Turki akan mendapatkan rudal dari Rusia tahun depan.
CB,
MOSKOW -- Pemerintah Rusia segera memulai pengiriman rudal S-400 ke
Turki pada 2019. Pengiriman hulu ledak itu dilakukan lebih awal daripada
yang telah direncanakan sebelumnya. Hal itu dilakukan menyusul retaknya
hubungan Turki dengan AS dan Pakta Aliasi Atlantik Utara (NATO).
"Kontrak pengirimian terkait S-400 ke Turki dilaksanakan lebih awal
dari waktu yang telah disepakati dan pada 2019 kami akan memenuhi
kontrak itu," kata Kepala Rosoboronexport Alexander Mikheyev, seperti
diwartakan
Aljazirah, Rabu (22/8).
Rosoboronexport
merupakan manufaktur senjata milik Rusia yang memproduksi hulu ledak
tersebut. Dalam kontrak sebelumnya, pengiriman rudal S-400 akan mulai
dilakukan pada 2020 mendatang.
Transaksi pembelian senjata
militer itu tidak dilakukan menggunakan dolar Amerika Serikat (AS).
Perdagangan antara Turki dan Rusia itu dilakukan dengan memakai mata
uang lokal. Nilai perdagangan senjata militer itu mencapai 2,5 miliar
dolar AS.
Belanja itu membuat Turki menjadi negara NATO
pertama yang memiliki rudal canggih buatan Rusia. S-400 memiliki sistem
yang tidak memiliki kecocokkan dengan sistem NATO. Rudal itu
disebut-sebut mampu membidik target di udara dalam kisaran 400
kilometer. Pembelian rudal pabrikan Rusia itu membuat khawatir pejabat
militer dan politisi AS.
Hubungan bilateral Turki-AS
tengah berada dalam kondisi yang kurang harmonis. Tensi kedua negara
belakangan kembali meningkat menyusul penahanan seorang pastor asal AS
Andrew Brunson.
AS diketahui juga telah menjatuhkan sanksi
terhadap dua orang pembantu presiden Turki, yakni Menteri Kehakiman
Abdulhamit Gul dan Menteri Dalam Negeri Suleyman Soylu. Keduanya
dijatuhi hukuman menyusul dugaan mendalangi sebuah organisasi yang
bertanggung jawab atas penangkapan pastor asal AS, Andrew Craig Brunson.
Tensi
terus meningkat setelah AS menggandakan tarif ekspor aluminium dan baja
asal Turki masing-masing sebesar 20 persen dan 50 persen. Istanbul
kemudian membalas dengan meningkatkan sejumlah tarif barang impor dari
AS, seperti kendaraan penumpang hingga 120 persen, alkohol hingga 140
persen, dan tembakau asal AS sebesar 60 persen. Barang-barang lalinnya
yang juga terdampak penggandaan tarif adalah kosmetik, beras, dan batu
bara.
Terkait kasus Brunson, Gedung Putih mengatakan jika
Presiden AS Donald Trump frustrasi lantaran Istanbul belum juga
membebaskan pastor tersebut. Gedung Putih mengatakan, AS berencana
menerapkan tekanan ekonomi lainnya kepada Turki agar mau melepaskan
Brunson.
"Presiden frustrasi pada kenyataan bahwa Pastor
Brunson belum dibebaskan serta fakta jika WN AS lainnya dan karyawan
yang memiliki fasilitas diplomatik juga belum dibebaskan,” kata Juru
Bicara Gedung Putih, Sarah Sanders.