda, Wagub, dan pemimpin lainnya. Dia malah senyum-senyum," ujar Putra di Lapas Kerobokan pada Rabu pagi kemarin.

Dia menambahkan kedua pria asal Sydney itu terlihat siap menghadapi eksekusi mati. "Mereka begitu siap. Tidak ada ketakutan sama sekali. Itu yang saya lihat," imbuh dia.

Putra mengatakan tak ada perlakuan khusus kepada keduanya. Tangan Chan dan Sukumaran diborgol di depan. "Tak dipakaikan penutup kepala dan lainnya. Tidak ada perlakuan khusus," kata dia.

Chan dan Sukumaran akan bergabung dengan delapan terpidana mati lainnya yang juga akan diterbangkan ke Pulau Nusakambangan. Di sana, mereka akan menghadapi regu tembak untuk dieksekusi.

Namun, berita pemindahan ini menjadi mimpi buruk bagi Pemerintah Australia. Kekecewaan terlihat jelas dari raut wajah Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop. Tak mengherankan jika Bishop kecewa, lantaran lobi-lobinya selama ini ke Pemerintah Indonesia tidak digubris.

"Saya kecewa mendengar laporan Andrew dan Myuran telah dipindahkan dalam persiapan eksekusi mereka," ujar Bishop ketika diwawancarai Fairfax Media.

Dia semakin kecewa, karena informasi mengenai pemindahan dan hari eksekusinya tidak diinformasikan oleh otoritas Indonesia. Bagi Pemerintah Australia, sosok gembong narkoba sudah menjadi masa lalu.

Selama hampir 10 tahun tertunda pelaksanaan eksekusinya, Bishop mengatakan Chan dan Sukumaran telah menjadi orang yang berbeda.

"Dengan adanya fakta bahwa mereka telah menjadi individu yang berubah, sementara eksekusi tetap dijalankan, ini sungguh perbuatan keji," kata dia.

Respon kecewa juga diungkap oleh Perdana Menteri Tony Abbott. Saat diwawancarai oleh radio ABC, pemimpin Partai Liberal itu mengatakan jutaan penduduk Australia muak dengan perkembangan kabar mengenai eksekusi mati kedua warganya.

"Kami membenci kejahatan narkoba, tetapi kami juga benci hukuman mati yang kami pikir tak pantas dilakukan untuk negara seperti Indonesia," kata Abbott.

Tidak Memburuk

Ini merupakan ujian ke sekian kalinya bagi hubungan bilateral Australia dan Indonesia. Hubungan diplomatik keduanya kembali tegang usai berhasil pulih akibat terbongkarnya skandal penyadapan oleh Badan Intelijen Australia, ASIO, terhadap ponsel mantan Presiden SBY dan Ibu Ani Yudoyono.

Publik kemudian menduga hubungan kedua negara berpotensi kembali ke titik nadir akibat isu pelaksanaan hukuman mati. Namun, prediksi itu dimentahkan oleh Julie Bishop. Walaupun dia kecewa terhadap sikap Indonesia yang bergeming untuk melaksanakan eksekusi mati, Bishop tidak berniat menarik Duta Besar terpilih, Paul Grigson.

Harian Sydney Morning Herald (SMH) Rabu kemarin melansir, Bishop bercermin dari kasus serupa yang pernah terjadi di Singapura dan Malaysia. Di kedua negara itu, warga Negeri Kanguru juga dieksekusi akibat kasus narkoba.

"Dalam dua peristiwa sebelumnya yang berkaitan di Singapura dan Malaysia, tak ada penarikan diplomat. Namun, memang ada beberapa pertemuan dan inisiatif yang  bisa ditunda hingga waktu yang tepat," ujar Bishop.

Kendati eksekusi tinggal menunggu hari, namun Bishop tidak putus harapan. Dia akan tetap mencoba untuk menghubungi para Menteri di Indonesia agar eksekusi mati dibatalkan.

Tony Abbott pun setali tiga uang. Sikapnya yang semula begitu agresif, terlihat mulai melunak jelang eksekusi mati. Abbott mengakui walaupun hubungan bilateral tetap terjalin, namun akan ada masa-masa sulit yang harus dilalui paska eksekusi.

Dia pun meminta warga Negeri Kanguru tidak melampiaskan kemarahan mereka akibat eksekusi Chan dan Sukumaran secara berlebihan.

"Saya harus mengatakan kemarahan bukan menjadi dasar yang baik untuk menentukan kebijakan nasional suatu negara dan kemarahan yang berkepanjangan juga tidak bisa dijadikan alasan yang baik untuk menentukan bagaimana Anda bertindak nanti," ungkap Abbott.

Dia pun mengakui, hubungan baik yang terjalin dengan Indonesia sangat penting bagi Negeri Kanguru. Apa pun yang mungkin terjadi dalam beberapa hari ke depan dengan Indonesia, lanjut Abbott harus dapat diatasi.

Menyikapi perubahan respons itu, pengajar dari Departemen Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Tirta Mursitama, menilai ada pelunakan sikap dari Pemerintah Australia jelang pelaksanaan eksekusi. Dia berpendapat Negeri Kanguru menyadari dunia tidak lantas akan kiamat jika dua orang ini dieksekusi.

"Australia semula kan berniat melakukan psy war dengan mengeluarkan semua jurus dan manuver yang mereka miliki. Tetapi, Indonesia tetap bergeming dan Australia menyadari pelaksanaan hukuman mati merupakan otoritas Pemerintah RI," ujar Tirta yang dihubungi VIVA.co.id melalui telepon pada Rabu, 4 Maret 2015.

Dia mengatakan jika melihat pola pikir Abbott, maka apa yang dilakukannya selama ini hanya untuk membela warganya. Abbott berpikir dengan cara demikian, maka negara lain bisa menghormati Australia.

Walaupun begitu, Tirta menolak cara-cara pendekatan yang digunakan Bishop dan Abbott yang semakin agresif, bahkan hingga mengungkit isu masa lalu seperti bantuan tsunami. Padahal, ketika bantuan tsunami diberikan tahun 2004 lalu, Abbott belum menduduki kursi PM.

Guru besar Hubungan Internasional itu juga melihat kecil kemungkinan isu eksekusi mati akan berpengaruh terhadap bidang kerjasama kedua negara. Pengusaha Australia sadar betul, ujar Tirta, segala konsekuensi yang harus ditanggung jika karena isu ini, maka kerjasama juga ikut bubar.

"Hubungan perdagangan dan bisnis kan merupakan sebuah komitmen panjang. Indonesia merupakan pasar besar khususnya untuk produk olahan berbahan dasar susu," kata Tirta.

Melihat fakta tersebut, Tirta menilai, jika pengusaha Australia tidak akan gegabah untuk memutus kontrak bisnis dengan pengusaha RI.

Dalam kesempatan itu, dia pun turut menyebut, hubungan kedua negara sejak awal memang tidak pernah mulus. Tercatat, dua Dubes RI yang pernah bertugas di Australia pernah dipanggil pulang ke Jakarta di saat sedang bertugas.

Kejadian pertama berlangsung pada 2006 lalu. Saat itu, Dubes Hamzah Thayeb dipanggil pulang sebagai bentuk protes atas pemberian visa tinggal sementara bagi 42 warga Papua yang mencari suaka. Selanjutnya, Dubes Nadjib Riphat Kesoema dipanggil pulang pada akhir 2013 lalu gara-gara skandal penyadapan ASIO dibocorkan oleh agen NSA, Edward J. Snowden.

Hubungan kedua negara yang pasang surut itu juga kerap tegang karena isu manusia pencari suaka. Pemerintah Indonesia geram karena sikap Australia yang mendorong perahu pencari suaka ke perairan RI. Sikap itu sering kali diprotes Indonesia karena dilakukan sepihak.

Menurut Tirta, jika kedua negara bisa melewati momen sulit usai eksekusi mati, Indonesia perlu mencari cara-cara baru terhadap hubungan ini.

Opini Terbelah

Di dalam negeri Australia pun, tidak sepenuhnya publik mereka menolak eksekusi mati. Pendapat tersebut bisa terlihat dari survei yang dilakukan oleh Lembaga Riset, Roy Morgan pada pertengahan Januari lalu.

Mereka melakukan survei pada periode 23-27 Januari 2015 dan berhasil memperoleh 2.123 responden.

Laman The New Daily Australia melansir, mayoritas warga Negeri Kanguru berpikir gembong Bali Nine seharusnya dieksekusi mati. Sementara, total sebanyak 52 persen responden bahwa warga Australia yang divonis hukuman mati di negara lain karena menyelundupkan narkoba, harus segera dieksekusi.

Sebanyak 64 persen responden mengatakan Pemerintah Negeri Kanguru berhenti melakukan berbagai upaya supaya eksekusi terhadap Chan dan Sukumaran batal terlaksana.

Pemerintah Australia geram terhadap hasil survei ini dan menyayangkan sikap pejabat Indonesia yang kerap mengutip hasilnya. Di mata Julie Bishop, hasil survei Roy Morgan justru dijadikan pembenaran bagi Indonesia untuk tetap melakukan eksekusi mati.

Hasil survei ini dibalas dengan riset yang dilakukan institusi lainnya. Kali ini organisasi New Lowy Institute pada pertengahan lalu turut merilis hasil survei versi mereka. Sebanyak 62 persen menolak eksekusi mati terhadap Chan dan Sukumaran.

Bahkan, sebanyak 69 persen warga Australia berdasarkan survei itu meyakini secara umum eksekusi mati tidak seharusnya digunakan sebagai sebuah hukuman untuk kasus narkoba.

Direktur Eksekutif Lowy Institute, Michael Fullilove, mengatakan jelang eksekusi terhadap Chan dan Sukumaran, sikap publik Australia dan oposisi kian jelas.

"Survei Lowy Institute merupakan pernyataan yang kuat dari publik Australia terhadao eksekusi Chan dan Sukumaran," kata Fullilove.

Namun, diduga kelompok pendukung Chan dan Sukumaran menyampaikan dukungan dalam bentuk ancaman. Gangguan itu dialami oleh Gedung KJRI Sydney pada Senin malam kemarin.

Menurut informasi pejabat KJRI bidang sosial dan budaya, Nicolas Manoppo kepada VIVA.co.id, pada Senin malam, pelaku membawa sekitar 10 balon berisi cairan berwarna merah menyerupai darah.

Sebagian dari balon itu diinjak-injak, sementara sisanya dilemparkan ke gedung KJRI. Kendati diplomat yang akrab disapa Nico itu menyebut cairan itu merupakan cat, sementara Konsul Jenderal RI di Sydney, Yayan GH Mulyana, menyebut cairan merah berasal dari pewarna.

Berdasarkan rekaman kamera pengawas (CCTV), ujar Yayan, diduga pelaku merupakan wanita. Pengamanan di depan gedung KJRI diperketat dan mereka mengeluarkan imbauan kepada WNI di negara bagian New South Wales.

Kendati secara eksplisit belum diketahui apakah gangguan itu terkait penolakan eksekusi mati, namun aksi serupa juga pernah terjadi sebanyak dua kali. Aksi diwujudkan dalam bentuk unjuk rasa sambil membawa poster bertuliskan "pengampunan bagi Andrew Chan dan Myuran Sukumaran".

Yayan mengatakan kini operasional KJRI tetap berjalan seperti biasa walau sempat diganggu.

"Kami tetap memberikan pelayanan keimigrasian dan kekonsuleran. Hari ini pun cukup ramai orang meminta pengurusan visa," kata Yayan yang dihubungi VIVA.co.id pada Rabu malam kemarin.

Terkait dengan gangguan di depan gedung KJRI, Tirta berpendapat hal tersebut masih dalam kategori wajar dan tidak perlu dilebih-lebihkan.

"Kedua negara merupakan negara demokrasi, sehingga penyampaian pendapat dipersilakan, asal dalam cara yang wajar. Jika ada pelanggaran, maka ada mekanisme tertentu yang berjalan," kata dia.

Yang terpenting, lanjut Tirta, para diplomat di KJRI Sydney bisa merespon dengan cara elegan.

Tidak Bahagia

Gencarnya pemberitaan mengenai pelaksanaan eksekusi mati di Indonesia turut mengubah perspektif publik internasional. Mereka mengira Indonesia yang semula negara cinta damai, seolah melakukan pembunuhan massal dan diberitakan secara blak-blakan.

Publik internasional pun seolah menilai Indonesia tengah bertepuk tangan dan bahagia bisa mengeksekusi mati para bandar dan kurir narkoba. Namun, anggapan itu ditepis oleh Dubes Nadjib.

Stasiun berita ABC News Rabu kemarin melansir tidak mudah bagi Indonesia untuk melakukan eksekusi mati.

"Ini bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Kami pun tidak bahagia melakukan itu dan eksekusi dilakukan karena ada alasan yang kuat," tegas Nadjib dalam di acara pertemuan bisnis di Perth Rabu kemarin.

Mantan Dubes RI untuk Kerajaan Belgia itu juga mengaku sedih dengan situasi di mana lebih dari 1.500 warga Indonesia meninggal akibat narkoba setiap bulan. Pelaksanaan hukuman mati di Indonesia pun, kata Nadjib, tengah menjadi perbincangan.

"Berikan kami waktu dan ruang untuk mendiskusikan isu ini secara internal. Indonesia kini tenang melakukan diskusi dan masih terjadi perdebatan mengenai masalah ini," papar Nadjib.

Dia menambahkan hasil dari pembahasan mengenai hukuman mati akan terlihat di masa mendatang. Australia sendiri, lanjut Nadjib, baru bisa menghapus hukuman mati 80 tahun kemudian.

Sementara di mata Tirta, selama hukuman mati masih diberlakukan di Indonesia untuk pelaku tindak kejahatan narkoba, maka aturan itu harus ditegakkan. Dengan bertindak tegas, ujar Tirta, Indonesia mengirimkan sinyal positif ke dunia negara ini tidak bisa dibeli.

Dia pun tidak mempermasalahkan adanya cap munafik yang menempel di Indonesia. Sebab, Pemerintah RI pun turut memohon pengampunan dari negara lain bagi WNI yang terancam hukuman mati di sana.

"Kalau suatu negara dicap hipokrit lalu kenapa? Yang namanya pemberian grasi merupakan kewenangan tiap kepala negara. Indonesia harus tegas menghukum siapa pun warga asing yang terbukti melakukan tindak kejahatan di teritori RI," kata dia.

Tirta menambahkan di dunia ini tidak hanya Indonesia saja yang masih memberlakukan hukuman mati. Beberapa negara bagian di Amerika Serikat pun, ujar Tirta, juga masih memberlakukan hukuman mati.

Justru dari kasus ini, bisa menjadi tantangan dan pelajaran bagi para diplomat Indonesia untuk mengkomunikasikan hal ini kepada dunia. Selain itu, turut memberikan masukan berharga untuk revitalisasi diplomasi Indonesia.

"Selama ini diplomasi Indonesia kan terlihat low profile. Tetapi, para diplomat perlu bersikap asertif ketika kepentingan nasional RI diganggu," kata dia.

Credit  VIVA.co.id

Cina naikkan anggaran militer 10%


Militer Cina
Kenaikan anggaran militer dikatakan sesuai dengan pertumbuhan belanja keseluruhan.

CB - Anggaran militer Cina tahun ini naik 10% menjadi US$145 miliar yang merupakan anggaran militer terbesar kedua setelah anggaran militer Amerika Serikat.
Seorang juru bicara pemerintah Fu Ying mengumumkan angka "perkiraan" menjelang pembukaan pertemuan tahunan Kongres Rakyat Nasional yang akan resmi dibuka Kamis (05/03).

Fu menegaskan Cina tidak melupakan pelajaran dalam sejarah - "mereka yang ketinggalan akan dirisak".
"Negara kita akan mencapai modernisasi dan modernisasi pertahanan nasional adalah bagian penting.
"Hal ini memerlukan jaminan dana jumlah tertentu," tambahnya.
Dana tersebut antara lain akan digunakan untuk membeli peralatan teknologi tinggi seperti kapal selam dan pesawat.

Tahun lalu anggaran militer Cina meningkat 12,2% menjadi US$130 miliar. Sebagai perbandingan, Amerika Serikat mengalokasikan dana US$585 miliar untuk militer di tahun anggaran 2016.
Kenaikan anggaran militer Cina membuat sejumlah negara tetangga khawatir, terutama Jepang.
Tahun ini Jepang menambah anggaran militer selama tiga tahun berturut-turut setelah sebelumnya dipangkas selama sekitar satu dekade. India, yang juga terlibat sengketa perbatasan dengan Cina, menaikkan anggarannya.


Credit BBC

PLA Tiongkok masih belum siap untuk perang modern: Laporan RAND

Tentara Pembebasan Rakyat:  Tim medis militer Tiongkok berbaris rapi setelah tiba di Liberia pada bulan November 2014 untuk memberikan pertolongan bagi korban Ebola. Laporan baru memaparkan kelemahan militer Tiongkok. [AFP]
Tentara Pembebasan Rakyat: Tim medis militer Tiongkok berbaris rapi setelah tiba di Liberia pada bulan November 2014 untuk memberikan pertolongan bagi korban Ebola. Laporan baru memaparkan kelemahan militer Tiongkok. [AFP]

Tentara Pembebasan Rakyat [PLA] Tiongkok, termasuk Angkatan Laut dan Udara, menunjukkan kemajuan yang mengesankan dalam waktu singkat. Tetapi, militer Tiongkok masih memiliki banyak sekali kekurangan, khususnya dari segi profesionalisme para perwira dan realisme serta intensitas program pelatihan dalam mempersiapkan pasukan untuk perang modern.
Oleh karenanya, laporan Korps RAND yang baru menyatakan bahwa PLA sedang mengalami tahap transisi untuk menjadi organisasi militer modern yang efektif. Komisi Kajian Ekonomi dan Keamanan A.S.-Tiongkok memerintahkan agar laporan setebal 184 halaman diterbitkan pada tanggal 11 Februari.
“Sebagian kelemahan utama angkatan bersenjata Tiongkok adalah akibat dari masalah struktur organisasi PLA, yang tampaknya menjadi penghalang untuk mencapai tingkat kemampuan operasional gabungan yang dicita-citakan oleh PLA, dan kekurangannya dalam hal sumber daya manusia," kata laporan tersebut.
Tantangan lainnya yang sudah terpatri secara dalam, termasuk "masalah-masalah seperti pendidikan dan kemampuan teknis yang tidak memadai serta korupsi yang merajalela," katanya.
“Prestasi kekuatan udara Tiongkok telah sangat mengesankan, tetapi masih menghadapi tantangan seperti kurangnya jumlah pesawat misi khusus dan tidak memadainya transportasi strategis," demikian menurut laporan itu. “PLA juga menghadapi potensi kelemahan dalam kemampuannya untuk melindungi kepentingan Tiongkok yang terus berkembang di bidang antariksa dan spektrum elektro-magnetis.”
Kendati ada kekurangan, PLA menunjukkan kemajuan
Semua ini dan masalah lainnya bisa secara serius memengaruhi kemampuan PLA untuk bertempur dan memenangkan perang di masa depan, kajian tersebut memperingatkan.
Laporan itu mengakui bahwa PLA telah menunjukkan kemajuan yang mengagumkan dalam waktu singkat.
Laporan itu "menguraikan titik kelemahan militer Tiongkok, termasuk peluang yang dapat dimanfaatkan oleh militer AS," tulis Wendell Minnick di Defense News pada tanggal 11 Februari. Namun demikian, laporan itu juga "didasarkan pada pendapat bahwa memahami kekurangan dan aspirasi Tentara Pembebasan Rakyat, atau belum mampunya mereka menyadari akan perlunya perbaikan, sama penting dengan mengenalii kekuatan PLA," demikian tulisnya.
“Laporan itu mencermati dua kekurangan kritis, yaitu kemampuan kelembagaan dan kemampuan tempur. Mengenai masalah kelembagaan, PLA memilikii kekurangan dalam hal struktur komando yang sudah ketinggalan zaman, kualitas personel, profesionalisme, dan korupsi. Kelemahan daya tempur mencakup kemampupan logistik, kemampuan pengangkatan udara strategis yang tidak mencukupi, jumlah pesawat misi khusus yang terbatas, dan kekurangan dalam hal pertahanan armada udara serta perlengkapan perang anti-kapal selam," tulis Winnick.
'Kelemahan meningkatkan risiko kegagalan'
“Walaupun kemampuan PLA sudah membaik secara dramatis, namun kelemahannya yang masih ada akan meningkatkan risiko kegagalan dalam keberhasilannya melaksanakan sebagian misi yang diperintahkan para pemimpin Partai Komunis Tiongkok [PKT], misalnya, pada berbagi kondisi tak terduga dii Taiwan, misi klaim maritim, perlindungan jalur komunikasi laut, dan sebagian operasi militer selain dari skenario perang," kata laporan tersebut.
“Laporan ini disaring melalui lebih dari 300 artikel berbahasa Tionghoa dari publikasi PKT bersama dengan banyak buku dan penelitian," tulis Winnick.
Laporan itu mengemukakan bahwa publikasi PLA dilengkapi dengan rujukan ke berbagai masalah dalam banyak bidang yang mencerminkan penilaian mereka bahwa kemampuan masih belum mampu mengatasi tuntutan untuk memenangkan perang setempat dan melaksanakan misi lainnya secara sukses.
Laporan itu menyimpulkan bahwa pimpinan puncak PLA belum meluncurkan program maupun reformasi kelembagaan yang diperlukan untuk menanggulangi masalah yang berkaitan dengan struktur serta mekanisme administratif.
Laporan tersebut mengutip penilaian kritis atas militer Tiongkok, yang menyimpulkan bahwa PLA pada umumnya masih merupakan angkatan bersenjata abad ke-20 yang ketinggalan zaman, dan secara keseluruhan belum melakukan suatu transisi untuk menjadi kekuatan abad ke-21 yang memanfaatkan kemampuan Teknologi Informasi [TI].
“Menurut Wakil Ketua CMC [Central Military Commission], Xu Qiliang, walaupun PLA berupaya untuk menjadi kekuatan berkemampuan IT, namun belum sepenuhnya mekanis,” kata laporan RAND.
Kelemahan selama 15 tahun
Laporan itu mencantumkan krisis serius yang diketahui selama 15 tahun, yang semuanya tampak mencerminkan kelemahan dalam pelatihan, profesionalisme dan prosedur operasional PLA.
“Semua ini termasuk kecerobohan dan perselisihan antara birokrasi negara dan PLA sewaktu terjadi tabrakan pesawat udara P-3C pada tahun 2001 di lepas pantai Pulau Hainan; krisis ‘sindrom pernafasan akut parah’ [SARS] 2003; insiden Kitty Hawk dengan kapal selam Tiongkok 2006; uji-coba rudal anti-satelit 2007; dan kesalahan manajemen operasi kemanusiaan dalam bencana gempa bumi Sichuan tahun 2008,,” Defense News mencatat.
“Korupsi merajalela, menurut laporan itu. Pada tahun 2000, direktur intelijen militer di Departemen Staf Umum PLA, telah ditangkap. Pada tahun 2012, mantan deputi direktur Departemen Logistik Umum, ditahan. Pada tahun 2014, wakil ketua CMC, Xu Caihou, ditangkap,” kata laporan itu.
Senjata berat PLA, khususnya tank, sudah ketinggalan zaman, dan bahkan dianggap usang menurut standar negara Barat.
Fregat Tipe 054A berbobot 4000 ton milik Angkatan Laut PLA biasanya digambarkan di negara Barat sebagai kapal perang “mini-Aegis”, tetapi, menurut laporan itu, “kapal tersebut kecil dan tidak dapat mengangkut rudal jarak jauh untuk kemampuan pertahanan area yang sesungguhnya, atau menangani serangan yang bertubi-tubi dari rudal anti-kapal, khususnya varian supersonik dan hipersonik. Angkatan Laut Tiongkok juga tidak memiliki kemampuan perlengkapan perang anti-kapal selam,” Defense News melaporkan.
Tenaga perencana militer AS bisa berupaya untuk "mengeksploitasi kelemahan khusus PLA dengan merilis rincian tentang konsep operasional baru yang memungkinkan negara-negara ini memanfaatkan kerentanan PLA, atau menmprioritaskan pelatihan dan latihan perang yang menunjukkan kemampuan untuk memanfaatkan kesenjangan dalam kemampuan PLA," kata laporan tersebut.
Laporan ini memprediksikan bahwa kemampuan operasi gabungan harus diwujudkan lebih awal daripada nanti, untuk memastikan bahwa PLA akan mampu mencegah atau, jika perlu, memenangkan perang setempat di masa depan.
Pemikiran tradisional memperlambat pertumbuhan strategis
Namun demikian, hal ini akan merupakan proses yang lama dan sulit, laporan tersebut memperingatkan. Dan, kendati ada kebutuhan yang mendesak untuk menyadari semakin pentingnya nilai strategis proyeksi kekuatan udara maritim, pemikiran tradisional Angkatan Bersenjata akan terus mendominasi dalam seni serta kepemimpinan operasional, katanya.
Kesimpulan para analis RAND tampak suram dan tidak menggembirakan tentang masalah mendasar PLA yang terus berlanjut.
“Sistem kepegawaian militer Tiongkok akan terus terganggu oleh para pejabat dan perwira yang kurang terlatih dan tidak berpengalaman dalam bidang pertempuran modern, yang akan menghambat kemampuan pasukan untuk menerapkan peralatan modern dan konsep efektif yang sejalan dengan konsep Tiongkok untuk pembentukan pasukan dalam operasi gabungan di masa depan," demikian tulis mereka.
Laporan tersebut menyimpulkan bahwa PLA terus-menerus menderita akibat kekurangan profesionalisme secara umum. Hal tersebut bahkan mengindikasikan bahwa masalah ini merupakan konsekuensi kebijakan satu anak Tiongkok jangka panjang, dan baru belakangan ini saja dilonggarkan, yang telah menciptakan fenomena "kaisar kecil" anak-anak manja.
Akibatnya, personil baru yang direkrut PLA biasanya memerlukan dua tahun untuk menyesuaikan kehidupan dalam lingkup kesatuan militer melalui pelatihan rutin yang tangguh dan konseling psikologis, kata laporan tersebut.
Author Gordon G. Chang, seorang pakar mengenai keamanan Asia Timur, mengatakan kepada Asia Pacific Defense Forum [APDF] bahwa laporan tersebut mengonfirmasi bahwa masalah kelembagaan utama yang telah menghantui PLA selama ini masih merupakan masalah yang lumrah dan serius.
“Anda tidak perlu membaca lebih dari 180 halaman untuk mengetahui bahwa tentara negara bagian Leninis bisa dipenuhi korupsi dan dihambat oleh kontrol politik terpusat,” katanya kepada APDF.
“Sekarang, Tiongkok memiliki anggaran militer terbesar di dunia. Negara ini belanja habis-habisan, dan membeli banyak sekali perlengkapan, tetapi perlengkapan baru ini tidak dibuat untuk kekuatan bertempur," kata Chang.



Credit APDForum

Kalashnikov Akan Mulai Produksi Pesawat Pengintai Tanpa Awak


Kalashnikov Akan Mulai Produksi Pesawat Pengintai Tanpa Awak
credit Reuters
 Kalashnikov Concern akan membuat perusahaan joint venture untuk memproduksi kendaraan udara tanpa awak (unmanned aerial vehicles/UAVs), demikian disampaikan CEO Kalashnikov Concern Alexei Krivoruchko, Minggu (22/2), dalam Pameran Pertahanan Internasional IDEX 2015 di Abu Dhabi.

Produsen senjata Rusia tersebut telah memutuskan untuk membeli saham perusahaan ZALA Aero sebesar 51 persen. ZALA Aero merupakan perusahaan Rusia yang memiliki spesialisasi membuat pesawat tanpa awak.
“Kami telah memutuskan membeli saham perusahaan produsen UAV dan menciptakan joint venture untuk mengembangkan kendaraan udara pengintai tanpa awak, kerja sama antara Kalashnikov Concern dengan ZALA Aero. Kami akan mengembangkan dan memproduksi kendaraan udara tanpa awak, stasiun kontrol bergerak, serta stasiun kontrol darat,” terang Krivoruchko.
ZALA Aero berdiri sejak 2005. Perusahaan ini mengembangkan pesawat tanpa awak dan helikopter tanpa awak dalam beragam ukuran dan untuk berbagai kegunaan.
Krivoruchko menambahkan, produk utama perusahaan joint venture tersebut akan berupa pesawat pengintai tanpa awak, helikopter, dan aerostat, katanya.

Pesawat tanpa awak tersebut akan digunakan untuk membantu mengawasi perbatasan, misi pengintaian, serta misi penyelamatan dan melakukan misi khusus. Kalashnikov juga berencana mengembangkan drone untuk memantau situasi darurat dan objek berbahaya, termasuk melakukan penelitian geodesi di kondisi iklim yang ekstrem.

Pasar pesawat tanpa awak saat ini menjadi pasar yang sangat potensial di bidang industri pertahanan. Tak heran, Kalashnikov pun tertarik untuk memasuki memproduksi kendaraan jenis tersebut. Akusisisi perusahan ZALA Aero diproyeksikan dapat membantu Kalashnikov untuk menguasai pasar tersebut, dengan kehadiran para ahli yang telah berpengalaman.

“Keputusan untuk membeli saham mayoritas di ZALA Aero dibuat untuk melebarkan lini produksi kami. Ini merupakan bagian dari strategi pengembangan Kalashnikov Concern hingga 2020, serta bagian dari proses pengembangan sektor baru di pasar kami,” kata Krivoruchko.
Klien utama perusahaan ini adalah Kementerian Luar Negeri Rusia, Federal Security Service (FSB), Kementerian Situasi Darurat, serta klien swasta dari industri bahan bakar dan energi, seperti perusahaan gas raksasa Rusia Gazprom.

Rencana produsen senjata legendaris ini untuk memenangkan pasar UAV terdengar mengejutkan, namun pasar global UAV pada faktanya memang tumbuh dengan sangat pesat.
Berdasarkan penelitian pasar kendaraan udara tanpa awak pada 2014-2020 yang disusun oleh MarketsandMarkets, pasar global untuk UAV mencapai 6,7 miliar dolar AS pada 2014 dan akan meningkat hingga melebihi 10 miliar pada 2020.

Saat ini, 69 persen volume pasar UAV dikuasai oleh drone AS, sementara pertumbuhan perlu diantisipasi di Asia Timur dan Asia Tenggara, karena sejumlah perusahaan, terutama di Tiongkok dan India, secara aktif melakukan pengembangan kendaraan tanpa awak untuk bidang militer dan komersial.
Pada masanya, Uni Soviet cukup maju dalam pengembangan drone untuk berbagai kegunaan. Namun sejak 1990-an, Rusia mulai tertinggal di bidang pengembangan UAV.

Kini, Rusia secara aktif mulai mengembalikan masa kejayaan masa lalu. Beberapa tahun belakangan, Rusia mulai kembali menciptakan sejumlah drone dengan model kompetitif, termasuk Orlan-10, ZALA-421-16, dan Eleron-1-.
Perusahaan teknologi negara Rusia Rostec menyebutkan, dengan organisasi kerja yang efektif, Rusia dapat menguasai tiga hingga lima persen pasar UAV dunia dalam sepuluh tahun ke depan.



Credit  RBTH Indonesia

Drone Adalah Masa Depan Industri Pertahanan



Drone milik Israel.
Drone milik Israel. (sumber: worldtribune)
 
 
Jakarta (CB) - Kendaraan tak berawak atau drone diprediksi akan menjadi masa depan industri pertahanan dunia karena daya jangkaunya yang luas dan pengoperasiannya yang mudah.
Lek Chet Lam, managing director Experia Events --penyelenggara pameran industri pertahanan maritim Imdex Asia 2015, mengatakan bahwa drone akan memainkan peranan yang besar dalam industri pertahanan.
"Kendaraan tak berawak, baik di udara, laut, maupun dalam laut, akan memberikan alternatif pengawasan laut yang lebih murah (dibanding kapal patroli) dan lebih tidak tergantung pada sumber daya manusia yang banyak," kata Lek, di Jakarta hari ini.
"Segala yang berhubungan dengan drone adalah masa depan," tambahnya.
Dia mengatakan perkembangan drone yang menarik untuk diperhatikan saat ini adalah cara pengoperasiannya.
"Apakah drone dioperasikan oleh manusia atau sepenuhnya dikendalikan mesin?" kata dia.
Seperti diketahui, drone kerap digunakan oleh militer AS untuk membom teroris taliban atau Islamic State. Penggunaan drone kerap diprotes karena terkadang alat ini tidak bisa membedakan target dengan sipil. Dari sisi komersil, drone sipil bisa digunakan untuk mengambil gambar atau mengirimkan barang, tapi ketakutan juga timbul jika drone sipil dipersenjatai dengan senjata biologis.
Imdex Asia 2015 pada 19-21 Mei di Changi Exhibition Center Singapura akan menampilkan teknologi terbaru di industri pertahanan maritim, seperti kapal dan radar.
"Kami masih mengusahakan peserta pameran kami untuk membawa purwarupa drone," kata dia.
Imdex Asia 2015 akan menampilkan produsen seperti Damen Naval, Elbit, General Dynamics Canada, Israel Aerospace Industries, ThyssenKrupp Marine Systems, Ametek, dll.


Credit Beritasatu.com