Rabu, 04 April 2018

Marinir AS Uji Senjata Pembunuh Drone



Marinir AS menguji senjata pembunuh drone yang menggunakan gelombang RF. Kredit: Reuters
Marinir AS menguji senjata pembunuh drone yang menggunakan gelombang RF. Kredit: Reuters

CB, Washington -  Korps Marinir AS telah mengadakan 10 hari simulasi dan latihan pertempuran untuk menguji teknologi perang perkotaan yang baru, termasuk pembunuh drone, sebagaimana dilaporkan Daily Mail akhir pekan lalu.
Latihan yang dijuluki Urban 5th Generation Marine Exploration and Experimentation 2018 (U5G) itu berlangsung dari 15 hingga 25 Maret di Camp Pendelton di California selatan. Sekitar 180 Marinir berpartisipasi.
Di antara peralatan yang diuji termasuk senjata anti-drone, sensor yang melihat melewati dinding, radio jaringan 'pintar', drone mikro, imager termal yang disempurnakan dengan tampilan informasi, serta kendaraan otonom dan amunisi yang ditingkatkan.
Ads by Kiosked
"Sepanjang minggu ini memperkenalkan kami pada teknologi baru dan mendapatkan umpan balik dari kami sebagai pengguna akhir," kata Marine Sgt. Matt Levine dalam wawancara video yang dirilis oleh Departemen Pertahanan.
"Banyak hal yang kami dapatkan sangat bagus di atas kertas, tetapi ketika Anda benar-benar meletakkannya di lapangan atau ketika Anda benar-benar memberikannya kepada orang-orang untuk menggunakan, banyak konsep berantakan," lanjutnya.
Latihan itu mencakup dua simulasi, menurut USNI News. Satu, mengamankan infrastruktur utama dalam lingkungan yang tidak bersahabat, dan skenario lainnya adalah membersihkan dan mengamankan sebuah perkotaan untuk mendukung operasi militer yang lebih luas.
Di antara teknologi baru yang menjalani pengujian lapangan adalah SkyWall 100, sistem pendeteksi drone yang dikembangkan tiga tahun lalu oleh OpenWorks Engineering yang berbasis di Inggris.
Sistem portabel seberat 25 pon itu dijalankan dengan menggunakan bahu dan menembakkan proyektil mirip mortar yang berisi jaring pada pesawat tak berawak yang terbang dalam jarak 130 yard (119 meter). Sistem ini menyebarkan parasut setelah menjerat drone, sehingga dapat dipulihkan secara utuh di tanah untuk pengumpulan intelijen.
Senjata anti-drone lain, IXI Dronekiller, menggunakan gelombang frekuensi radio untuk mengganggu perintah drone dan fungsi kontrol.
Marinir juga memberikan drone baru mereka sendiri selama latihan, termasuk Persistent Area Reconnaissance and Communication platform (PARC) yang dibangun oleh CyPhy Works yang berbasis di Massachusetts.
Drone itu menggunakan power tether untuk menjaga ketinggian hingga 400 kaki lebih lama daripada drone tradisional, menyediakan kemampuan pengintaian dan dukungan komunikasi.



Credit  TEMPO.CO