JAKARTA - Pemerintah Republik Indonesia (RI) mengecam tindakan Vanuatu
yang menyelundupkan petinggi separatis Papua Barat, Benny Wenda, ke
Komisi Tinggi HAM (KTHAM) PBB di Jenewa. Benny itulah sosok yang
menyerahkan petisi ke Komisi Tinggi HAM PBB yang berisi tuntutan
referendum kemerdekaan.
Benny Wenda adalah Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Dia pernah dipenjara karena aktivitas separatisnya. Dia mendapat suaka di Inggris.
Vanuatu sudah lama menjadi negara pendukung kelompok separatis Papua Barat. Di forum PBB, negara kecil ini terang-terangan menyuarakan dukungan kemerdekaan untuk wilayah provinsi Indonesia tersebut dengan dalih pelanggaran HAM.
Benny Wenda adalah Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Dia pernah dipenjara karena aktivitas separatisnya. Dia mendapat suaka di Inggris.
Vanuatu sudah lama menjadi negara pendukung kelompok separatis Papua Barat. Di forum PBB, negara kecil ini terang-terangan menyuarakan dukungan kemerdekaan untuk wilayah provinsi Indonesia tersebut dengan dalih pelanggaran HAM.
Meski statusnya bukan warga Vanuatu, Benny diselundupkan ke KTHAM PBB dengan status delegasi Vanuatu.
"Indonesia mengecam keras tindakan Vanuatu yang dengan sengaja telah mengelabui KTHAM dengan melakukan langkah manipulatif melalui penyusupan Benny Wenda ke dalam delegasi Vanuatu," kata Duta Besar Indonesia untuk PBB di Jenewa, Hasan Kleib yang dikutip SINDOnews.com dari laman resmi PTRI Jenewa.
Menurut Hasan, berdasarkan keterangan kantor KTHAM, tanpa sepengetahuan mereka, Benny Wenda dimasukkan dalam delegasi Vanuatu yang melakukan kunjungan kehormatan ke KTHAM pekan lalu. Kunjungan kehormatan itu dilakukan dalam rangka pembahasan UPR (Universal Periodic Review) Vanuatu di Dewan HAM.
Nama Benny Wenda jelas tidak masuk dalam daftar resmi delegasi Vanuatu untuk UPR. Kantor KTHAM bahkan menyatakan pihaknya sangat terkejut, mengingat pertemuan semata-mata dimaksudkan untuk membahas UPR Vanuatu.
"Tindakan Vanuatu tersebut merupakan tindakan yang sangat tidak terpuji dan sangat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip fundamental Piagam PBB. Indonesia tidak akan pernah mundur untuk membela dan mempertahankan kedaulatan wilayah NKRI," katanya.
Siapa sosok Benny Wenda, si pentolan separatis Papua Barat? Berikut ringkasan singkat tentang dirinya dan aktivitas separatisnya.
Dia lahir di Lembah Baliem, Papua, 17 Agustus 1974. Di laman Bennywenda.org, dia mengklaim sebagai tokoh perjuangan rakyat Papua di Inggris.
Dia mengklaim sekitar tahun 1977 pasukan militer Indonesia mengusik hidup dirinya dan keluarganya. Dia mengaku kehilangan satu kakinya dalam sebuah serangan udara di Papua. Tak ada yang bisa merawatnya sampai 20 tahun kemudian. Pada akhirnya, keluarga Benny memilih bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ketika rezim pemerintah Soeharto tumbang, gerakan referendum dari warga Papua yang menuntut merdeka dari Indonesia muncul. Saat itu, Benny melalui organisasi Demmak (Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka), membawa suara masyarakat Papua. Mereka menuntut pengakuan dan perlindungan adat istiadat, serta kepercayaan, masyarakat suku Papua. Mereka menolak apapun yang ditawarkan pemerintah Indonesia termasuk otonomi khusus.
"Indonesia mengecam keras tindakan Vanuatu yang dengan sengaja telah mengelabui KTHAM dengan melakukan langkah manipulatif melalui penyusupan Benny Wenda ke dalam delegasi Vanuatu," kata Duta Besar Indonesia untuk PBB di Jenewa, Hasan Kleib yang dikutip SINDOnews.com dari laman resmi PTRI Jenewa.
Menurut Hasan, berdasarkan keterangan kantor KTHAM, tanpa sepengetahuan mereka, Benny Wenda dimasukkan dalam delegasi Vanuatu yang melakukan kunjungan kehormatan ke KTHAM pekan lalu. Kunjungan kehormatan itu dilakukan dalam rangka pembahasan UPR (Universal Periodic Review) Vanuatu di Dewan HAM.
Nama Benny Wenda jelas tidak masuk dalam daftar resmi delegasi Vanuatu untuk UPR. Kantor KTHAM bahkan menyatakan pihaknya sangat terkejut, mengingat pertemuan semata-mata dimaksudkan untuk membahas UPR Vanuatu.
"Tindakan Vanuatu tersebut merupakan tindakan yang sangat tidak terpuji dan sangat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip fundamental Piagam PBB. Indonesia tidak akan pernah mundur untuk membela dan mempertahankan kedaulatan wilayah NKRI," katanya.
Siapa sosok Benny Wenda, si pentolan separatis Papua Barat? Berikut ringkasan singkat tentang dirinya dan aktivitas separatisnya.
Dia lahir di Lembah Baliem, Papua, 17 Agustus 1974. Di laman Bennywenda.org, dia mengklaim sebagai tokoh perjuangan rakyat Papua di Inggris.
Dia mengklaim sekitar tahun 1977 pasukan militer Indonesia mengusik hidup dirinya dan keluarganya. Dia mengaku kehilangan satu kakinya dalam sebuah serangan udara di Papua. Tak ada yang bisa merawatnya sampai 20 tahun kemudian. Pada akhirnya, keluarga Benny memilih bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ketika rezim pemerintah Soeharto tumbang, gerakan referendum dari warga Papua yang menuntut merdeka dari Indonesia muncul. Saat itu, Benny melalui organisasi Demmak (Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka), membawa suara masyarakat Papua. Mereka menuntut pengakuan dan perlindungan adat istiadat, serta kepercayaan, masyarakat suku Papua. Mereka menolak apapun yang ditawarkan pemerintah Indonesia termasuk otonomi khusus.
Dia
gencar melakukan lobi termasuk di era pemerintahan Presiden Megawati
Soekarnoputri. Otonomi khusus diberikan pemerintah, tapi tokoh ini masih
menuntut kemerdekaan untuk Papua Barat.
Tuntutan itu berbuah penjara baginya, tepatnya pada 6 Juni 2002 di Jayapura. Dia dihukum 25 tahun penjara atas berbagai tuduhan, termasuk pengerahan massa untuk membakar sebuah kantor polisi.
Dia pernah melarikan diri dari penjara pada 27 Oktober 2002. Tahun 2003, dia dan beberapa anggota keluarganya mendapat suaka di Inggris. Aktivis kemerdekaan Papua Barat dan kelompok LSM Eropa disebut-sebut ikut andil dalam pelarian tokoh separatis ini.
Pemerintah Indonesia tak tinggal diam. Tahun 2011, pemerintah pernah meminta Interpol menangkap Benny atas tuduhan melakukan beberapa pembunuhan di Indonesia. Tak jelas apa reaksi Interpol, namun Benny mengklaim red notice untuk penangkapnnya telah dicabut.
Tuntutan itu berbuah penjara baginya, tepatnya pada 6 Juni 2002 di Jayapura. Dia dihukum 25 tahun penjara atas berbagai tuduhan, termasuk pengerahan massa untuk membakar sebuah kantor polisi.
Dia pernah melarikan diri dari penjara pada 27 Oktober 2002. Tahun 2003, dia dan beberapa anggota keluarganya mendapat suaka di Inggris. Aktivis kemerdekaan Papua Barat dan kelompok LSM Eropa disebut-sebut ikut andil dalam pelarian tokoh separatis ini.
Pemerintah Indonesia tak tinggal diam. Tahun 2011, pemerintah pernah meminta Interpol menangkap Benny atas tuduhan melakukan beberapa pembunuhan di Indonesia. Tak jelas apa reaksi Interpol, namun Benny mengklaim red notice untuk penangkapnnya telah dicabut.
Credit sindonews.com