Jumat, 15 Februari 2019

Ketika Festival Musik Ramaikan ‘Tanah Angker’ Saudi


Festival Musik di Arab Saudi
Festival Musik di Arab Saudi
Foto: The New York Times

Festival musik itu dimulai sejak 20 Desember 2018 dan berakhir pada 23 Februari lalu.


CB, AL ULA – Musik kini bukan menjadi hal yang tabu di Arab Saudi. Bahkan, musik menjadi pertunjukan yang digunakan untuk memikat wisatawan. 


Di bawah kepemimpinan penguasa de facto Putra Mahkota Muhammad bin Salman, Saudi mulai gencar melakukan reformasi di segala bidang. Termasuk di bidang hiburan dan pariwisata.

Para pejabat di bawah pemerintahannya berusaha membangun industri pariwisata dan budaya Saudi dengan mempromosiokan acara-acara seperti halnya festival musik.


Hal ini berbeda dengan beberapa tahun terakhir, di mana festival musik semacam itu tidak akan ada di daerah terpencil dari Kerajaan Saudi di bawah pemerintahan yang konservatif.


Strategi ini memang sejalan dengan upaya Pangeran Salman untuk melonggarkan pembatasan pada hiburan dan ekspresi budaya yang populer.


Pangeran berusia 33 tahun itu berada di balik sejumlah perubahan di Saudi, termasuk dengan diizinkannya pertunjukan musik di kafe-kafe dan tempat lainnya.


Dalam mengembangkan industri pariwisata, pemerintah Saudi memusatkan perhatian pada kota karavan kuno Al Ula di Hejaz, sebuah wilayah barat yang telah menjadi persimpangan bagi para pedagang antara kekaisaran Mediterania dan pelabuhan di sepanjang Teluk Aden.

"Kami menyebut ini tempat masa depan. Jika kamu kembali dalam satu tahun, tempat ini akan berbeda," kata Maher Mazan, seorang manajer di Shaden Resort, dilansir di The New York Times, Kamis (14/2).


Shaden Resort adalah sebuah hotel baru yang dibangun di antara tebing-tebing di luar kota, di mana kamar-kamar biasanya dibanderol 440 dolar AS per malam.


Di tengah padang pasir yang berkilauan di bawah sinar mahatahari terbenam, aula konser yang baru dengan desain khas Italia berdiri. Sementara dinding cerminnya memantulkan bukit batu pasir keemasan dan tebing. 


Sementara dalam aula tersebut, orkestra simfoni dari Cina dengan lagu klasik Barat telah bersiap menyambut konser yang menampilkan pianis asal Cina, Lang Lang.


Konser ini merupakan bagian dari seri dengan penampilan dari Andrea Bocelli, Yanni, dan Majida El Roumi yang berlangsung musim dingin ini di Saudi. 


photo

Madain Saleh, Arab Saudi/ The New York Times



Sebenarnya, sejarah yang kaya dan situs arkeologi di Al Ula telah lama menarik hati Raja Salman, ayah dari putra mahkota. Pada 2017, Raja Salman mendirikan Komisi Kerajaan untuk Al-Ula.


Hal itu bertujuan untuk melestarikan arkeologi bebatuan yang menarik perhatian, terlepas dari asal usulnya sebelum Islam.


Di samping itu, tentu tujuannya untuk lebih banyak wisatawan. Komisi ini juga mulai mempertimbangkan untuk menggelar serangkaian konser.


Pusat dari area pariwisata itu adalah Mada'in Saleh atau Al Hijr. Di sana terdapat lebih dari 100 makam menjulang yang diukir di lereng bukit.


Saat matahari terbenam, nuansa di sana tampak seperti cahaya emas yang mengkilap.


Area ini adalah bagian selatan dari wilayah Nabatea, yang mengukir Petra, kota batu pasir yang terkenal di Yordania.


Makam-makam tersebut berasal dari dua ribu tahun yang lalu. Banyak orang Saudi percaya bahwa mereka dikutuk, yang menjadi tempat tinggal jin. 


Yang terdekat dari area itu adalah stasiun yang diawetkan dari Rel Kereta Api Hejaz yang sudah tidak ada. Rel kereta api tersebut merupakan jalur yang dibangun di era Ottoman oleh para insinyur Jerman dan Turki. Pada 1908, rel tersebut membentang sepanjang 800 mil dari Damaskus ke Madinah. 


Di suatu sore, seorang pemandu memimpin sekelompok pengunjung asing dengan mobil pertama menuju stasiun kereta, kemudian ke makam Nabatean.


Seorang pemandu, Mohammed al-Anzi, mengatakan wilayah itu telah didominasi pada zaman kuno oleh empat peradaban yang berbeda. Beberapa orang telah pindah ke sana dari Yunani, katanya, sembari menunjuk ke elang yang diukit di atas ambang pintu.


"Belakangan, orang Romawi menghancurkan orang Nabatea. Peradaban datang, peradaban pergi. Inilah hidup, sejak awal kehidupan," ujar al-Anzi.


Di antara para wisatawan tersebut terdapat pasangan Cina-Inggris yang tampak tengah melihat bangunan dan mengambil foto dan video untuk dikirim ke situs web wisata Tiongkok.


Berjalan ke satu makam, mereka bertanya tentang tiga relung penguburan. Al-Anzi mengatakan, bahwa kebiasaan  dahulu ialah membungkus mayat dengan kulit binatang dan menghiasi mereka dengan perhiasan.


Para turis itu lantas keluar dari daerah itu. Mereka kemudian melihat rumah-rumah yang ditinggalkan berdinding lumpur.


Menurut al-Anzi, orang-orang diminta untuk pindah setelah ini ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia pertama Arab Saudi. Ia merujuk pada label yang diberikan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).


Keajaiban abadi dan tajam dari Mada'in Saleh kontras dengan ornamen mewah dari festival musik bernama Winter at Tantora.


Pada awal Februari, setidaknya 30 ribu orang telah menghadiri acara festival di akhir pekan.


Festival musik itu dimulai sejak 20 Desember 2018 dan berakhir pada 23 Februari lalu, setelah diperpanjang dua pekan.







Credit  republika.co.id