Kematian akibat serangan jantung dua kali lebih banyak dialami warga aborijin.
CB,
CANBERRA -- Warga aborijin dan penduduk pulau-pulau Selat Torres di
Australia dua kali lebih banyak alami kematian akibat serangan jantung
dibandingkan penduduk nonpribumi. Bahkan di daerah tertentu jumlahnya
tiga kali lipat.
Hal itu merupakan laporan Yayasan
Jantung Australia yang mengutip data jumlah pasien rumah sakit di negara
itu. Kondisi itu mengungkap perbedaan mencolok kondisi kesehatan pasien
jantung antara penduduk asli dan nonpribumi.
Salah satu pasien bernama Trevor Riley (44 tahun), mengalami
serangan jantung pekan lalu di kampungnya yang terpencil, Minyerri, 450
kilometer dari Kota Darwin. Dia merasakan gejala sakit di lengannya dan
segera melapor ke klinik kesehatan setempat. Dia langsung diterbangkan
ke Rumah Sakit Royal Darwin.
Itu merupakan komplikasi jantung serius kedua yang dialami Riley, setelah katup aortanya diganti pada usia 40 di Adelaide.
"Saya alami koma selama 27 hari dan pasangan saya tak henti-hentinya berdoa seperti malaikat di atas saya," ujarnya.
"Saya tersadar dari tidur dan selamat. Tapi sekarang kembali ke rumah sakit, tidak tahu apa yang terjadi denganku," kata Riley.
Sebagai
pria aborijin, Riley tiga kali lebih mungkin alami penyakit jantung
dibandingkan pria non-aborijin. Northern Territory (NT) dan Australia
Barat mencatat kesenjangan terbesar dalam penbandingan rawat inap antara
kedua kelompok masyarakat ini.
"Di tingkat
nasional, kita tahu kesenjangan kesehatan jantung antara penduduk asli
dan nonpribumi Australia. Namun data baru ini menyadarkan kita betapa
besarnya kesenjangan di sejumlah wilayah Australia," kata Jane Potter
dari Yayasan Jantung.
Di NT, katanya, perempuan
aborijin enam kali lebih banyak dirawat di rumah sakit karena gagal
jantung dibandingkan perempuan nonpribumi.
Seorang
kardiolog di Darwin, Marcus Ilton, mengaku kaget dengan usia pasien
aborijin yang sangat muda dan banyak di antaranya alami penyakit jantung
rematik sejak kecil. Dia menangani remaja usia 18 tahun yang mengalami
kehamilan pertamanya dan sudah menjalani operasi katup.
"Sekarang katupnya sudah diperbaiki namun belum berfungsi dengan baik sehingga risiko kehamilannya semakin sulit," katanya.
Penyakit
jantung rematik, kata Ilton, perlu mendapat perhatian. Di sisi lain
penyakit itu juga mempengaruhi usia 20 dan 30 tahun.
"Kita melihat kejadian orang usia 20 dan 30 tahun yang main bola dan mengalami serangan jantung," katanya.
Menurut Jane Potter dari Yayasan Jantung, data terbaru ini perlu jadi masukan bagi pemerintah untuk menutup kesenjangan.
"Hal ini menggarisbawahi kaitan antara penyakit jantung dan keterbelakangan sosial ekonomi," ujarnya.
"Kesehatan
jantung yang baik terkait dengan pendapatan yang baik, perumahan yang
layak, pekerjaan yang stabil, akses makanan sehat yang terjangkau,"
katanya.