Jumat, 12 Oktober 2018

China dan Rusia Dukung Pengurangan Sanksi Terhadap Korut


China dan Rusia Dukung Pengurangan Sanksi Terhadap Korut
Ilustrasi Korea Utara (AFP PHOTO / Ed JONES)


Jakarta, CB -- China dan Rusia mendukung pengurangan sanksi PBB terhadap Korea Utara. Dalam pembicaraan antara Wakil Menteri Luar Negeri dari Korea Utara, China, dan Rusia, mereka sepakat untuk mempertimbangkan adanya penyesuaian sanksi terhadap Korut oleh Dewan Keamanan PBB pada waktu yang tepat.

Sebelumnya, Pyongyang telah mendapat serangkaian sanksi dari Dewan Keamanan PBB terkait program persenjataan nuklirnya. Belakangan Pyongyang juga berulang kali menyerukan agar sanksi itu dilonggarkan dengan alasan bahwa mereka akan membekuan tes nuklir dan rudalnya.

China adalah pendukung diplomatik utama Korut dan Rusia memiliki persahabatan dengan Korut. Namun, AS bersikeras bahwa sanksinya akan tetap berlaku hinga denuklirisasi berakhir. AS juga jadi tokoh utama yang menyerukan negara sekutunya untuk memeras ekonomi Korut tahun lalu.



Presiden Korea Selatan, Moon Jae-In mendukung hubungan dengan Korea Utara. Sebab ini menjadi investasi mereka menuju denuklirisasi.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Kang Kyung-Wha sempat menyatakan akan meninjau ulang pemberian sanksi Korsel tarhadap Korut kepada parlemen. Namun, pernyataan itu ditarik kembali oleh Kang setelah mengundang protes oposisi dan AS.

"Mereka tidak akan melakukannya tanpa persetujuan kami. mereka tidak akan melakukan apapun tanpa persetujuan kami," kata Trump menanggapi pernyataan Kang.

Menteri Unifikasi Korea Selatan, Cho Myoung-gyon menambahkan bahwa tidak ada tinjauan rinci mengenai pencabutan sanksi. Tetapi, Seoul telah mengambil langkah-langkah untuk kerjasama dengan cara yang fleksibel.

Pada 2010, Korsel telah menangguhkan sebagian besar perdagangan dengan Korea Utara menyusul serangan torpedo Korut terhadap kapal perang Korsel yang menewaskan 46 pelaut. Namun, Korea Utara membantah tuduhan itu.

Menghormati sanksi

Pada bulan lalu, Moon telah berjanji untuk menghormati sanksi PBB. Tetapi, Seoul membuka kantor penghubung di perbatasan Korea Utara, Kaesong. Dirinya juga berjanji untuk membuat jalan dan proyek kereta api antar kedua negara.

Berbagai media Korea Selatan mengatakan bahwa sanksi bisa membahayakan peluang bagi denuklirisasi Korea Utara.

Surat kabar Joong Ang mengatakan bahwa mereka kaget dengan komentar Kang.

"Apa yang membuat Korea Utara ke meja perundingan untuk denuklirisasi adalah sanksi keras yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dengan mencabut sanksi sekarang, apakah pemerintah Korea Selatan mengatakan akan membongkar senjata nuklir Korea Utara atau membantu menjaga mereka?" tulis Surat kabar Chosun Ilbo.

Pada bulan lalu, Menteri Luar Negeri Korut mengatakan kepada PBB bahwa tidak mungkin negaranya akan melucuti senjata terlebih dahulu selama sanksi masih berlaku.





Credit  cnnindonesia.com