Jumat, 07 Desember 2018

Pasang-Surut Hubungan Malaysia dan Singapura



PM Sngapura Lee Hsien Loong bertemu PM Malaysia Mahathir Mohamad di Perdana Leadership Foundation, Putrajaya, Malaysia pada 19 Mei 2018.[Foto MCI/The Bussines Times]
PM Sngapura Lee Hsien Loong bertemu PM Malaysia Mahathir Mohamad di Perdana Leadership Foundation, Putrajaya, Malaysia pada 19 Mei 2018.[Foto MCI/The Bussines Times]

CB, Jakarta - Tujuh bulan sejak Mahathir Mohamad memimpin Malaysia, pemerintahan baru Mahathir dan Singapura saling berselisih atas teritorial udara dan maritim.
Para pengamat telah mencatat bahwa beberapa masalah seperti harga air dan jembatan bengkok adalah isu bilateral Singapura yang akrab selama jabatan Mahathir, sejak tugas pertamanya sebagai Perdana Menteri Malaysia dari 1981 hingga 2003.

Lalu apa saja isu lain yang menyentil hubungan dua negara tersebut, berikut sejumlah perselisihan Singapura-Malaysia seperti dilansir dari Malay Mail, 6 Desember 2018.

PROYEK REL KERETA CEPAT
Ketidakpastian telah mengganggu proyek kereta cepat atau High Speed Rail Kuala Lumpur-Singapura sejak pemerintah baru Malaysia mengambil alih kekuasaan. Proyek ini ditandatangani antara Singapura dan pemerintah Barisan Nasional Malaysia pimpinan Najib Razak pada Desember 2016.

Ilustrasi kereta api cepat Malaysia. globalconstructionreview.com
Beberapa minggu setelah memenangkan pemilu, para pemimpin Pakatan Harapan (PH) awalnya ingin membatalkan proyek untuk memangkas utang besar negara. Tetapi mereka bergeser posisi, dan menyarankan untuk ditunda.
Baik Singapura dan Malaysia akhirnya mencapai kesepakatan pada 5 September untuk menunda proyek tersebut hingga 31 Mei 2020, dengan Malaysia membayar biaya penundaan ke Singapura pada Januari tahun depan.
HARGA AIR
Tak lama setelah ia menjadi perdana menteri untuk kedua kalinya, Mahathir Mohamad menghidupkan kembali perselisihan lama. Mahathir mengatakan harga air yang dijual ke Singapura harus dinaikkan setidaknya 10 kali. Tetapi Singapura langsung buka suara bahwa Perjanjian Air 1962 dijamin oleh kedua negara dalam Perjanjian Pemisahan 1965.

Pipa penyalur air di sepanjang sisi jembatan penghubung SIngapura dan Johor, Malaysia.[Straits Times]
Menanggapi masalah ini, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengatakan bahwa kedua negara harus melanjutkan dengan ketat sesuai dengan ketentuannya. Menyusul kunjungan kenegaraan resmi pertama Mahathir ke Singapura pada November, kedua pemimpin menyatakan kesediaannya untuk membahas masalah ini lebih lanjut.


JEMBATAN BENGKOK
Pada tahun 2000, Mahathir pertama kali menyinggung untuk mengganti Causeway atau jalan layang, yang menghubungkan daratan Singapura-Malaysia, dengan jembatan baru, dan mengatakan bahwa jembatan baru akan meningkatkan arus lalu lintas dan memungkinkan kapal untuk menyeberangi Selat Johor.
Singapura mengatakan bahwa proyek itu tidak perlu karena Causeway dalam keadaan baik. Terlepas dari perselisihan keduanya, Malaysia ingin melanjutkan dan membangun apa yang dikenal sebagai jembatan bengkok di sisi jalan lintas. Namun Abdullah Badawi, penerus Mahathir, membatalkan rencana tersebut pada 2006.

Jembatan Bengkok SIngapura-Malaysia.[New Straits Times]
Pada Oktober tahun ini, Kepala Menteri Johor Osman Sapian menghidupkan kembali isu proyek untuk jembatan bengkok, dan menegaskan dia telah mengajukannya kepada Mahathir.
Sebagai tanggapan, Singapura mengatakan bahwa pihaknya belum menerima proposal resmi dari Malaysia. Namun demikian, Mahathir secara terbuka merestui proyek tersebut.

PERBATASAN MARITIM

Kota Johor Bahru, Malaysia. Soyacincau
Pada Oktober, Malaysia secara sepihak memperluas batas pelabuhan Johor Baru, mendorong Kementerian Transportasi Singapura untuk memprotes langkah yang dikatakan melanggar kedaulatan Singapura dan hukum internasional.
Meskipun ada protes di Singapura, kapal-kapal Malaysia berulang kali mengganggu perairan teritorial Singapura dari Tuas dalam dua minggu terakhir.

WILAYAH UDARA JOHOR SELATAN
Malaysia telah memprotes rencana Singapura untuk menggunakan bagian selatan Johor Baru untuk operasi penerbangan di Bandara Seletar. Menteri Transportasi Malaysia juga ingin mengambil alih kembali wilayah udara.
Malaysia mengklaim bahwa Singapura telah memberlakukan, tanpa persetujuan Malaysia, prosedur baru Instrumen Landing System (ILS) untuk Bandara Seletar yang diberlakukan pada 3 Januari.

Bandara Seletar di Singapura.[Straits Times]
Malaysia juga mengklaim bahwa ILS, yang mengharuskan pesawat terbang melintasi Johor Selatan, akan menghambat pembangunan di kota Pasir Gudang di Johor.

Sebagai tanggapan, Singapura telah menunjukkan bahwa prosedur itu selaras dengan standar yang ditetapkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) dan sejalan dengan keselamatan penerbangan yang ada ke Bandara Seletar, yang telah digunakan Singapura beberapa puluh tahun sejak 1974 berdasarkan kesepakatan 1973 dengan Malaysia.



Credit  tempo.co