Rabu, 10 Oktober 2018

Pengadilan Singapura Adili Aktivis atas Komentar di Facebook


Pengadilan Singapura Adili Aktivis atas Komentar di Facebook
Ilustrasi (Reuters/Regis Duvignau)

Jakarta, CB -- Pengadilan Singapura mengadili seorang pegiat HAM dan seorang politikus oposisi atas penghinaan terhadap pengadilan dengan hukuman penjara maksimum tiga tahun setelah mengunggah komentar di Facebook.

Keputusan pengadilan yang diambil Selasa (9/10) ini adalah keputusan pertama di bawah peraturan baru Singapura.

Pengadilan Tinggi negara itu menyatakan Jolovan Wham, pengkritik pemerintah, dan John Tan, anggota partai Demokrat Singapura yang merupakan oposisi, bersalah "menghina badan peradilan" lewat komentar-komentar mereka di media sosial.


Unggahan Wham dan Tan "memiliki risiko yang bisa membuat kepercayaan masyarakat terhadap badan yudikatif menurun," kata Hakim Woo Bih Li saat membacakan keputusannya. 



Unggahan Wham "meragukan integritas dan imparsialitas hakim-hakim Singapura, dan juga pengadilan Singapura" karena menyiratkan bahwa hakim-hakim tidak independen dan merupakan bagian dari pemerintah, tambah hakim Woo.

Sementara unggahan Tan, kata Woo, mendukung pernyataan-pernyataan yang juga meragukan integritas pengadila.

Jaksa Agung Singapura mengatakan hukuman ini merupakan keputusan pertama yang didasarkan pada Hukum (Perlindungan) Administrasi Kehakiman yang mulai berlaku tahun lalu.

Kedua terdakwa akan dijatuhi hukuman pada sidang tanggal 7 November mendatang.

Ancaman hukuman atas pelanggaran hukum baru itu adalah hingga US$72 ribu selain hukuman penjara maksimum tiga tahun.


Setelah keputusan itu dijatuhkan, Wham menggunggah pernyataan di Facebook bahwa dia akan menunggu hukuman yang akan dijatuhkan padanya. Sementara itu, partai Tan tak punya wakil di parlemen Singapura yang didominasi oleh Partai Aksi Rakyat.

Pengacara Wham, Eugene Thuraisingam, mengatakan bahwa kliennya tidak melakukan penghinaan terhadap peradilan karena ia "hanya membandingkan kemandirian relatif" hakim-hakim di wilayah yang berbeda. Meski begitu, ia mengatakan Wham belum memutuskan apakah akan mengajukan banding atau tidak.

Lembaga pemantau HAM Human Rights Watch yang berbasis di New York mendesak Singapura untuk mencabut peraturan yang menurut mereka membatasi kebebasan berbicara dan berkumpul, yang berarti melanggar hak-hak dasar.

"Dengan menggunakan hukum ini dalam kasus pengadilan melawan aktivis politik, pemerintah Singapura dengan jelas melanggar kebebasan berekspresi," kata Phil Robertson, wakil direktur HRW Asia.





Credit  cnnindonesia.com