Cina meminta Malaysia mengekstradisi 11 tahanana Muslim Uighur.
CB,
KUALA LUMPUR -- Pemerintah Malaysia membebaskan 11 tahanan Muslim
Uighur yang melarikan diri ke Asia Tenggara setelah kabur dari penjara
Thailand tahun lalu. Pengacara mereka menyebut 11 orang ini terbang
menuju Turki dan mengabaikan permintaan Cina untuk menyerahkan mereka ke
Beijing.
Langkah itu dinilai akan membebani hubungan Malaysia dan Cina. Hal
itu telah terjadi sebelumnya sejak Mahathir Mohamad menjadi Perdana
Menteri dan membatalkan proyek dengan nilai lebih dari 20 miliar dolar
AS yang diserahkan kepada perusahaan-perusahaan Cina.
Jaksa
di Malaysia yang mayoritas Muslim menghentikan tuduhan terhadap Uighur
atas dasar kemanusiaan. Fahmi Moin selaku pengacara menyebut mereka akan
tiba di Turki pada Selasa. "Tuduhan itu ditarik karena Jaksa Agung
Chambers menyetujui banding dari pihak kami," ujarnya dilansir di
NewStraitsTimes Kamis (11/10).
Departemen
Imigrasi Malaysia, Kementerian Dalam Negeri, dan Kantor Jaksa Agung
tidak memberi komentar terhadap kebijakan tersebut. Kementerian Luar
Negeri Cina juga tidak segera memberikan komentar.
Sebelas
orang tersebut sebelumnya ditahan dan didakwa secara ilegal memasuki
Malaysia setelah membobol penjara pada November lalu. Mereka melubangi
dinding penjara dan menggunakan selimut sebagai tangga untuk kabur.
Pada Februari,
Reuters
melaporkan bahwa Malaysia berada di bawah tekanan besar dari Cina yang
mengancam akan mendeportasi warga negara mereka. Beberapa negara bagian
Barat berusaha mencegah Malaysia mengirim 11 orang itu ke Cina dan
menuduh menganiaya orang-orang Uighur.
Beijing menuduh
separatis di kalangan minoritas Uighur merencanakan penyerangan terhadap
mayoritas Han Cina di wilayah Barat Xinjiang dan lokasi lainnya. Cina
pun telah dituduh melakukan pelanggaran hak di Xinjiang, penyiksaan
terhadap tahanan Uighur, dan kontrol ketat terhadap agama dan budaya
mereka. Cina membantah tuduhan tersebut.
Selama ratusan
tahun, orang Uighur melarikan diri dari kerusuhan dan melarikan diri
secara sembunyi-sembunyi melalui Asia Tenggara ke Turki. Warga Uighur di
Malaysia sendiri adalah bagian dari kelompok yang berjumlah lebih dari
200 orang yang ditahan di Thailand pada 2014.
Meskipun
mereka mengidnetifikasikan diri sebagai warga Turki dan minta untuk
dikirim ke sana, lebih dari 100 orang dipaksa kembali ke Cina pada Juli
2015 dan memicu kecaman internasional.
Pada Februari,
Malaysia mengatakan akan mempertimbangkan permintaan Cina untuk
mengekstradisi 11 orang tersebut. Penahanan mereka pun terjadi di masa
jabatan Najib Razak, namun Mahathir sebagai perdana menteri yang baru
secara vokal mendukung komunitas Muslim agar mereka tidak mengalami
penganiayaan.
Baru-baru ini Mahathir bahkan mengkritik Aung
San Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar atas penuntutan nobel perdamaian
yang dimiliki terhadap krisis Rohingya. "Kami tidak benar-benar
mendukungnya lagi," ujarnya.