Tampilkan postingan dengan label AFGHANISTAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label AFGHANISTAN. Tampilkan semua postingan

Senin, 21 Januari 2019

Taliban tewaskan belasan pasukan keamanan di pangkalan militer Afghanistan


(Arsip Foto) - Anggota pasukan keamanan Afghanistan berjaga-jaga di samping mobil-mobil tentara pascaserangan Taliban di Kota Ghazni, Afghanistan, 15 Agustus 2018. (REUTERS/Mustafa Andaleb)


Kabul, Afghanistan (Antara/Reuters) - Pemerintah Afghanistan mengatakan Taliban menewaskan sedikitnya 12 anggota pasukan keamanan dalam serangan bom mobil di pangkalan militer di Provinsi Maidan Wardak pada Senin (21/1).

Dua pria bersenjata yang berusaha memasuki komplek ditembak mati, seperti yang diungkap juru bicara gubernur Provinsi Maidan Wardak, Mohebullah Sharifzai.

"Mobil (ke dua), yang dilengkapi alat peledak, juga ditemukan dan dijinakkan," kata dia.

Direktur kesehatan provinsi Mohammad Salem Asgharkhil mengatakan 28 anggota pasukan keamanan yang mengalami luka-luka dilarikan ke rumah sakit.

"Melihat kerusakannya, jumlah korban tewas kemungkinan bertambah dan tim kesehatan kami masih melakukan pencarian korban," kata juru bicara itu kepada Reuters.

Taliban mengaku bertanggung jawab atas serangan itu, yang Juru bicara Taliban di Afghanistan, Zabihullah Mujahid, sebut telah menewaskan atau melukai puluhan orang.

Gerilyawan menggencarkan serangan dalam beberapa bulan terakhir dalam upaya menggulingkan pemerintah yang didukung Negara Barat dan mengembalikan hukum Islam garis keras versi mereka, bahkan saat pembicaaan dengan Amerika Serikat yang berupaya mengakhiri perang selama 17 tahun dipercepat.

Berada di lokasi yang strategis di sepanjang rute yang menghubungkan Kabul ke bagian selatan, Maidan Wardak menjadi tempat ajang pertunjukkan bom bunuh diri di ibu kota oleh gerilyawan yang mempunyai kendali atas desa-desa pegunungan terdekat.



Credit AntaraNews

 
https://m.antaranews.com/berita/789986/taliban-tewaskan-belasan-pasukan-keamanan-di-pangkalan-militer-afghanistan



Rabu, 16 Januari 2019

Bom Mobil Tewaskan 5 Orang, Taliban Klaim Bertanggung Jawab



Milisi Taliban
Milisi Taliban
Foto: 05news.com
Pemboman itu telah memicu kecaman internasional di tengah upaya perdamaian.



CB, KABUL – Taliban Afghanistan mengklaim bertanggung jawab atas sebuah serangan bom mobil di dekat kompleks asing yang dijaga ketat di dekat kompleks Green Village, Kabul Timur,  lokasi berapa perusahaan dan badan amal internasional. Insiden itu menewaskan lima orang, termasuk seorang warga negara India. Sementara itu lebih dari 110 orang terluka.


Pemboman itu telah memicu kecaman internasional ketika upaya untuk mencapai kesepakatan damai dengan gerilyawan Taliban itu dalam mengakhiri perang lebih dari 17 tahun.

Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan, para militan bertanggung jawab atas serangan tersebut. Ia juga mengklaim puluhan petugas keamanan asing dan Afghanistan meninggal dan terluka.

"Lima penyerang, termasuk pembom bunuh diri yang mengendarai kendaraan bermuatan bahan peledak, terlibat," kata Mujahid dalam sebuah pernyataan.


Taliban sering menggelembungkan jumlah korban dalam serangan terhadap pemerintah atau target asing. 


Empat orang meninggal yang diumumkan pemerintah, semuanya merupakan petugas keamanan. "Banyak dinding ledakan runtuh dan kompleks telah rusak," kata seorang pejabat senior Kementerian Dalam Negeri. 


Kementerian Luar Negeri India mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa seorang warga negara India juga telah terbunuh.


"India menyerukan para pelaku serangan keji ini dan mereka yang menyediakan tempat berlindung untuk dibawa ke pengadilan secepatnya," kata Kementerian Luar Negeri India.


Kementerian Luar Negeri Jerman pun menyebutkan melalui tweet bahwa polisi Jerman juga sedikit terluka dalam ledakan itu. Namun, kementerian tidak memberikan keterangan lebih rinci.


Serangan itu terjadi ketika utusan perdamaian khusus Amerika Serikat untuk Afghanistan Zalmay Khalilzad, mengunjungi kawasan tersebut untuk pertemuan-pertemuan yang bertujuan mengamankan perdamaian.


Pertempuran belum surut bahkan ketika pembicaraan mengenai perdamaian meningkat. Taliban dan kelompok gerilyawan lainnya melakukan serangan hampir setiap hari, dengan target utama pasukan keamanan dan pejabat pemerintah. Namun, warga sipil hampir selalu menanggung beban kekerasan.


"Taliban harus berhenti terus menggunakan kekerasan terhadap rakyat mereka sendiri dan hadir dalam meja perundingan," kata Wakil Senior Warga Sipil NATO, Patrick Andrews.


Sumber-sumber Taliban pada hari Selasa (15/1) mengatakan, kekuatan-kekuatan regional telah menciptakan aliansi mereka sendiri untuk mengikuti pembicaraan damai.


Di satu sisi, kata mereka, adalah Pakistan, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab dan di sisi lain, Iran, Rusia dan Qatar. 


"Iran dan Qatar mendukung cara Taliban tetapi Pakistan dan Arab Saudi mengatakan apa yang diinginkan pemerintah Afghanistan dan AS," kata seorang pejabat Taliban yang tidak bersedia menyebutkan namanya. 


Taliban, yang berusaha untuk mengembalikan kekuasaan Islam keras setelah mereka digulingkan pada  2001 di tangan pasukan pimpinan AS, telah mengesampingkan pembicaraan dengan pemerintah Afghanistan dan menepisnya sebagai boneka Amerika Serikat.


Qatar, rumah bagi markas politik Taliban, juga menuai kriitk dunia internasional. Negara ini akan menjadi lokasi perundingan AS-Taliban pada putaran keempat.


Arab Saudi dan Uni Emirat Arab akan memboikot pembicaraan jika diadakan di Qatar. Kedua negara itu  memutus hubungan dengan Qatar  pada 2017 dan menuduhnya mendanai militan dan memiliki hubungan dekat dengan Iran. 




Credit  republika.co.id






Minggu, 13 Januari 2019

Komandan ISIS Afghanistan Terbunuh oleh Serangan AS

Para tentara Amerika Serikat yang bertugas di Afghanistan. Foto/REUTERS



KABUL - Seorang komandan senior kelompok militan Islamic State atau ISIS tewas di Afghanistan dalam serangan pasukan Amerika Serikat (AS). Pentolan kelompok radikal yang tewas itu adalah Emir Khetab.

Juru bicara pasukan AS yang berbasis di Afghanistan, Letnan Ubon Mendie, pada hari Sabtu mengonfirmasi bahwa Emir Khetab terbunuh dalam serangan pada 10 Januari di wilayah timur provinsi Nangarhar.


Menurut Mendie, Emir yang dikenal dengan berbagai nama, memfasilitasi serangan profil tinggi dan memasok senjata dan bahan bahan peledak bagi petempur ISIS.

"Penumpasannya membantu melindungi warga Afghanistan yang tidak bersalah dari kekerasan ISIS di masa depan dan melemahkan kehadiran mereka di Nangarhar," kata Mendie, yang dilansir Reuters, Minggu (13/1/2019).

ISIS Afghanistan dikenal dengan nama Islamic State Khorasan Province (ISKP). Kelompok ini telah aktif sejak 2015 dengan memerangi Taliban, pasukan Afghanistan dan pasukan asing.


Pertempuran melawan ISIS dan kelompok-kelompok militan lainnya termasuk al-Qaeda dan Taliban berada di jantung misi kontraterorisme yang dipimpin AS dilakukan di samping operasi "Resolute Support" yang dipimpin NATO. Kehadiran pasukan NATO sendiri sejatinya melatih dan memberi nasihat kepada pasukan keamanan Afghanistan.

Credit Sindonews.com



https://international.sindonews.com/read/1369971/40/komandan-isis-afghanistan-terbunuh-oleh-serangan-as-1547330319






Sabtu, 12 Januari 2019

Afghanistan kepada Iran: berhenti jadi corong Taliban


Seorang Tentara Nasional Afganistan berjaga di pos pemeriksaan di provinsi Logar, Afganistan, Selasa (16/2). Penasehat NATO menginginkan tentara Afganistan mengurangi waktu untuk melayani pos pemeriksaan dan lebih terlibat memerangi militan Taliban, pergeseran kunci taktis dari koalisi diharapkan akan memungkinkan pasukan lokal mengatasi pemberontakan yang semakin meningkat. Foto diambil tanggal 16 Februari 2016. ( ANTARA FOTO//cfo/16)


Istanbul, Turki (CB) - Para pejabat di negara tetangga Afghanistan, Taliban, bertindak sebagai corong buat Taliban, kata seorang juru bicara pemerintah Afghanistan pada Kamis (10/1).

"Para pejabat di Kementerian Luar Negeri Iran memainkan peran sebagai juru bicara Taliban," tulis Shah Hussain Murtazawi, Juru Bicara Presiden Afghanistan, di akun Twitter setelah pejabat Taliban mengadakan kontak dengan Taliban.

Ia juga mengatakan pemulihan demokrasi dan hak asasi sipil di Afghanistan berada di belakang ketidaktenangan Iran dan kepentingannya yang meningkat dalam hubungan yang berkembang dengan Taliban. "Tak ada kebebasan media di Iran," ia menambahkan.

Mustazawi, yang mengkritik Pemerintah Iran, mengatakan, "Kalian memerlukan persetujuan dari Ayatollah Ahmad Jannati (Ketua Majelis Wali Iran) untuk ikut dalam pemilihan umum. Kelompok minoritas suku dan agama menghadapi tekanan. Iran khawatir bahwa kebebasan di Afghanistan akan menjadi contoh dan oleh karena itu membela argumentasi Taliban."

Murtazawi, sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat pagi, mengatakan Iran mesti memusatkan perhatian pada masalahnya sendiri dan mulai menangani tuntutan tokoh pembangkang yang menjalani tahanan rumah, Mis Hossein Mousavi serta Mehdi Karroubi, dan bukan pada urusan Taliban.

Pada Desember, satu delegasi Taliban mengunjungi Teheran dan bertemu dengan Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abbas Aragchi. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Bahram Ghasemi mengatakan Pemerintah Afghanistan sudah tahu mengenai kunjungan itu.

Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif pada Rabu (9/1) mengatakan kepada stasiun televisi India, NDTV, selama kunjungannya ke Ibu Kota India, New Delhi, bahwa Taliban harus mempertahan peran pada masa depan Afghanistan tanpa mendominasinya.


Credit AntaraNews


https://m.antaranews.com/berita/786173/afghanistan-kepada-iran-berhenti-jadi-corong-taliban


Kamis, 10 Januari 2019

Abdullah: Jika Taliban Seperti Ini, Perdamaian Hanya Mimpi

Pejuang Afghanistan, Taliban


CB, KABUL -- Kepala Eksekutif Afghanistan Abdullah Abdullah mengomentari keenganan Taliban melibatkan Pemerintah Afghanistan dalam perundingan damai. Menurutnya, bila sikap Taliban demikian, kesepakatan damai hanya akan menjadi mimpi belaka. 

"Dalam setiap perjanjian damai, di mana hak-hak warga negara kami, yang telah diperoleh dengan banyak pengorbanan, tidak dihormati, kesepakatan itu adalah mimpi dan tidak akan pernah terjadi," kata Abdullah dalam sebuah pertemuan di Kabul pada Rabu (9/1). 

Abdullah berbagi kekuasaan dengan Presiden Ashraf Ghani setelah kesepakatan politik yang dimediasi Amerika Serikat (AS) pada 2014 dan mengarah pada pembentukan pemerintahan koalisi. Menurut Abdullah,  Taliban belum menunjukkan perubahan sejak rezim keras mereka digulingkan oleh pasukan pimpinan AS tahun 2001. 

"Kami belum melihat perubahan apa pun pada Taliban sejauh ini dan negara yang mendukung mereka, sayangnya juga tidak mengubah kebijakannya terhadap kami," ujar Abdullah, merujuk pada negara tetangga Pakistan yang telah dituding menyembunyikan para pemimpin Taliban. 

Ia mengatakan Taliban telah sering mengutarakan bahwa kelompoknya tak lagi sama seperti masa lalu. Bahkan Taliban pernah menyatakan bahwa mereka telah belajar dan berusaha mendukung pemerintahan yang inklusif.

Namun hal itu tak dibuktikan secara konkret. Ketika Pemerintah Afghanistan telah bersedia melakukan perundingan damai, Taliban justru ingin berbicara dengan pihak lain, yakni AS. "Mereka melakukan ini untuk menunjukkan bahwa pemerintah lemah atau tidak ada," ucap Abdullah. 

Pernyataan Abdullah merupakan bentuk kekecewaan dan kegusarannya kepada Taliban yang menolak menyertakan Pemerintah Afghanistan dalam perundingan damai. Taliban menganggap musuh utamanya selama konflik 17 tahun di Afghanistan adalah AS. Sementara pemerintahan saat ini mereka anggap sebagai rezim boneka. 

Taliban dan AS rencananya melakukan pertemuan di Doha, Qatar, pada Rabu (9/1). Namun Taliban membatalkannya karena ketidaksepakatan tentang keterlibatan para pejabat Afghanistan. 

Ini kedua kalinya Taliban membatalkan pertemuan yang telah dijadwalkan secara sepihak. Sebelumnya mereka juga pernah melakukan hal serupa ketika hendak melakukan pertemuan di Riyadh, Arab Saudi. Perwakilan Taliban batal hadir karena Saudi mendesak agar perwakilan Pemerintah Afghanistan juga disertakan dalam pertemuan itu.



Credit REPUBLIKA.CO.ID


https://m.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/19/01/09/pl2g81377-abdullah-jika-taliban-seperti-ini-perdamaian-hanya-mimpi


Taliban dan AS Batal Menggelar Perundingan Damai

Ilustrasi anggota kelompok Taliban. (REUTERS/Parwiz)

Jakarta, CB -- Kelompok militan Talibanmenyatakan membatalkan perundingan damai dengan perwakilan Amerika Serikat, Zalmay Khalilzad yang seharusnya berlangsung mulai hari ini, Rabu (9/1) di Qatar. Alasan mereka lantaran tidak sepakat dengan agenda, terutama terkait keterlibatan pemerintah Afghanistan.

Sebuah sumber Taliban mengatakan kepada Reuters, perwakilan AS berkeras supaya Taliban bertemu dengan pemerintah Afghanistan di Qatar. Ia mengatakan kedua belah pihak, AS dan Afghanistan, telah sepakat untuk menyatakan gencatan senjata pada 2019.

Sumber-sumber Taliban mengatakan mereka juga menuntut pemerintah AS membebaskan 25 ribu anggotanya, dan mereka akan membebaskan 3000 tawanan mereka. Namun, Khalilzad belum tertarik membahas hal itu.

"Kami tidak akan pernah mengumumkan gencatan senjata apapun sampai kami mendapat keuntungan. Kami curiga Zalmay Khalilzad tidak memiliki cukup kekuatan untuk membuat keputusan penting," tutur seorang petinggi Taliban yang enggan disebutkan namanya.

Sebelumnya salah satu petinggi Taliban telah mengonfirmasi rencana perundingan damai selama dua hari, yakni Rabu dan Kamis, di Qatar dengan Zalmay Khalilzad.

Awalnya perundingan damai direncanakan akan digelar di Arab Saudi pada bulan ini. Namun, kelompok militan Taliban menolak hadir dengan alasan menghindari tekanan Saudi yang ingin melibatkan pemerintah Afghanistan.

Para petinggi kelompok bersenjata itu kemudian meminta mengalihkan lokasi perundingan ke Qatar.

Perundingan damai ini akan menjadi yang keempat dengan tujuan mengakhiri perang yang sudah berkecamuk selama 17 tahun di Afghanistan.

Menanggapi pertemuan ini, Duta Besar AS di Kabul, Afghanistan, John Bass, mengatakan dalam cuitan melalui akun Twitter bahwa laporan pembicaran AS-Taliban yang dikabarkan akan digelar Rabu itu tidak akurat. Taliban, kata Bass, seharusnya mau berbicara dengan Afghanistan sebagaimana mereka mau berbicara dengan media massa.

Dalam cuitan terpisah di akun Twitter, kedutaan AS di ibukota Afghanistan juga menekankan perundingan antara Taliban dan Afghanistan sangat penting untuk menyelesaikan konflik.

Kementerian Luar Negeri Afghanistan kemudian mengumumkan Zalmay Khalilzad akan memimpin delegasi antarlembaga ke India, China, Afghanistan dan Pakistan dari 8 sampai 21 Januari. Utusan AS untuk Afghanistan itu akan bertemu dengan petinggi di setiap negara tersebut untuk memfasilitasi diskusi intra Afghanistan untuk urusan politik.

"Dalam hal ini AS bertujuan mendorong dialog dengan Afghanistan tentang bagaimana mengakhiri konflik, dan untuk mendorong semua pihak bersatu di meja perundingan dan menyelesaikan konflik politik," tutur pernyataan tersebut.

Perang di Afghanistan merupakan intervensi militer luar negeri terpanjang bagi AS. Mereka telah menghabiskan hampir US$1 triliun (sekitar Rp14 ribu triliun) dan menewaskan puluhan ribu orang.

Meskipun sebagian besar pasukan AS di Afghanistan sudah ditarik kembali sejak 2014 lalu, masih ada sekiar 14 ribu tentara yang menjalan misi di sana.

Beberapa waktu lalu, Angkatan Bersenjata Amerika Serikat menyatakan telah diperintah untuk segera memulangkan prajurit yang ditugaskan di Afghanistan. Namun, dikabarkan mereka hanya akan menarik setengah dari jumlah keseluruhan tentara yang ditugaskan.

Credit CNN Indonesia

 

Selasa, 08 Januari 2019

Taliban Menolak Berunding dengan AS di Arab Saudi


Taliban Menolak Berunding dengan AS di Arab Saudi
Ilustrasi anggota kelompok Taliban. (REUTERS/Parwiz)





Jakarta, CB -- Kelompok militan Taliban menyatakan tidak akan menghadiri perundingan damai dengan Amerika Serikat, yang direncanakan digelar di Arab Saudi pada bulan ini. Para petinggi kelompok bersenjata itu ingin mengalihkan lokasi perundingan ke Qatar, buat menghindari tekanan Saudi yang ingin melibatkan pemerintah Afghanistan.

Negosiasi keempat yang bertujuan mengakhiri perang yang sudah berkecamuk selama 17 tahun di Afghanistan dilangsungkan antara para pemimpin Taliban dan utusan khusus AS, Zalmay Khalilzad. Agendanya buat membahas penarikan pasukan asing dan kemungkinan gencatan senjata di 2019.

Para petinggi Taliban menolak tawaran pemerintah Afghanistan untuk perundingan langsung ini, meskipun ada tekanan dunia yang didukung negara-negara Barat.



"Kami seharusnya bertemu pejabat AS di Riyadh minggu depan dan melanjutkan proses perdamaian kami yang masih belum rampung di Abu Dhabi bulan lalu," kata seorang anggota senior Taliban di Afghanistan tanpa menyebut nama kepada Reuters, Senin (7/1).


"Masalahnya adalah para pemimpin Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (EUA) menginginkan kami untuk secara pasti bertemu dengan delegasi pemerintah Afghanistan, yang tidak mampu kami lakukan sekarang. Kami telah membatalkan pertemuan di Arab Saudi," katanya.

Sumber itu juga mengungkapkan ingin mengubah tempat perundingan ke Qatar. Sebab di negara itu mereka diberi izin mendirikan markas badan politik Taliban.

Pemimpin senior Taliban lainnya mengatakan mereka telah menjelaskan kepada Arab Saudi tidak akan mau bertemu dengan pemerintah Afghanistan pada tahap ini.

"Semua orang menyadari bahwa pemerintah Afghanistan menginginkan AS dan sekutunya tidak meninggalkan Afghanistan. Dan kami telah membayar mahal untuk mengusir semua pasukan asing dari negara kami. Jadi, kenapa kita harus bicara dengan pemerintah Afghanistan?," katanya.



Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, membenarkan mereka memutuskan untuk membatalkan pertemuan di Arab Saudi. Namun, dia tak memberikan informasi terkait lokasi pertemuan baru.

Menanggapi hal tersebut, Kedutaan Amerika Serikat di Afghanistan enggan berkomentar.

Taliban menganggap AS sebagai musuh utama dalam perang Afghanistan. Mereka memandang pertemuan langsung dengan AS untuk bernegosiasi soal penarikan pasukan asing, sebelum berunding dengan pemerintah Afghanistan.

Perang di Afghanistan merupakan intervensi militer luar negeri terpanjang bagi AS. Mereka telah menghabiskan hampir US$1 triliun (sekitar Rp14 ribu triliun) dan menewaskan puluhan ribu orang.

Upaya diplomatik untuk menyelesaikan konflik semakin intensif sejak perwakilan Taliban mulai bertemu dengan Khalizad, diplomat AS kelahiran Afghanistan, tahun lalu.



Pejabat dari pihak yang bertikai telah bertemu setidaknya sebanyak tiga kali. Namun, pertempuan belum juga surut.




Credit  cnnindonesia.com



Taliban serbu pos keamanan di Afghanistan, tewaskan 21


Taliban serbu pos keamanan di Afghanistan, tewaskan 21
Anggota pasukan keamanan Afghanistan berjaga di samping mobil-mobil tentara pascaserangan Taliban di Kota Ghazni, Afghanistan, 15 Agustus 2018. (REUTERS/Mustafa Andaleb)




Kabul (CB) - Para gerilyawan Taliban menyerbu pos-pos penjagaan di Afghanistan hingga menewaskan 21 polisi dan milisi propemerintah, kata sejumlah pejabat, Senin.

Serbuan itu merupakan yang terbaru dalam lonjakan serangan, yang telah memunculkan keraguan soal langkah menuju pembicaraan.

Taliban menyerang pos-pos pemeriksaan di dua dareah berbeda di Provinsi Badghis, yang berbatasan dengan Turkmenistan, Minggu (6/1) malam, kata beberapa pejabat provinsi.

Kepala Dewan Provinsi Badghis Abdul Aziz Bek mengatakan 14 polisi dan tujuh milisi propemerintah meninggal, sedangkan sembilan orang terluka.

Pejabat lainnya, Jamshid Shahabi, yang merupakan juru bicara Gubernur Provinsi Gadghis, mengatakan lebih dari 15 gerilyawan Taliban terbunuh dan 10 lainnya cedera dalam bentrokan.

Taliban menyatakan bertanggung jawab atas serbuan itu, yang merupakan salah satu serangan paling maut di provinsi tersebut dalam bulan-bulan belakangan.

Qari Yousuf Ahmadi, juru bicara Taliban, mengatakan dalam pernyataan bahwa mereka membunuh 34 anggota pasukan keamanan dan milisi propemerintah serta menyita banyak senjata dan amunisi.

Para pemimpin Taliban dan pejabat Amerika Serikat dijadwalkan melakukan pertemuan bulan ini guna membahas penarikan pasukan asing dan kemungkinan gencatan senjata.

Para pejabat dari pihak-pihak yang berperang telah bertemu sedikitnya tiga kali dalam beberapa bulan terakhir untuk mencoba menyepakati cara mengakhiri perang yang telah berlangsung 17 tahun.

Namun sementara itu, kedua pihak tetap saling melancarkan serangan.

Taliban mengatakan mereka berperang untuk menggulingkan pemerintahan dukungan Barat serta mengembalikan hukum Islam ketat setelah mereka terdepak pada 2001.

Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya mengatakan mereka ingin menghentikan Afghanistan menjadi tempat berlindung bagi kalangan pegaris keras internasional yang berencana melakukan serangan-serangan di Barat.




Credit  antaranews.com





Minggu, 06 Januari 2019

Tujuh penjaga perbatasan Afghanistan tewas di Kandahar


Asap terlihat dari lokasi ledakan dan tembakan antara pasukan Taliban dan Afganistan di PD 6 di Kabul, Afganistan, Rabu (1/3/2017). (REUTERS/Mohammad Ismail/cfo/17)


Kabul, Afghanistan (CB) - Tujuh anggota Polisi Perbatasan Afghanistan tewas dalam satu serangan Taliban di dekat perbatasan, yang disengketakan, Pakistan di Provinsi Kandahar, kata seorang pejabat pada Sabtu (5/1).

Juru Bicara Gubernur Provinsi Aziz Ahmad mengatakan kepada Kantor Berita Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad pagi-- bahwa anggota Taliban menyerbu pos pemeriksa keamanan di Kota Perbatasan Nava di Kabupaten Spin Boldak pada Jumat (4/1) larut malam.

Ahmad mengatakan bentrokan masih berlanjut pada Sabtu pagi. Ia menambahkan tujuh penjaga perbatasan dan 16 gerilyawan tewas dalam baku-tembak tersebut.

Taliban di media sosial mengaku bertanggung-jawab atas serangan.

Kandahar telah dikenal sebagai tempat kelahiran aksi perlawanan Taliban pada 1990-an. Namun dalam beberapa tahun belakangan ini, kondisi di provinsi itu relatif tenang.

Jend. Abdul Raziq, kepala kepolisian Kandahar yang tewas, mendapat pujian karena suasana yang relatif damai di wilayahnya.

Setelah selamat dari puluhan upaya untuk merenggut nyawanya, Raziq tewas pada Oktober tahun lalu, ketika seorang penyusup Taliban menembak dia di luar kantor gubernur provinsi saat kunjungan Panglima AS di Afghanistan Jend. Austin Scott Miller.





Credit AntaraNews



https://m.antaranews.com/berita/784324/tujuh-penjaga-perbatasan-afghanistan-tewas-di-kandahar





Kamis, 03 Januari 2019

Trump Bela Invasi Uni Soviet ke Afghanistan


Trump Bela Invasi Uni Soviet ke Afghanistan
Presiden AS, Donald Trump secara mengejutkan membuat sebuah pernyataan yang seolah-olah membenarkan invasi yang dilakukan Uni Soviet ke Afghanistan. Foto/Istimewa

WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump secara mengejutkan membuat sebuah pernyataan yang seolah-olah membenarkan invasi yang dilakukan Uni Soviet ke Afghanistan medio 1970an lalu."Alasan Rusia berada di Afghanistan adalah karena teroris pergi ke Rusia. Mereka benar berada di sana. Masalahnya, itu adalah pertarungan yang sulit, dan mereka benar-benar bangkrut. Mereka kemudian disebut Rusia lagi daripada disebut Uni Soviet," ucap Trump, seperti dilansir Anadolu Agency pada Kamis (3/1).Invasi Moskow ke Kabul disebut-sebut sebagai salah satu faktor penyebab jatuhnya Soviet. Soviet menginvasi negara Asia Tengah itu pada tahun 1979 untuk mendirikan pemerintahan pro-Soviet di sana.AS dan sekutunya mendukung pasukan anti-Soviet yang dikenal sebagai Mujahidin dalam perang mereka melawan Tentara Soviet, mempersenjatai dan mendanai kelompok itu selama invasi Soviet.Soviet sepenuhnya menarik diri dari Afghanistan pada tahun 1989, dan pemerintah pro-Soviet yang didirikan di sana runtuh pada tahun 1992 setelah perang saudara dengan Mujahidin.Sementara itu, di kesempatan itu, Trump menyerukan Rusia, India dan Pakistan untuk melakukan perlawanan terhadap Taliban di Afghanistan dan melemparkan kecaman terhadap mantan Menteri Pertahanannya, James Mattis, yang katanya tidak berkinerja baik di Afghanistan."Bagaimana dia (Mattis) melakukannya di Afghanistan? Tidak terlalu bagus. Tidak terlalu bagus. Saya tidak senang dengan apa yang dia lakukan di Afghanistan Presiden Obama memecatnya, dan pada dasarnya saya juga," ungkpnya.



Credit  sindonews.com






Komandan AS Minta Pasukannya di Afghanistan Bersiap untuk Pulang


Komandan AS Minta Pasukannya di Afghanistan Bersiap untuk Pulang
Komandan pasukan AS di Afghanistan menuturkan, pembicaraan damai dengan Taliban bisa berjalan baik dan pasukan NATO harus siap kembali berperang atau pulang. Foto/Istimewa

KABUL - Komandan pasukan Amerika Serikat (AS) di Afghanistan, Jenderal Scott Miller menuturkan, pembicaraan damai dengan Taliban bisa berjalan baik dan pasukan NATO harus siap untuk hasil apa pun, baik itu kembali berperang atau pulang.

Berbicara di depan pasukan di markas pasukan non-tempur (RS) NATO di Kabul, Miller memperingatkan untuk mempersiapkan proses positif atau konsekuensi negatif dalam pembicaran tersebut.

"Pembicaraan damai di luar sana, para pemain regional mendesak perdamaian, Taliban berbicara tentang perdamaian, pemerintah Afghanistan berbicara tentang perdamaian," katanya, seperti dilansir sputnik pada Rabu (2/1).

"Apakah (RS) mampu beradaptasi? Apakah kami dapat menyesuaikan? Apakah kami dapat berada di tempat yang tepat untuk mendukung proses positif dan konsekuensi negatif, itulah yang saya minta Anda pikirkan pada tahun 2019," sambungnya.


Miller sendiri tidak memberikan komentar mengenai rencana penarikan mundur AS dari negara itu dan mengakhiri perang terpanjang yang pernah dipromosikan Amerika di tanah asing. 




Credit  sindonews.com






Ledakkan Bom, Taliban Tewaskan Lima Tentara Afghanistan


Milisi Taliban
Milisi Taliban
Foto: EPA
Secara terpisah percobaan pembunuhan penasehat militer Italia digagalkan.



CB, KABUL – Milisi Taliban meledakkan bom yang ditanam di sebuah terowongan di bawah pos militer Afghanistan. Ledakan ini menewaskan lima tentara Afghanistan.


"Enam tentara terluka dalam serangan hari Selasa di distrik Maiwand di provinsi selatan Kandahar," kata juru bicara kepolisian Mohammad Ashraf Watandost, Rabu (2/1).

Juru bicara Taliban, Qari Yousuf Ahmadi, mengatakan para militan, yang berjuang untuk menggulingkan pemerintah dan menerapkan kembali hukum Islam yang keras setelah penggulingan 2001, telah membunuh atau melukai 35 tentara dan menghancurkan tumpukan besar senjata dan amunisi.


Pasukan keamanan perbatasan Afghanistan secara terpisah menggagalkan serangan terhadap penasihat militer Italia di sebuah pangkalan paramiliter di provinsi barat Herat pada Rabu.


Noorullah Qadri, Komandan 207 Korps Militer Zafar, mengatakan dua penyerang yang menyusup ke pasukan keamanan perbatasan berusaha membunuh para tentara Italia.


“Warga negara Italia melarikan diri tanpa cedera. Satu penyerang ditembak mati dengan segera dan yang lainnya ditangkap," kata Qadri.


Pasukan Italia adalah bagian dari Misi Dukungan Tegas yang dipimpin NATO yang berfokus pada pelatihan, memberi saran dan membantu pasukan Afghanistan di empat provinsi barat. Italia memiliki 895 tentara yang melekat pada Dukungan Tegas. 



Credit republika.co.id




Rabu, 02 Januari 2019

21 Pasukan Keamanan Afghanistan Tewas Akibat Serangan Taliban


Peta Afghanistan. (Foto: BBC)

Sari Pul - Kelompok Taliban melakukan serangan secara serentak di Provinsi Sari Pul, Afghanistan. Sebanyak 21 pasukan keamanan Afghanistan yang terdiri dari polisi dan intelijen tewas dalam serangan.

Dilansir dari AFP, Rabu (2/1/2019), Taliban saat ini tengah meningkatkan intensitas serangan dengan membantai polisi dan tentara. Taliban disebut masih mengumpulkan pasukan di luar kota.

"Musuh masih mengumpulkan pasukan di luar kota," ujar Gubernur Sari Pul, Zabihullah Amani, kepada AFP.

Pemerintah sudah mengerahkan pasukan yang tersedia di kota. Warga juga disebut khawatir akan serangan Taliban.

"Kami telah mengerahkan semua pasukan yang tersedia di kota, tetapi tidak ada bala bantuan yang datang dari luar sejauh ini," kata Amani.

"Orang-orang di dalam kota sangat khawatir," imbuhnya.

Serangan ini juga mengakibatkan 23 orang lainnya cidera. "Mereka telah menyerang kota berkali-kali di masa lalu, tetapi kali ini ancamannya lebih serius," ujar Amani.

Credit detikNews

https://m.detik.com/news/internasional/d-4367406/21-pasukan-keamanan-afghanistan-tewas-akibat-serangan-taliban








Selasa, 01 Januari 2019

Bahas Upaya Damai Afghanistan, Delegasi Taliban Sambangi Iran

Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan, perwakilan Taliban dari Afghanistan tiba di Teheran, kemarin untuk membahas upaya damai di Afghanistan. Foto/Istimewa

TEHERAN - Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan, perwakilan Taliban dari Afghanistan tiba di Teheran, kemarin. Kedatangan delegasi Taliban ini untuk membahas upaya damai di Afghanistan.

Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Bahram Qasemi pembicaraan itu dirancang untuk menetapkan parameter negosiasi antara Taliban dan pemerintah Afghanistan.

"Delegasi Taliban berada di Teheran kemarin. Mereka melakukan negosiasi komprehensif dengan Wakil Menteri Luar Negeri Iran," ucap Qassemi, seperti dilansir Reuters pada Senin (31/12).

Sementara itu, sebelumnya, Taliban dilaporkan telah menolak seruan pemerintah Afghanistan untuk melakukan pembicaraan damai resmi, yang rencananya akan digelar di Arab Saudi pada awal tahun depan.

Berbicara dengan syarat anonim, seorang pemimpin Taliban mengatakan bahwa perwakilan kelompoknya akan bertemu pejabat Amerika Serikat (AS) di Jeddah untuk perundingan putaran kelima dalam beberapa hari ke depan, tetapi tidak dengan perwakilan pemerintah Afghanistan.


"Kami akan bertemu para pejabat AS di Arab Saudi pada Januari tahun depan dan kami akan memulai pembicaraan kami yang tetap tidak lengkap di Abu Dhabi. Namun, kami telah menjelaskan kepada semua pemangku kepentingan bahwa kami tidak akan berbicara dengan pemerintah Afghanistan," kata pemimpin Taliban itu.

Hal senada juga disampaikan oleh juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid yang mengatakan para pemimpin kelompok itu tidak akan berbicara dengan pemerintah Afghanistan.




Credit Sindonews.com




https://international.sindonews.com/read/1366950/43/bahas-upaya-damai-afghanistan-delegasi-taliban-sambangi-iran-1546248440








Senin, 31 Desember 2018

Taliban Tolak Ajakan Dialog Damai Pemerintah Afghanistan

Kelompok gerilyawan Taliban dilaporkan telah menolak seruan pemerintah Afghanistan untuk melakukan pembicaraan damai resmi, di Arab Saudi pada awal tahun depan. Foto/Istimewa

KABUL - Kelompok gerilyawan Taliban dilaporkan telah menolak seruan pemerintah Afghanistan untuk melakukan pembicaraan damai resmi, yang rencananya akan digelar di Arab Saudi pada awal tahun depan.

Berbicara dengan syarat anonim, seorang pemimpin Taliban mengatakan bahwa perwakilan kelompoknya akan bertemu pejabat Amerika Serikat (AS) di Jeddah untuk perundingan putaran kelima dalam beberapa hari ke depan, tetapi tidak dengan perwakilan pemerintah Afghanistan.

"Kami akan bertemu para pejabat AS di Arab Saudi pada Januari tahun depan dan kami akan memulai pembicaraan kami yang tetap tidak lengkap di Abu Dhabi. Namun, kami telah menjelaskan kepada semua pemangku kepentingan bahwa kami tidak akan berbicara dengan pemerintah Afghanistan," kata pemimpin Taliban itu, seperti dilansir PressTV pada Minggu (30/12).

Hal senada juga disampaikan oleh juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid yang mengatakan para pemimpin kelompok itu tidak akan berbicara dengan pemerintah Afghanistan.


Perwakilan dari Taliban, AS, dan negara-negara kawasan telah bertemu untuk keempat kalinya awal bulan ini di Abu Dhabi, untuk mencari cara dalam mengakhiri perang 17 tahun di Afghanistan. 

Sementara itu, Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani mengatakan perundingan itu harus dipimpin oleh Afghanistan dan dimiliki oleh Afghanistan. Dia bersikeras pada upaya berkelanjutan untuk membangun jalur langsung komunikasi diplomatik dengan Taliban.


Credit Sindonews


https://international.sindonews.com/read/1366791/40/taliban-tolak-ajakan-dialog-damai-pemerintah-afghanistan-1546174434


Kamis, 27 Desember 2018

Bahas Perdamaian Afghanistan, Pejabat Iran Temui Petinggi Taliban


Bahas Perdamaian Afghanistan, Pejabat Iran Temui Petinggi Taliban
Pejabat keamanan Iran dilaporkan telah melakukan pertemuan dengan sejumlah petinggi Taliban Afghanistan. Foto/Istimewa

KABUL - Pejabat keamanan Iran dilaporkan telah melakukan pertemuan dengan sejumlah petinggi Taliban Afghanistan. Fokus pertemuan ini dikabarkan adalah untuk membantu proses perdamaian di Afghanistan.

Kabar pertemuan ini dibenarkan oleh Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, Ali Shamkhani. Dia mengatakan, pertemuan sudah berlangsung selama beberapa kali dan dilakukan sepengatahuan Kabul.

Shamkhani yang berbicara saat dia melakukan kunjungan selama satu hari ke Afghanistan atas undangan Hamdullah Mohib, penasihat keamanan nasional Presiden Afghanistan, mengatakan Teheran akan terus melakukan pembicaraan dengan Taliban, hingga perdamaian di afghanistan dapat dicapai.

"Serangkaian kontak dan pembicaraan dengan kelompok Taliban telah terjadi dengan sepengetahuan pemerintah Afghanistan. Tren itu akan terus berlanjut," kata Shamkhani, seperti dilansir PressTV pada Rabu (26/12).

Dia kemudian menekankan perlunya membangun mekanisme berdasarkan konsultasi yang berkelanjutan dan partisipasi aktif negara-negara kawasan dalam proses untuk menciptakan keamanan dan untuk menjamin stabilitas dan pertumbuhan berkelanjutan bagi negara-negara kawasan.



Di kesempatan yang sama, dia juga melemparkan pujian atas perjanjian keamanan yang dicapai oleh Iran, Rusia, Cina, India, dan Afghanistan di Teheran pada bulan September lalu.  



Credit  sindonews.com




Rabu, 26 Desember 2018

43 pejabat tewas dalam serangan terhadap gedung pemerintahan Kabul


43 pejabat tewas dalam serangan terhadap gedung pemerintahan Kabul
Sejumlah pria membersihkan jendela pecah di kantor mereka yang berlokasi dekat serangan bom bunuh diri di Kabul, Afghanistan, Jumat (2/3/2018). (REUTERS/Omar Sobhani)


Kabul, Afghanistan (CB) -  Pemerintah Afghanistan pada Selasa mengumpulkan 43 jenazah dari kompleks pemerintah di Ibu Kota Afghanistan, Kabul, yang menjadi sasaran pembom bunuh diri dan gerilyawan garis keras yang bersenjatakan senapan pada Senin (24/12), kata beberapa pejabat.

Serangan tersebut dimulai ketika pembom bunuh diri meledakkan mobilnya, yang berisi peledak, di luar satu gedung pemerintah yang menampung departemen kesejahteraan rakyat di permukiman di bagian timur Kabul.

Beberapa penyerang mengacak-acak gedung Kementerian Urusan Syuhada dan Orang Cacat untuk mengambil sandera, dan yang lain terlibat baku-tembak lama dengan pasukan keamanan lokal.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Wahid Majroh mengatakan sejauh ini 43 mayat dan 10 orang yang cedera telah diangkut oleh ambulans dari lokasi serangan, demikian laporan Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa siang. Seorang polisi tewas dan tiga gerilyawan ditembak hingga tewas selama tujuh jam baku-tembak di dalam kompleks pemerintah itu.

Pasukan Afghanistan mengungsikan lebih dari 350 warga sipil dari gedung tersebut sebelum menghentikan operasi pada Senin malam. Belum ada kelompok yang mengaku bertanggung-jawab atas serangan terhadap kompleks itu yang identis dengan serangan sebelumnya oleh gerilyawan Taliban terhadap kantor pemerintah, pangkalan militer, dan gedung pemerintah asing.

Serangan paling akhir itu dilancarkan cuma beberapa jam setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan ia sedang mempertimbangkan penarikan sedikitnya 5.000 dari 14.000 prajurit AS yang saat ini ditugaskan di Afghanistan.

Kemungkinan penarikan ribuan prajurit AS telah menyulut kebingungan dan panik di kalangan Pemerintah Kabul dan misi asing yang khawatir bahwa penarikan mendadak akan mengakibatkan kebangkitan rejim Taliban, yang berjuang untuk mengusir pasukan asing, menggulingkan pemerintah dukungan Barat serta memulihkan versi mereka mengenai hukum Syari`ah garis keras di Afghanistan.

Tapi Jenderal Marinir Joseph Dunford, Kepala Staf Gabungan yang berada di Afghanistan pada Malam Natal dan dikutip oleh saluran berita lokal, mengatakan misi buat tentara di Afghanistan berlanjut tanpa perubahan.

"Ada segala jenis desas-desus yang beredar," kata Dunford sebagaimana dikutip saluran berita lokal, saat berpidato di hadapan tentara AS yang berkumpul pada Senin di satu pangkalan di Afghanistan.

"Misi yang kalian jalani hari ini sama dengan misi yang kalian laksanakan kemarin," katanya.




Credit  antaranews.com






Selasa, 25 Desember 2018

Serangan Bersenjata dan Bom Hantam Kabul, 29 Tewas


Sejumlah tentara Afghanistan dan kendaraan berat berjaga-jaga di lokasi serangan di Kabul. Foto/Istimewa
KABUL - Setidaknya 29 orang tewas dalam serangan bersenjata dan bom di sebuah gedung pemerintah di Ibu Kota Afghanistan, Kabul. Pelaku penyerangan jual beli tembakan dengan pasukan keamanan Afghanistan selama hampir tujuh jam, di mana lebih dari 300 staf dievakuasi.
Serangan dimulai sekitar pukul 3 sore waktu setempat ketika sebuah bom mobil bunuh diri meledak di luar gedung bertingkat yang menaungi departemen kesejahteraan masyarakat yang membantu tentara yang terluka.
Beberapa menit kemudian, orang-orang bersenjata memasuki gedung dan mengamuk memasuki kompleks kantor untuk mencari para korban.
"Mereka menembaki orang-orang dan membunuh mereka dan kemudian pergi ke kementerian," kata saksi mata Awal Khan Amiri kepada Tolo News yang dinukil Independent, Selasa (25/12/2018).
Beberapa karyawan berhasil mengurung diri di dalam kantor sementara polisi dengan cepat mengevakuasi 357 orang, kata para pejabat.
Saksi mata melaporkan mendengar setidaknya lima ledakan ketika polisi dan kelompok bersenjata baku tembak, sementara yang gedung kedua mulai terbakar. Satu petugas tewas dan tiga lainnya cedera.
Tidak ada kelompok teroris yang secara langsung mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu. Serangan ini mengikuti pemboman berturut-turut dan penembakan yang menargetkan otoritas publik di Kabul oleh Taliban dan ISIS.
Kurang dari sebulan yang lalu, seorang pria Inggris termasuk di antara korban yang dibunuh oleh gerilyawan Taliban dalam serangan terhadap markas perusahaan keamanan G4S di Ibu Kota Afghanistan.
Para pejabat mengatakan tiga pria bersenjata telah tewas dalam pertempuran hari Senin, dengan lebih dari 20 korban tewas dan 20 lainnya terluka.
"Ada kekhawatiran bahwa jumlah korban akan bertambah ketika polisi terus mencari korban di gedung yang terbakar itu," kata jurubicara Kementerian Dalam Negeri Afghanistan Najib Danish.
Dia mengatakan para gerilyawan telah menargetkan Otoritas Nasional untuk Penyandang Cacat dan Keluarga Para Syuhada, yang membantu prajurit yang terluka dan keluarga anggota pasukan keamanan yang terbunuh dalam pertempuran bertahun-tahun melawan Taliban, ISIS, dan ekstrimis lainnya.

Polisi mengepung daerah itu ketika mereka mencoba mengamankan bangunan tersebut, tetapi Danish mengatakan operasi itu berjalan sangat lambat ketika para petugas bergerak dengan hati-hati dari kamar ke kamar dan lantai ke lantai.
Juru bicara kepolisian Kabul Basir Mujahid mengatakan pihak berwenang menerima setidaknya satu panggilan telepon dari dalam gedung, tetapi karyawan yang ketakutan tidak dapat memberikan perincian.
Serangan itu terjadi dua hari setelah Donald Trump mengumumkan penarikan setengah dari 14.000 tentara Amerika yang ditempatkan di Afghanistan.
Sebelumnya pada hari Senin, Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi berada di Kabul untuk membahas negosiasi untuk mengakhiri perang 17 tahun Afghanistan. Qureshi, yang kemudian melanjutkan perjalanannya ke Iran, mengutuk serangan itu.


Pakistan telah membantu mengatur pembicaraan damai di Uni Emirat Arab (UEA), di mana perwakilan dari Arab Saudi, UEA, Pakistan dan AS bertemu dengan Taliban.

Kelompok teroris mengendalikan hampir separuh Afghanistan dan lebih kuat daripada kapan pun sejak invasi pimpinan AS tahun 2001.

Gerilyawan Taliban melakukan serangan hampir setiap hari, terutama menargetkan pasukan keamanan dan pejabat pemerintah, dan telah memerangi divisi "Khorasan" ISIS untuk menguasai bagian-bagian Afghanistan.






Credit Sindonews.com


https://international.sindonews.com/read/1365540/40/serangan-bersenjata-dan-bom-hantam-kabul-29-tewas-1545698166




Minggu, 23 Desember 2018

Turki Latih Lebih dari 5.000 Petugas Polisi Afghanistan


Turki latih 1.335 petugas polisi perempuan Afghanistan. Foto/Istimewa
KABUL - Turki telah melatih 5.397 petugas polisi Afghanistan sejak 2001 ketika perjanjian pelatihan polisi pertama ditandatangani antara kedua negara. Hal itu diungkapkan diplomat Ankara di Kabul.
"Perjanjian 2001 yang ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri kedua negara telah memfasilitasi pelatihan para perwira di 95 bidang yang berbeda," kata Wakil Menteri Dalam Negeri Turki, Ilker Turkbayrak, di kedutaan Turki di Kabul seperti dikutip dari Anadolu, Minggu (23/12/2018).
Turkbayrak mengatakan kepada Anadolu bahwa fase baru dimulai pada 2011 dengan kursus dua tahunan di pusat pelatihan polisi di provinsi tengah Turki, Sivas.
Sambil menyatakan bahwa 1.335 petugas polisi perempuan dilatih, dia mengatakan Turki bangga telah memainkan peran besar dalam pelatihan setengah dari personil polisi perempuan Afghanistan.
Dia mengatakan ada rencana untuk meningkatkan proporsi wanita dalam kepolisian dalam waktu empat tahun ke depan.

Sebagai bagian dari kesepakatan lain pada 2015, 60 petugas lulus pada 2018 dari Akademi Kepolisian Ankara, 20 di antaranya dikirim ke Afghanistan sebagai pelatih.
"Kerja sama militer kami dengan Afghanistan jauh di belakang, pelatihan pertama tentara nasional Afghanistan yang diajar oleh perwira Turki yang dikirim oleh Mustafa Kemal Ataturk," tukas Turkbayrak.
Credit Sindonews.com



https://international.sindonews.com/read/1365133/40/turki-latih-lebih-dari-5000-petugas-polisi-afghanistan-1545521800





Meski Dilarang, Perang di Afganistan dan Suriah Pakai Bom Fosfor


Anak usia 7 tahun menjadi korban bom fosfor saat perang antara pasukan AS dan Taliban di Afganistan pada 9 Mei 2009. [THE STAR]




CB, Jakarta - Konvensi Jenewa tahun 1949 dan Konvensi PBB mengenai Senjata Konvensional Tertentu melarang penggunaan bom fosfor untuk warga sipil. Namun dalam perang di Afganistan, Irak, hingga Suriah masih ditemukan ratusan korban sipil tewas dan terluka akibat bom fosfor.
Bom fosfor atau disebut White Phosphorus atau Willie Pete secara legal dapat digunakan hanya untuk sinyal dengan keluarnya asap putih.
Bom fosfor yang mengenai tubuh manusia akan menimbulkan luka bakar yang mengerikan, luka menjalar dari kulit hingga ke dalam daging dan tulang manusia. Sehingga berbagai organ tubuh manusia akan rusak dan berakhir pada kematian.
Bom fosfor diarahkan kepada target dengan cara ditembakkan, dilemparkan atau dengan granat tangan.
Cara pertolongan pertama menyelamatkan korban bom fosfor yang selama ini dikenal adalah dengan membenamkan tubuh korban di dalam lumpur.
 
Granat bom fosfor diproduksi Rocky Mountain Arsenal yang dipakai tentara Amerika Serikat dalam Perang Vietnam dan Perang Teluk Pertama. [dark-migrations.obsidianportal.com]
Amerika Serikat beberapa kali dituduh menggunakan bom fosfor dalam operasi militernya di sejumlah negara termasuk Afganistan, Irak dan Suriah.
Milisi bersenjata Taliban di Afganistan dan kelompok pemberontak di Suriah dan Irak juga dituding menggunakan bom fosfor.
Seperti terjadi di provinsi Farah, Afganistan, pada 9 Mei 2009 lalu, para dokter mengobati para korban luka bakar yang mereka sebut luka bakar yang tidak biasa, seperti dikutip dari The Star.
Menurut Presiden Hamid Karzai saat itu, luka bakar yang diduga berasal dari bom fosfor telah menewaskan 125 hingga 130 warga sipil.
Peristiwa 9 Mei 2009 ini disebut sebagai kasus terburuk yang membunuh warga sipil sejak Amerika Serikat menginvasi Afganistan tahun 2001 dan menyingkirkan rezim Taliban.
Amerika Serikat pada November tahun 2004 dituding menggunakan bom fosfor dalam pertempuran di Fallujah di Irak. Israel juga menggunakan bom fosfor pada Januari di tahun yang sama untuk menghadapi HAMS di Gaza.
Dalam perang Suriah, militer Rusia menuding pasukan angkatan udara Amerika Serikat melontarkan bom fosfor di desa Hajin di provinsi Deir ez-Zor.
Namun AS membantah semua tudingan militernya menggunakan bom fosfor dalam perang. Namun militer Amerika Serikat pada tahun 2005 mengakui telah menggunakan bom fosfor di Irak tahun 2005 hanya untuk membakar senjata milisi yang merupakan musuh negara itu.
Media di Australia, The Saturday Paper menerbitkan laporan eksklusif hari Sabtu, 22 Desember 2018, mengenai militer Indonesia menggunakan bom fosfor dalam operasi keamanan di kabupaten Nduga di Papua.
Amnesty International telah memperingatkan betapa berbahayanya bom fosfor meski tidak dipakai sebagai senjata. Karena benda itu dapat membakar tubuh selama berminggu-minggu lamanya.
Credit TEMPO.CO


https://dunia.tempo.co/read/1157976/meski-dilarang-perang-di-afganistan-dan-suriah-pakai-bom-fosfor