Kamis, 23 Agustus 2018

Afghanistan Tolak Hadiri Pembicaraan Damai di Moskow


Afghanistan Tolak Hadiri Pembicaraan Damai di Moskow
Pemerintah Afghanistan tidak akan menghadiri perundingan damai dengan Taliban di Moskow, Rusia, pada September mendatang. Foto/Istimewa

KABUL - Pemerintah Afghanistan tidak akan mengirim delegasi ke pembicaraan damai dengan Taliban yang dipimpin oleh Rusia. Demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Afghanistan. Pemerintah Afghanistan mengatakan hanya mereka yang dapat memulai proses perdamaian.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Afghanistan mengatakan Kabul tidak berencana mengirim delegasi ke konferensi perdamaian yang direncanakan dengan Taliban di Moskow pada 4 September.

"Proses perdamaian hanya dapat dimulai dan diajukan oleh pemerintah Afghanistan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Afghanistan, Sebghatullah Ahmadi.

"Pemerintah tidak akan berpartisipasi dalam pertemuan lebih lanjut yang tidak dipimpin oleh pemerintah Afghanistan," imbuhnya seperti dikutip dari Deutsche Welle, Kamis (23/8/2018).

Ahmadi menekankan bahwa pemerintah Afghanistan akan tetap mempertahankan hubungan baik dengan Rusia dan akan terus melakukannya di masa depan. Namun, Kabul hanya bisa mendukung pembicaraan damai jika kepentingan Afghanistan berada di garis depan.

Pada hari Selasa, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengumumkan bahwa Moskow mengharapkan Taliban untuk ambil bagian dalam pembicaraan 4 September yang direncanakan. Pemerintah Rusia telah mengundang 12 negara untuk ambil bagian dalam konferensi perdamaian Afghanistan.

Amerika Serikat (AS) telah mengatakan tidak akan menghadiri konferensi, yang akan membahas masa depan Afghanistan.

Rusia prihatin dengan ekspansi kelompok-kelompok teroris di Afghanistan, khususnya karena perbatasan 1.300 kilometer antara Afghanistan dan Tajikistan - bagian dari bekas Uni Soviet.

Taliban belum mengumumkan secara resmi apakah akan mengirim delegasi ke pembicaraan damai di Moskow. 




Credit  sindonews.com





AS Tolak Gabung Dalam Konferensi Damai Afghanistan, Rusia Kesal


AS Tolak Gabung Dalam Konferensi Damai Afghanistan, Rusia Kesal
Rusia menyebut penolakan AS untuk mengambil bagian dalam konferensi tentang Afghanistan mencerminkan kemunafikan retorika perdamaian Washington di Afhanistan. Foto/Istimewa

MOSKOW - Rusia menyebut penolakan Amerika Serikat (AS) untuk mengambil bagian dalam konferensi tentang Afghanistan mencerminkan kemunafikan retorika perdamaian Washington sehubungan dengan Kabul. Pertemuan, yang kabarnya akan turut dihadiri perwakilan Taliban itu itu rencananya akan digelar di Moskow pada awal September mendatang.

"Kami menyesali pernyataan Kementerian Luar Negeri AS bahwa Washington menolak untuk mengambil bagian dalam pertemuan format Moskow," kata Kementerian Luar Negeri Rusia dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Tass pada Rabu (22/8).

"Selain dari mereka, perwakilan dari Afghanistan, Cina, Pakistan, Iran, India dan lima Asia Tengah negara-negara telah diundang untuk ambil bagian di dalamnya. Keputusan pihak Amerika sekali lagi menyoroti kemunafikan retorika Washington terhadap Afghanistan," sambungnya.

Kemlu Rusia menuturkan, penolakan Washington untuk berpartisipasi dalam konferensi mengenai Afghanistan menunjukkan bahwa AS tidak tertarik dalam meluncurkan proses rekonsiliasi nasional di Afghanistan sesegera mungkin.

"Negara-negara yang mengambil bagian dalam konferensi Moskow mencari, pertama dan terutama, untuk bersama-sama memfasilitasi upaya untuk meluncurkan proses rekonsiliasi nasional di Afghanistan sesegera mungkin dan mengakhiri perang saudara," ungkapnya.

"Penolakan Washington untuk berpartisipasi dalam upaya tersebut menunjukkan bahwa Washington mengejar tujuan yang sama sekali berbeda," tukas kementerian tersebut. 





Credit  sindonews.com




Roket Barrage Serang Istana Presiden Afganistan



Roket Barrage dan Tembakan dari Helikopter Serang Istana Presiden Afganistan. [ Aljazeera]
Roket Barrage dan Tembakan dari Helikopter Serang Istana Presiden Afganistan. [ Aljazeera]

CB, Jakarta -  Istana presiden Afganistan di Kabul dihujani roket barrage dan rentetan tembakan dari helikopter dua hari setelah presiden Ashraf Ghani menawarkan gencatan senjata kepada Taliban untuk menghormati Idul Adha.
Menurut laporan Aljazeera, 21 Agustus 2018, seorang pejabat NATO untuk misi Pendukung Resolusi di Afganistan menyebut 9 orang melakukan serangan dengan meluncurkan sekitar 30 roket barrage dari dua tempat terpisah di Kabul.

Suara dentuman roket terdengar saat pidato presiden Ghani tentang tawaran gencatan senjata diberitakan secara langsung.

Ghani yang mengetahui tentang serangan roket barrage dan rentetan tembakan dari helikopter berujar: "andai mereka mengira serangan roket akan membuat Afganistan tetap terpuruk, mereka keliru."
Belum jelas siapa pelaku serangan ke wilayah yang paling dijaga ketat oleh pasukan keamanan Afganistan. Di area ini juga berdiri sejumlah bangunan kedutaan yang mendapat penjagaan sangat ketat.

Roket Barrage

Polisi menuding Taliban sebagai pelakunya namun ISIS kemudian mengumumkan tembakan roket barage ke arah istana presiden Afganstain di lakukan oleh milisinya. Taliban sendiri memilih bungkam.Polisi Afganistan segera menutup dua lokasi yang menjadi target serangan. Helikopter militer merusak dua lokasi penembak melancarkan serangan.
" Total 4 orang dari 9 pemberontak tewas. Lima pemberontak lainnya menyerahkan diri ke aparat Afganistan," ujar Letnan Kolonel Martin O"Donnell, juru bicara pasukan keamanan Amerika Serikat-Agganistan.
Pada hari Minggu, Ghani menawarkan Taliban gencatan senjata menyambut Idul Adha dengan syarat gencatan senjata berlangsung selama 3 bulan atau hingga memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad, 21 November mendatang.

Ghani menyampaikan tawaran gencatan senjata itu saat berpidato menyambut hari kemerdekaan Afganistan ke 99 di istana ikonik, Darul Aman di Kabul.Gencatan senjata selama 3 bulan ini, menurut presiden Ghani dicapai setelah berlangsung pembahasan meluas dengan berbagai segment masyarakat Afganistan dan sejumlah ulama Islam.
Taliban belum memberikan tanggapan resmi atas tawaran gencatan senjata dari presiden Ghani. Namun, Taliban mengeluarkan pernyataan bahwa kelompok milisi ini berencana membebaskan ratusan tahanan saat perayaan Idul Adha.





Credit  tempo.co




Hubungan Turki dan AS Retak, Rusia Percepat Kirim Rudal


Sistem rudal darat-ke-udara jarak menengah dan jarak jauh Rusia S-400 saat parade Hari Kemenangan perayaan 71 tahun kemenangan atas Nazi Jerman di Perang Dunia II di Red Square, Moskow, Rusia, 9 Mei 2016.
Sistem rudal darat-ke-udara jarak menengah dan jarak jauh Rusia S-400 saat parade Hari Kemenangan perayaan 71 tahun kemenangan atas Nazi Jerman di Perang Dunia II di Red Square, Moskow, Rusia, 9 Mei 2016.
Foto: REUTERS/Grigory Dukor

Turki akan mendapatkan rudal dari Rusia tahun depan.


CB, MOSKOW -- Pemerintah Rusia segera memulai pengiriman rudal S-400 ke Turki pada 2019. Pengiriman hulu ledak itu dilakukan lebih awal daripada yang telah direncanakan sebelumnya. Hal itu dilakukan menyusul retaknya hubungan Turki dengan AS dan Pakta Aliasi Atlantik Utara (NATO).

"Kontrak pengirimian terkait S-400 ke Turki dilaksanakan lebih awal dari waktu yang telah disepakati dan pada 2019 kami akan memenuhi kontrak itu," kata Kepala Rosoboronexport Alexander Mikheyev, seperti diwartakan Aljazirah, Rabu (22/8).

Rosoboronexport merupakan manufaktur senjata milik Rusia yang memproduksi hulu ledak tersebut. Dalam kontrak sebelumnya, pengiriman rudal S-400 akan mulai dilakukan pada 2020 mendatang.

Transaksi pembelian senjata militer itu tidak dilakukan menggunakan dolar Amerika Serikat (AS). Perdagangan antara Turki dan Rusia itu dilakukan dengan memakai mata uang lokal. Nilai perdagangan senjata militer itu mencapai 2,5 miliar dolar AS.

Belanja itu membuat Turki menjadi negara NATO pertama yang memiliki rudal canggih buatan Rusia. S-400 memiliki sistem yang tidak memiliki kecocokkan dengan sistem NATO. Rudal itu disebut-sebut mampu membidik target di udara dalam kisaran 400 kilometer. Pembelian rudal pabrikan Rusia itu membuat khawatir pejabat militer dan politisi AS.

Hubungan bilateral Turki-AS tengah berada dalam kondisi yang kurang harmonis. Tensi kedua negara belakangan kembali meningkat menyusul penahanan seorang pastor asal AS Andrew Brunson.

AS diketahui juga telah menjatuhkan sanksi terhadap dua orang pembantu presiden Turki, yakni Menteri Kehakiman Abdulhamit Gul dan Menteri Dalam Negeri Suleyman Soylu. Keduanya dijatuhi hukuman menyusul dugaan mendalangi sebuah organisasi yang bertanggung jawab atas penangkapan pastor asal AS, Andrew Craig Brunson.

Tensi terus meningkat setelah AS menggandakan tarif ekspor aluminium dan baja asal Turki masing-masing sebesar 20 persen dan 50 persen. Istanbul kemudian membalas dengan meningkatkan sejumlah tarif barang impor dari AS, seperti kendaraan penumpang hingga 120 persen, alkohol hingga 140 persen, dan tembakau asal AS sebesar 60 persen. Barang-barang lalinnya yang juga terdampak penggandaan tarif adalah kosmetik, beras, dan batu bara.

Terkait kasus Brunson, Gedung Putih mengatakan jika Presiden AS Donald Trump frustrasi lantaran Istanbul belum juga membebaskan pastor tersebut. Gedung Putih mengatakan, AS berencana menerapkan tekanan ekonomi lainnya kepada Turki agar mau melepaskan Brunson.

"Presiden frustrasi pada kenyataan bahwa Pastor Brunson belum dibebaskan serta fakta jika WN AS lainnya dan karyawan yang memiliki fasilitas diplomatik juga belum dibebaskan,” kata Juru Bicara Gedung Putih, Sarah Sanders.





Credit  republika.co.id






Warga Turki Tak Terganggu 'Serangan Ekonomi' dari AS


Warga Turki Tak Terganggu 'Serangan Ekonomi' dari AS
Presiden Recep Tayyip Erdogan. (AFP PHOTO / ADEM ALTAN)



Jakarta, CB-- Warga Turki mendukung tindakan pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan yang berusaha menstabilkan krisis ekonomi. Masyarakat Turki tampak tidak terganggu dengan melemahnya nilai tukar mata uang lira Turki terhadap dolar, Rabu (22/8).

Koordinator Ekonomi dari Kedutaan besar Republik Indonesia (KBRI) di Ankara, Turki, Sebastianus Sayoga mengatakan bahwa masyarakat Turki mengerti bahwa krisis ekonomi ini disebabkan oleh Amerika, sehingga masyarakat sangat mendukung pemerintah dan tidak melakukan demontrasi selayaknya negara yang dilanda krisis lainnya.

"Dalam beberapa kesempatan, dukungan masyarakat diberikan dengan cara sukarela menukarkan mata uang asing yang dimiliki mereka ke dalam lira, dan bukan sebaliknya melakukan rush pembelian dolar besar-besaran di money changer di Turki, sebagai langkah memenuhi himbauan dari Presiden Erdogan terkait national struggle," kata Sayoga saat dihubungi CNNIndonesia.com.



Sayoga juga menambahkan bahwa beberapa harga bahan khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM) naik sekitar delapan persen, namun tidak menganggu kehidupan masyarakat di Turki.



"Masyarakat Turki masih dapat menikmati suasana libur panjang Idul Adha yang ditetapkan pemerintah dan melakukan liburan ke luar kota. Sampai saat ini tidak ada protes atau demonstrasi terkait kenaikan harga barang," kata dia.

Sebelas hari pasca berlakunya sanksi ekonomi AS kepada Turki, nilai tukar lira Turki terhadap mata uang dolar masih tidak stabil. Mulai 7 lira pada Senin (13/8), menjadi 5.8 lira pada Jumat (17/8), dan berakhir dengan enam lira pada Senin (20/8).

Pemerintah Turki melakukan beberapa langkah-langkah untuk menahan penurunan nilai tukar lira. Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah menitikberatkan pada tiga hal pokok yaitu kemandirian bank sentral, penanggulangan inflasi, dan disiplin tata keuangan.

Pemerintah Turki juga tidak bergantung pada mata uang dolar dengan mencanangkan currency swap pada perdagangannya kepada negara-negara mitra dagangnya. Khususnya kepada Qatar, China, dan Rusia.

Bantuan keuangan dalam bentuk investasi diberikan Qatar sebesar US$15 miliar dan dari China berupa pinjaman sebesar US$3,8 miliar.

Sayoga juga mengatakan bahwa melemahnya mata uang lira tidak menganggu hubungan kerja sama dalam bidang ekonomi Turki dengan Indonesia.

"Sampai saat ini KBRI Ankara belum melihat hal tersebut akan menganggu kerjasama ekonomi Turki dengan Indonesia. Beberapa perjanjian kerja sama tetap berjalan untuk kepentingan dan keuntungan bagi kedua negara," kata dia.

Nilai tukar lira Turki melemah terhadap dolar setelah Presiden AS, Donald Trump mengatakan bahwa Turki membuat 'kesalahan besar' dengan tidak membebaskan pendeta Amerika, Andrew Brunson.

Awalnya lira diperdagangkan pada 6,09 pada 06.35 GMT. Namun nilainya mulai melemah dan menurun dengan nilai penutupan 6,06 pada Selasa (21/8).


Lira kehilangan 37 persen dari nilainya tahun ini karena krisis mata uang yang dipicu oleh kekhawatiran atas pengaruh Presiden Recep Tayyip Erdogan atas kebijakan moneter. Turunnya nilai mata uang lira diperparah dengan perselisihannya dengan Washington.



Credit  cnnindonesia.com





Turki Tuding AS Lancarkan Perang Ekonomi




Turki Tuding AS Lancarkan Perang Ekonomi
Foto/Ilustrasi/Istimewa


ANKARA - Turki menuding Washington melancarkan perang ekonomi dan gagal menghormati sistem hukumnya. Hal ini terkait nasib seorang pastor Kristen evangelis yang telah ditahan oleh Turki selama 21 bulan atas tuduhan terorisme. Masalah ini telah merenggangkan hubungan dua negara sekutu.

Juru bicara Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan komentar oleh penasihat keamanan nasional Presiden Donald Trump adalah bukti bahwa Amerika Serikat menargetkan ekonomi Turki dan tidak mencerminkan prinsip-prinsip fundamental serta nilai-nilai aliansi NATO.

"Pernyataannya adalah bukti bahwa pemerintahan Trump menargetkan sekutu NATO sebagai bagian dari perang ekonomi," kata juru bicara Erdogan, Ibrahim Kalin dalam pernyataan tertulis kepada Reuters menanggapi komentar oleh penasehat Trump John Bolton, Kamis (23/8/2018).

"Pemerintahan Trump telah menetapkan bahwa mereka bermaksud untuk menggunakan perdagangan, tarif dan sanksi untuk memulai perang perdagangan global," sambung Kalin, menunjuk pada sengketa serupa dengan Meksiko, Kanada, Eropa dan Cina.

“Turki tidak memiliki niat memulai perang ekonomi dengan pihak manapun. Namun, biar bagaimanapun, tidak akan diam dalam menghadapi serangan terhadap ekonomi dan peradilannya,” tukasnya.

Kalin mengatakan Turki akan bekerja sama dengan negara-negara lain di dunia terhadap tindakan-tindakan yang sifatnya membatasi dan menghukum.

Bolton mengatakan kepada Reuters selama kunjungan ke Israel dia skeptis tentang janji dukungan investasi sebesar USD15 miliar untuk Turki oleh emir Qatar, yang sama sekali tidak cukup untuk berdampak pada ekonomi Turki.


Kalin pun menyerukan Washington untuk menghormati independensi peradilan Turki, salah satu tanggapan paling tajam Ankara terhadap kecaman atas penahanan Brunson.

"Ada aturan hukum di Turki dan kasus Andrew Brunson adalah masalah hukum. Ada proses hukum yang sedang berlangsung terkait dengan individu ini," ujar Kalin.

"Tak perlu dikatakan bahwa kami menemukan tidak dapat diterima mengabaikan proses hukum oleh Amerika Serikat, yang telah membuat tuntutan tertentu," sambungnya.

Brunson, yang telah tinggal di Turki selama dua dekade, sekarang di bawah tahanan rumah atas tuduhan terorisme, yang dia bantah. 

Pengacara Brunson mengatakan dia berencana mengajukan banding ke pengadilan konstitusional untuk pembebasan sang pastor, setelah ditolak oleh pengadilan yang lebih rendah pekan lalu.

Pengadilan di provinsi Izmir Turki menolak permohonan pembebasan dengan mengatakan bukti masih dikumpulkan dan pastor itu menimbulkan risiko melarikan diri.

Dalam wawancara dengan Reuters pada hari Senin, Trump mengatakan tidak ada konsesi bagi Turki sebagai imbalan untuk pembebasan Brunson. Ankara belum menanggapi komentar Trump.


Credit  sindonews.com



AS: Sanksi Turki Dicabut dengan Pembebasan Pastor Brunson



Presiden AS Donald Trump bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Roosevelt Room Gedung Putih, Selasa, 16 Mei 2017, di Washington.
Presiden AS Donald Trump bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Roosevelt Room Gedung Putih, Selasa, 16 Mei 2017, di Washington.
Foto: AP Photo/Evan Vucci

Turki menuntut AS mengekstradisi Fetullah Gulen.



CB, TEL AVIV -- Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) John Bolton mengatakan, krisis yang terjadi antara Paman Sam dan Turki akan segera rampung jika Ankara secepatnya membebaskan Andrew Brunson. Dia mengatakan, Pemerintah Turki telah membuat kesalahan besar dengan menahan pastor asal AS itu.

"Dan, setiap hari kesalahan itu terus terulang, krisis ini akan langsung berakhir jika mereka berbuat hal yang benar sebagai sekutu NATO, bagian dari blok barat dan melepaskan pastor Brunson tanpa prasyarat," kata John Bolton.

Ekonomi Istanbul kini tengah terguncang menyusul peningkatan tarif barang asal Turki oleh AS. Paman Sam menggandakan tarif baja dan aluminium asal Turki masing-masing sebesar sebesar 20 persen dan 50 persen. Hal tersebut kemudian berdampak pada melemahnya nilai tukar mata uang Turki, lira, terhadap dolar AS.

Pemerintah Qatar lantas mengucurkan investasi senilai 15 miliar dolar AS di Turki guna menyelamatkan mata uang tersebut. Ivestasi ditanamkan setelah pertemuan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dengan Emir Qatar Syekh Tamim Bin Hamad al-Thani. Doha sepakat menyetujui paket proyek ekonomi, investasi, dan deposito di Istanbul.

Meski demikian, menurut Bolton, kucuran dana investasi itu tidak akan menolong perekonomian Turki. Dia mengatakan, apa yang dilakukan Qatar sama sekali tidak cukup untuk memberikan dampak signifikan pada kondisi yang dialami Turki kini.

"Ini tentu tidak membantu, tetapi kami akan benar-benar melihat apa yang berkembang dari hal yang mereka lakukan," kata Bolton.

Retaknya hubungan AS-Turki menimbulkan pertanyaan terkait keanggotaan Ankara dalam Pakta Aliansi Atlantik Utara (NATO). Saat dikonfirmasi terkait hal itu, Bolton mengatakan, keanggotaan Turki dalam NATO tidak akan ditangguhkan mengingat itu berlainan dengan isu yang dihadapi saat ini.

"Kami fokus kepada pastor Brunson dan warga AS lainnya yang ditahan secara ilegal oleh Pemerintah Turki dan kami berharap ada solusi segera terkait hal itu," kata Bolton.

Pemerintah Turki sebelumnya mengatakan, pembebasan Brunson harus dibarengi dengan ekstradisi pemimpin organisasi FETO, Fetullah Gulen. Pria 77 tahun yang kini hidup di Pensylvania itu disebut-sebut sebagai dalang dari kudeta gagal presiden pada 2016 lalu.




Credit  republika.co.id





Marah, Publik Desak Turki Usir Tentara AS dari Pangkalan Incirlik


Marah, Publik Desak Turki Usir Tentara AS dari Pangkalan Incirlik
Kompleks Pangkalan Udara Incirlik, Turki, yang digunakan militer Amerika Serikat untuk operasi memerangi ISIS di Timur Tengah. Foto/REUTERS

ANKARA - Para warga dan politisi Turki mendesak pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan untuk mengusir pada tentara Amerika Serikat (AS) dari Pangkalan Udara Incirlik. Mereka minta pangkalan itu diserahkan kepada militer Ankara.

Desakan publik ini muncul sebagai protes atas tindakan Washington yang menjatuhkan sanksi terhadap Ankara. Saksi dijatuhkan setelah pemerintah Erdogan menolak membebaskan pastor Amerika, Andrew Brunson, yang ditahan di Turki atas tuduhan mendukung kudeta militer 2016 yang berakhir dengan kegagalan.

"Pasukan Amerika harus meninggalkan Pangkalan Udara Incirlik!," teriak seorang warga di distrik Yuregir, Adana, yang menolak diidentifikasi.

Para warga di sekitar pangkalan marah atas perilaku Washington terhadap Ankara yang sejatinya adalah sekutu di keanggotaan NATO.

"AS telah melancarkan perang terhadap Turki, menggunakan penangkapan pastor sebagai dalih," kata Mehmet Kaya, seorang warga kota Adana, mengacu pada pertikaian diplomatik yang sedang berlangsung atas nasib misionaris Injil Amerika, Andrew Brunson.

Pastor Brunson dituduh menjalin hubungan dengan kelompok pimpinan Fethullah Gulen, ulama Turki yang tinggal di pengasingan di AS.

"AS berada di belakang upaya kudeta pada 15 Juli (2016). Mereka tidak ingin negara-negara lain untuk berkembang; satu-satunya tujuan mereka adalah untuk menempatkan negara-negara lain dalam posisi ketergantungan pada Washington. Keputusan Turki untuk membeli S-400 (sistem rudal ) dari Rusia telah membuang keseimbangan AS, karena mereka ingin menguasai seluruh dunia," kata Kaya, seperti dikutip Sputnik,  Rabu (22/8/2018).

Menurut Kaya, AS menaburkan perpecahan dan kehancuran di mana-mana."(Washington) memasuki Suriah, Irak, Tunisia dan Libya, dan wilayah-wilayah ini telah direduksi menjadi reruntuhan," kata warga Turki itu.

"Di Suriah, orang-orang dulu hidup dalam damai dan persatuan, tetapi ketika AS datang, pembantaian dimulai, saudara lelaki berpaling, dan kekacauan meletus."

Abuzer Tuncer yang diwawancarai Sputnik, menyatalam bahwa Presiden AS Donald Trump "sudah gila" ketika dia telah memilih Turki sebagai sasarannya.

"AS melancarkan perang melawan Turki dan seluruh ekonomi dunia. Mereka tidak ingin Turki berkembang dan makmur. Bahkan, mereka adalah musuh utama kami. AS tidak memberi kami senjata yang kami beli dari mereka untuk uang kami sendiri, tetapi pada saat yang sama menyuplai senjata kepada musuh kami, unit pertahanan diri Kurdi. Selain itu, mereka menentang pembelian S-400 (sistem rudal) dari Rusia," ujar Tuncer, mengutip skandal mengenai penundaan pengadaan F-35 oleh Turki.

Menurut Mehmet Erdem, seorang penduduk Adana, ada kebutuhan untuk membentuk front persatuan aktivis, partai politik, dan pergerakan wilayah untuk menutup basis Incirlik. 


Warga Turki, Mehmet Celik dan Neziyet Sermin, ingat bahwa pangkalan itu telah menjadi pijakan utama dari komplotan kudeta militer Turki pada Juli 2016.

Selama percobaan kudeta 15 Juli 2016, sebuah tanker udara yang membawa bahan bakar untuk F-16 yang digunakan oleh komplotan militer turun ke darat di Pangkalan Udara Incirlik. Ini adalah pertama kalinya, ketika pangkalan itu telah menjadi rebutan antara Ankara dan Washington dan memicu protes besar-besaran di kawasan itu.

"Pangkalan Incirlik adalah sarang kejahatan," kata Celik, menekankan bahwa personel militer AS harus meninggalkan pangkalan udara itu.

Dia menekankan bahwa tidak hanya Turki yang menjadi mangsa tarif dan sanksi sanksi Washington, tetapi juga Rusia, China dan Iran. Selain itu, langkah-langkah AS terhadap Turki dan Iran akhirnya menjadi bumerang pada perusahaan-perusahaan Eropa.

Menurut Celik, apa yang dilakukan Washington sama dengan "bandit internasional."

Namun, lanjut dia, pada akhirnya AS akan mengisolasi diri. "AS sedang mencoba, melalui dolar, untuk memaksakan tekanan pada ekonomi negara lain, tetapi pada akhirnya akan kalah dalam perang ini." katanya.

Sermin, warga Turki yang tinggal di Incirlik, percaya bahwa negaranya akan membangun hubungan persahabatan dengan negara-negara tetangga, seperti Rusia, China, Iran dan lain-lain, tetapi tidak akan pernah menjadi negara klien Amerika.

Sementara itu, para politisi di kawasan itu juga menyuarakan protes terhadap kehadiran militer AS di Turki. "Kami tidak ingin militer negara manapun untuk hadir di wilayah Turki," kata Selver Kaplan, ketua cabang regional partai sayap kiri non-parlemen Vatan di Adana.

"Militer AS harus meninggalkan markas Incirlik; 95 persen penduduk Turki menentang kehadiran orang Amerika di Incirlik. Pangkalan militer harus diserahkan kepada militer Turki. Selain itu, Turki harus mundur dari NATO."

Sevil Araci, ketua cabang regional Partai Buruh (EMEP) di Adana, berpendapat bahwa Incirlik dan semua pangkalan Amerika lainnya yang terletak di wilayah ini diarahkan terhadap penduduk setempat.

"Pangkalan Incirlik tidak melindungi Turki, sebaliknya, itu menimbulkan ancaman serius bagi Turki. Jadi, kami meminta pangkalan ini harus ditutup. Kami telah lama berjuang untuk itu," kata Araci.

Pangkalan Udara Incirlik adalah rumah dari Air Base Wing ke-39 Angkatan Udara AS. Pangkalan ini digunakan pasukan AS untuk operasi militer terhadap ISIS di Timur Tengah.

Pangkalan Incirlik dibangun pada awal tahun 1950-an. Pada 1954, Staf Umum Turki dan Angkatan Udara AS menandatangani perjanjian penggunaan bersama untuk pangkalan tersebut.




Credit  sindonews.com



AS Bela Serangan Udara Mematikan Israel di Suriah


AS Bela Serangan Udara Mematikan Israel di Suriah
Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton membela serangan udara mematikan Israel di Suriah dan menyebutnya sebagai membela diri. Foto/Istimewa

YERUSALEM - Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS), John Bolton, membela serangan udara mematikan Israel di Suriah. Bolton menggambarkan hal itu sebagai tindakan membela diri.

Pada konferensi pers di Yerusalem sebelum mengakhiri perjalanannya di Israel, Bolton mengatakan serangan Israel terhadap rudal yang disediakan Iran di tetangga utara Israel adalah pembelaan diri yang sah.

"Amerika Serikat berencana untuk melakukan hal-hal lain untuk meningkatkan tekanan terhadap Iran, di luar sanksi ekonomi yang baru dipaksakan," tambahnya seperti dikutip dari Xinhua, Rabu (22/8/2018).

Sementara itu, pejabat AS itu mengungkapkan akan berdiskusi dengan para pejabat Rusia di Jenewa pada Kamis mengenai kemungkinan upaya bersama untuk memaksa pasukan Iran mundur dari Suriah.

"Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dia akan senang melihat pasukan Iran kembali ke Iran," kata Bolton.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah melobi para pemimpin di Amerika Serikat dan Eropa untuk menentang upaya Iran membangun basis militer di Suriah.

Pejabat senior AS hawkish itu tiba di Israel pada hari Minggu, di mana dia bertemu dengan Netanyahu, Menteri Pertahanan Avigdor Lieberman, dan pejabat keamanan lainnya terutama atas masalah terkait Iran. 




Credit  sindonews.com





Palestina kecam Trump karena sarankan cabut Jerusalem dari pembicaraan perdamaian


Palestina kecam Trump karena sarankan cabut Jerusalem dari pembicaraan perdamaian
Seorang pria membentuk siluet saat meniupkan Shofar, tanduk biri-biri, dengan latar belakang Masjidil Aqsa (kanan) yang berlokasi di kota tua Jerusalem yang dikenal dengan Baitul Maqdis, Minggu (10/12/2017). (REUTERS/Ammar Awad )




Ramallah, Palestina (CB - Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Gerakan Perlawanan Islam (HAMAS) pada Rabu mengecam Presiden AS Donald Trump karena menyarankan pencabutan masalah Jerusalem dari pembicaraan perdamaian Timur Tengah.

Ahmad Tamimi, anggota Komite Eksekutif PLO, mengatakan di dalam siaran pers bahwa pernyataan Presiden Trump mengenai pencabutan masalah Jerusalem dari perundingan Palestina-Israel tak berguna.

"Pernyataan Trump menyampaikan kebijakan AS, yang bias, dan berlanjutnya ilusi AS, yang meliputi pengesahan perdamaian baru `Kesepakatan Abad ini` tanpa Jerusalem sebagai Ibu Kota Negara Palestina," kata Ahmad Tamimi, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu malam.

"Trump takkan bisa menghilangkan masalah Jerusalem dari hati rakyat Palestina, Arab dan umat Muslim," kata pejabat senior PLO itu.

Para pemimpin Palestina telah berulangkali mengumumkan penolakan tegas mereka bagi setiap rencana perdamaian Timur Tengah AS yang mengeluarkan Jerusalem, masalah pengungsi dan permukiman Yahudi.

"Kami telah mengeluarkan masalah Jerusalem dari meja perundingan," kata Trump dalam pidato di Virginia pada Selasa.

"Selama perundingan, Israel akan membayar harga yang jauh lebih besar sebab Israel telah mengambil hadiah yang sangat berharga," kata Trump. Ia merujuk kepada pengakuannya atas Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel pada Desember lalu.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas belum lama mengkonfirmasi bahwa pihak Palestina takkan mengadakan pembicaraan dengan Pemerintah Trump atau menerima baik AS sebagai penengah perdamaian sebelum Washington mundur dari keputusannya mengenai Jerusalem.

Sementara itu, Sabu Abu Zuhri, Juru Bicara HAMAS di Jalur Gaza, menyebut keputusan Trump untuk menghilangkan Jerusalem dari pembicaraan Palestina-Israel sangat berbahaya.

"Mesti ada tanggapan tegas dan keras Palestina seperti mencabut pengakuan buat Israel, membatalkan kemitraan keamanan dan memutuskan semua kontak dan hubungan dengan Pemerintah AS," kata Abu Zuhri di dalam pernyataan yang dikirim melalui surel.



Credit  antaranews.com



AS Bantah akan Akui Dataran Tinggi Golan Wilayah Israel


AS Bantah akan Akui Dataran Tinggi Golan Wilayah Israel
Tentara Israel berlatih di wilayah Dataran Tinggi Golan yang direbut pada 1967 dan diupayakan diakui internasional sebagai bagian wilayah Israel. (Reuters/Baz Ratner)


Jakarta, CB- Penasihat Keamanan Nasional AS mengatakan pemerintah Presiden Donald Trump tidak membicarakan kemungkinan negara itu mengakui klaim Israel atas wilayah Dataran Tinggi Golan.

Israel merebut sebagian besar wilayah Dataran Tinggi Golan dari Suriah dalam perang pada tahun 1967 dan berupaya mendapatkan agar diakui internasional sebagai bagian dari wilayah negara itu.

Pada Mei lalu, seorang pejabat senior Israel mengatakan AS akan mengakuinya dalam beberapa bulan mendatang.



Namun, klaim ini dibantah oleh John Bolton yang merupakan penasehat Keamanan Nasional Amerika Serikat.

"Saya mendengar ide itu diajukan tetapi tidak ada pembicaraan terkait masalah itu, belum ada keputusan dari pemerintah AS," kata Bolton kepada kantor berita Reuters, di Yerusalem, Selasa (21/8).

Palestina berusaha menjadikan wilayah lain di Dataran Tinggi Golan yaitu Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerusalem Timur sebagai bagian dari wilayah negara baru Palestina. Langkah Palestina ini diajukan dalam perundingan pendirian dua negara, Palestina dan Isarel, yang didukung AS namun terhenti sejak 2014.

Pemerintah Trump mencoba menghidupkan kembali jalur diplomasi ini namun ditanggapi dengan dingin oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas sejak AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember lalu.

Washington juga mengisyaratkan kemungkinan mengakomodir pemukiman Yahudi di Tepi Barat dengan menghapus istilah "pendudukan" dalam sebagian dokumen AS terkait wilayah itu.

Sementara sebagian besar negara adidaya di dunia menganggap pemukiman Yahudi tersebut ilegal.

Ketika ditanya apakah pemerintah Trump memandang negara Palestina merupakan masa depan untuk memecahkan konflik di Timur Tengah, Bolton bersikap hati-hati.

"Menurut saya sudah menjadi pandangan AS sejak lama bahwa pada akhirnya Israel dan Palestina harus sepakat soal ini," ujarnya. "Tidak ada pihak yang akan berdamai tanpa itu."

Terkait kemungkinan perundingan damai dengan Abbas bisa dimulai kembali, Bolton mengatakan "itu tergantung pada dia."

AS Bantah akan Akui Dataran Tinggi Golan Wilayah Israel
Palestina ingin agar Jalur Gaza yang berada di dataran tinggi Golan menjadi bagian negara Palestina bersama dengan Tepi Barat dan Yerusalem Timur. (Reuters/Mohammed Salem)
Penasehat Trump ini lebih tegas ketika menyampaikan keputusan Washington memotong bantuan dana bagi Badan Proyek Bantuan PBB (UNWRA) yang menyalurkan bantuan bagi pengungsi Palestina akibat perang 1948 akibat pendirian negara Israel yang juga meliputi keturunan mereka.

"UNWRA adalah mekanisme yang gagal. badan ini melanggar hukum internasional terkait status pengungsi. Program UNWRA adalah satu-satunya dalam sejarah yang dibuat berdasarkan asumsi bahwa status pengungsi bisa diturunkan, dan saya pikir sudah pada tempatnya kami mengurangi pendanaan," kata Bolton.

UNWRA dan Palestina telah memperingatkan bahwa pemotongan dana bisa mempersulit warga di Gaza, satu kantung wilayah yang diblokade oleh Israel dan Mesir agar Hamas terisolasi.

Presiden Abbas yang merupakan pesaing Hamas juga membatasi pendanaan di Jalur Gaza.

Bolton berupaya menyerahkan tanggung jawab atas kesulitan di Gaza kepada Hamas, dan dia mempertanyakan hubungan antara anggaran UNWRA dengan kesejahtaraan warga Palestina.

"Sebagian besar pengeluaran UNWRA adalah untuk mendokumentasikan stasus pengungsi warga Palestina, menurut saya ini satu kesalahan. Menurut saya ini kesalahan dari kaca mata  kemanusiaan...mendokumentasikan status yang tidak secara alami terjadi," ujarnya.

"Menurut saya yang kami inginkan adalah warga Palestina bisa mendapatkan pekerjaan yang produktif," ujar Bolton yang senada dengan himbauan Palestina dan Israel agar ada perbaikan ekonomi di Tepi Barat dan Gaza.

"Tanpa perekonomian yang berfungsi, tidak akan tercipta stabiltias sosial dan politik," tambahnya. 




Credit  cnnindonesia.com





Iran Siap Serang Sekutu AS



Proyek reaktor nuklir Arak di Iran.
Proyek reaktor nuklir Arak di Iran.
Foto: Reuters/ISNA/Hamid Forootan/Files

Trump sebelumnya bersedia mengadakan diskusi dan negosiasi dengan pemimpin Iran.




CB, LONDON -- Pemuka agama senior Iran Ahmad Khatami mengatakan, Teheran akan menyerang balik Amerika Serikat (AS) jika mereka berani menyerbu Iran. Khatami mengatakan, sekutu-sekutu Paman Sam di Timur Tengah seperti Israel akan ikut menjadi target dari pembalasan tersebut.

"AS menegaskan jika Iran harus mengikuti semua yang diminta. Itu bukanlah sebuah negosiasi tapi kediktatoran dan Iran akan melawan diktator," kata Ahmad Khatami.

Pernyataan itu diungkapkan Ahmad Khatami kepada jamaah saat menghadiri shalat Eid di Tehran. Dia mengatakan, tawaran perundingan langsung yang dilontarkan Presiden AS Donald Trump kepada para pemimpin Iran sangat tidak bisa diterima.

Presiden Donald Trump sebelumnya bersedia mengadakan diskusi dan negosiasi dengan pemimpin Iran tanpa prasyarat apapun. Hal itu diungkapkan presiden ke-45 itu dalam sebuah konferensi pers di Gedung Putih. Trump mengaku siap bertemu siapapun dan kapanpun sesuai dengan keinginan Iran.

Namun, Gedung Putin mengatakan, kalaupun pertemuan diadakan, bukan berarti sanksi ekonomi yang akan diterapkan kepada Teheran akan ditangguhkan atau bahkan diangkat. Pertemuan kemungkinan akan dimanfaatkan AS untuk membicarakan program nuklir Iran dan aktifitas mereka di timur tengah.

"Saya ingin bertemu tapi tidak tahu apakah mereka siap atau tidak. Saya mengakhiri pakta nuklir karena itu merupakan kesepakatan yang konyol dan saya percaya mereka pada akhirnya akan memohon agar dilakukan diskusi," kata Trump.

Meski demikian, pemerintah Iran mengaku skeptis dengan keinginan pertemuan yang diinisiasi AS itu. Teheran berpendapat jika diskusi dengan Iran hanya akan terjadi jika Paman Sam kembali kedalam pakta nuklir 2015.

Teheran menegaskan, diskusi dengan Iran hanya akan terjadi jika AS menghormati hak-hak bangsa sambil mengurangi permusuhan dengan Iran. Pemenuhan hal-hal diatas akan membuka jalan untuk dapat dilakukannya pembicaraan antara Iran dan AS.

"Dia yang percaya jika dialog dapat menjadi metode untuk memecahkan masalah secara beradab harus berkomitmen tentang hal itu," kata Penasehat Politik Presiden Rouhani, Hamid Aboutalebi.





Credit  republika.co.id




Ahli Militer: Jet Tempur Terbaru Iran Sebenarnya F-5 AS yang Usang

Ahli Militer: Jet Tempur Terbaru Iran Sebenarnya F-5 AS yang Usang
Ilustrasi perbandingan jet tempur terbaru Iran, Kowsar, dengan F-5 buatan AS tahun 1970-an. Foto/Twitter @JosepHDempsey

WASHINGTON - Iran telah memperkenalkan pesawat jet tempur terbarunya buatan dalam negeri, Kowsar, pada Selasa lalu. Namun, para ahli militer mengatakan, pesawat tempur yang diklaim canggih oleh Teheran itu sebenarnya adalah Northrop F-5F yang dibuat Amerika Serikat (AS) pada awal tahun 1970-an.

Dalam peluncurannya, Presiden Iran Hassan Rouhani duduk di kokpit jet tempur Kowsar pada 21 Agustus 2018 lalu. Setelah diklaim produk dalam negeri Iran, para ahli militer mempertanyakan kebenaran dari klaim tersebut.

Media Teheran dalam laporannya mengatakan, Kowsar merupakan jet tempur generasi keempat yang telah dirancang dan diproduksi sendiri oleh para ahli militer Iran.


Para ahli militer dan penerbangan internasional meragukan jika Kowsar merupakan teknologi asli Iran. Mereka meyakini, Kowsar adalah jet F-5F buatan AS yang sudah usang. Terlebih, pernah membeli F-5 dari Amerika pada tahun 1974, lima tahun sebelum Revolusi Islam Iran pecah.

Joseph Dempsey, seorang peneliti yang juga analisis militer dan pertahanan di International Institute for Strategic Studies (IISS), mengilustrasikan perbandingan Kowsar dengan F-5 yang dia bagikan di Twitter.

"Kowsar, jet tempur pribumi Iran, prototipe 3-7400 (2018). Northrop F-5F Tiger II, prototipe 00889 (1974)," tulis Dempsey
via akun @JosephHDempsey dalam mengilustrasikan gambar perbandingan tersebut, yang dikutip Kamis (23/8/2018).

Berbicara kepada CNBC melalui telepon hari Rabu, rekan Dempsey untuk kedirgantaraan militer di IISS, Douglas Barrie, setuju bahwa pesawat yang diresmikan oleh Iran tampaknya adalah F-5 dengan dua tempat duduk.

Barrie mengatakan gagasan bahwa pesawat itu adalah ciptaan pribumi harus direspons dengan "cubitan garam besar-besaran". Hanya saja, dia menduga ada unsur kebenaran untuk pembuatan beberapa fitur baru dalam pesawat tempur tersebut.

"Orang-orang Iran mungkin memiliki kapasitas industri untuk setidaknya membuat rakitan untuk pesawat ini. Mereka jelas telah mampu membuat potongan-potongan untuk hal-hal ini," katanya.

Menurut Barrie, insinyur Iran mungkin juga telah meningkatkan sistem kontrol elektronik pesawat, tetapi itu akan sulit terbukti mengingat bahwa spesifikasi asli berasal dari sejak dulu seperti era tahun 1960-an.

John Sneller, kepala penerbangan di konsultan pertahanan Jane IHS Markit, juga mengidentifikasi pesawat itu sebagai F-5F dengan dua tempat duduk. Berbicara kepada CNBC melalui telepon hari Rabu, Sneller mengatakan bahwa pesawat yang diperlihatkan dalam gambar yang dirilis oleh Iran memiliki elemen desain yang jelas dari pesawat buatan AS. 







Credit  sindonews.com





Israel Ledek Jet Tempur Buatan Iran, Disebut Jiplak F-5 AS

Israel Ledek Jet Tempur Buatan Iran, Disebut Jiplak F-5 AS
Presiden Hassan Rouhani duduk di kokpit jet tempur Kowsar Iran, Selasa (21/8/2018). Foto/Kantor Kepresidenan Iran

TEL AVIV - Israel meledek pesawat jet tempur terbaru Iran, Kowsar, yang diklaim Teheran sebagai pesawat tempur canggih generasi keempat produksi dalam negeri. Menurut Tel Aviv, pesawat yang dipamerkan Teheran itu jiplakan pesawat F-5 Amerika Serikat (AS) yang telah usang.

Para analis sebelumnya menilai ada kesamaan antara pesawat Kowsar dan jet tempur F-5, yang dibuat oleh Northrop-Grumman pada 1950-an.

"Rezim Iran memperkenalkan pesawat Kowsar dan mengklaim bahwa itu adalah jet tempur Iran pertama 100 persen buatan lokal," kata  Ofir Gendelman, juru bicara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

"Ini dibanggakan tentang kemampuan ofensifnya. Tapi saya segera memperhatikan bahwa ini adalah pesawat tempur Amerika yang sangat tua (dibuat pada tahun 1950-an). Ini dari kelas jet F-5 yang belum digunakan selama beberapa dekade," lanjut Gendelmen, yang menuliskan komentar dalam bahasa Arab di Twitter via akun @ofirgendelman.

F-5 AS dijual ke Iran pada tahun 1960 dan pertama kali memasuki operasi di Angkatan Udara Iran pada tahun 1965. Di Barat, jet-jet tempuur F-5 sebagian besar digunakan untuk tujuan pelatihan.

Pada tahun 2013, Israel pernah meledek Iran ketika meluncurkan jet tempur domestiknya, Qaher F-313, yang dianggap pesawat palsu. Ledekan itu diperkuat dengan penilaian para ahli Barat yang menduga pesawat itu merupakan pesawat plastik yang terlalu kecil untuk terbang.

Seperti diberitakan sebelumnya, Iran memperkenalkan pesawat Kowsar yang diklaim sebagai jet tempur generasi keempat dalam sebuah pameran pertahanan di Teheran pada hari Selasa. Menurut kantor berita Tasnim, jet tempur Kowsar dilengkapi sistem avionik canggih dan radar multi-fungsi.

Media Teheran itu juga membanggakan Kowsar sebagai pesawat yang 100 persen buatan dalam negeri.

Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman mengatakan langkah Teheran memperkenalkan jet tempur baru itu sebagai "reaksi alami terhadap krisis ekonomi".

"Orang-orang Iran merasa sangat tertekan oleh sanksi AS yang berlanjut dan sebagai reaksi mereka keluar dengan hal-hal ini, tetapi kami juga tidak boleh mengabaikannya," kata Lieberman kepada wartawan, seperti dikutip Times of Israel, Rabu (22/8/2018). 




Credit  sindonews.com






Iran akan perkuat militernya


Iran akan perkuat militernya
Presiden Iran Hassan Rouhani, (Bozoglu/Pool via Reuters)



London (CB)- Iran menyatakan akan memperkuat militernya sekaligus memamerkan pesawat tempur barunya di tengah hubungan yang terus memanas dengan Amerika Serikat dan seteru regional.

Presiden Iran Hassan Rouhani, Selasa, mengatakan bahwa kekuatan militer adalah faktor yang dapat mencegah Washington menyerang Tehran.

Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump telah menjadi negara yang terkucil dari dunia internasional, katanya, demikian Reuters melaporkan.

"Kami harus siap bertempur dengan kekuatan asing yang ingin menjajah wilayah dan sumber daya alam kami," kata Rouhani dalam pidato yang disiarkan langsung televisi menjelang Hari Industri Pertahanan Nasional yang jatuh pada Rabu.

"Kenapa Amerika Serikat tidak menyerang kami? Jawabnya, karena kekuatan kita sendiri, mereka tahu konsekuensinya," kata Rouhani.

Pada pekan lalu, pemimpin agung Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyatakan bahwa Amerika Serikat lebih memilih untuk menghindari konfrontasi bersenjata dengan Teheran karena kekuatan besar militer Iran.

Khamenei sudah menolak tawaran perundingan langsung dengan Trump untuk kesepakatan nuklir baru.

Hubungan antara Washington dan Teheran semakin memburuk pada Mei lalu saat Trump memutuskan untuk secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir internasional yang bertujuan untuk membatasi program pengembangan nuklir dari Iran.


Trump menyebut perjanjian yang ditandatangani pada 2015 itu sebagai perjanjian cacat karena tidak memasukkan program rudal Iran maupun keterlibatan mereka dalam konflik di Suriah dan Yaman.

Tidak lama setelah menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015, Amerika Serikat kembali menjatuhkan sanksi ekonomi untuk Iran.

Rouhani menyamakan sanksi terhadap Iran itu dengan perang dagang yang tengah berlangsung antara Washington dengan China, Turki, dan sejumlah negara Eropa.

"Bukan hanya kami yang kehilangan kepercayaan dengan Amerika. Hari ini, bahkan Eropa dan China sudah tidak percaya lagi pada mereka, juga dengan sekutu dekat seperti Kanada," kata Rouhani.

Rouhani juga menghadiri peluncuran pesawat tempur baru bernama Kowsar, yang disebut "100 persen buatan lokal" dan mampu menembakkan berbagai macam senjata.

Meski demikian, sejumlah pakar militer menyebut jet baru itu sebagai tiruan dari pesawat tempur F-5 yang pertama kali dibuat di Amerika Serikat pada 1960an.

"Bentuk badan pesawat Kowsar persis dengan F-5. Meski ini dibuat di dalam negeri, bentuknya sama sekali asing," kata Justin Bronk, peneliti bidang teknologi kedirgantaraan di lembaga Royal United Services Institute bagian ilmu militer.

"Kawsar adalah pesawat yang kecil dan ringan dengan mesin kecil dan berkapasitas bahan bakar rendah sehingga membatasi jarak jangkaunya," katanya.

Kekuatan udara Iran selama ini memang terbatas dengan belasan pesawat tempur dari Rusia dan buatan Amerika Serikat yang dibeli sebelum Revolusi 1979 pecah.



Credit  antaranews.com




Iran Perkenalkan Jet Tempur Baru




Iran Perkenalkan Jet Tempur Baru
Iran memperkenalan pesawat tempur buatan dalam negerinya yang diberi nama Kowsar. Foto/Istimewa


TEHERAN - Media pemerintah melaporkan Iran meluncurkan jet tempur baru, Selasa (21/8/2018). Peluncuran pesawat tempur baru ini dilakukan di tengah meningkatnya ketegangan antara Teheran dan rival regional atas koflik di Timur Tengah.

Kantor berita Tasnim, seperti dikutip Reuters, melaporkan jet tempur yang disebut Kowsar itu sepenuhnya buatan dalam negeri. Burung besi ini mampu membawa berbagai senjata, dan akan digunakan untuk misi dukungan udara jarak pendek.

Televisi negara menunjukkan gambar-gambar langsung dari sebuah upacara di Teheran di mana jet tempur terbang itu di hadapan Presiden Hassan Rouhani, sehari sebelum Hari Industri Pertahanan Nasional.

Iran telah mengirim senjata dan ribuan tentara ke Suriah untuk mendukung Presiden Bashar al-Assad dalam perang saudara tujuh tahun di negara itu. Namun, karena kurangnya kekuatan udara yang kuat Iran meminta Rusia untuk menyediakan kekuatan udara.

Angkatan udara Iran telah terbatas pada beberapa lusin pesawat tempur model Rusia atau pesawat tua produksi Amerika Serikat (AS) yang diperoleh sebelum revolusi Iran 1979.

Iran pada 2013 meluncurkan apa yang dikatakannya sebagai jet tempur baru yang di produksi di dalam negeri, yang disebut Qaher 313. Namun beberapa ahli meragukan kelangsungan hidup pesawat tersebut saat itu.

Iran telah mengembangkan industri senjata domestik besar dalam menghadapi sanksi internasional dan embargo yang telah melarangnya mengimpor banyak senjata. 






Credit  sindonews.com




Sanksi Ekonomi AS Dinilai Efektif Tekan Iran



Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Iran Hassan Rouhani.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Iran Hassan Rouhani.
Foto: AP

Efek sanksi terhadap ekonomi Iran dinilai lebih besar dari perkiraan AS.



CB, TEL AVIV -- Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) John Bolton menyebut jika sanksi yang diterapkan terhadap Iran berjalan efektif lebih daripada yang diperkirakan. Sanksi dijatuhkan setelah AS memutuskan untuk keluar dari kesepakatan nuklir Iran yang dicapai pada 2015 lalu.


"Saya katakan dengan jelas, penerapan kembali sanksi, kami pikir, telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian Iran dan terus kepada opini dalam negeri," kata John Bolton saat mengunjungi Israel.

Bolton mengungkapkan, dampak ekonomi yang dihasilkan dari sanksi tersebut memiliki efek yang lebih besar daripada yang bisa diantisipasi AS. Saat ini, kondisi ekonomi Iran diterpa tingkat inflasi dan pengangguran yang tinggi. Nilai mata uang negara juga telah terpeleset lebih dari setengah sejak April kemarin.

Penerapan sanksi diprediksi bakal membuat kondisi yang terjadi di negara tersebut semakin memburuk. Namun, Bolton mengaku masih perlu memperhatikan aktivitas Iran di kawasan yang masih terus terjadi meski berada di bawah tekanan sanksi ekonomi.

AS diketahui menentang segala aktivitas Iran di kawasan. Paman Sam menilai, Iran telah menyebarkan paham kekerasan di kawasan timur tengah seperti di Suriah, Irak, dan Lebanon.

"Apa yang mereka lakukan di Irak, Suriah, Yaman, Lebanon dengan Hizbullah ditambah ancaman mereka di Selat Hormuz," kata Bolton sambil menyebutkan aktivitas Iran di kawasan satu-persatu.

AS telah memberlakukan sanksi ekonomi sejak Agustus ini yang menyasar menyasar sektor perdagangan metal berharga, keuangan, dan perbankan nasional serta industri otomotif. Sanksi tambahan akan diberlakukan pada November nanti yang akan menargetkan perdagangan minyak dan gas Teheran. AS berencana untuk melarang semua ekspor minyak dari Iran.

Sanksi diberlakukan kembali setelah AS menolak untuk memperpanjang kesepakatan nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Sementara negara-negara Eropa berupaya untuk menyelamatkan kesepakatan yang mengeluarkan Teheran dari sanksi ekonomi yang diberlakukan sebelumnya.

Meski demikian, upaya itu tampaknya menemui jalan terjal menyusul sulitnya dampak positif secara ekonomi yang akan didapatkan Iran di tengah sanksi tersebut. Eropa tengah tersendat untuk meyakinkan para pelaku usaha yang berbisnis dengan Iran untuk tidak menghentikan bisnis mereka bersama Teheran.

Bolton mengatakan, Eropa bersama dengan pelaku usaha di benua tersebut seharusnya memahami pilihan antara berbisnis dengan Iran atau AS. Menurutnya, kondisi yang kini tengah menerpa Iran sudah memperlihatkan secara jelas pilihan bagi mereka.

"Jadi lihat saja apa yang akan terjadi pada November nanti. Presiden Trump menegaskan bahwa dia menginginkan tekanan maksimum kepada Iran dan itu yang akan terjadi," kata Bolton.

Dia mengatakan, AS sebenarnya ingin menyelesaikan permasalahan dengan Iran secara damai. Namun, dia mengatakan, di saat yang bersamaan Paman Sam juga harus menyiapkan langkah-langkah untuk setiap kemungkinan yang diciptakan Iran.

Sebelumnya, JCPOA mengeluarkan Iran dari sanksi ekonomi yang diterapkan menyusul aktivitas nuklir mereka. Sebagai gantinya, Iran diwajibkan untuk membatasi aktivitas nuklirnya, meningkatkan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan bom atom jika ia memilih untuk melakukannya. Pemerintah Iran berkali-kali membantah niat untuk memiliki senjata nuklir.








Credit republika.co.id



AS Bantah Ingin Kudeta Pemerintahan Iran



Bendera Iran  (ilustrasi)
Bendera Iran (ilustrasi)
Foto: politico.ie

AS menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Iran.



CB,TEL AVIV -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengaku tidak berupaya untuk melakukan pergantian rezim pemerintahan di Iran. Hal itu disampaikan Penasihan Keamanan Nasional AS John Bolton saat melakukan kunjungan ke Israel.


"Agar menjadi jelas, perubahan rezim di Iran bukan merupakan kebijakan AS. Tapi yang kita inginkan adalah perubahan besar dalam sikap rezim saat ini," kata Bolton di hadapan para pemimpin Israel.

 


Bolton sebelumnya sempat menyarankan pemerintah AS untuk mendorong perubahan dalam pemerintahan di Iran. Namun, dia menegaskan jika hal itu bukan merupakan tujuan utama dari pemerintahan Presiden Donald Trump pada Mei lalu.


 


AS saat ini tengah menjatuhkan sanksi sepihak kepada Iran setelah keluar dari kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Sanksi diterapkan untuk memaksa Iran agar tunduk pada permintaan AS akan revisi dari kesepakatan nuklir tersebut. AS menilai ada sejumlah kecacatan dalam kesepakatan nuklir itu.


 


Penerapan sanksi ekonomi sejak Agustus tersebut menyasar sektor perdagangan metal, keuangan, dan perbankan nasional, serta industri otomotif. Sanksi tambahan akan diberlakukan pada November nanti yang akan menargetkan perdagangan minyak dan gas Teheran. AS berencana untuk melarang semua ekspor minyak dari Iran.


 


AS sebelumnya bersedia mengadakan diskusi dan negosiasi dengan pemimpin Iran tanpa prasyarat apapun. Hal itu diungkapkan presiden ke-45 itu dalam sebuah konferensi pers di Gedung Putih. Trump mengaku siap bertemu siapapun dan kapanpun sesuai dengan keinginan Iran.


 


Namun, Gedung Putin mengatakan, kalaupun pertemuan diadakan, bukan berarti sanksi ekonomi yang akan diterapkan kepada Teheran akan ditangguhkan atau bahkan diangkat. Pertemuan kemungkinan akan dimanfaatkan AS untuk membicarakan program nuklir Iran dan aktifitas mereka di timur tengah.

photo


As sanksi Iran



Credit  republika.co.id







Bahrain berhenti keluarkan visa bagi WN Qatar


Bahrain berhenti keluarkan visa bagi WN Qatar
Bendera Bahrain. (Wikimedia Commons)





Dubai CB - Kementerian Dalam Negeri Bahrain, Selasa, menyatakan pihaknya akan berhenti mengeluarkan visa baru bagi para warga negara Qatar.

Langkah itu merupakan peningkatan tindakan terhadap Qatar di tengah perselisihan diplomatik yang sudah berlangsung lebih dari setahun.

Pernyataan Kementerian Dalam Negeri Bahrain, yang dikutip dari Reuters, menyebutkan bahwa mahasiswa-mahasiswa Qatar yang sedang menempuh pendidikan di Bahrain dan para warga negara Qatar lainnya yang sudah mendapatkan visa tidak akan terkena dampak dari kebijakan baru tersebut.

Kementerian itu juga mengatakan langkah tersebut diambil sebagai tanggapan terhadap "tindakan bermusuhan" yang ditunjukkan pihak berwenang Qatar. Kementerian tidak menjelaskan lebih lanjut soal pernyataannya itu.

Bahrain, Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Mesir pada Juni 2017 memutuskan hubungan diplomatik, transportasi dan perdagangan dengan Qatar.

Arab Saudi dan sekutunya itu menuduh Qatar mendanai terorisme. Doha membantah tudingan tersebut dan mengatakan boikot yang dilancarkan negara-negara itu merupakan upaya untuk mengekang dukungannya bagi reformasi.

Pada Oktober 2017, Bahrain mengatakan akan mengharuskan warga negara Qatar untuk memiliki visa sebagai langkah pengamanan jika ingin masuk ke negaranya.

Sementara itu, para warga enam negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) diperbolehkan untuk melakukan perjalanan di negara-negara GCC hanya dengan membawa kartu tanda penduduk.



Credit  antaranews.com





Inggris minta Uni Eropa tambah sanksi bagi Rusia



Inggris minta Uni Eropa tambah sanksi bagi Rusia
Perdana Menteri Inggris Theresa May disambut Perdana Menteri Belanda Mark Rutte sebelum pertemuan di Den Haag, Belanda, Selasa (3/7/2018). (REUTERS/Piroschka van de Wouw)




London (CB - Inggris pada Selasa meminta Uni Eropa menambah sanksi bagi Rusia, dan menegaskan bahwa negara-negara Barat harus satu sikap bersama Amerika Serikat yang pada bulan ini menjatuhkan sanksi ekonomi baru untuk Moskow.

Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt mengatakan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin telah membuat dunia menjadi "tempat yang semakin berbahaya", dan karena itu Uni Eropa harus memperbesar tekanan kepada Kremlin agar patuh pada hukum internasional.

"Hari ini Kerajaan Inggris Britania Raya meminta para sekutu untuk melangkah lebih jauh dengan mendesak Uni Eropa menjatuhkan sanksi yang komprehensif bagi Rusia," kata Hunt dalam pidato di Washington.

"Kita harus satu sikap bersama Amerika Serikat," kata dia.

Pernyataan itu kemudian ditanggapi Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov yang mengatakan bahwa Inggris terlalu percaya diri dengan memaksakan politik luar negeri mereka terhadap Uni Eropa, demikian laporan kantor berita RIA.

Sementara itu, Uni Eropa mengaku belum menerima usul sanksi baru dari Inggris.

Inggris, Uni Eropa, dan Amerika Serikat menuding Rusia bertanggung jawab atas serangan gas saraf terhadap seorang mantan mata-mata Moskow di Salisbury pada awal tahun ini. Kremlin membantah tuduhan itu.

Insiden serangan itu membuat Washington menjatuhkan sejumlah sanksi terhadap Moskow dan mengaku akan terus menambah hukuman sampai Rusia "memberi jaminan" tidak akan lagi menggunakan senjata kimia.

Sanksi baru Washington sempat memicu aksi jual di pasar finansial Rusia sehingga membuat biaya pinjam semakin besar.

Inggris sendiri baru akan secara resmi meninggalkan Uni Eropa pada Maret sehingga masih harus mengikuti mekanisme blok tersebut dalam menjatuhkan sanksi. Uni Eropa baru-baru ini sepakat untuk memperpanjang sanksi terhadap Rusia terkait aneksasi Krimea dari Ukraina.

Namun ikap negara-negara anggota Uni Eropa terbelah terkait dengan usul tambahan hukuman ekonomi atas insiden Salisbury.

Beberapa anggota seperti Polandia dan negara-negara Baltik mendukung kebijakan keras bagi Rusia. Namun di sisi seberang, Italia, Yunani, dan Austria lebih memilih langkah yang lebih lunak.

Saat ini Menteri Hunt, yang baru menjabat sebagai menteri luar negeri pada Juli lalu, berada di Washington untuk menemui Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo, sekaligus berpidato di depan Dewan Keamanan PBB pada Kamis




Credit antaranews.com