Senin, 08 Oktober 2018

Mantan Menlu Afghanistan: strategi AS di Afghanistan telah gagal


Mantan Menlu Afghanistan: strategi AS di Afghanistan telah gagal
Menteri Luar Negeri Afghanistan Salahuddin Rabbani (kiri) berbicara dengan Penasehat Perdana Menteri Urusan Luar Negeri Pakistan Santaj Aziz saat konferensi pers bersama di kementerian luar negeri di Islamabad, Pakistan, Rabu (9/12). Para pemimpin Afghanistan dan Pakistan berpegang teguh atas hubungan kedua negara yang rawan pada sebuah konferensi tentang masa depan Afghanistan penuh risiko dibayangi oleh serangan Taliban di kota terbesar di Afghanistan. (REUTERS/Faisal Mahmood )



Istanbul, Turki (CB) - Strategi baru AS mengenai Afghanistan dan Asia Selatan telah gagal dan tetap tak ada kestabilan di Afghanistan, kata mantan menteri luar negeri Afghanistan.

Rangin Dadfar Spanta, yang pernah menjadi penasehat keamanan nasional mantan presiden Afghanistan Hamid Karzai, berbicara mengenai situasi keamananan saat ini di negerinya kepada Kantor Berita Anadolu.

"Kendali pemerintah atas wilayah penting di negeri tersebut telah berakhir. Kami dapat mengatakan strategi AS kalah," kata Spanta, sebagaimana dikutip Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad pagi. "Strategi Presiden AS (Donald Trump) tidak meninggalkan dampak positif pada situasi keamanan di negeri saya, dan masih ada ketidak-stabilan di Afghanistan," demikian Anadolu melaporkan.

Spanta juga menyatakan bahwa penting bagi Pemerintah Afghanistan untuk memperluas wilayah yang dikuasainya dan menerapkan ketentuan hukum di wilayah tersebut, tapi sekarang malah ada lebih banyak masalah dibandingkan dengan beberapa tahun belakangan.

Saat berbicara mengenai klaim sembilan pangkalan AS di Afghanistan, Spanta mengatakan, "Situasi pangkalan militer dilandasi atas kesepakatan yang ditandatangani antara Washington dan Kabul. Pangkalan ini diberikan untuk digunakan oleh AS. Jadi, baik Afghanistan maupun AS mesti mematuhi kewajiban mereka."

Ia mengatakan inti masalahnya ialah Washington tidak berpegang pada komitmen mengenai Afghanistan.

"Untuk alasan ini, kami perlu mengkaji kesepakatan keamanan dengan Washington itu bagi pelaksanaan yang lebih baik mengenai kesepakatan tersebut dan dipenuhinya janji oleh AS," katanya.


Pada 2014, Kabul menandatangani Kesepakatan Keamanan Bilateral (BSA) dengan Washington dengan tujuan menangani kehadirannya setelah berakhirnya misi tempurnya pada tahun yang sama.

Baru-baru ini, Afghanistan telah mempertimbangkan kajian mengenai BSA sehubungan dengan dugaan kegagalan AS untuk menangkap kerusuhan yang meningkat dan serangkaian serangan Taliban.

Pembicaraan perdamaian

Spanta juga mengatakan pembicaraan perdamaian antara Pemerintah Afghanistan dan milisi Taliban tak mungkin diselenggarakan.

"Pemerintah Kabul dan Dewan perdamaian Tinggi Afghanistan mengakui (ini) beberapa hari sebelumnya," katanya. Ia menambahkan bahwa negara asing seperti AS, Rusia dan negara Asia Tengah lah yang mengadakan dialog dengan Taliban.

"Rakyat Afghanistan, meskipun adalah pemilik tanah, tidak ikut dalam pembicaraan perdamaian itu," katanya.



Ia juga mengatakan Zalmay Khalilzad, Utusan Khusus baru AS untuk Afghanistan, dapat memainkan peran lebih penting dalam pembicaraan antara Afghanistan dan Taliban dibandingkan dengan mantan diplomat lain, yang tidak mengetahui Afghanistan dengan cukup baik.

Saat berbicara mengenai pertikaian antara Afghanistan dan Pakistan, ia mengingatkan Turki bisa memainkan peran penengah antara kedua negeri itu.

"Mengingat hubungan persahabatan dan persaudaraan Turki dengan kedua negara tersebut, saya percaya Turki akan bisa memainkan peran penengah yang positif dan bernilai pada masa depan," katanya.



Credit  antaranews.com