Tampilkan postingan dengan label AMERIKA SERIKAT. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label AMERIKA SERIKAT. Tampilkan semua postingan

Kamis, 02 Mei 2019

Sempat Menolak Diungkap, Ini Jumlah Senjata Nuklir AS Sekarang


Sempat Menolak Diungkap, Ini Jumlah Senjata Nuklir AS Sekarang
Sebuah rudal balistik antarbenua berhulu ledak nuklir yang disimpan di Malmstrom Air Force Base, Montana, Amerika Serikat. Foto/USAF/Airman John Parie /Handout Via REUTERS

WASHINGTON - Departemen Energi Amerika Serikat (AS) pernah secara resmi menolak permintaan informasi tentang jumlah persediaan senjata nuklir yang diajukan oleh Federasi Ilmuwan Amerika. Penolakan itu merupakan yang pertama kali sejak hampir satu dekade.

Para ilmuwan telah mendapat akses untuk menghitung stok senjata nuklir Amerika Serikat. Dalam laporan di Bulletin of the Atomic Scientists terungkap bahwa negara itu total memiliki 6.185 hulu ledak nuklir yang disimpan di 24 lokasi di 11 negara bagian AS, serta lima negara Eropa.

Laporan stok senjata berbahaya Amerika itu ditulis Hans M. Kristensen, direktur Proyek Informasi Nuklir di Federasi Ilmuwan Amerika, dan rekannya dalam proyek tersebut, Matt Korda. Laporan yang mereka tulis berjudul "United States nuclear forces, 2019" dan dirilis pada 29 April lalu.

Dari penghitungan para ilmuwan tersebut, Departemen Pertahanan Amerika Serikat mempertahankan cadangan hampir 3.800 hulu ledak nuklir. Sebagian besar hulu ledak itu tidak dikerahkan, termasuk 2.385 hulu ledak yang menunggu untuk pembongkaran.

Sedangkan yang dikerahkan sebanyak 1.750 hulu ledak. Yakni, sekitar 1.300 hulu ledak dipasang pada rudal-rudal balistik, 300 hulu ledak ditempatkan di pangkalan pesawat pembom strategis di Amerika Serikat, dengan 150 hulu ledak menjadi senjata taktis dan sisanya dikerahkan di pangkalan-pangkalan militer di Eropa.

Ketika Pentagon menolak merilis stok senjata nuklir AS pada bulan lalu, para ilmuwan mengecamnya. Keputusan Pentagon bulan lalu tersebut dinilai menciptakan ketidakpastian dan ketidakpercaya publik tentang jumlah arsenal nuklir AS.

Pemerintahan Presiden Donald Trump pada awal tahun ini memutuskan untuk keluar dari Intermediate Range Nuclear Forces (INF) Treaty, perjanjian yang dibuat tahun 1978 untuk mencegah perang nuklir AS dan Rusia (saat itu masih bernama Uni Soviet).

Tak hanya Perjanjian INF 1978, Moskow juga telah menyatakan keprihatinannya soal nasib perjanjian New Start yang berada dalam bahwa jika tak ada pembaruan sampai umur perjanjian akan berkahir pada 2021.

Bulletin of the Atomic Scientists juga menyuarakan keprihatinan yang sama atas masa depan Perjanjian New START. "Pemerintahan Trump belum mengindikasikan apakah akan berusaha untuk memperpanjang perjanjian (atau tidak)...mengingat penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton meremehkan perjanjian pengendalian senjata itu, prospek untuk ekstensi tampak agak suram," bunyi laporan buletin tersebut, yang dikutip Kamis (2/5/2019).

Menurut data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), Rusia dan AS terus mempertahankan cadangan nuklir terbesar di dunia. Masing-masing memiliki 6.850 dan 6.450 hulu ledak nuklir.

SIPRI melanjutkan, Prancis, China, Inggris, Pakistan, India, Israel dan Korea Utara memiliki persenjataan yang lebih kecil, masing-masing dengan 300, 280, 215, 140-150, 130-140, 80 dan 10-20 nuklir. 






Credit  sindonews.com



Pentagon Siap Kirim Militer AS ke Venezuela Jika Diperintahkan


Pesawat Angkatan Udara AS kedua yang membawa bantuan kemanusiaan untuk Venezuela setelah mendarat di Bandara Camilo Daza di Cucuta, Kolombia 16 Februari 2019.[REUTERS]
Pesawat Angkatan Udara AS kedua yang membawa bantuan kemanusiaan untuk Venezuela setelah mendarat di Bandara Camilo Daza di Cucuta, Kolombia 16 Februari 2019.[REUTERS]

CB, Jakarta - Pentagon menampik campur tangan militer di Venezuela untuk menjatuhkan Presiden Nicolas Maduro, namun Pentagon telah menyiapkan rencana terperinci termasuk opsi militer.
Beberapa jam setelah Menlu AS Mike Pompeo mengatakan Amerika Serikat siap untuk mengambil tindakan militer jika perlu, Menteri Pertahanan AS sementara Patrick Shanahan mengatakan Amerika Serikat telah melakukan perencanaan menyeluruh di Venezuela, seperti dikutip dari Reuters, 2 Mei 2019.

Namun dia dan pejabat lainnya terus menekankan tekanan diplomatik dan ekonomi sebagai cara untuk membantu menggulingkan Maduro.
Kathryn Wheelbarger, penjabat asisten menteri pertahanan untuk urusan keamanan internasional, mengatakan selalu meninjau pilihan yang tersedia termasuk mengerahkan pasukan AS ke Venezuela.
"Tapi dalam hal ini kami belum diberi perintah soal itu, belum," kata Wheelbarger kepada House Armed Services Committee.

Sejauh ini, militer AS hanya memantau keputusan kebijakan luar negeri AS yang sedang berlangsung terhadap Venezuela, dan hanya melakukan hal kecil seperti mengantar bantuan kemanusiaan ke Kolombia untuk dikirim ke Venezuela.
Militer AS juga meningkatkan pengumpulan intelijen dan berbagi intelijen dengan sekutu, seperti Kolombia, sementara merencanakan kemungkinan evakuasi non-pejuang Amerika dari Venezuela, jika diperlukan. Perencanaan semacam itu adalah standar dalam setiap krisis sebesar Venezuela.

Pengunjuk rasa Oposisi melempari sejumlah kendaraan lapis baja Garda Nasional Venezuela di dekat Generalisimo Francisco de Miranda Airbase "La Carlota" in Caracas, Venezuela, 30 April 2019. Terlhat terdapat tiga mobil lapis baja yang berkeliling guna menghadang para demostran oposisi. REUTERS/Carlos Garcia Rawlins
Perwira tinggi militer AS, Jenderal Marinir Joseph Dunford, mengatakan ia fokus pada pengumpulan intelijen dan bersiap untuk menjawab perintah, jika Trump mencari menginginkan Pentagon terlibat lebih dalam.
Namun dia menekankan bahwa militer AS harus bertindak dengan cara memperdalam kemitraan di Amerika Latin, di mana prospek intervensi militer AS sangat tidak populer.

Pemimpin oposisi Juan Guaido, yang diakui sebagai presiden Venezuela oleh sekitar 50 negara termasuk Amerika Serikat, sejauh ini gagal merangkul para pemimpin militer Venezuela dalam upayanya untuk menggulingkan Nicolas Maduro dari kekuasaan.
Laksamana Angkatan Laut AS Craig Faller, komandan Komando Selatan AS, yang mengawasi pasukan AS di Amerika Latin, mengatakan fokus besar bagi Amerika Serikat dan sekutunya di kawasan itu akan membantu memulihkan infrastruktur ekonomi Venezuela yang vital setelah kejatuhan Nicolas Maduro.






Credit  tempo.co




Menhan Amerika Siapkan Semua Opsi agar Maduro Mundur


Pengunjuk rasa Oposisi terlibat bentrok dengan Pasukan Keamanan di dekat Generalisimo Francisco de Miranda Airbase La Carlota di Caracas, Venezuela, 30 April 2019. REUTERS/Carlos Garcia Rawlins
Pengunjuk rasa Oposisi terlibat bentrok dengan Pasukan Keamanan di dekat Generalisimo Francisco de Miranda Airbase La Carlota di Caracas, Venezuela, 30 April 2019. REUTERS/Carlos Garcia Rawlins

CBWashington – Menteri Pertahanan interim Amerika Serikat, Patrick Shanahan mengatakan negaranya membuat perencanaan menyeluruh mengenai Venezuela.

Pemerintah AS telah menyiapkan berbagai rencana darurat untuk skenario berbeda. Saat ini, fokus utama pemerintah adalah tekanan diplomatik dan ekonomi. AS mendesak Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, untuk mundur.
“Kami mengerjakan ini sebagai pemerintahan menyeluruh dan ketika orang-orang mengatakan ada semua opsi di meja, memang seperti itu. Tapi kami bekerja untuk mengenakan tekanan diplomatik dan ekonomi,” kata Shnahan di DPR AS seperti dilansir Reuters pada Rabu, 1 Mei 2019.

Shanahan mengatakan pemerintah AS telah membuat perencanaan menyeluruh,”Sehingga tidak ada situasi atau skenario yang tidak ada rencana daruratnya.”
Seperti dilansir Channel News Asia, tokoh oposisi Venezuela, Juan Guaido, menyerukan aksi unjuk rasa ke jalan pada peringatan Hari Buruh pada 1 Mei 2019 untuk menjatuhkan Presiden Nicolas Maduro, yang dianggap curang pada pemilu 2018.

Guaido telah menobatkan dirinya sebagai Presiden interim Venezuela pada Januari 2018. Dia mendesak agar militer meninggalkan Maduro dan bergabung dengan gerakannya.
Upaya Guaido menyerukan aksi massa untuk menekan Maduro mundur pada 1 Mei 2019 dinilai kurang berhasil. Dia mengatakan akan terus menggerakkan massa pada keesokan harinya untuk menekan Maduro mundur. Maduro membantah ada kudeta militer dan menyebut Guaido bekerja atas arahan AS.


Credit  tempo.co


Rusia Peringatkan AS: Intervensi di Venezuela Punya Konsekuensi Serius



Rusia Peringatkan AS: Intervensi di Venezuela Punya Konsekuensi Serius
Kelompok oposisi Venezuela melancarkan upaya kudeta terhadap Presiden Nicolas Maduro. Foto/Istimewa

MOSKOW - Rusia memperingatkan Amerika Serikat (AS) bahwa langkah agresif Washington terhadap Venezuela penuh dengan konsekuensi serius. Peringatan itu disampaikan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov kepada koleganya dari AS, Mike Pompeo.
"Hanya rakyat Venezuela yang memiliki hak untuk menentukan nasib mereka, yang diperlukan dialog antara semua kekuatan politik di negara itu, dan pemerintah Venezuela telah lama menyerukan hal itu," kata Lavrov, menurut pernyataan yang dipublikasikan di situs Kementerian Luar Negeri Rusia.

"Tekanan destruktif dari luar, terutama kekuatan, tidak ada hubungannya dengan proses demokrasi," sambung pernyataan itu seperti dikutip dari Sputnik, Kamis (2/5/2019).

Lavrov melakukan pembicaraan dengan Pompeo melalui telepon pada Rabu, sehari setelah pemimpun oposisi Venezuela Juan Guaido mengumumkan awal dari 'fase terakhir' upaya oposisi untuk merebut kekuasaan dari tangan Presiden Nicolas Maduro.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan sementara AS lebih suka melihat transisi damai di Venezuela, Washington tidak akan mengambil opsi militer.

"Tindakan militer adalah mungkin. Jika itu yang diperlukan, itulah yang akan dilakukan Amerika Serikat," kata Pompeo. 

Sebelumnya, kementerian luar negeri Rusia menolak klaim Pompeo bahwa Moskow meyakinkan Presiden Nicolas Maduro untuk tidak melarikan diri dari negaranya ke Kuba. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova menyebut klaim itu 'palsu' yang hanya bagian dari perang informasi AS yang ditujukan terhadap negara Amerika Latin itu. 

Para pejabat Venezuela juga menolak klaim Pompeo itu sebagai "berita palsu," dan menambahkan dengan menunjukkan gagalnya aksi demonstrasi sebagai upaya kudeta yang didukung oleh AS.

Pada hari Selasa, oposisi Venezuela berkumpul di Caracas, menyerukan militer untuk bergabung dengan mereka untuk "tahap akhir" kampanye "Operasi Kebebasan" untuk menggulingkan pemerintah Maduro. Bentrokan antara oposisi dan pasukan keamanan menyebabkan setidaknya 69 orang terluka, dan mendorong Presiden Maduro untuk mengumumkan di televisi bahwa ia telah menunjuk jaksa penuntut untuk menyelidiki percobaan kudeta di negara itu.

Anggota parlemen Majelis Nasional Juan Guaido menyatakan dirinya sebagai presiden sementara Venezuela pada 23 Januari, dua minggu setelah pelantikan Presiden Maduro untuk masa jabatan kedua setelah pemilihan umum pada Mei 2018. Guaido segera diakui oleh AS dan sekutu-sekutu Amerika Latin dan Eropa, serta Kanada. Sementara Rusia, China, dan puluhan negara lain menyuarakan dukungan mereka untuk Maduro, atau mendesak tidak campur tangan dalam urusan internal Venezuela. 





Credit  sindonews.com



AS Siap Ambil Tindakan Militer atas Krisis Venezuela


AS Siap Ambil Tindakan Militer atas Krisis Venezuela
Menlu Mike Pompeo menyatakan bahwa pemerintahan Presiden Donald Trump siap untuk mengambil tindakan militer demi mencegah krisis terjadi di Venezuela. (Reuters/Joshua Roberts)




Jakarta, CB -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo menyatakan bahwa pemerintahan Presiden Donald Trump siap untuk mengambil tindakan militer demi mencegah krisis terjadi di Venezuela.

"Presiden sangat jelas dan konsisten. Tindakan militer mungkin dilakukan. Jika itu yang diperlukan, itulah yang akan dilakukan Amerika Serikat," katanya kepada Fox Business Network, Rabu (1/5).

Sementara, menurut Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih John Bolton, Pompeo sendiri telah dijadwalkan untuk berbicara dengan rekannya dari Rusia di tengah ketegangan atas situasi politik di Venezuela.


Pompeo sebelumnya menuduh Rusia melakukan intervensi ketika Presiden Venezuela Nicolas Maduro siap untuk meninggalkan negara itu dalam menghadapi seruan atas pemberontakan pemimpin oposisi Juan Guaido, pada Selasa (30/4).


Bolton mengatakan kepada CNN dan Fox News bahwa Pompeo berencana untuk berbicara dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov.

Di Venezuela sendiri, ribuan masyarakat turun ke jalan seperti yang dikatakan Guaido sebagai demo terbesar dalam sejarah negara itu, sehari setelah ia menyerukan agar militer menggulingkan Presiden Nicolas Maduro.

Dalam upaya mendapatkan dukungan dari angkatan bersenjata, Guaido muncul pada Selasa (30/4) pagi di luar pangkalan angkatan udara Caracas dengan lusinan anggota Garda Nasional. Hal itu sempat memicu protes keras selama satu hari dan menyebabkan lebih dari 100 orang terluka.

Namun menurut laporan AFP, tak ada tanda-tanda pembelotan nyata dari pimpinan angkatan bersenjata.

"Hari ini kita lanjutkan," kata Guaido dalam sebuah unggahan di Twitter Rabu pagi. "Kami akan terus berjalan dengan kekuatan lebih dari sebelumnya, Venezuela."

Ketegangan di Venezuela yang dilanda krisis semakin memuncak dan memasuki titik kritis pada tahun ini usai Guaido mengatakan pada Januari lalu bahwa ia adalah presiden di bawah konstitusi. Sebelum pengumuman itu, ia adalah ketua Majelis Nasional yang dikuasai oleh oposisi.

Guaido mengatakan Maduro kembali menjadi presiden dengan cara yang curang pada pemilu tahun lalu.

Kepemimpinan Maduro menghasilkan krisis pada Venezuela dalam beberapa tahun terakhir hingga kekacauan di penjuru negeri akibat kegagalan menyediakan pasokan medis dan kebutuhan dasar sebagian besar penduduknya.

Seiring dengan pernyataan Guaido yang menyebut angkatan bersenjata telah merapatkan barisan kepadanya, pemerintah Venezuela bersumpah akan membatalkan apa pun tindakan yang disebut sebagai upaya kudeta.

Posisi Guaido sendiri diakui oleh Amerika Serikat dan sekitar 50 pemerintahan negara lainnya. Namun Moskow, bersama China, berada di sisi Maduro.

Selain menyebut Juan Guaido mengobarkan kekerasan dan meminta ada perundingan, Rusia juga menyebut Amerika Serikat memiliki niat khusus berupa pergantian rezim di Venezuela.



Credit  cnnindonesia.com




Mantan agen CIA mengaku bersalah jadi mata-mata China


Mantan agen CIA mengaku bersalah jadi mata-mata China
Puluhan Mata-Mata CIA Telah Terbunuh Di China (Antara)




Washington (CB) - Seorang mantan perwira CIA mengaku bersalah telah berkonspirasi untuk membocorkan rahasia intelijen dan pertahanan Amerika Serikat kepada China, ungkap Departemen Kehakiman pada Rabu.

Kasus tersebut menjadi yang ketiga dalam kurun waktu kurang dari setahun.

Jerry Chun Shing Lee, pada 2010 dihubungi oleh dua agen intelijen China, yang menawarkan pembayaran 100.000 dolar AS kepadanya. Ia juga akan diberikan perlindungan "seumur hidup" sebagai imbalan atas informasi yang ia berikan sebagai agen CIA, demikian pernyataan Departemen Kehakiman.

Lee meninggalkan CIA pada 2017 dan pindah ke Hong Kong.

Ratusan ribu dolar AS pun mengalir ke rekening pribadi pria berusia 54 tahun tersebut sejak 2010 hingga 2013.

Pernyataan kementerian menyebutkan bahwa Lee telah menyimpan data berisikan informasi rahasia tentang aktivitas, lokasi serta jadwal operasi rahasia CIA di komputer miliknya.

Penggeledahan FBI pada 2012 di kamar hotel Honolulu, yang dipesan atas nama Lee, juga menemukan catatan tangan milik Lee. Catatan tersebut menjelaskan pekerjaannya sebagai agen CIA sebelum 2004.

"Catatan ini mencakup intelijen dari aset CIA, nama asli aset, lokasi rapat operasional, nomor telepon serta informasi tentang fasilitas rahasia," kata pernyataan itu.



Credit  antaranews.com




Jaksa Agung AS Tolak Bersaksi soal Laporan Intervensi Rusia


Jaksa Agung AS Tolak Bersaksi soal Laporan Intervensi Rusia
Jaksa Agung AS, Bill Barr, menolak bersaksi di hadapan Dewan Perwakilan terkait laporan penyelidik khusus dugaan intervensi Rusia dalam pemilihan umum 2016, Robert Mueller. (Reuters/Aaron P. Bernstein)



Jakarta, CB -- Jaksa Agung Amerika Serikat, Bill Barr, menolak memberikan kesaksian di hadapan Dewan Perwakilan terkait laporan penyelidik khusus dugaan intervensi Rusia dalam pemilihan umum 2016, Robert Mueller.

Ketua Komite Kehakiman Dewan Perwakilan AS, Jerry Nadler, mengatakan bahwa Barr menolak bersaksi jika komite pimpinannya memasukkan sejumlah pengacara ke dalam tim yang bakal mendengar keterangannya.

"Dia takut harus menghadapi jaksa yang berpengalaman," ujar Nadler sebagaimana dikutip AFP.

Kementerian Kehakiman AS kemudian menyatakan bahwa Barr menolak hadir di hadapan Dewan Perwakilan setelah Nadler mengizinkan para pengacara itu untuk melontarkan pertanyaan.


"Sayangnya, setelah jaksa agung bersedia memberikan kesaksian, Nadler memberikan sejumlah syarat dalam sidang Komite Kehakiman yang tidak perlu," ujar juru bicara Kementerian Kehakiman AS, Kerri Kupec.

Namun, Kupec kemudian menyatakan, "Jaksa agung masih mau terlibat langsung dengan anggota [dewan] terkait pertanyaan mereka soal laporan itu dan bersedia bekerja sama dengan komite untuk permintaan pemeriksaan lebih lanjut."

Selain menolak bersaksi, Barr juga tak mau merilis laporan penuh Mueller. Nadler pun mengancam bakal merilis panggilan resmi atas Barr.

Barr diminta memberikan keterangan di hadapan Dewan Perwakilan setelah ia bersaksi di Senat. Dalam sesi dengar pendapat tersebut, Barr dituduh "mencuci" laporan Mueller dan berupaya mengelabui para pembuat kebijakan.

Barr memang dikecam karena hanya memberikan rangkuman hasil laporan penyelidikan Mueller. Dalam ringkasan yang ia tulis sendiri itu, Barr menjelaskan bahwa Mueller tak menemukan bukti kolusi antara Presiden Donald Trump dan Rusia. 

Mueller juga tak memiliki bukti cukup untuk membuktikan Trump berupaya menghalangi proses investigasi.

Namun, Mueller menekankan bahwa walau tak ada bukti cukup, bukan berarti Trump terbebas dari segala tuduhan soal menghalangi upaya penyelidikan.

Sejumlah pihak, terutama kubu Partai Demokrat, lantas meminta Barr merilis hasil laporan penuh Mueller karena ringkasan saja tidak cukup.

Laporan lengkap itu kini sudah dirilis dan masih didalami oleh sejumlah pihak. 




Credit  cnnindonesia.com



Senin, 29 April 2019

Bos Pentagon Bilang Program Jet Tempur Siluman F-35 Kacau



Bos Pentagon Bilang Program Jet Tempur Siluman F-35 Kacau
Pesawat jet tempur siluman F-35 Lightning II Lockheed Martin Amerika Serikat. Foto/REUTERS/Gary Cameron

WASHINGTON - Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Patrick Shanahan memicu penyelidikan setelah menyebut program pesawat jet tempur siluman F-35 Lockheed Martin kacau. Menurut laporan media Amerika Serikat, bos Pentagon ini menjelek-jelekan Lockheed Martin dan membanggakan Boeing, yang pernah menjadi majikannya.

Penyelidikan oleh Inspektur Jenderal Departemen Pertahanan dimulai setelah serangkaian laporan media, termasuk Politico, yang mengatakan Shanahan dalam sebuah pertemuan pribadi menyebut F-35 "fucked up" atau "kacau".

"Lockheed Martin tidak tahu bagaimana menjalankan Program," tulis media tersebut mengutip komentar Shanahan. Komentar negatif itu hampir bersamaan dengan laporan Bloomberg bahwa keputusan awal Pentagon untuk membeli pesawat Boeing F-15X berasal dari kepemimpinan puncak atas dorongan dari Shanahan.

Tindakan bos Pentagon ini diduga melanggar perjanjian etika, di mana dia mempromosikan Boeing dengan menjelek-jelekkan Lokcheed Martin.

Departemen Pertananan AS sudah merilis laporan awal penyelidikan tersebut. Menurut laporan itu, yang dikritik Shanahan adalah program jet tempur siluman F-35 bukan pesawat itu sendiri. Dia tetap mengaggumi jet tempur generasi kelima Amerika tersebut.

Laporan tersebut pada akhirnya membersihkan Shanahan dari tuduhan atau kesalahan terkait komentar negatifnya. Komentarnya tentang program F-35 itu dinyatakan substantif, yakni terkait dengan kinerja program, dan konsisten dengan komentar tentang program F-35 yang dibuat oleh pejabat senior pemerintah lainnya.

"Shanahan memberi tahu kami bahwa dia tidak mengatakan pesawat F-35 kacau. Dia memberi tahu kami bahwa pesawat F-35 luar biasa," kata laporan penyelidikan. "Shanahan mengatakan kepada kami bahwa dia mengatakan program F-35 sudah selesai."

"Dia menambahkan bahwa komentar-komentar itu selalu relatif terhadap tingkat kinerja, dan jumlah kategori di mana Anda memiliki masalah mendasar," lanjut laporan penyelidikan tersebut, seperti dikutip dari CNN, Minggu (28/4/2019).

"Kritik keseluruhan Shanahan terhadap program F-35 didasarkan pada berbagai masalah, termasuk suku cadang yang tidak mencukupi dalam inventaris dan biaya per jam penerbangan tidak berkurang cukup cepat."

Namun penilaiannya yang meresahkan terhadap keadaan program F-35, khususnya tentang kurangnya suku cadang pesawat, telah diperkuat oleh laporan terpisah yang dirilis Kamis dari Kantor Akuntabilitas Pemerintah (GAO) AS.

Laporan GAO mengtakan hampir 30 persen dari jet tempur siluman F-35 militer AS tidak dapat terbang selama periode beberapa bulan pada tahun lalu karena kekurangan suku cadang.

"Pesawat F-35 tidak dapat menerbangkan hampir 30 persen dari periode Mei-November 2018 karena kekurangan suku cadang," bunyi laporan GAO, yang mencatat bahwa Departemen Pertahanan memperbaiki backlog sekitar 4.300 bagian F-35.




Credit  sindonews.com



Trump Minta Uang Via Telepon, Raja Arab Saudi Marah-marah


Trump Minta Uang Via Telepon, Raja Arab Saudi Marah-marah
Presiden Amerika Serikat Donald John Trump bicara di depan massa pendukungnya di Green Bay, Wisconsin, Sabtu (27/4/2019). Foto/REUTERS/Yuri Gripas

WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengungkap reaksi kemarahan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud ketika dihubungi via telepon. Pemicu kemarahan karena pemimpin Gedung Putih itu meminta uang untuk Amerika sebagai imbalan dukungan keamanan Washington kepada Riyadh.

Raja Salman marah ketika Trump mengeluh Amerika kehilangan USD4,5 miliar per tahun untuk melindungi Arab Saudi. Pemimpin Amerika itu mengungkapkan kemarahan Raja Salman dalam sebuah pertemuan umum "Make America Great Again" (MAGA) dengan para pendukungnya di Green Bay, Wisconsin, hari Sabtu waktu setempat.

"Kami kehilangan USD4,5 miliar pada sebuah negara untuk membela mereka, dan mereka kaya," kata Trump di hadapan kerumunan pendukung.

"Jadi saya bilang pada mereka. Saya bilang; dengarkan, tidak baik. Mereka dalam keadaan terkejut karena mereka tidak pernah mendapat panggilan seperti ini dalam 25 tahun, kan," katanya ketika kerumunan bersorak.

Trump melanjutkan; "Saya katakan kami kehilangan USD4,5 miliar setiap tahun, kami tidak bisa melakukan ini lagi. Ini gila. Dia (Raja Salman) menjadi marah, sangat marah, mengatakan 'Ini tidak adil'. Saya katakan, tentu saja Ini adil. Dia bilang 'Kami (Saudi) akan memberi Anda USD500 juta lebih'...Saya bilang saya ingin lebih. Kami berdebat. Jadi mereka membayar kami lebih dari USD500 juta untuk satu panggilan telepon, saya mengambil satu panggilan telepon."

Trump mengatakan Raja Salman kemudian bertanya kepadanya mengapa dia memanggil via telepon." Karena tidak ada yang membuat panggilan seperti itu," kata Trump mengutip keluhan Raja Salman.

"Itu karena mereka bodoh!," imbuh Trump yang disambut para pendukungnya.

Pemimpin Amerika ini blakblakan tidak ingin kehilangan Arab Saudi karena negara itu merupakan pembeli produk perusahaan-perusahaan AS. Dia menegaskan dukungan keamanan Washington untuk Riyadh.

"Mereka tidak punya apa-apa selain uang tunai, kan?" katanya. "Mereka membeli banyak dari kita, USD450 miliar yang mereka beli," ujarnya.

"Anda memiliki orang-orang yang ingin memotong Arab Saudi...Saya tidak ingin kehilangan mereka," imbuh dia, seperti dikutip Al Jazeera, Senin (29/4/2019).

Tidak jelas dari mana Trump mengutip angka USD450 miliar itu. PolitiFact, sebuah situs web pengecekan fakta, menilai klaim tersebut sebagai "Pants on Fire".

Hubungan AS-Saudi telah menghadapi cobaan sejak pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di Konsulat Saudi di Istanbul pada Oktober lalu.

Khashoggi, orang dalam kerajaan yang telah berubah menjadi kritikus Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS), terbunuh dan tubuhnya dimutilasi oleh tim Saudi.

Pembunuhan itu memicu protes global, di mana beberapa negara memberlakukan embargo senjata terhadap kerajaan. Namun, Trump berdiri membela kepemimpinan Saudi.

Pada saat pembunuhan Khashoggi jadi pemberitaan media internasional, Trump berkata: "Jika kita dengan bodohnya membatalkan kontrak-kontrak ini, Rusia dan China akan menjadi penerima manfaat yang sangat besar, dan sangat senang memperoleh semua bisnis yang baru ditemukan ini." 





Credit  sindonews.com




AS Kembali Kirim 2 Kapal Perang ke Selat Taiwan meski Ditentang China


AS Kembali Kirim 2 Kapal Perang ke Selat Taiwan meski Ditentang China
Kapal perang Amerika Serikat, USS William P. Lawrence. Foto/US Navy/Wikipedia

WASHINGTON - Militer Amerika Serikat (AS) kembali mengirim dua kapal perang Angkatan Laut ke Selat Taiwan pada hari Minggu. Kapal-kapal Pentagon masih nekat melintasi jalur perairan strategis itu meski ditentang China.

"Transit kapal-kapal melalui Selat Taiwan menunjukkan komitmen AS untuk Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka," kata Armada Pasifik AS dalam sebuah pernyataan yang dikutip Reuters, Senin (29/4/2019).

Kedua kapal perang tipe perusak itu diidentifikasi bernama USS William P. Lawrence dan USS Stethem.

Pada bulan Maret lalu Angkatan Laut AS telah mengirim kapal perang tipe perusak, USS Curtis Wilbur, dan kapal cutter Coast Guard (USGC) Bertholf melintasi Selat Taiwan untuk menunjukkan komitmen AS terhadap operasi kebebasan navigasi di wilayah tersebut.

Angkatan Laut AS terus melakukan operasi kebebasan navigasi di perairan Laut China Selatan yang disengketakan, yang oleh pemerintah China dianggap sebagai provokasi.

Tiongkok atau juga dikenal sebagai China Daratan telah berulang kali meminta AS untuk menghindari selat sepanjang 110 mil tersebut karena khawatir Washington memberikan dukungan militer kepada Taiwan. 


Taiwan merupakan pulau itu telah menjadi negara yang memerintah sendiri sejak tahun 1949. Namun, China terus-menerus memandang Taiwan sebagai provinsinya yang harus kembali ke pangkuannya.

Selat Taiwan memisahkan Taiwan dari China. Hubungan antara kedua belah pihak terputus pada 1949 setelah sisa-sisa pasukan Chiang Kai-shek melarikan diri ke pulau itu karena kalah dalam perang saudara. Sebagian ikatan sudah dipulihkan pada 1980-an.




Credit  sindonews.com




Pesawat Nirawak Iran Rekam Kapal Induk AS dari Jarak Dekat


Pesawat Nirawak Iran Rekam Kapal Induk AS dari Jarak Dekat
Kapal induk Amerika Serikat, USS Dwight D. Eisenhower. Foto/Tasnim

TEHERAN - Sebuah unmanned aerial vehicle (UAV) atau kendaraan udara nirawak berani mendekati kelompok tempur kapal induk Amerika Serikat di Teluk Persia untuk merekam kapal-kapal tersebut dalam jarak dekat. Gambar-gambar rekaman itu telah dirilis kantor berita Tasnim.

Video klip tidak bertanggal, yang dirilis oleh Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran, menunjukkan UAV atau drone Ababail-3 buatan dalam negeri lepas landas dari lapangan terbang Iran dengan iringan musik dari lagu epik.

Menurut media Iran, drone itu berhasil mengambil gambar jarak dekat dari kapal induk USS Dwight D. Eisenhower. Saking dekatnya jarak pengambilan gambar, angka-angka pada sayap pesawat pengintai E-2C dan jet tempur F-18 di dek kapal induk mudah dibedakan. 

Desainer grafis Iran bahkan menuliskan beberapa pesawat dalam video tersebut.

USS Dwight D. Eisenhower adalah kapal induk dari Carrier Strike Group (CSG) 10, yang juga termasuk kapal dengan rudal jelajah terpandu USS Monterey, USS San Jacinto dan USS Vella Gulf. Sayap udara dari kapal induk sepanjang 333 meter itu terdiri dari sekitar 90 pesawat dan helikopter.

Pentagon maupun pemerintah AS belum berkomentar terkait rilis video aksi drone Teheran mendekati kelompok tempur kapal induk Washington.

Pada 8 April lalu, Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa Washington menunjuk IRGC sebagai organisasi teroris asing. Bagi AS, itu adalah tindakan pertama kali dalam sejarah untuk menyebut militer negara lain sebagai kelompok teroris.

Menanggapi pengumuman Trump itu, Dewan Keamanan Nasional Tertinggi (SNSC) Iran membalas dengan mengumumkan AS sebagai sponsor negara terorisme dan menyatakan Komando Pusat (CENTCOM) militer AS sebagai kelompok teroris. 




Credit  sindonews.com




AS 'Tampar' Pakistan dengan Sanksi Visa


AS \Tampar\ Pakistan dengan Sanksi Visa
AS menjatuhkan sanksi terhadap Pakistan atas dasar Bagian 243 Undang-Undang Keimigrasian dan Kebangsaan AS. Foto/Istimewa

WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) dilaporkan menampar Pakistan dengan sanksi visa. AS menjatuhkan sanksi terhadap Pakistan atas dasar Bagian 243 Undang-Undang Keimigrasian dan Kebangsaan AS.

Bagian 243 Undang-Undang Keimigrasian dan Kebangsaan mengatur penghentian penerbitan visa sebagai hukuman bagi negara-negara yang menolak atau menunda tanpa alasan untuk menerima warga negara mereka yang dideportasi. AS telah memberlakukan pembatasan visa pada Ghana, Guyana, Gambia, Kamboja, Eritrea, Guinea, Sierra Leone, Myanmar dan Laos.

"Operasi konsuler di Pakistan tetap tidak berubah. Ini adalah masalah bilateral dari diskusi yang sedang berlangsung antara AS dan pemerintah Pakistan dan kami tidak akan membahas secara spesifik pada saat ini," kata Kementerian Luar Negeri AS.

Menurut pemberitahuan daftar federal Kementerian Luar Negeri AS, untuk beberapa negara sanksi dimulai dengan menargetkan pejabat yang bekerja di kementerian yang bertanggung jawab untuk mengurusi penerimaan kembali warga yang dideportasi oleh AS.

"Dengan skenario eskalasi yang menargetkan anggota keluarga pejabat tersebut dan berpotensi pejabat dari kementerian lain dan kemudian kategori pelamar visa lain jika sanksi awal tidak terbukti efektif dalam mendorong kerja sama yang lebih besar dengan pemerintah yang ditargetkan," ucapnya, seperti dilansir Sputnik pada Minggu (28/4).

Mantan Duta Besar Pakistan untuk ASm Hussain Haqqani telah menekankan bahwa penolakan Islamabad untuk menerima warganya yang dideportasi dari AS bukanlah hal baru. Tetapi sanksi akan menciptakan hambatan bagi warga Pakistan yang ingin melakukan perjalanan ke Amerika Serikat.

"Langkah ini akan menciptakan kesulitan bagi warga Pakistan yang ingin atau perlu melakukan perjalanan ke AS dan bisa dihindari jika pihak berwenang Pakistan tidak mengabaikan permintaan AS untuk menghormati persyaratan hukum mereka untuk deportasi," katanya. 




Credit  sindonews.com





Pelaku Penembakan Sinagog Diduga Pernah Bakar Masjid di California


Pelaku Penembakan Sinagog Diduga Pernah Bakar Masjid di California
Pelaku penembakan sinagog di California, Amerika Serikat, diduga turut terlibat dalam pembakaran sebuah masjid di California Selatan. Foto/Istimewa

CALIFORNIA - Pelaku penembakan sinagog di California, Amerika Serikat, diduga turut terlibat dalam pembakaran sebuah masjid di California Selatan. Pelaku dilaporkan telah menyerahkan diri, tidak lama setelah melancarkan serangan.

Pelaku diidentifikasi sebagai John Earnest (19) dari San Diego. Dia penulis nyata dari "manifesto" yang mengklaim telah membakar masjid di dekat rumahnya bulan lalu dan mengaku mendapat inspirasi dari pria bersenjata yang menewaskan hampir 50 orang di dua masjid di Selandia Baru.

"Polisi dan FBI sedang menyelidiki kemungkinan keterlibatan Earnest dalam kebakaran tanggal 24 Maret di Islamic Center of Escondido," ucap Sheriff County San Diego, Bill Gore, seperti dilansir Reuters pada Minggu (28/4). Gore kemudian mengatakan, Earnest tidak memiliki catatan kriminal sebelumnya.

Sebelumnya diwartakan, Earnest menembaki umat Yahudi yang sedang melakukan ibadah, sebagai tanda berakhirnya pekan Paskah.Serangan itu menewaskan satu orang dan melukai tiga lainnya, termasuk seorang rabi.

“Selama penembakan, empat orang terluka dan diangkut ke rumah sakit Palimar. Satu meninggal karena luka-luka mereka. Tiga lainnya dalam kondisi stabil,” kata Gore dan menambahkan korban yang terluka adalah seorang remaja wanita dan dua pria dewasa.
Penembakan ini sendiri terjadi tepat enam bulan setelah seorang supremasi kulit putih menembak mati 11 orang di sinagog Tree of Life di Pittsburgh. Serangan Pittsburgh adalah serangan paling mematikan terhadap komunitas Yahudi dalam sejarah AS.





Credit  sindonews.com









Tanggapi Insiden Sinagoge, Trump Kutuk Aksi Antisemitisme


Tanggapi Insiden Sinagoge, Trump Kutuk Aksi Antisemitisme
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyampaikan simpati atas insiden yang terjadi di sebuah sinagoge di Poway, California, Amerika Serikat, Sabtu (27/4). (Foto: Reuters/Joshua Roberts)



Jakarta, CB -- Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengatakan pemerintahannya akan melindungi komunitas Yahudi usai insiden penembakan di sebuah sinagoge di Poway, California, Amerika Serikat, Sabtu (27/4).

Mengutip AFP, Minggu (28/4), Trump menuturkan masyarakat Amerika Serikat berduka akibat insiden tersebut. Insiden penembakan itu mengakibatkan seorang tewas dan tiga lainnya terluka.

"Seluruh warga negara Amerika Serikat berdoa dan berdiri bersama komunitas Yahudi di Amerika Serikat. Kami mengutuk segala tindakan yang mencerminkan sikap Antisemitisme, dan hal tersebut (antisemitisme) harus dikalahkan," ujar Trump.


Sebelumnya Sheriff San Diego, Bill Gore, menuturkan korban yang terluka adalah seorang remaja putri dan dua pria dewasa. Sementara korban tewas adalah seorang wanita dewasa.


Ia juga menyebut seorang pria berusia 19 tahun dari San Diego telah ditahan atas penembakan itu.

"Kami memiliki salinan unggahan media sosialnya dan surat terbukanya dan kami akan mengkajinya untuk menentukan keabsahannya dan bagaimana hasilnya dalam penyelidikan," tutur dia.

Pihaknya sendiri diminta ke lokasi jelang pukul 11.30 waktu setempat, atau tak lama setelah pelaku memasuki sinagoge dan melepaskan tembakan dengan senapan serbu tipe AR-15. Senapan jenis ini diketahui digunakan dalam banyak penembakan massal di Amerika Serikat. 


Sementara itu Kepala Polisi San Diego, David Nisleit, mengatakan pelaku akhirnya ditangkap oleh seorang perwira unit K-9.

"Dia [perwira K-9] jelas melihat kendaraan tersangka, tersangka melompat keluar dengan kedua tangan di atas kepalanya dan segera ditahan oleh departemen kepolisian San Diego," ujar dia.

"Ketika petugas menempatkan pria 19 tahun ini ke dalam tahanan, dia jelas melihat senapan di kursi penumpang depan kendaraan tersangka. Tersangka dibawa ke tahanan tanpa insiden lebih lanjut," Nisleit menambahkan.




Credit  cnnindonesia.com




Penembakan di Sinagoge AS, Satu Tewas dan Tiga Luka


Penembakan di Sinagoge AS, Satu Tewas dan Tiga Luka
Ilustrasi penembakan. (Istockphoto/emmy-images)



Jakarta, CB -- Seorang pria bersenjata menembaki jemaah ibadah hari terakhir Paskah Yahudi di sebuah sinagoge di Poway, California, Amerika Serikat, Sabtu (27/4). Akibatnya, satu orang tewas dan tiga lainnya, termasuk rabi, terluka.

"Selama penembakan itu, empat orang terluka dan diangkut ke rumah sakit Palimar. Satu meninggal karena luka-luka. Tiga lainnya dalam kondisi stabil," kata Sheriff San Diego, Bill Gore, dalam konferensi pers, dikutip dari AFP. 

Enam bulan sebelumnya, seorang penganut supremasi kulit putih menembak mati 11 orang di sinagoge Tree of Life, Pittsburgh, AS. Hal itu merupakan serangan paling mematikan terhadap komunitas Yahudi dalam sejarah Amerika Serikat.

Gore menambahkan yang terluka adalah seorang remaja putri dan dua pria dewasa. Sementara, korban tewas adalah seorang wanita dewasa.

Ia juga menyebut seorang pria berusia 19 tahun dari San Diego telah ditahan atas penembakan itu. Para penyelidik, katanya, mendalami aktivitas media sosialnya.

Ilustrasi sinagoge.
Ilustrasi sinagoge. (Reuters)
"Kami memiliki salinan unggahan media sosialnya dan surat terbukanya dan kami akan mengkajinya untuk menentukan keabsahannya dan bagaimana hasilnya dalam penyelidikan," tutur dia.

Pihaknya sendiri diminta ke lokasi jelang pukul 11.30 waktu setempat, atau tak lama setelah pelaku memasuki sinagoge dan melepaskan tembakan dengan senapan serbu tipe AR-15. Senapan jenis ini diketahui digunakan dalam banyak penembakan massal di Amerika Serikat.

Menurut Gore, saat kejadian ada seorang petugas patroli perbatasan yang sedang tidak bertugas. Dia, katanya, sempat menembaki pelaku yang kemudian melarikan diri dan menabrak mobilnya.

Kepala Polisi San Diego David Nisleit mengatakan pelaku akhirnya ditangkap oleh seorang perwira unit K-9.

"Dia [perwira K-9] jelas melihat kendaraan tersangka, tersangka melompat keluar dengan kedua tangan di atas kepalanya dan segera ditahan oleh departemen kepolisian San Diego," ujar dia.

"Ketika petugas menempatkan pria 19 tahun ini ke dalam tahanan, dia jelas melihat senapan di kursi penumpang depan kendaraan tersangka. Tersangka dibawa ke tahanan tanpa insiden lebih lanjut," Nisleit menambahkan.

Ungkapan duka cita terhadap para korban penembakag sinagoge Tree of Life synagogue, AS, tahun lalu.
Ungkapan duka cita terhadap para korban penembakag sinagoge Tree of Life synagogue, AS, tahun lalu. (Reuters/Cathal McNaughton)
Walikota Steve Vaus sebelumnya mengatakan kepada MSNBC bahwa rabi di sinagoge Chabad di Poway tertembak di bagian tangan.

"Lantaran terjadi setelah akhir Paskah Yahudi, sepekan setelah Paskah, [peristiwa] ini mengerikan," katanya.


Di Gedung Putih, Presiden AS Donald Trump menyampaikan "simpati terdalamnya." 

"Pada saat ini kelihatannya seperti kejahatan karena kebencian, tetapi simpati saya yang terdalam untuk semua yang terkena dampak," katanya.

Salah satu kerabat korban, Minoo Anvari, mengatakan kepada CNN bahwa suaminya ada di dalam sinagog selama penembakan.

"Hanya satu pesan dari kita semua dari jemaat bahwa kita berdiri bersama," katanya. "Kami kuat. Anda tidak bisa menghancurkan kami. Kami semua bersama." 

Anggota Kongres dari Partai Demokrat Alexandria Ocasio-Cortez mengatakan dia "hatinya hancur" oleh berita penembakan itu.

Kami memiliki tanggung jawab untuk mencintai dan melindungi tetangga kami, "katanya.

"Kebencian dan kekerasan harus dihentikan," tambah anggota Kongres dari California Mike Levin. 


Credit  cnnindonesia.com


Pejabat: Rusia akan terbuka bagi perjanjian kendali senjata baru


Pejabat: Rusia akan terbuka bagi perjanjian kendali senjata baru
MPCV (Multi-Purpose Combat Vehicle) berbasis Sherpa dengan sistem senjata peluncur peluru kendali darat-udara anti serangan udara jarak pendek Mistral (Rheinmetal/MBDA) yang dapat dioperasikan dimana saja. Ini merupakan kendaraan tempur pengadaan paling baru di lingkungan Angkatan Darat. (ANTARA Photo/Reuter)

"Pertama, apa yang sudah ada (melalui perjanjian kendali senjata) perlu dihormati," kata Ushakov.



Moskow (CB) - Pembantu Kremlin Yuri Ushakov, yang memberikan komentar mengenai laporan media bahwa Presiden Amerika Serikat Donald Trump menginginkan perjanjian kendali senjata yang baru dengan Moskow dan Beijing, mengatakan Rusia terbuka bagi kemungkinan pembuatan perjanjian senjata yang baru, tetapi sejauh ini belum ada pembicaraan mengenai hal itu.

Dengan mengutip sejumlah pejabat pemerintah, harian The Washington Post melaporkan pada Kamis bahwa Trump telah memerintahkan pemerintahannya untuk menyiapkan dorongan bagi pembuatan perjanjian senjata baru dengan Rusia dan China karena alasan peningkatan biaya dari perlombaan senjata nuklir abad ke-21.

Ushakov, dalam keterangannya kepada TV negara Rusia yang disiarkan pada Ahad, mengatakan Moskow siap mengadakan pembicaraan mengenai perihal tersebut.

"Pertama, apa yang sudah ada (melalui perjanjian kendali senjata) perlu dihormati," kata Ushakov. "Kami juga siap untuk membicarakan perjanjian-perjanjian yang baru, tetapi diperlukan perundingan yang serius dan sayangnya belum ada pihak yang memulai."

Kata-kata Ushakov lebih menunjukkan optimisme daripada apa yang disampaikan seorang juru bicara Kremlin yang pada Sabtu menepis proposal Trump mengenai perlucutan senjata nuklir "tak serius."

Hubungan antara Moskow dan Washington terganggu dan kedua negara telah menyatakan mereka meninggalkan Perjanjian Senjata Nuklir (INF) jangkauan menengah, menimbulkan ketakutan akan perlombaan senjata yang lebih besar.




Credit  antaranews.com





Rusia: Usulan Trump Soal Pelucutan Senjata Nuklir Tidak Serius



Rusia: Usulan Trump Soal Pelucutan Senjata Nuklir Tidak Serius
Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov. Foto/Istimewa


BEIJING - Usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai perlucutan senjata nuklir tidak serius. Hal itu dikatakan oleh seorang juru bicara Kremlin.

Sebelumnya Trump memerintahkan pemerintahannya untuk mempersiapkan dorongan bagi perjanjian kontrol senjata baru dengan Rusia dan China dengan mengutip biaya perlombaan senjata nuklir abad ke-21. Demikian laporan yang diturunkan The Washington Post mengutip para pejabat pemerintahan.

"Akan ideal untuk membersihkan seluruh dunia dari senjata nuklir ... tetapi di sisi lain kita akan dicabut dari faktor pencegah," ujar Dmitry Peskov di sela-sela pertemuan puncak tentang rencana Jalur Sutra Baru China.
"Jangan lupa tentang faktor pencegah, tentang paritas pencegah," imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (27/4/2019).

Peskov juga mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping mengadakan pembicaraan penting dan bertukar pandangan tentang Suriah, Venezuela dan Libya ketika mereka bertemu pada hari Jumat kemarin.

Sebelumnya Washington telah mengumumkan bahwa mereka akan memulai proses penarikan dari Perjanjian INF 1987 pada 2 Februari 2019. Menurut Washington Moskow telah gagal memberikan bukti bahwa mereka menghentikan pelanggaran tersebut.

Perjanjian INF atau perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah adalah perjanjian yang ditandatangani oleh Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet pada 1987 lalu. 




Credit  sindonews.com



Trump Siapkan Kesepakatan Besar Nuklir dengan Rusia dan Cina

Donald Trump tidak acuh saat melewati Vladimir Putin saat sesi foto KTT G20 di Argentina.[REUTERS]
Donald Trump tidak acuh saat melewati Vladimir Putin saat sesi foto KTT G20 di Argentina.[REUTERS]

CBWashington – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, sedang menggodok kesepakatan nuklir besar dengan Rusia dan Cina.


Ini karena kesepakatan nuklir yang ada saat ini yaitu START Treaty bakal berakhir pada 2021. Pada saat yang sama Trump juga sedang mengupayakan denuklirisasi Semenanjung Korea.
“Presiden telah menyatakan dengan jelas bahwa dia berpikir perjanjian kontrol senjata harus melibatkan Rusia dan Cina. Ini harus meliputi semua jenis senjata, semua hulu ledak nuklir, semua jenis rudal,” kata seorang pejabat senior Gedung Putih seperti dilansir CNN pada Jumat, 26 April 2019.

Pejabat ini melanjutkan,”Kami memiliki ambisi bisa memberikan sejumlah opsi kepada Presiden secepatnya sehingga dia memiliki waktu luang di kalendar yang memadai.”
Menurut pejabat senior ini,”Hal ini tidak pernah dikerjakan oleh pemerintahan sebelumnya. Tapi, saya juga berargumentasi tidak ada pemerintahan AS sebelumnya yang mencoba apa yang Trump lakukan terhadap Korea Utara, misalnya.”
Seorang pengamat kontrol senjata mengatakan Trump melibatkan Cina karena memiliki tujuan tertentu.

“Satu-satunya alasan Anda melibatkan Cina adalah jika Anda tidak berniat untuk memperpanjang New START Treaty,” kata Alexandra Bell, seorang direktur senior bidang kebijakan pada Pusat Kontrol Senjata dan Non-Proliferasi.
Soal ini, Menlu AS, Mike Pompeo, mengatakan perjanjian baru ini untuk menggantikan perjanjian lama di era baru dan untuk meningkatkan keamanan global.
“Jika kita bisa membuat kesepakatan yangbenar, jika kita bisa membuat perjanjian yang cocok untuk 2021 dan seterusnya, Presiden Trump telah menyatakan dengan jelas bahwa jika kita bisa mendapatkan perjanjian kontrol senjatan yang kokoh maka kita harus membuatnya,” kata Pompeo kepada Kongres AS pada April 2019.

Pompeo mengatakan perjanjian nuklir baru ini juga harus melibatkan negara-negara lain selain Rusia dan Cina. Saat ini, pemerintah AS sedang menggelar pembicaraan sangat awal dengan sejumlah negara soal ini.
Sumber CNN melansir,”Presiden ingin semua senjata itu dikontrol. Kita harus menghilangkan sebanyak mungkin senjata-senjata itu. Kita harus mencoba menghilangkan kelompok senjata.”

Rudal balistik jarak menengah DF-26 dapat membawa hulu ledak konvensional dan nuklir. Spesifikasi rudal balistik Cina ini belum banyak diketahui, tapi diyakini bahwa rudal ini mampu membawa hulu ledak konvensional seberat 1.200-1.800 kg. Dong Feng 26 memiliki akurasi yang bagus, yaitu di bawah 100 meter. zainkhan.org
Media Foreign Policy melansir Partai Demokrat di Kongres mengkritik kebijakan pemerintah AS yang justru dinilai meningkatkan perlombaan senjata.
Dalam peringatan 40 tahun hubungan diplomatik AS dan Cina, Trump mengatakan ada banyak hal yang bisa dikerjakan kedua negara termasuk Rusia.
“Antara Rusia, Cina, dan kita, kita semua membuat ratusan miliar dolar senjata termasuk senjata nuklir, yang sebenarnya konyol,” kata Trump seperti dilansir media South China Morning Post. Menurut Trump, hubungan semua negara akan menjadi lebih baik jika tidak membuat berbagai senjata ini.




Credit  tempo.co



Putin Sebut Penahanan Agen Rusia di AS Sewenang-wenang


Putin Sebut Penahanan Agen Rusia di AS Sewenang-wenang
Presiden Vladimir Putin menyebut penahanan agen Rusia, Maria Butina, di Amerika Serikat sebagai tindakan sewenang-wenang. (Mikhail Metzel/TASS Host Photo Agency/Pool via Reuters)



Jakarta, CB -- Presiden Vladimir Putin menyebut penahanan agen Rusia, Maria Butina, di Amerika Serikat sebagai tindakan "sewenang-wenang."

"Jelas ini sewenang-wenang. Saya tidak mengerti mengapa ia didakwa," ujar Putin sebagaimana dikutip AFP, Sabtu (27/4).


Butina sendiri mengaku bersalah atas tuduhan berkonspirasi untuk bertugas sebagai agen pemerintah asing tanpa registrasi resmi.

Pengadilan Washington pun menjatuhkan hukuman 18 bulan penjara sebagai ganjaran atas perbuatan Butina.


Namun menurut Putin, dakwaan itu dibuat-buat hanya agar Butina dapat dijebloskan ke penjara di AS.


"Tak ada yang bisa dituduhkan atasnya, tapi agar kasus ini terlihat tidak konyol, dia dihukum 18 bulan penjara," ucap Putin.

Dengan keputusan pengadilan ini, Butina menjadi satu-satunya warga Rusia yang ditahan dan divonis dalam proses penyelidikan besar-besaran dugaan intervensi dalam pemerintahan AS.

Pemimpin kelompok hak kepemilikan senjata Rusia mengatakan bahwa Butina menggunakan koneksinya dalam Asosiasi Senjata Nasional AS untuk membangun jaringan kuat di dalam Partai Republik.                                         



Credit  cnnindonesia.com




Pengadilan AS Vonis Agen Rusia 18 Bulan Penjara


Pengadilan AS Vonis Agen Rusia 18 Bulan Penjara
Mahasiswa asal Rusia Maria Butina telah mengaku bersalah atas tudunhan konspirasi di pengadilan federal pada Desember lalu. (Press Service of Civic Chamber of the Russian Federation/Handout via Reuters)



Jakarta, CB -- Hakim federal Amerika Serikat (AS) menjatuhkan hukuman 18 bulan penjara kepada Maria Butina, agen Rusia yang dituduh menyusup dan ikut memengaruhi kebijakan AS terhadap Moskow. Butina sendiri telah mengaku bersalah atas tudunhan konspirasi di pengadilan federal.

Butina adalah warga negara Rusia pertama yang dihukum karena kejahatan yang berkaitan dengan Pemilu AS 2016. Ia dihukum meski menurut laporan Jaksa Robert Mueller menyebut upaya Butina menyusup ke lingkaran Partai Republik terpisah dari kampanye Pemilu Kremlin.

Wanita berusia 30 tahun yang konsen pada hak-hak senjata ini telah dipenjara sejak penangkapannya pada Juli dan akan menerima kredit sembilan bulan masa hukuman yang telah dijalaninya. Dia kemudian akan dideportasi ke Rusia setelah menjalani hukumannya.


"Ibu bukan kesalahpahaman sederhana oleh seorang pelajar asing yang terlalu bersemangat," tegas Hakim Tanya Chutkan, dikutip dari CNN, Sabtu (27/4)

Chutkan mengatakan bahwa Butina, yang belajar di America University, Washington terlibat dalam pekerjaan atas nama pejabat Rusia yang dinilai "canggih" dan "berbahaya."

"Tindakan itu canggih dan menembus jauh ke dalam organisasi politik," kata Chutkan, berpihak pada rekomendasi hukuman pemerintah dan mencatat bahwa tindakan Butina terjadi ketika Rusia secara aktif berusaha ikut campur dalam proses demokrasi AS.

Butina berbicara selama lima menit di persidangan hari Jumat (27/4) waktu setempat. Suaranya terkadang pecah, saat dia menyatakan penyesalan atas kejahatannya dan meminta pengampunan.

"Aku sangat menyesali kejahatan ini.Saya datang ke AS bukan di bawah perintah tetapi dengan harapan membangun jembatan antara tanah air saya dan negara yang saya cintai," ungkap dia. 

Mahasiswa tersebut mengaku bersalah pada Desember atas tuduhan konspirasi untuk bertindak sebagai agen pejabat asing. Dia mengaku menggunakan kontaknya di lingkaran politik GOP, di National Rifle Association dan di National Prayer Breakfast untuk mempengaruhi hubungan AS dengan Rusia.

Sebagai bagian dari kesepakatan pembelaannya, Butina telah bekerja sama secara luas dengan pemerintah. Sebuah sumber yang mengetahui situasi ini mengatakan dia memberikan informasi tentang pacarnya, operasi politik GOP Paul Erickson, yang diduga terlibat dalam rencananya.

Sejauh ini, Erickson belum menghadapi dakwaan di Washington DC. Erickson didakwa pada Februari atas tuduhan penipuan kawat dan pencucian uang dalam kasus terpisah di South Dakota. Dia mengaku tidak bersalah atas tuduhan federal.





Credit  cnnindonesia.com