Kamis, 12 Oktober 2017

Pebisnis AS Tuduh Cina Curi Ide Pengembangan Teknologi


Bendera Cina-Amerika
Bendera Cina-Amerika

CB, WASHINGTON -- Kelompok bisnis dan perdagangan Amerika Serikat (AS) mendesak agar pemerintah berhati-hati terhadap adanya pencurian kekayaan hak intelektual oleh Cina. Hal ini disampaikan dalam sidang Komisi Perdagangan Internasional. Dalam sidang tersebut disebutkan bahwa ratusan miliar dolar AS di bidang teknologi dan jutaan pekerjaan telah pergi ke Cina.

Dalam sidang tersebut, kelompok bisnis dan perdagangan AS menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan Cina telah mencuri ide dan perangkat lunak. Pemerintahan Trump telah meluncurkan penyelidikan atas dugaan penyalahgunaan hak kekayaan intelektual Cina, dan presiden dapat mengenakan pembatasan tarif untuk melindungi perusahaan AS dari praktik perdagangan yang tidak adil.

Wakil Presiden Dewan Bisnis AS-Cina Erin Ennis mengatakan, berdasarkan survei dari 200 perusahaan AS yang melakukan bisnis di Cina, hanya sepertiga yang melakukan transfer teknologi. Sedangkan sangat minim sekali perusahaan AS yang dipaksa untuk mentransfer teknologi dan tidak diberi kompensasi.

"Pemerintah memiliki kesempatan untuk mendorong Cina mengatasi masalah ini daripada mengambil langkah sepihak yang dapat mengancam pertumbuhan perdagangan antarnegara," ujar Ennis dilansir Reuters, Rabu (11/10).

Perwakilan dari beberapa kelompok bisnis Cina dalam persidangan tersebut mengatakan, Cina semestinya mendapatkan apresiasi atas kemajuan teknologi dan menjadi bagian dari kemajuan perekonomian dunia. Tuduhan bahwa perusahaan Cina telah mencuri hak kekayaan intelektual tengah menjadi sorotan.

Dalam beberapa tahun terakhir, AS bersaing dengan Cina dalam pembuatan semikonduktor, pesawat komersial, dan produk dengan teknologi tinggi lainnya. Panel yang melakukan penyelidikan akan mengajukan rekomendasi ke Kantor Perwakilan Perdagangan AS.





Credit  REPUBLIKA.CO.ID



Selain Hizbullah, Israel Juga Anggap Militer Libanon sebagai Musuh


Selain Hizbullah, Israel Juga Anggap Militer Libanon sebagai Musuh
Israel mengatakan, Hizbullah telah menguasai militer Libanon, yang mendapatkan bantuan dari Amerika Serikat (AS). Foto/Istimewa


TEL AVIV -  Israel mengatakan, Hizbullah telah menguasai militer Libanon, yang mendapatkan bantuan dari Amerika Serikat (AS). Tel Aviv secara tersirat menunjukan akan turut menanggap tentara Libanon sebagai musuh mereka.

Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman menuturkan, pihaknya saat ini tidak hanya melihat Hizbullah sebagai musuh tunggal di Libanon. "Kami tidak lagi berbicara tentang Hizbullah sendiri," ucap Lieberman, seperti dilansir Reuters pada Rabu (11/10).

"Kami berbicara tentang Hizbullah dan tentara Libanon, dan untuk penyesalan saya ini adalah kenyataannya. Tentara Leibanon telah berubah menjadi bagian integral dari struktur komando Hizbullah. Tentara Libanon telah kehilangan kemerdekaannya, dan menjadi bagian tak terpisahkan dari aparat Hizbullah," sambungnya.

Tidak ada tanggapan langsung dari Libanon, yang secara formal masih dalam keadaan perang dengan Israel. Kedutaan besar AS di Beirut dan Tel Aviv juga sejauh ini belum memberikann tanggapan apapun.

Sebelumnya, militer Libanon mengatakan, bahwa mereka beroperasi secara independen dan terpisah dari Hizbullah, yang terakhir melakukan operasi melawan ISIS di perbatasan Libanon-Suriah. Militer Libanon juga mengatakan, sama sekali tidak ada koordinasi dengan Hizbullah yang menyerang ISIS dari sisi Suriah.

Hizbullah sendiri merupakan salah satu musuh utama Israel di kawasan. Keduanya sempat terlibat peperangan beberapa tahun lalu, yang berakhir dengan gencatan senjata yang masih bertahan hingga saat ini. 




Credit  sindonews.com






Aksi Bom Bunuh Diri Terjadi Lagi di Damaskus


Bom mengguncang Damaskus, Sabtu (11/3).
Bom mengguncang Damaskus, Sabtu (11/3).


CB, DAMASKUS -- Aksi bom bunuh diri kembali terjadi di dekat markas besar polisi di Ibu Kota Suriah, Damaskus, Rabu (11/10). Dilaporkan sedikitnya satu warga tewas akibat aksi yang dilakukan oleh tiga pembom bunuh diri ini.

Kementerian Dalam Negeri Suriah mengatakan dua pembom bunuh diri meledakkan bahan peledak di depan markas besar polisi di Jalan Khaled Bin al-Walid di Damaskus. Satu pelaku beraksi dari sisi gedung yang berbeda.
"Penyerang mencoba menyerbu markas komando polisi. Para penjaga melepaskan tembakan ke arah mereka, memaksa mereka meledakkan diri sebelum memasuki gedung dan mencapai tujuan mereka," kata petugas polisi seperti dikutip dari Al-Arabiya, Kamis (12/10).

Polisi mengepung penyerang ketiga di belakang gedung yang juga meledakkan dirinya. Kementerian dalam negeri
mengatakan satu orang telah terbunuh dan enam terluka dalam serangan tersebut.

Ini menjadi peristiwa kali kedua selama bulan ini di mana penyerang bunuh diri menargetkan polisi di Damaskus. Setidaknya 17 orang tewas dalam serangan 2 Oktober 2017 di sebuah kantor polisi di selatan Distrik Midan.

Serangan itu diklaim oleh kelompok militan negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), yang mengatakan bahwa tiga dari pejuangnya yang bersenjata, granat dan bahan peledak telah menargetkan tempat tersebut. 




Credit  REPUBLIKA.CO.ID






Spanyol Beri Pemimpin Catalan 8 Hari untuk Ralat Kemerdekaan


Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy
Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy


CB,  MADRID -- Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy pada Rabu (11/10) memberi pemerintah Catalan delapan hari untuk membatalkan keinginan merdeka dan memerintah wilayah tersebut secara langsung. Langkahnya, bisa memperdalam konfrontasi antara Madrid dan wilayah timur laut. Rajoy mungkin akan mengadakan pemilihan regional yang cepat setelah mengaktifkan Pasal 155 konstitusi yang memungkinkan dia memecat pemerintah daerah Catalan.

Pemimpin Catalan Carles Puigdemont mengeluarkan deklarasi simbolis kemerdekaan dari Spanyol pada Selasa (10/10) malam, namun kemudian segera menangguhkannya dan meminta perundingan dengan pemerintah Madrid. "Kabinet telah sepakat pagi ini untuk secara resmi meminta pemerintah Catalan untuk mengkonfirmasi apakah telah menyatakan kemerdekaan Catalonia, terlepas dari kebingungan yang disengaja mengenai pelaksanaannya," kata Rajoy dalam pidatonya setelah rapat kabinet.

Dia kemudian mengatakan kepada parlemen Spanyol bahwa pemerintah Catalan memiliki waktu sampai Senin, 16 Oktober 2017 untuk menjawabnya. Jika Puigdemont memastikan bahwa dia mengumumkan kemerdekaan, dia diberi tiga hari tambahan untuk meralatnya sampai Kamis, 19 Oktober 2017.

Analis mengatakan, belum jelas apakah pemerintah Catalan akan menjawab persyaratan tersebut namun sekarang menghadapi teka-teki. "Rajoy memiliki dua tujuan jika Puigdemont tetap ambigu, gerakan pro-kemerdekaan akan semakin terfragmentasi. Jika Puigdemont berkeras mempertahankan kemerdekaan, maka Rajoy akan dapat menerapkan Pasal 155," kata wakil direktur firma riset Teneo Intelligence yang berbasis di London, Antonio Barroso.

"Bagaimanapun, tujuan Rajoy adalah mengembalikan peraturan hukum di Catalonia dan ini pada awalnya dapat menyebabkan pemilihan awal di wilayah ini."

Taruhannya adalah Catalonia yang memiliki bahasa dan budayanya sendiri, akan menyingkirkan Spanyol seperlima dari output ekonominya dan menguasai lebih dari seperempat ekspor.





Credit  republika.co.id




PM Spanyol Tolak Mediasi Atasi Krisis di Catalonia


Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy
Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy

CB, MADRID -- Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy pada hari Rabu (11/10) menolak mediasi untuk menyelesaikan krisis mengenai kemerdekaan Catalonia. "Tidak ada mediasi antara hukum demokrasi dan ketidaktaatan, ilegalitas," katanya kepada parlemen seperti dikutip dari laman Channel News Asia, Rabu (11/10).

Para pemimpin separatis Catalonia pada Selasa (11/10) menandatangani sebuah deklarasi kemerdekaan namun mengatakan bahwa mereka menangguhkannya dengan harapan Madrid akan bernegosiasi. Rajoy juga menolak rencana kemerdekaan pemimpin Catalan Carles Puigdemont.

Dia mengacu, pada beberapa perusahaan besar yang telah memindahkan kantor pusat mereka di luar Catalonia dalam beberapa hari terakhir. Puigdemont berulang kali meminta mediasi sejak dia maju pada 1 Oktober dengan referendum kemerdekaan di Catalonia yang dianggap ilegal oleh Madrid dan pengadilan Spanyol.

Sebelumnya, dia mengusulkan, dalam sebuah wawancara dengan CNN bahwa seorang mediator ditunjuk untuk menyelesaikan krisis tersebut. "Mungkin, bisa membantu (kita) untuk berbicara jika dua orang yang mewakili pemerintah Spanyol dan dua orang yang mewakili pemerintah Catalan menyetujui satu hal, misalnya, menunjuk seorang mediator," katanya.

Puigdemont mengumumkan di parlemen daerah pada Selasa bahwa dia telah menerima mandat "Catalonia untuk menjadi negara merdeka" setelah referendum.




Credit  REPUBLIKA.CO.ID





Indonesia dan Belgia Komitmen Tingkatkan Kerja Sama di Berbagai Sektor



Indonesia dan Belgia Komitmen Tingkatkan Kerja Sama di Berbagai Sektor
Menlu Indonesia Retno Marsudi dan Menlu Belgia Didier Reynders. Foto/Kemlu RI



BRUSSELS - Keberagaman sudah menjadi bagian dari kehidupan bangsa Indonesia. Keberagaman justru mempersatukan bangsa Indonesia. Demikian yang disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno Marsudi pada pertemuan bilateral dengan Menlu Didier Reynders di Brussels, Belgia.

Menlu Retno menyebutkan bahwa dipilihnya Indonesia sebagai guest country di Europalia Art and Cultural Festival merupakan kehormatan sekaligus kesempatan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat Eropa tentang Indonesia.

Kedua Menlu juga membahas berbagai isu bilateral, serta saling tukar pikiran mengenai isu-isu penting di kawasan masing-masing.

Secara khusus Menlu Reynders mengapresiasi diplomasi aktif Indonesia dalam upaya penyelesaian isu kemanusiaan di negara bagian Rakhine.

Di bidang ekonomi kedua Menlu menyambut baik kemajuan perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif RI-Uni Eropa (RI-UE CEPA).

Kedua Menlu menyambut baik meningkatnya perdagangan kedua negara di semester pertama tahun 2017 sebesar hampir 16,86 persen. Momentum kenaikan ini harus terus dijaga.

Di bidang perdagangan, Menlu RI juga kembali mengangkat isu kampanye negatif terhadap industri kelapa sawit Indonesia di Eropa.

“Indonesia meminta agar CPO Indonesia mendapatkan fair treatment," demikian ditekankan oleh Menlu Retno seperti tertuang dalam rilis yang diterima Sindonews, Kamis (12/10/2017).

Kedua Menlu juga sepakat untuk tingkatkan kerjasama dalam  hadapi ancaman terorisme, radikalisme dan violent extremism.

Selain melakukan pertemuan bilateral baik dengan HRVP Komisi Eropa dan Menlu Belgia, Menlu Retno Marsudi juga mendampingi Wakil Presiden RI membuka Europalia Art and Cultural Festival dimana Indonesia menjadi "guest country". Raja dan Ratu Belgia juga hadir dalam acara pembukaan tersebut.

Pameran seni dan budaya Europhalia akan berlangsung 4 selama bulan. Selain Belgia, pameran seni dan budaya Indonesia Europhalia ini juga akan digelar di Belanda, Inggris, Jerman, Perancis, Polandia dan Austria. 


Selain itu Menlu RI juga hadir pada pertemuan Federation of Enterprises in Belgium dimana hadir para CEO perusahaan besar Belgia dan negara sekitarnya. Wakil Presiden RI telah menyampaikan paparan mengenai pembangunan dan kesempatan berbisnis dengan Indonesia.

Pada kesempatan tersebut telah ditanda tangani 3 MoU di bidang infrastruktur, energi dan pertanian serta 2 MoU Sister City Cooperation antara Bandung dan Namur serta Jawa Barat dan Wallonia.



Credit  sindonews.com


Erdogan tak Akui Dubes AS untuk Negaranya


Presiden AS Donald Trump bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Roosevelt Room Gedung Putih, Selasa, 16 Mei 2017 di Washington.
Presiden AS Donald Trump bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Roosevelt Room Gedung Putih, Selasa, 16 Mei 2017 di Washington.


CB, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tak mengakui John Bass sebagai duta besar Amerika Serikat (AS) untuk negaranya. Pernyataan ini dikeluarkan di tengah-tengah memanasnya hubungan antara Ankara dan Washington akibat aksi saling membekukan layanan visa non-imigran.

Pekan lalu, AS memutuskan untuk menangguhkan layanan visa non-imigran bagi warga Turki. Keputusan tersebut diambil setelah otoritas keamanan Turki menangkap seorang staf konsulat AS di Istanbul karena diyakini memiliki hubungan dengan Fethullah Gulen. Gulen adalah tokoh yang dituding sebagai aktor di balik aksi percobaan kudeta Turki tahun lalu.

Hanya berselang beberapa jam setelah keputusan AS tersebut, Kedutaan Besar Turki di Washington mengumumkan hal serupa. Turki memutuskan untuk turut menangguhkan layanan visa non-imigran bagi warga AS sebagai respons terhadap tindakan Washington.

Ketika polemik ini tengah berlangsung, AS memutuskan menarik dan memindahkan duta besar untuk Turki John Bass ke Afghanistan. Bass diperkirakan akan meninggalkan Ankara dalam beberapa hari mendatang. Ia juga dijadwalkan melakukan kunjungan perpisahan kepada para pejabat pemerintahan di Turki, termasuk dengan Erdogan.

Namun Erdogan menolak rencana acara perpisahan tersebut. "Kami belum sepakat dan tidak menyetujui duta besar (AS) ini untuk melakukan kunjungan perpisahan dengan para menteri, ketua parlemen, dan saya sendiri," ujar Erdogan, seperti dilaporkan laman Al Araby, Selasa (11/10).

Dengan tegas ia menyatakan bahwa dia tak mengakui Bass sebagai representatif AS di negaranya. "Kami tidak melihat dia (Bass) sebagai wakil AS di Turki," katanya.

Erdogan mengatakan bahwa penangkapan staf konsulat AS dilakukan berdasarkan bukti yang telah dihimpun oleh kepolisian Turki. Oleh karena itu ia menyayangkan dan mengkritik AS yang merespons penangkapan tersebut dengan membekukan layanan visa bagi warganya.

"AS harus mengevaluasi satu hal, yakni bagaimana agen-agen tersebut bocor ke konsulat? Jika mereka tidak (menempatkan agen di sana), lalu siapa yang menempatkannya di sana? Tidak ada negara yang mengizinkan agen tersebut menimbulkan ancaman semacam itu," kata Erdogan.

Sepanjang sejarah hubungan diplomatik Turki dan AS, barukali ini seorang duta besar tak diakui keberadaannya oleh salah satu negara. Hal ini menunjukkan adanya keretakan hubungan diplomatik antara Washington dan Ankara. 






Credit  REPUBLIKA.CO.ID




Turki Salahkan Utusan AS untuk Krisis Diplomatik


Recep Tayyip Erdogan
Recep Tayyip Erdogan


CB, ANKARA -- Presiden Turki Tayyip Erdogan menyalahkan duta besar Amerika Serikat untuk Turki karena krisis diplomatik antara kedua negara. Ia mengatakan Ankara tidak lagi menganggapnya sebagai utusan Washington. Dalam sebuah serangan pribadi terhadap Duta Besar John Bass, Erdogan mengatakan Bass bertindak secara sepihak dalam menangguhkan layanan visa di Turki setelah penangkapan seorang pekerja konsulat AS.

Departemen Luar Negeri AS membela Bass dengan mengatakan bahwa dia mendapat dukungan penuh dari pemerintah AS dan tindakannya dikoordinasikan dengan Departemen Luar Negeri, Gedung Putih dan Dewan Keamanan Nasional.

"Duta besar kami cenderung tidak melakukan hal-hal sepihak. Kami memiliki koordinasi dan kerjasama yang sangat erat dengan duta besar kami. Bass telah melakukan pekerjaan hebat di Turki," Kata juru bicara Departemen Luar Negeri Heather Nauert dalam sebuah briefing.

Perselisihan tersebut telah membuat hubungan antara kedua sekutu NATO tersebut semakin terpuruk setelah berbulan-bulan ketegangan terkait dengan konflik di Suriah, kudeta militer tahun lalu yang gagal di Turki, dan kasus pengadilan AS terhadap pejabat Turki.

Kedubes AS mengatakan pihaknya menangguhkan layanan visa sementara dan menilai komitmen Turki terhadap keselamatan misi dan stafnya. Kedubes tersebut mengatakan tuduhan bahwa karyawan yang ditangkap tersebut memiliki hubungan dengan Fethullah Gulen merupakan tuduhan yang tidak berdasar.

Nauert mengatakan Turki, yang telah menahan dua anggota staf kedutaan AS setempat tahun ini, memanggil seorang anggota staf lokal ketiga untuk diinterogasi selama akhir pekan, sebuah langkah yang sangat mengganggu.

"Mampu memiliki kerjasama keamanan yang ketat, terutama dengan mitra NATO, sangat penting. Dan ketika mereka mulai menangkap, menahan orang-orang kita, orang-orang kita yang bertanggung jawab untuk koordinasi penegakan hukum, itu adalah perhatian utama kita. Jadi itulah sebabnya kami mengambil langkah-langkah ini," katanya.



Credit  republika.co.id





Jenderal Iran Sebut Trump Kembaran Pemimpin ISIS Al-Baghdadi


Jenderal Iran Sebut Trump Kembaran Pemimpin ISIS Al-Baghdadi
Presiden AS Donald Trump disebut sebagai kembaran Amerika pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi. Foto/Istimewa


TEHERAN - Seorang jenderal senior Iran telah menyebut Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, sebagai kembaran Amerika pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi. Komentar itu muncul menanggapi rumor bahwa pemerintahan Trump mempertimbangkan untuk menunjuk Garda Revolusi Iran sebagai teroris.

"Trump dan al-Baghdadi menampilkan kurangnya kepercayaan terhadap semua prinsip dan peraturan diplomasi dan kedaulatan di dunia sekarang ini," ujar Brigadir Jenderal Rasoul Sanayee Rad, wakil komandan urusan politik Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC), dalam sebuah opini dikutip oleh media IRGC Basirat.

Menurut jenderal Iran tersebut yang satu sedang membangun kekhalifahan dan yang lainnya menyerang negara lain.

Rad mengatakan dengan keduanya menggunakan logika ancaman dan kekuatan untuk memajukan tujuan mereka, dan bergantung pada temperamen bullying dan tirani mereka.

"Salah satunya disangga oleh teroris, dan yang lainnya oleh elang ekstremis, dan keduanya digunakan sebagai instrumen untuk memicu kekacauan dan ketidakstabilan," kata jenderal tersebut melanjutkan seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (12/10/2017).

Rad juga membandingkan pertimbangan Trump untuk menunjuk IRGC sebagai organisasi teroris dengan labelisasi Baghdadi terhadap orang Iran sebagai orang kafir dan orang yang tidak bisa dipercaya.

"Kesalahan bersejarah Trump juga telah mendorong komandan IRGC untuk mengatakan bahwa dia akan menganggap AS sebagai pengikut ISIS di wilayah tersebut jika Washington menempatkan IRGC dalam daftar terornya," tegas Rad.

Pemerintahan Trump belum menunjuk IRGC sebagai organisasi teroris namun dilaporkan tengah mempertimbangkan langkah tersebut. IRGC adalah bagian dari angkatan bersenjata Iran, dan Washington telah menyebut Iran sebagai sponsor utama terorisme.




Credit  sindonews.com





Jerman: Iran Coba Beli Sejumlah Item untuk Pengembangan Rudal


Jerman: Iran Coba Beli Sejumlah Item untuk Pengembangan Rudal
Intelijen Jerman menyebut Iran berusaha untuk membeli sejumlah item untuk pengembangan rudalnya. Foto/Istimewa


BERLIN - Badan intelijen Jerman memperingatkan perusahaan Jerman bahwa Iran masih berusaha untuk menghindari pembatasan penjualan barang ganda untuk program teknologi roket dan rudal. Demikian bunyi dokumen yang sampat dilihat oleh Reuters.

Badan intelijen domestik Jerman, BfV, dalam dokumen itu mengingatkan perusahaan Jerman bahwa penjualan teknologi tertentu tetap ilegal meski ada pembebasan sanksi yang dipicu oleh kesepakatan nuklir Iran akhir tahun 2015.

"Penting untuk dicatat bahwa Iran terus mengejar program teknologi roket dan rudal ambisius yang tidak terpengaruh oleh sanksi," bunyi dokumen tersebut seperti dikutip dari Reuters, Kamis (12/10/2017).

Dikatakan pengingat itu dipicu oleh "kejadian terkini" namun tidak memberikan rincian yang dimaksu dengan kejadian terkini tersebut.

Dokumen BfV mengatakan badan intelijen Jerman terus menyelidiki "secara intensif" apakah Iran berusaha untuk menghindari peraturan yang ada untuk memperoleh produk atau pengetahuan di Jerman.

Laporan tersebut telah melaporkan bahwa pada bulan Juni Iran telah secara tajam mengurangi upaya untuk membeli barang-barang untuk program nuklirnya. Namun laporan itu juga mengatakan bahwa usaha untuk membeli barang untuk program pengembangannya tetap tidak berubah. Laporan ini tidak memberikan rincian tentang jumlah usaha tersebut.

Negara bagian terpadat di Jerman dan jantung industrinya, Rhine-Westphalia Utara, memberikan rincian dalam laporan intelijennya sendiri untuk tahun 2016 yang dirilis pada hari Selasa.

Dikatakan telah mendeteksi 32 upaya untuk membeli peralatan yang mungkin atau pasti berkaitan dengan proliferasi pada tahun 2016, turun dari rekor 141 usaha yang dilihat setahun sebelumnya.

"Sebagian besar upaya tersebut terkait dengan program rudal Iran, meskipun beberapa juga terkait dengan Pakistan," katanya.

Bagian terbesar dari kasus tersebut tidak menghasilkan pengiriman peralatan apapun karena pejabat intelijen negara dapat memperingatkan perusahaan pada waktunya, atau perusahaan menyadari ada hal yang mencurigakan.

Dikatakan Iran telah menggunakan berbagai perusahaan untuk mendapatkan barang. Mereka sering mengirim barang melalui Turki, Uni Emirat Arab dan China. 




Credit  sindonews.com



Bendera Konsulat Hilang, Rusia Layangkan Protes ke AS


Bendera Konsulat Hilang, Rusia Layangkan Protes ke AS
Konsulat Rusia di San Francisco. Foto/Reuters


MOSKOW - Rusia melayangkan protes ke Amerika Serikat (AS) setelah mengatakan bahwa bendera Rusia telah dicuri dari konsulatnya di San Francisco. Tuduhan ini langsung dimentahkan oleh Washington.

Staf Rusia meninggalkan konsulat bulan lalu setelah Washington memerintahkan Moskow untuk mengosongkan beberapa properti diplomatiknya. Perintah ini bagian dari serangkaian tindakan tit-for-tat sebagai hubungan yang saling tidak menguntungkan antara kedua negara.

Pejabat AS sejak itu menduduki bagian administratif kompleks tersebut. Rusia mengatakan pekan lalu bahwa mereka telah memasuki daerah perumahan dan mengancam pembalasan atas apa yang disebut tindakan ilegal tersebut.

"Kejadian memalukan terbaru. Di San Francisco bendera Rusia telah dicuri dari gedung @ConsulRussiaSF," kata kedutaan Rusia ke Amerika Serikat di akun Twitter berbahasa Rusia-nya seperti dikutip dari Reuters, Kamis (12/10/2017).

"Kami meminta pemerintah Amerika mengembalikan simbol negara kami," katanya di samping gambar tiang bendera telanjang di atas gedung konsulat.

Kantor berita Rusia mengutip kedutaan Rusia tersebut mengatakan bahwa mereka mengajukan sebuah protes resmi atas insiden tersebut.

"Sebuah protes kuat dikirim ke pihak Amerika sehubungan dengan bendera Rusia yang diturunkan di properti diplomatik kami di San Francisco, yang berada di bawah kendali otoritas AS," kata kantor berita Interfax mengutip kedutaan tersebut dalam sebuah pernyataan.

"Kami menganggap ini sebagai langkah yang sangat tidak bersahabat," kata kedutaan tersebut.

Namun, Departemen Luar Negeri AS memberikan gambaran kejadian yang berbeda.

"Bendera di bekas properti konsuler Rusia di San Francisco diturunkan dengan hormat dan disimpan dengan aman di dalam setiap bangunan," kata seorang pejabat Departemen Luar Negeri dalam sebuah email.

Kedutaan Rusia di Washington tidak segera tersedia untuk dimintai komentar.





Credit  sindonews.com





Rusia Bakal Kembali Pangkas Staf Diplomatik AS


Rusia Bakal Kembali Pangkas Staf Diplomatik AS
Foto/Ilustrasi/Istimewa


MOSKOW - Rusia tidak menutup kemungkinan memerintahkan Amerika Serikat (AS) untuk memotong staf diplomatiknya di Rusia menjadi 300 orang atau kurang. Demikian laporan kantor berita RIA mengutip pejabat senior Kementerian Luar Negeri Rusia, Georgy Borisenko.

Pada bulan Juli, Moskow mengatakan kepada AS untuk memangkas jumlah staf diplomatik dan teknis yang bekerja di Rusia sekitar 60 persen, menjadi 455. Pemangkasan tersebut adalah tanda lebih lanjut dari hubungan yang memburuk kedua negara.

"Angka 455 ini dimaksudkan untuk mencerminkan jumlah total diplomat Rusia yang bekerja di AS, namun juga melibatkan warga Rusia yang bekerja di Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York," terang Borisenko, kepala Departemen Luar Negeri Kementerian Luar Negeri, mengatakan kepada RIA.

"Fakta bahwa di musim panas kami mempertimbangkan orang-orang yang bekerja untuk misi Rusia di PBB, ini adalah niat baik," kata Borisenko seperti dikutip dari Reuters, Kamis (12/10/2017).

"Jika mereka tidak menghargai ini, kami memiliki hak penuh untuk mengurangi jumlah diplomat AS," ujarnya, menambahkan bahwa Moskow dapat menghentikan jumlah staf PBB Rusia saat menghitung paritas apa yang dimaksud antara kedua negara.

"Dalam kasus ini, jumlah personil Amerika di Rusia harus turun ke level 300 atau di bawahnya," tegasnya.

Seorang juru bicara untuk Kedutaan Besar AS di Moskow mengatakan Washington berharap bahwa mematuhi persyaratan Rusia akan berarti kedua negara dapat menghentikan tindakan pembalasan, RIA kemudian melaporkan.

"Kemunduran hubungan tidak melayani kepentingan kedua belah pihak. Kami berharap bahwa tren penurunan hubungan telah berakhir," kata juru bicara kedutaan besar AS Maria Olson.




Credit   sindonews.com





AS Bantah Hanya Pura-pura Melawan ISIS


AS Bantah Hanya Pura-pura Melawan ISIS
Juru bicara Pentagon, Kolonel Robert Manning menyatakan, tudingan yang disampaikan oleh Rusia tersebut benar-benar salah, dan tidak berdasar. Foto/Istimewa


WASHINGTON - Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (AS) atau Pentagon membantah tudingan yang disampaikan oleh Rusia. Moskow menuding AS dan koalisinya hanya berpura-pura melawan ISIS, khususnya di Irak.

Juru bicara Pentagon, Kolonel Robert Manning menyatakan, tudingan yang disampaikan oleh Rusia tersebut benar-benar salah dan tidak berdasar. Manning menegaskan, AS memiliki komitmen kuat dalam upaya memberantas terorisme.

"Kami tetap berkomitmen untuk menghancurkan ISIS dan menolak mereka untuk mendapatkan tempat yang aman, serta memiliki kemampuan untuk melakukan serangan baik di wilayah ini atau secara global," ucap Manning, seperti dilansir Radiofarda pada Rabu (11/10).

Manning menambahkan, koalisi pimpinan AS setiap saat selalu menyediakan data mengenai jumlah dan hasil setiap serangan yang mereka lakukan, agar publik dapat melihat efektifas operasi mereka.

Sebelumnya diwartakan, Kementerian Pertahanan Rusia menyebut AS bersama dengan koalisinya selama ini berpura-pura melakukan serangan terhadap ISIS di Irak. Namun, nyatanya mereka melakukan serangan terhadap ISIS di Suriah dengan alasan tertentu.

"Semua orang melihat bahwa koalisi yang dipimpin AS berpura-pura berperang melawan ISIS, terutama di Irak, namun terus melakukan pertarungan melawan ISIS di Suriah secara aktif karena alasan tertentu," kata juru bicara kemhan Rusia, Mayor Jenderal Igor Konashenkov.

Hasilnya, lanjut Konashekov, adalah bahwa militan telah bergerak dalam jumlah besar dari daerah perbatasan Irak ke Deir al-Zor, di mana mereka mencoba menggali di tepi kiri Sungai Efrat. 



Credit  sindonews.com







Buru 2 Petinggi Hizbullah, Amerika Sediakan Hadiah Rp 162 Miliar


Buru 2 Petinggi Hizbullah, Amerika Sediakan Hadiah Rp 162 Miliar
Talal Hamiyah. rewardsforjustice.net

CB, Jakarta -Pemerintah Amerika Serikat akan memberikan hadiah bagi siapa saja yang berhasil menangkap atau memberi informasi mengenai keberadaan 2  petinggi kelompok teroris internasional Hizbullah, yaitu Talal Hamiyah dan Fuad Shukr. Kedua milisi kelompok teroris internasional dihargai dengan nilai $12 juta atau sekitar Rp 162 miliar, dengan perincian $7 juta untuk Talal Hamiyah dan $ 5 juta untuk Fuad Shukr.
Talal Hamiyah menurut Pemerintah AS merupakan Pemimpin Organisasi Keamanan Eksternal Hizbullah yang wilayah kerjanya di luar Lebanon. Perannya di Hizbullah sangatlah penting mengingat dirinyalah yang membuat rencana, koordinasi hingga eksekusi di setiap pelaksanaan aksi terorisme.

Sedangkan Fuad Shukr merupakan pemain inti dalam pembuatan rencana hingga eksekusi. Salah satu kasus yang membuatnya buron hingga kini adalah kasus peledakan barak marinir AS yang menewaskan 241 personel marinir pada tahun 1983.
Dilansir melalui situs pemerintahan Amerika Serikat, www. state. gov., keduanya juga memiliki hubungan kerjasama yang kuat dengan organisasi teroris internasional lainnya di luar Hizbullah.

Selain hadiah senilai $12 juta Pemerintah Amerika Serikat di bawah Departemen Keamanan Diplomatik AS dengan nilai $145 juta untuk lebih dari 90 orang yang mampu menangkap ataupun memberi informasi penangkapan terhadap kedua teroris tersebut.


Credit  tempo.co


Buru Dua Pentolan Hizbullah, AS Siapkan Hadiah Besar


Buru Dua Pentolan Hizbullah, AS Siapkan Hadiah Besar
Amerika Serikat (AS) dilaporkan telah menyiapkan hadiah besar bagi siapapun yang memiliki informasi atas lokasi dua pentolan Hizbullah. Foto/Istimewa


WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) dilaporkan telah menyiapkan hadiah besar bagi siapapun yang memiliki informasi atas lokasi dua pentolan Hizbullah. AS meyakini keduanya sedang mempersiapkan rencana serangan di dalam negeri AS.

"Saya mengumumkan adanya hadiah bagi informasi untuk dua pemimpin senior Hizbullah di bawah Program Hadiah untuk Keadilan Departemen Luar Negeri. Pertama, departemen tersebut menawarkan hadiah hingga USD 7 juta untuk informasi yang mengarah ke lokasi, penangkapan atau hukuman di negara manapun bagi Talal Hammiyeh," kata Koordinator Negara untuk Kontra Terorisme AS, Nathan Sales.

"Kami juga menawarkan hadiah hingga USD 5 juta untuk informasi yang mengarah ke lokasi, penangkapan, atau hukuman di negara manapun atas Fouad Shukr," sambungnya, seperti dilansir Sputnik pada Rabu (11/10).

Direktur Pusat Kontra Terorisme AS, Nicholas Rasmussen mengklaim bahwa kelompok militan Lebanon Hizbullah bertekad untuk melakukan sebuah serangan di AS. Rasmussen menuturkan, pihaknya melihat adanya peningkatan aktifitas Hibzullah di dalam negeri AS.

"Kami di komunitas intelijen terus melihat aktivitas atas nama Hizbullah di sini di dalam negeri. Ini penilaian kami bahwa Hizbullah bertekad untuk menjdikan AS sebagai komponen penting dalam buku pedoman terorisme mereka," ungkap Rasmussen.




Credit  sindonews.com







Trump Ingin Peningkatan Senjata Nuklir Milik AS 10 Kali Lipat


Trump Ingin Peningkatan Senjata Nuklir Milik AS 10 Kali Lipat
Presiden Amerika Serikat Donald Trump ingin meningkatan persenjataan nuklir AS sepuluh kali lipat. Namun Sekretaris Pertahanan membantah laporan tersebut. (Reuters).



Jakarta, CB -- Presiden Amerika Serikat Donald Trump menginginkan modernisasi persenjataan nuklir negaranya secara signifikan. Trump bahkan hendak meningkatan persenjataan nuklir AS sepuluh kali lipat.

"Saya ingin modernisasi dan rehabilitasi total," kata Trump pada Rabu dalam sebuah acara bersama Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, dikutip dari CNN, Kamis (12/10).

Namun Sekretaris Pertahanan James Mattis membantah laporan tersebut. James mengatakan, bahwa laporan sebagaimana dikabarkan tidak benar.





"Laporan terbaru bahwa Presiden meminta peningkatan senjata nuklir AS benar-benar salah. Pelaporan yang salah ini tidak bertanggung jawab," ujar James.

Adapun peningkatan persenjataan senjata nuklir Amerika Serikat secara signifikan akan menjadi tidak masuk akal dan tidak mungkin.

"Ini seperti 'Saya ingin basis di bulan, mohon," kata Dr. Jeffrey Lewis, penerbit blog 'Arms Control Wonk' sekaligus Direktur Program Nonproliferasi Asia Timur.



Lewis mengatakan kepada CNN bahwa ada beberapa alasan AS telah mengurangi cadangan nuklirnya dari kira-kira 30.000 hulu ledak yang dimilikinya pada puncak Perang Dingin.

"Salah satu faktornya adalah banyak hulu ledak ada untuk hal-hal yang sekarang kita lakukan dengan senjata konvensional," kata Lewis.

"Kemudian di atas itu, saat angka Uni Soviet turun dan Uni Soviet hancur, ada sedikit target strategis yang bisa kita tabrak. Jadi, ini menjadi sistem warisan yang sangat mahal," katanya.



Credit  cnnindonesia.com





5 Kecanggihan F-15K, Andalan Korea Selatan Hadapi Korea Utara


5 Kecanggihan F-15K, Andalan Korea Selatan Hadapi Korea Utara
Rudal jelajah Taurus KEPD-350K akan menjadi senjata andalan pesawat tempur F-15K Slam Eagle Angkatan Udara Korea Selatan. Negara ini akan menjadi negara pertama di Asia yang mengoperasikan pesawat tempur bersenjata rudal jelajah canggih buatan Jerman. Taurus.

CB, Jakarta - Korea Selatan ikut mengirimkan pesawat tempur F-15K, andalannya dalam iringan pesawat pengebom kelas berat milik Amerika Serikat yaitu B-1B Lancer, yang terbang melintasi Semenanjung Korea kemarin, 10 Oktober 2017.
Iring-iringan pesawat pengebom ini merupakan bagian dari unjuk kekuatan pasukan koalisi gabungan Amerika Serikat, Korea Selatan dan Jepang dalam menghadapi kemungkinan serangan rudal balistik dan nuklir dari Korea Utara.

Pada 13 September 2017, Angkatan Udara Korsel meluncurkan rudal penjelajah Taurus sebagai respon atas peluncuran rudal balistik Korea Utara. Peluncuran rudal jelajah ini dilakukan dari pesawat tempur F-15K, yang tepat mengenai target sasaran berupa bunker dan menghancurkannya.
"Ini adalah bagian dari latihan yang telah digelar selama bertahun-tahun untuk bersiap menghadapi serangan militer Korea Utara, misalnya, mengamankan ibu kota Seoul," begitu tulis media National Interest, 29 September 2017.

Banyak informasi yang belum diketahui publik mengenai senjata andalan militer Korea Selatan yang bernama lengkap F-15K Slam Eagle. Berikut 5 poin menarik mengenai pesawat tempur ini:
1. Ini merupakan pesawat tempur yang khusus dibuat perusahaan manufaktur pesawat dan perlengkapan militer Boeing untuk militer Korea Selatan. Pesawat ini dilengkapi sensor canggih dan sistem perang elektronik (electronic warfare system) serta rudal penghancur bunker untuk menghajar tempat-tempat peluncuran rudal balistik Korea Utara dengan mudah.
2. Ini merupakan jenis pesawat multi-role supercanggih, yang bisa melakukan pertempuran udara dengan pesawat tempur lain dan menggempur titik-titik target musuh baik di darat dan laut.
3. Ini merupakan pengembangan canggih dari pesawat F-15E Strike Eagle. Ini membuatnya mampu melakukan misi jarak jauh pada malam dan siang hari dalam semua kondisi cuaca.
4. Pemerintah Korea Selatan memutuskan F-15K ini sebagai pesawat andalan untuk kategori Next Generation Fighter Programme pada April 2002. Pesawat ini mulai terbang pada Maret 2005.
5. Pemesanan I untuk 40 unit pesawat dan pemesanan II untuk 21 unit. Saat ini, Korea Selatan bersama Indonesia bekerja sama merancang pesawat tempur yang bakal mulai digunakan sekitar 2030.







Credit  TEMPO.CO





Rudal Taurus Korea Selatan Diklaim Ideal Hadapi Korea Utara


Rudal Taurus Korea Selatan Diklaim Ideal Hadapi Korea Utara
Media militer terkenal, IHS Janes edisi 5 Oktober menulis bahwa militer Korea Selatan berencana membeli tambahan 90 rudal jelajah Taurus KEPD 350K (Kinetic Energy Penetration Destroyer) karena meningkatnya ancaman dari Korea Utara.

CB, Jakarta - Sebuah pesawat tempur tanpa dilengkapi peluru kendali andalan membuatnya terlihat kurang gahar. Ini dipahami betul oleh militer Korea Selatan, yang mengirimkan pesawat tempur F-15K buatan Boeing untuk mengawal konvoi pesawat pengebom B-1B Lancer milik Amerika Serikat pada Selasa malam, 10 Oktober 2017.
Pesawat tempur F-15K ini memiliki rudal andalan yang dirancang khusus untuk menghancurkan bunker dan silos peluncuran rudal balistik, khususnya milik Korea Utara.

Pada 13 September 2017, Angkatan Udara Korea Selatan meluncurkan rudal Taurus untuk menghancurkan sebuah bunker buatan di pesisir barat negara itu. Rudal ini diluncurkan dari F-15K yang terbang rendah untuk menghindari deteksi radar.
Berikut ini 5 hal mengenai rudal Taurus andalan Korea Selatan:
1. Rudal Taurus ini dibuat oleh perusahaan Jerman yaitu Taurus System. Kecepatan terbangnya cukup fantastis yaitu sekitar 1200 kilometer per jam.
2. Rudal ini berbentuk kotak dan dicat berwarna hijau tua sebagai kamuflase.
3. Daya tempuhnya mencapai sekitar 500 kilometer. Ini membuatnya menjadi rudal ideal untuk menyasar semua target militer Korea Utara dari dalam wilayah udara Korea Selatan dengan mudah.

4. Daya hancurnya cukup mumpuni yaitu bisa menembus dinding beton hingga sekitar 4 meter sebelum meledakkan amunisi yang dibawanya hingga maksimal 500 kilogram.
5. Rudal Taurus milik Angkatan Udara Korea Selatan ini dilengkapi dengan berbagai sistem elektronik dan sensor canggih. Ini membuat rudal ini antijam alias sistem elektroniknya tidak bisa dibuat macet sehingga tidak bisa dijatuhkan di udara.





Credit  tempo.co




Marinir AS Dilanda Ketakutan, Berdoa Tak Tembak Jatuh Rudal Korut


Marinir AS Dilanda Ketakutan, Berdoa Tak Tembak Jatuh Rudal Korut
Kapten Adam M. Aycock (kanan) mengucapkan selamat tinggal pada pelaut USS Shiloh saat upacara peresmiannya. Foto/MC3 Pat Morrissey/Navy Times


WASHINGTON - Para marinir Amerika Serikat (AS) yang bertugas di kapal perang untuk menghadapi ancaman Korea Utara (Korut) mulai dilanda ketakutan. Mereka takut terbunuh dan berdoa agar tidak menembah jatuh peluru kendali (rudal) Pyongyang sehingga insiden buruk tidak terjadi.

Jatuhnya mental para marinir Washington ini terungkap dari testimoni mereka secara tertulis dan anonim kepada Navy Times. Kondisi itu terjadi sejak dua kapal perang Pentagon mengalami tabrakan beberapa bulan lalu dengan korban tewas 17 pelaut atau marinir.

Mereka kini berada di ambang kelelahan dan mengungkapkan ekspresi “pemberontakan”. Kapal perang AS dengan rudal jelajah, USS Shiloh, adalah satu dari beberapa kapal yang diandalkan untuk mengatasi tembakan rudal balistik Korut.

”Jika kita berperang, saya merasa kita akan terbunuh dengan mudah dan ada orang yang menginginkan hal itu terjadi sehingga kita bisa menyelesaikannya,” tulis seorang pelaut.

”Ini hanya masalah waktu sebelum sesuatu yang mengerikan terjadi,” tulis pelaut lainnya mengacu pada prediksi nasib misi USS Shiloh yang berbasis di Jepang.

Beberapa dari mereka bahkan mengekspresikan ketidakpuasan atau semacam “pemberontakan” kepada pemimpin mereka. ”Pelaut kami tidak mempercayai CO (commanding officer),” lanjut testimoni seorang pelaut, yang dilansir news.com.au, Kamis (12/10/2017).

Mereka merasa kapal USS Shiloh seperti ”penjara terapung”. ”Saya hanya berdoa agar kita tidak perlu menembak jatuh sebuah rudal dari Korut, karena ketidakefektifan kita benar-benar akan terlihat,” imbuh testimoni marinir kru kapal perang Washington.

Beberapa masalah yang terjadi di internal marinir Pentagon anatara lain, micromanagement, disfungsi perintah dan hukuman yang berlebihan.

Beberapa dari mereka bahkan mengatakan bahwa mereka telah bergantung pada ”brig” roti dan ransum air untuk kesalahan on-the-job sederhana. Tekanan salah satunya dirasakan para kru Armada ke-7 AS. Mereka merasa tugasnya tidak sesuai untuk untuk mencegah ancaman Korea Utara, China dan Rusia.

”Anggota, terutama para pemimpin, sangat lelah, dikalahkan, dan terlalu banyak bekerja, bahwa mereka hampir tidak mampu untuk menjadi efektif,” imbuh seorang pelaut.

Survei untuk para kru kapal perang itu masing-masing berisi ratusan halaman pertanyaan. 

Pemerintah Presiden Donald Trump maupun Pentagon belum mengomentari laporan testimoni tentang kondisi mental para kru kapal perang AS yang sedang siaga menghadapi ancaman Korea Utara. Sebelumnya, Kepala Pentagon James Norman Mattis menginstruksikan kepada semua tentara untuk siap jika Presiden Trump pada akhirnya mengambil opsi militer untuk melawan rezim Kim Jong-un.



Credit  sindonews.com



Korut: Trump Telah Nyalakan Sumbu Perang


Korut: Trump Telah Nyalakan Sumbu Perang
Foto/Ilustrasi/Sindonews/Ian


SEOUL - Menteri luar negeri Korea Utara (Korut) mengatakan Donald Trump telah menyalakan sumbu perang. Demikian laporan sebuah kantor berita  Rusia.

"Dengan pernyataannya yang berani dan gila di Perserikatan Bangsa-Bangsa, Trump, bisa Anda katakan, telah menyalakan sumbu perang melawan kami," tulis kantor berita TASS Rusia mengutip Menteri Luar Negeri Korut, Ri Yong-ho.

"Kami harus memberikan hasil akhir, hanya dengan hujan api, bukan kata-kata," imbuhnya seperti dikutip dari Independent, Kamis (12/10/2017).

Dalam sebuah pidato ke Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan September, Trump menyatakan bahwa AS akan "menghancurkan Korea Utara" jika dipaksa untuk mempertahankan diri atau sekutu-sekutunya. Presiden AS itu menambahkan bahwa sementara AS memiliki "kekuatan dan kesabaran yang besar," pilihannya untuk menghadapi negara yang terisolasi ini dapat segera habis.

Trump juga mengejek pemimpin Korut Kim Jong-un, menjulukinya sebagai "Rocket Man".

Pidato tersebut muncul sekitar seminggu setelah Dewan Keamanan PBB telah memilih untuk mengajukan sanksi kepada Korut setelah melakukan uji coba nuklir keenam dan terbesar.

Seorang juru bicara kementerian luar negeri Korut mengatakan bulan lalu bahwa semakin banyak sanksi yang diberikan AS dan sekutunya, semakin cepat negara tersebut akan bekerja untuk mengembangkan program senjata nuklirnya, menurut kantor berita KCNA Korea Utara.

Banyak anggota Kongres telah mengkritik retorika "pemberontak" Trump terhadap Korut. Pada hari Minggu, Senator Bob Corker bahkan menyatakan komentar Trump tentang negara-negara lain dapat menempatkan AS "di jalan menuju Perang Dunia III."

Ketika ditanya pada hari Selasa apakah anggota parlemen benar dalam penilaiannya, Trump menjawab: "Kami berada di jalur yang salah sebelumnya."

"Yang harus Anda lakukan hanyalah melihat-lihat," Trump menambahkan.

"Jika Anda melihat selama 25 tahun terakhir, melalui banyak administrasi, kami berada di jalan menuju masalah yang sangat besar - masalah seperti dunia ini belum pernah terjadi. Kami berada di jalur yang benar saat ini, percayalah." 

Sementara Trump telah mengambil nada agresif dalam komentarnya tentang Korut, pejabat lain memilih untuk berhati-hati. Menteri Pertahanan James Mattis mengatakan bahwa pemerintah masih membidik penyelesaian konflik secara damai, namun mengatakan Angkatan Darat AS "siap" jika tindakan militer diperintahkan oleh Presiden.



Credit  sindonews.com




Kapal AS Patroli di LCS, Beijing Kirim Kapal Fregat dan Jet


Kapal AS Patroli di LCS, Beijing Kirim Kapal Fregat dan Jet
China mengirimkan kapal perang fregat CNS Huangshan untuk mengusir kapal perang AS yang berpatroli di dekat pulau-pulau di Laut China Selatan (LCS). Foto/Istimewa


BEIJING - China mengirim kapal perang rudal terpandu, dua jet tempur dan sebuah helikopter untuk memperingatkan kapal perang USS Chafee milik Amerika Serikat (AS). Kapal perang AS diketahui melakukan patroli di dekat pulau-pulau yang disengketakan di Laut China Selatan (LCS).

Beijing mengutuk misi kapal perusak rudal ASH Chafee dalam kerangka operasi yang disebut kebebasan navigasi. Kapal tersebut berlayar dalam jarak 16 mil laut dari Kepulauan Paracel yang disengketakan di LCS.

China menuduh AS merusak kedaulatan dan keamanan Negara Tirai Bambu itu di wilayah LCS.

"Dalam menghadapi provokasi berulang oleh pasukan AS, militer China akan terus memperkuat persiapan untuk berperang di laut dan di udara serta memperbaiki pertahanan untuk secara tegas mempertahankan kepentingan kedaulatan dan keamanan nasional," kata Kementerian Pertahanan China dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Russia Today dari surat kabar South China Morning Post, Kamis (12/10/2017).

Kapal Frigate tipe 054A dengan rudal terpandu Huangshan, dua jet tempur J-11B dan satu helikopter Z-8 dikirim untuk mengidentifikasi kapal AS dan membuatnya meninggalkan perairan.

"Insiden dengan 'Chafee' AS akan mempengaruhi kepercayaan antara militer kedua negara," kata kementerian tersebut, menambahkan bahwa operasi lebih lanjut dari sifat semacam itu dapat memicu insiden yang tidak diinginkan.

Kementerian Luar Negeri China juga telah mendesak AS untuk menghormati kedaulatan dan keamanan negara tersebut dan menghentikan tindakan keliru semacam itu lagi.

"Perilaku perusak AS melanggar hukum China dan hukum internasional yang relevan, sangat merugikan kepentingan kedaulatan dan keamanan China, serta mengancam kehidupan personil militer kedua belah pihak," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, pada sebuah konferensi pers harian.

Kapal perusak tersebut, bagaimanapun, tidak melanggar batas teritorial 12 mil laut di kepulauan itu, menurut sebuah laporan Reuters, mengutip pejabat militer AS. "Misi tersebut dilakukan untuk menantang klaim maritim yang berlebihan di wilayah itu," menurut para pejabat.

Kapal-kapal AS telah berulang kali berlayar melewati pulau-pulau yang disengketakan di Laut Cina Selatan, yang memicu reaksi marah dari China. Beijing menuduh AS melanggar kedaulatannya, sementara Washington mengklaim bahwa misi tersebut mendukung "kebebasan navigasi" di wilayah tersebut.

Pulau-pulau kecil yang tak berpenghuni di Laut Cina Selatan yang kaya sumber daya diperebutkan oleh banyak negara. Kepulauan Paracel diklaim oleh China, Taiwan dan Vietnam, sementara Kepulauan Spratly juga diperebutkan oleh Filipina, Malaysia dan Brunei. 




Credit  sindonews.com



Kapal Perang AS Patroli di LCS, China Murka


Kapal Perang AS Patroli di LCS, China Murka
Pemerintah China mengaku marah dengan keputusan Amerika Serikat (AS) yang kembali mengerahkan kapal perangnya ke kawasan Laut China Selatan. Foto/Istimewa


BEIJING - Pemerintah China mengaku marah dengan keputusan Amerika Serikat (AS) yang kembali mengerahkan kapal perangnya ke kawasan Laut China Selatan. Sebelumnya dilaporkan, Kapal perang perusak AS kembali melakukan patroli di dekat pulau buatan China, di kawasan Laut China Selatan.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying mengatakan, China telah mengajukan protes kepada AS mengenai hal ini. Beijing juga menegaskan, bahwa kepulauan Paracels adalah wilayah China.

"China segera mengirim kapal Angkatan Laut dan jet militer untuk menyelidiki dan mengidentifikasi, serta memperingatkan kapal tersebut dan memintanya untuk pergi," kata Hua, seperti dilansir Reuters pada Rabu (11/10).

"China akan terus mengambil tindakan tegas untuk melindungi wilayah kedaulatan dan kepentingan maritim China. Kami mendesak AS untuk secara sungguh-sungguh menghormati wilayah dan keamanan China, dengan menghormati upaya negara-negara regional untuk melindungi perdamaian dan stabilitas di Laut Cina Selatan, serta segera menghentikan tindakan salah ini," sambungnya.

Pejabat militer AS menyatakan, kapal perusak AS, Chafee, kemarin melakukan patroli di wilayah Laut China Selatan, termasuk di dekat kepulauan Parachel. Pejabat militer AS itu mengatakan, patroli ini adalah upaya terakhir AS untuk melawan apa yang Washington lihat sebagai upaya Beijing untuk membatasi kebebasan navigasi di kawasan tersebut.

"Kapal kami melakukan manuver normal untuk menantang klaim maritim berlebihan di dekat kepulauan Paracel, di antara serangkaian pulau kecil, terumbu karang, dan kawasan di mana China memiliki perselisihan dengan sejumlah negara tetangganya," kata pejabat yang berbicara dalam kondisi anonim itu. 






Credit  sindonews.com








Pasukan Khusus Korut Latihan Infiltrasi dengan Paralayang, Korsel Khawatir


Pasukan Khusus Korut Latihan Infiltrasi dengan Paralayang, Korsel Khawatir
Tentara khusus Korut melakukan latihan infiltrasi dengan paralayang. Foto/Istimewa


SEOUL - Kantor berita Korea Selatan (Korsel), Yonhap, melaporkan pasukan khusus Korea Utara (Korut) telah meluncurkan latihan infiltrasi. Latihan perdana pasukan khusus itu menargetkan pos komando sekutu dengan menggunakan paralayang.

Yonhap mengutip sumber pertahanan Korsel yang mengatakan bahwa latihan militer itu dilakukan pada pertengahan September. Latihan tersebut termasuk sebuah simulasi serangan terhadap Komando Gabungan Korea Selatan-AS dengan bantuan paralayang.

Sumber tersebut mengungkapkan kekhawatirannya tentang latihan tersebut. Ia merujuk pada paralayang sebagai sesuatu yang berguna untuk melakukan serangan mendadak, seperti pesawat tak berawak, mengingat fakta bahwa paralayang terbang di ketinggian rendah tanpa memberi suara.

"Saya percaya bahwa pasukan khusus Korea Utara mengadopsi metode infiltrasi yang menakjubkan dengan sumber daya yang terbatas," kata sumber tersebut seperti dikutip dari Sputnik, Rabu (11/10/2017).

Pernyataan itu seolah mengungkapkan keraguan bahwa serangan udara malam hari oleh pasukan paralayang Korut akan terdeteksi oleh radar Angkatan Darat Korsel.

Seorang model kantor kepresidenan Korsel Cheong Wa-dae secara khusus dibangun untuk latihan tersebut, yang termasuk unit pasukan khusus dari Angkatan Darat Korut, Angkatan Laut dan Angkatan Udara, menurut sumber tersebut.

Yonhap menggambarkan paralayang sebagai alat ringan yang mudah dioperasikan. Alat ini dapat dibawa oleh pasukan khusus Korut di punggung mereka untuk meluncurkan serangan mendadak, termasuk dari sebuah puncak.

Kantor berita tersebut juga mengutip sumber pertahanan Korsel lainnya yang mengatakan bahwa latihan infiltrasi paralayang yang dilakukan Korut mendorong Seoul dan Washington melakukan latihan pertahanan jarak pendek gabungan pertama mereka pada akhir September.

Situasi di Semenanjung Korea memburuk dalam beberapa bulan terakhir. Pyongyang berulang kali melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB dengan meluncurkan rudal dan uji coba nuklir. 



Credit  sindonews.com







7 Alasan AS Andalkan Pesawat B-B1 Lancer Serang Korea Utara




7 Alasan AS Andalkan Pesawat B-B1 Lancer Serang Korea Utara
Pesawat B-1B Lancer milik Angkatan Udara AS lepas landas dalam sebuah misi, menuju ke sekitar Kyushu, Jepang, Laut Cina Timur, dan semenanjung Korea, dari Pangkalan Angkatan Udara Andersen, Guam, 20 Juni 2017. REUTERS

CB, Jakarta -  Militer Amerika Serikat mengirimkan 2 pesawat pengebom canggih Air Force B-1B Lancer, untuk terbang di atas Semenanjung Korea. Ini dilakukan sebagai demonstrasi latihan perang gabungan tiga negara yaitu AS, Korea Selatan, dan Jepang pada Selasa malam, 10 Oktober 2017.
"Dua pengebom B-1B didampingi dua pesawat tempur F-15K dari militer Korea Selatan setelah meninggalkan markasnya di Guam," kata Kepala Staf Gabungan Selatan pada Rabu, 11 Oktober 2017.

Pesawat pengebom B-1B ini sempat terbang di pesisir pantai timur Korea Utara pada pertengahan September lalu sebagai lanjutan dari perang kata antara Presiden AS, Donald Trump dan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un. Saat itu Trump menyebut Kim sebagai manusia roket yang sedang melakukan misi bunuh diri dengan bermain roket. AS akan menghancurkannya jika berani menyerang.
Sedangkan Kim mengancam akan meluncurkan roket Hwasong 14 ke AS dan menghancurkan negara itu. Kim juga menyebut Trump sebagai orang tua yang bodoh.
Pesawat pengebom ini adalah salah satu senjata andalan militer AS dalam menghadapi musuh-musuhnya. Pesawat ini mampu terbang dengan kecepatan supersonic dan termasuk dalam pesawat pengebom kelas berat. Pesawat pengebom ini memiliki julukan "Si Tulang" (The Bone).

Ini 7 alasan mengapa Si Tulang sangat diandalkan militer AS untuk menyerang Korea Utara:
1. Pesawat pengebom  ini memiliki kecepatan terbang dua kali kecepatan suara atau 2 Mach sehingga sangat cepat untuk melakukan serangan dan menghindar.
2.Pesawat ini mampu membawa amunisi baik unguided dan guided terbesar yang dimiliki inventori Angkatan Udara AS.
3. Pesawat ini memiliki kemampuan manuver terbang yang canggih sehingga bisa diintegrasikan dalam konvoi serangan udara skala besar.
4. Radar sintetis yang dimiliki pesawat ini mampu melacak target dan mengunci pergerakan kendaraan yang bergerak di darat.
5. Ini adalah pesawat pengganti yang menggantikan pesawat pengebom B-52 dan mulai beroperasi pada 1970.
6. Pesawat ini mulai digunakan untuk operasi penyerangan padad Operasi Desert Fox pada Desember 1998.
7. Pesawat pengebom ini berperan besar menjatuhkan 40 persen pengeboman saat perang di Afghanistan dengan delapan unit pesawat.





Credit  tempo.co







Kapal Penghancur AS Berlayar di LCS, China Protes Keras


Kapal Penghancur AS Berlayar di LCS, China Protes Keras Ilustrasi kapal USS Chafee milik AS. (Reuters/Hoang Dinh Nam)


Jakarta, CB -- China melontarkan protes keras setelah kapal penghancur Chafee milik Amerika Serikat berlayar di dekat Paracels, kepulauan yang diklaim oleh Beijing di Laut China Selatan.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, mengatakan bahwa nota protes yang dikirimkan pada Selasa (10/10), itu juga berisi penegasan bahwa pulau Paracels merupakan bagian dari negaranya.

Selain mengirimkan nota protes, China juga mengerahkan kapalnya untuk meminta armada AS itu meninggalkan perairan di sekitar Pulau Paracels.


"China segera mengirimkan kapal Angkatan Laut dan jet militer untuk menyelidiki dan mengidentifikasi, juga mengirimkan peringatan agar kapal itu pergi," ujar Hua sebagaimana dikutip Reuters.



Sebelumnya, sejumlah sumber pejabat AS mengatakan kepada Reuters bahwa pelayaran ini merupakan bagian dari perlawanan negaranya terhadap upaya China untuk membatasi kebebasan berlayar di perairan strategis tersebut.

Dalam operasi tersebut, kapal AS melakukan manuver normal untuk melawan "klaim maritim besar-besaran" China di perairan yang juga diperebutkan oleh sejumlah negara sekitar.

Kementerian Pertahanan AS sendiri tak memberikan keterangan resmi terkait operasi ini. Namun selama ini, AS memang kerap mengerahkan kapal perangnya ke sekitar daerah sengketa LCS untuk melawan provokasi China.
Selama ini, China mengklaim 90 persen perairan LCS yang juga diperebutkan oleh Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam.

Meski Pengadilan Tetap Arbitrase sudah menolak klaim China tersebut, Beijing tetap tegar tengkuk. Mereka bahkan tak mengakui keberadaan pengadilan tersebut.




Credit  cnnindonesia.com








Kapal Destroyer AS Bergerak ke Laut China Selatan


Kapal Destroyer AS Bergerak ke Laut China Selatan
Photo : REUTERS/Mike Blake
Salah satu Kapal Perang AS.




CB – Kapal destroyer Angkatan Laut Amerika Serikat terlihat berlayar mendekat pulau-pulau yang diklaim oleh China di wilayah Laut China Selatan. Aksi kapal AS tersebut terlihat pada hari Selasa, 10 Oktober 2017, waktu setempat.
Washington mengatakan, operasi tersebut merupakan sebuah upaya yang mereka lakukan untuk antisipasi manuver Beijing yang dalam beberapa waktu terakhir membatasi kebebasan bernavigasi di perairan tersebut. Namun hal ini dinilai tidak terlalu provokatif seperti yang dilakukan sebelumnya sejak Trump menjabat sebagai Presiden AS.


Diberitakan oleh Reuters, 10 Oktober 2017,  salah satu pejabat AS yang tak disebutkan namanya mengatakan bahwa Chafee, kapal perusak yang dipandu, melakukan operasi manuver normal yang menantang 'klaim maritim yang berlebihan' di dekat Kepulauan Paracel. Operasi ini dilakukkan di antara serangkaian pulau kecil dan terumbu karang di mana China mengklaimnya.
Tidak seperti pada bulan Agustus ketika kapal perusak AS datang dengan jarak 12 mil laut dari sebuah pulau buatan yang dibangun di China, para pejabat mengatakan bahwa kapal perusak Chafee berlayar dekat namun tidak berada dalam wilayah kepulauan tersebut.
Dua belas mil laut menandai batas teritorial yang diakui secara internasional. Berlayar dalam rentang tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Amerika Serikat tidak mengenali klaim teritorial.
Pentagon tidak berkomentar secara langsung mengenai operasi tersebut, namun mengatakan bahwa Amerika Serikat melakukan operasi kebebasan navigasi secara reguler dan akan terus melakukannya.

China terus menantang tindakan Amerika tersebut dengan mengatakan bahwa mereka telah merugikan kedaulatan dan keamanan China. Klaim China di Laut China Selatan di mana kapal perdagangan senilai USD 5 triliun melewatinya, juga diperebutkan oleh Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam.






Credit  viva.co.id






Rusia akan sumbangkan Kalashnikov, truk, peluru kepada Filipina



Rusia akan sumbangkan Kalashnikov, truk, peluru kepada Filipina
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte (ANTARA FOTO/Bayu Prasetyo)



Manila (CB) - Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada Rabu mengumumkan bahwa Rusia akan menyumbangkan peralatan pertahanan untuk mendukung militer negaranya memerangi milisi pro-ISIS, yang dikatakannya bisa berkumpul kembali dan melakukan serangan "di mana saja dan di mana-mana".

Duterte mengatakan bahwa, dalam kesepakatan yang akan ditandatangi bulan ini, Rusia akan menyediakan senapan penyerang sebanyak 5.000 pucuk. Dengan demikian, militer Filipina tidak lagi harus menggunakan senjata-senjata bekas.

"Kita akan punya (senapan) Kalashnikov," katanya saat berpidato di depan para tentara. Ia menambahkan bahwa Rusia ingin agar sumbangan itu dirahasiakan.

Hadiah dari Moskow akan menambah sumbangan yang diberikan China berupa lebih dari 6.000 senapan penyerang serta 100 senapan penembak jitu.

Rangkaian sumbangan tersebut merupakan hasil upaya Duterte dalam membentuk kemitraan dengan kedua negara kuat pembuat senjata itu, yang merupakan saingan Amerika Serikat.

AS selama berpuluh-puluh menjadi sekutu perjanjian pertahanan Filipina serta sumber utama peralatan militer dan pelatihan. AS telah memberikan peralatan militer senilai 1 miliar dolar AS (sekitar Rp13,5 triliun) sejak tahun 2000. Duterte tidak menutup-nutupi kebenciannya terhadap Washington serta tidak segan melontarkan penghinaan terhadap persekutan militer AS.

Seorang pejabat bidang pertahanan mengatakan kepada Reuters bahwa persenjataan Rusia itu akan tiba pada akhir bulan ini, saat menteri pertahanan Rusia menghadiri pertemuan kawasan.

Senapan-senapan itu akan disertai dengan pemberian dari Moskow berupa jutaan peluru serta puluhan truk tentara.

Peralatan militer akan diantar menggunakan lima kapal perang Rusia ke Manila, kata sang pejabat. Empat dari lima kapal itu sudah pernah mengunjungi Filipina tahun ini dalam dua waktu berbeda.

Duterte mengatakan militer memerlukan peralatan yang mencukupi untuk dapat menangani orang-orang yang setia kepada ISIS dan telah menancapkan kaki mereka di Mindanao di selatan.

"Mereka tidak akan menghilang, mereka akan berkumpul lagi di mana pun dan di mana-mana," kata Duterte. 





Credit  antaranews.com





Malaysia Krisis Intoleransi, Kerajaan Turun Tangan


Malaysia Krisis Intoleransi, Kerajaan Turun Tangan




CB – Kerajaan Malaysia menyerukan harmoni persatuan dan agama di negaranya, setelah apa yang mereka gambarkan sebagai 'tindakan berlebihan' atas nama Islam. Seruan ini adalah sebuah intervensi yang jarang sekali dilakukan pihak Kerajaan, ke dalam urusan publik.
Kerajaan menyatakan keprihatinannya dalam beberapa bulan terakhir terkait dengan intoleransi di Malaysia, yang terdiri dari 60 persen Muslim, komunitas Buddha, Kristen dan Hindu yang cukup besar.


Dalam sebuah pernyataan yang dilaporkan oleh kantor berita Bernama, kesembilan sultan dari Kerajaan Malaysia mengatakan bahwa orang-orang harus menghormati prinsip konstitusional bahwa Malaysia adalah negara multi etnis dan multi keyakinan.
"Dikhawatirkan, tindakan berlebihan beberapa individu akhir-akhir ini bisa melemahkan hubungan harmonis antara masyarakat berbagai ras dan agama," tulis pernyataan yang ditandatangani oleh Keeper of the Rulers' Seal, Syed Danial Syed Ahmad.
"The Rulers merasa isu harmoni memiliki implikasi yang dalam jika setiap tindakan yang terkait dan dilakukan atas nama Islam," katanya, seperti dikutip Channel News Asia, Rabu, 11 Oktober 2017.
Pernyataan ini merujuk pada beberapa isu yang tengah ramai seperti pembukaan tempat binatu khusus Muslim di negara bagian Johor. Contoh lain yang menjadi berita utama di Malaysia dalam beberapa bulan terakhir termasuk larangan festival bir dan penyensoran film dan musik.

"Persatuan antara masyarakat multi-etnis dan multi-agama di Malaysia adalah kunci untuk memastikan stabilitas negara yang terus berlanjut," kata pernyataan tersebut.





Credit  viva.co.id





Turki penjarakan wartawan Wall Street Journal


Turki penjarakan wartawan Wall Street Journal
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. (REUTERS)



Ankara (CB) - Pengadilan Turki menjatuhkan hukuman 25 bulan penjara kepada seorang wartawan Wall Street Journal dalam pengadilan in absentia atas tuduhan melakukan propaganda untuk pemberontak Kurdi, kata surat kabar tersebut, Selasa.

Ayla Albayrak, reporter Wall Street Journal berkewarganegaraan ganda, Turki dan Finlandia, dijatuhi hukuman atas laporan terkait bentrokan yang berlangsung pada 2015, antara pasukan keamanan Turki dan pemberontak dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) di Turki tenggara.

Albayrak, yang saat ini berada di Amerika Serikat, akan mengajukan banding terhadap keputusan tersebut, kata Wall Street Journal.

Keputusan pengadilan itu diberikan bertepatan dengan meningkatnya ketegangan antara Turki dan Amerika Serikat, setelah dua negara sekutu NATO tersebut masing-masing mulai menangguhkan layanan visa pada Minggu.

Kelompok hak asasi dan sekutu Barat Turki mengeluhkan memburuknya pembelaan terhadap hak asasi manusia di bawah kepemimpinan Presiden Tayyip Erdogan, dan khawatir negara tersebut terjerumus pada pemusatan kekuasaan politik yang lebih besar.

Dalam sebuah tindakan keras keamanan sejak terjadinya percobaan kudeta gagal Juli 2016, pihak berwenang telah memenjarakan 50.000 orang yang saat ini tengah menunggu persidangan dan telah memberhentikan atau mencopot sekitar 150.000 orang dari pekerjaan mereka.

Sebagai bagian dari upaya pembersihan, sekitar 150 media telah ditutup dan sekitar 160 wartawan dipenjara, menurut Asosiasi Wartawan Turki.





Credit  antaranews.com




DK PBB serukan dialog di Yaman


DK PBB serukan dialog di Yaman
Warga melihat rongsokan taksi yang hancur akibat serangan udara pimpinan-Saudi di pos pemeriksaan gerakan bersenjata Houthi dekat Sanaa, Yaman, Rabu (30/8/2017). (REUTERS/Khaled Abdullah)



PBB, New York (CB) - Dewan Keamanan (DK) PBB pada Selasa (10/10) menyeru semua pihak di Yaman, terutama milisi Al-Houthi, agar terlibat dalam dialog bermanfaat guna menghentikan pertempuran dan menyelesaikan konflik.

Anggota Dewan Keamanan kembali menyampaikan dukungan mereka bagi penyelesaian politik sebagai satu-satunya cara mengakhiri konflik di Yaman dan seruan mereka kepada semua pihak agar segera menyepakati modalitas bagi penghentian permusuhan yang langgeng, kata Duta Besar Prancis untuk PBB Francois Dellattre, yang menjadi Presiden DK PBB untuk Oktober, kepada wartawan.

"Anggota Dewan Keamanan sangat menyesalkan kurangnya kemajuan dalam proses politik dan memburuknya situasi kemanusiaan," kata Dellattre setelah konsultasi DK PBB mengenai Yaman, sebagaimana diberitakan Xinhua.

Dewan tersebut meminta pelaksanaan resolusi terkait dan menuntut akses kemanusiaan yang aman, cepat, tanpa penghalang dan berkelanjutan buat semua warga di seluruh gubernuran yang terpengaruh, katanya.

Di dalam penjelasan kepada DK, Wakil Khusus Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres --Ismail Ould Cheikh Ahmed-- mengatakan bencana di Yaman ada akibat ulah manusia.

Peningkatan tajam korban jiwa di pihak sipil baru-baru ini memperlihatkan semua pihak mengabaikan hilangnya nyawa warga sipil dan kewajiban mereka berdasarkan hukum kemanusiaan internasional, kata utusan tersebut.

"Saya berada dalam proses pengembangan satu usul yang meliputi langkah pembangunan kepercayaan yang akan mengizinkan semua pihak melanjutkan perundingan guna mencapai kesepakatan menyeluruh," kata Ismail kepada wartawan setelah pertemuan DK PBB.

Yaman terperosok ke dalam perang saudara sejak 2015. Petempur milisi Syiah Al-Houthi, yang berpusat di Sanaa dan setia kepada kepada mantan presiden Ali Abdullah Saleh berhadapan dengan pasukan yang setia kepada Pemerintah Presiden Abd-Rabbu Mansur Hadi --yang berpusat di Aden-- selain serangan oleh anggota Al-Qaida di Jazirah Arab serta kelompok ISIS.





Credit  antaranews.com





Rabu, 11 Oktober 2017

Pasukan India dan Pemberontak Tewas dalam Baku Tembak


Mahasiswa Kashmir berlari mencari perlindungan saat polisi India menembakkan peluru karet dan gas air mata untuk membubarkan bentrokan di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, 17 April 2017.
Mahasiswa Kashmir berlari mencari perlindungan saat polisi India menembakkan peluru karet dan gas air mata untuk membubarkan bentrokan di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, 17 April 2017.



CB, KASHMIR -- Sedikitnya dua personil keamanan India dan dua pemberontak tewas dalam baku tembak di distrik Bandipora, Kashmir yang dikelola India. Dilansir dari Aljazirah, Rabu (11/10), baku tembak dimulai pada hari Rabu setelah pasukan keamanan mengepung daerah tersebut untuk menangkap delapan pemberontak yang diyakini bersembunyi di daerah hajin di distrik tersebut.

"Saat pasukan mendekati, militan yang bersembunyi menembaki mereka sekitar pukul lima pagi, mengakibatkan luka pada tiga personil Pasukan Garud Commando. Dua di antaranya meninggal kemudian," kata seorang pejabat seperti dikutip oleh surat kabar Greater Kashmir.

Peristiwa ini terjadi sehari setelah tiga pemberontak dan seorang tentara India terbunuh dalam tiga pertarungan terpisah di desa Kellar di Kashmir selatan. Ribuan orang pada hari Selasa berpartisipasi dalam pemakaman untuk ketiga pemberontak tersebut, meneriakkan slogan-slogan termasuk "We want freedom" dan "Go India, go back."

Penduduk desa juga meneriakkan slogan yang memuji pemberontak dan menyebut Pakistan, yang menguasai bagian dari wilayah Himalaya yang disengketakan. Saingan nuklir India dan Pakistan menginginkan Kashmir secara keseluruhan.

Sebelumnya pada hari Senin, polisi mengatakan tentara membunuh seorang komandan pemberontak di daerah Handwara barat laut. Pemberontak tersebut yaitu kepala operasi kelompok bersenjata Jaish-e-Mohammad. Dikatakan bahwa dia berada di balik beberapa serangan oleh kelompok tersebut baru-baru ini, termasuk serangan pekan lalu oleh pemberontak setelah mereka menyerang sebuah kamp paramiliter di dekat bandara Srinagar. Seorang perwira paramiliter dan tiga pemberontak tewas dalam serangan itu.

India menuduh Pakistan mempersenjatai dan melatih pemberontak, yang disangkal Pakistan. Sentimen anti-India berjalan jauhtelah terjadi lama di kawasan ini. Hampir 70 ribu orang terbunuh dalam pemberontakan dan tindakan militer India yang terjadi sejak akhir 1980an.





Credit  republika.co.id






Presiden Kurdi Tolak Dialog Bersyarat dengan Baghdad


Seorang pria Kurdi menaiki kuda dan membawa bendera mendukung referendum di Erbil, Irak.
Seorang pria Kurdi menaiki kuda dan membawa bendera mendukung referendum di Erbil, Irak.





CB,  BAGHDAD -- Presiden Kurdistan Massoud Barzani siap untuk melakukan dialog terbuka dengan pemerintah pusat di Baghdad, Irak, namun tanpa prasyarat. Dilansir dari Middle East Monitor, Selasa (11/10), hal ini disampaikan Barzani dalam sebuah pertemuan dengan pimpinan Misi Uni Eropa ke Irak, Ramn Belkwa.

Kantor Kepresidenan Kurdi mengatakan, Barzani dan Belkwa telah membahas referendum tentang pemisahan dari Irak yang diadakan pada September 2017, serta reaksi selanjutnya.

Barzani bertemu pada hari Ahad (8/10) dengan Pembicara Parlemen Irak, Salim Al-Jubouri, sebagai bagian dari upaya blok parlemen dan politik di Baghdad untuk meredakan ketegangan antara Baghdad dan Erbil.

Setelah pertemuan tersebut, Al-Jubouri memperingatkan bahwa campur tangan partai regional dalam krisis tersebut mengancam keamanan, stabilitas, dan persatuan Irak.

Pemerintah Irak menyatakan, tidak akan berdialog dengan Pemerintah Daerah Kurdistan (KRG) sampai hasil referendum dibatalkan. Tuntutan ini telah ditolak oleh Erbil.

Jumat pekan lalu, Baghdad memberlakukan larangan penerbangan internasional ke dan dari wilayah tersebut setelah KRG menolak untuk mengendalikan bandara Erbil dan Sulaymaniyah ke pemerintah federal.

Pemerintah Irak mengumumkan dalam sebuah pernyataan kemarin langkah baru melawan KRG. Dewan Menteri Keamanan Nasional Irak telah memerintahkan agar semua jaringan komunikasi ditempatkan di bawah kekuasaan pemerintah federal dan untuk memindahkan markas mereka ke Baghdad.

Pernyataan tersebut merujuk pada tindakan dan keputusan lebih lanjut, tanpa memberikan rincian. Irak secara resmi meminta Iran dan Turki untuk menutup semua penyeberangan perbatasan dengan wilayah tersebut sampai pemerintah federal mengendalikan KRG.




Credit  REPUBLIKA.CO.ID





Ini Sejarah Kegagalan Rekonsiliasi Palestina


Pertemuan delegasi Fatah Nabil Shaath dan PM Hamas Ismail Haniyah
Pertemuan delegasi Fatah Nabil Shaath dan PM Hamas Ismail Haniyah


CB, Setelah 80 tahun Deklarasi Balfour diresmikan, kepemimpinan lokal Palestina terpecah menjadi dua faksi, yaitu gerakan Hamas dan Fatah. Deklarasi Balfour merupakan pernyataan imperialis yang mendukung pendirian negara Yahudi di tanah Palestina.

Hamas dibentuk pada Desember 1987 setelah Intifadah pertama. Di bawah naungan Ikhwanul Muslimin, Hamas menciptakan salah satu entitas Islam terorganisir di Palestina.

Sementara itu, Fatah berasal dari Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang dibentuk oleh Liga Arab pada 1964. Fatah yang berusaha menyatukan beberapa gerakan dan partai, akhirnya diakui sebagai wakil rakyat Palestina.

Perjuangan antara kedua entitas tersebut dapat dilacak hingga Maret 2006. Saat itu Hamas membentuk sebuah pemerintahan setelah memenangkan pemilihan parlemen.

Namun, kemenangan Hamas justru memperburuk hubungan dengan Fatah, para pemimpin Barat, dan beberapa negara Arab. Hamas kemudian berhasil mengambil alih Jalur Gaza, sementara Fatah menguasai wilayah Tepi Barat.

Berikut upaya-upaya rekonsiliasi yang dilakukan kedua pihak yang bertikai, dilansir dari Daily News Egypt.

1. 2006-2007

Hamas memenangkan pemilihan parlemen, yang menyebabkan pertempuran sengit dengan Fatah. Pada Februari 2007, mendiang Raja Arab Saudi Abdullah Bin Abdul Aziz di Mekah berinisiatif mengumpulkan perwakilan dari dua gerakan tersebut.

Perundingan ini mengarah pada kesepakatan untuk menghentikan kekerasan, menyatukan upaya untuk melawan pendudukan Israel, dan menciptakan pemerintah persatuan nasional Palestina. Namun, pada Juni di tahun yang sama, Hamas menggulingkan pemerintahan Fatah di bawah pimpinan Presiden Mahmoud Abbas dari jalur rekonsiliasi tersebut.

Setelah itu, Gaza semakin tertekan oleh blokade Israel. Jalur Gaza yang terkepung dan Tepi Barat juga semakin terpisah.

2. 2008

Pada Maret, kedua pihak yang bertikai bertemu lagi di Sanaa, Yaman. Pertemuan tersebut menghasilkan penandatanganan Deklarasi Sanaa antara Azzam Al-Ahmad dari Fatah dan Moussa Abu Marzuk dari Hamas.

Mereka setuju untuk membuka dialog dan kembali ke panggung politik setelah ketegangan yang terjadi pada 2007. Namun, Fatah memprotes karena kesepakatan tersebut lebih menekankan dialog daripada membentuk pemerintah baru dan mengakui kekuatan PLO.

Hamas kemudian menjelaskan, mengakui PLO sama dengan menyetujui persyaratan yang dikeluarkan dalam Persetujuan Oslo 1993, yang mendorong solusi dua negara. Dengan demikian, hal itu bertentangan dengan ideologi politik utama Hamas bahwa Palestina adalah wilayah Muslim.

Di tahun yang sama, babak baru perundingan telah direncanakan di Kairo. Namun Hamas menolak untuk hadir, sebagai protes atas penangkapan yang dilakukan oleh Fatah terhadap anggota Hamas.

3. 2010-2011

Pada awal 2010, perundingan yang dimediasi oleh Mesir mengenai kemungkinan rekonsiliasi mulai membicarakan pembentukan pemerintahan baru. Hal ini termasuk pemilihan presiden dan parlemen baru, serta perencanaan aparat keamanan.

Namun, Hamas memprotes karena usulan tersebut akan berada di bawah kendali Otoritas Palestina. Satu titik perbedaan lainnya adalah, Hamas ingin perjanjian tersebut mendukung orang-orang Palestina untuk terus melawan kebijakan Israel, yang tentunya berlawanan dengan sikap kelompok Fatah.

Pada April 2011, Hamas setuju untuk berunding di Kairo, beberapa bulan setelah pemberontakan menggulingkan mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak. Pada Mei, kedua belah pihak menandatangani sebuah perjanjian bersejarah di markas besar Jenderal Intelijen Mesir, yaitu Perjanjian Kairo.

Keduanya bersumpah untuk terus melawan kebijakan Israel dan membentuk pemerintahan persatuan. Akan tetapi pada kenyataannya, tidak ada yang diimplementasikan.

4. 2012

Pemimpin Hamas dan Fatah setuju untuk melaksanakan Perjanjian Kairo dalam sebuah pertemuan di Doha, Qatar. Persetujuan ini ditandatangani pada Februari oleh Abbas dan Khaled Meshaal.

Mereka sepakat untuk membentuk sebuah pemerintahan dengan agenda non-politik, terutama kabinet otokrat. Mereka juga sepakat untuk terus melawan kehadiran Israel, serta merekonstruksi Jalur Gaza dan melakukan persiapan pemilihan.

Perbedaan pendapat terjadi mengenai siapa yang akan memimpin kabinet dan apa yang akan dilakukan pemerintah baru terhadap kewajiban yang dilakukan oleh PLO (yang ditentang Hamas). Akhirnya pemilihan diboikot oleh Hamas, yang tidak mengizinkan adanya pemungutan suara di Gaza.

Mereka beralasan bahwa pemungutan suara itu suatu pelanggaran dan bahkan mempertanyakan legitimasi pemilihan. Pemilihan kemudian menghasilkan pembentukan pemerintahan persatuan berbasis di Ramallah.

5. 2014

Setelah penggulingan Presiden Mesir Mohamed Morsi pada Juli 2013, Mesir menunda dukungannya terhadap upaya rekonsiliasi antara Fatah dan Hamas. Kedua kelompok tersebut kembali bertemu pada April 2014, dan menyetujui pembentukan pemerintah persatuan.

Tidak ada kesepakatan yang dicapai saat Fatah memprotes bahwa Kabinet Hamas tetap menguasai jalur Gaza.

6. 2017

Setelah serangan mematikan Israel pada 2014, situasi kemanusiaan semakin memburuk di Gaza. Setelah itu, bentrokan berdarah dengan pasukan Israel kembali terjadi pada Juli 2017.

Pada Oktober, Hamas mengizinkan pemerintah persatuan yang berbasis Ramallah, untuk mengambil alih badan administratifnya. Mereka mengharapkan terbentuknya sebuah pemerintahan baru dalam perundingan yang dimediasi oleh intelijen Mesir. Kedua belah pihak akan bertemu di Kairo pada Selasa (10/10).








Credit  republika.co.id



Israel Bertemu Pejabat Mesir Jelang Perundingan Fatah-Hamas


Hamas
Hamas


CB, KAIRO - Delegasi Israel mengunjungi Kairo untuk melakukan pembicaraan dengan pejabat pemerintahan Mesir, pada Selasa (10/10). Pembicaraan ini dilakukan menjelang perundingan rekonsiliasi antara Fatah dan Hamas di Kairo.

Meskipun tidak ada kabar mengenai isi dari pembicaraan tersebut, sebuah laporan mengatakan kedatangan delegasi Israel itu berkaitan dengan upaya rekonsiliasi tersebut. Otoritas Palestina saat ini tengah berusaha untuk mendapatkan kembali kedaulatan atas Jalur Gaza setelah diperintah oleh Hamas selama satu dekade. Pekan lalu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengecam upaya rekonsiliasi itu. Ia mengatakan, pemerintah Palestina di masa depan harus membubarkan kelompok bersenjata Hamas dan memutuskan hubungannya dengan Iran.

Perundingan antara Fatah dan Hamas ini merupakan tidak lanjut dari kunjungan Perdana Menteri Otoritas Palestina Rami Hamdallah ke Gaza untuk pertama kalinya sejak tahun 2015. Menteri-menterinya juga secara resmi mengambil alih kendali departemen pemerintah di sana.

Meskipun ada kecaman dari Netanyahu, Presiden Mesir Abdel-Fattah el-Sissi mengatakan perundingan rekonsiliasi yang didukung oleh Mesir antara Otoritas Palestina dan Hamas adalah persiapan untuk kesepakatan damai antara Israel-Palestina. Sissi, yang bulan lalu bertemu dengan Netanyahu di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York, telah menekankan bahwa dia yakin rekonsiliasi antara Fatah dan Hamas dapat membuka jalan bagi perdamaian Timur Tengah.

"Komite dialog untuk rekonsiliasi antara Fatah dan Hamas mulai bekerja dengan dukungan Mesir," kata seorang delegasi dari kelompok Hamas, dikutip Times of Israel.

"Perundingan akan dilakukan di markas intelijen Mesir untuk memeriksa berkas-berkas yang memungkinkan pemerintah persatuan nasional Palestina bekerja di Jalur Gaza," tambahnya.

Azzam al-Ahmad, yang memimpin delegasi Fatah, mengatakan pokok pembicaraan dalam perundingan itu adalah memberdayakan pemerintah di Gaza. Juru bicara Fatah, Osama al-Qawasmi, mengatakan perundingan ini juga dimaksudkan untuk membuka jalan bagi pemilihan presiden dan legislatif.

Kelompok Hamas dan gerakan Fatah yang dipimpin Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas yang berbasis di Tepi Barat telah berselisih sejak mereka melakukan perang saudara pada 2007.

Perpecahan tersebut telah mempersulit setiap negosiasi perdamaian dengan Israel. Hamas tetap berkomitmen terhadap kehancuran negara Yahudi dan telah bersumpah pihaknya tidak akan menyerahkan persenjataannya dalam kesepakatan rekonsiliasi dengan Otoritas Palestina.

Seorang pejabat intelijen Mesir mengatakan kepada Haaretz, perundingan tersebut tidak akan membahas masalah-masalah seperti masa depan militer Hamas. Namun lebih fokus pada hal-hal seperti pengelolaan pegawai sipil di Gaza.






Credit  republika.co.id