122
TKI ilegal berbaris usai dipulangkan dari Malaysia, dan tiba di
bandara Juanda, Surabaya, 24 Desember 2014. TEMPO/Fully Syafi
CB, Amman -
Presiden Asosiasi Perekrut Tenaga Kerja Yordania (DHRAA) Khaled Hseinat
menyesalkan keputusan pemerintah Indonesia yang melarang warganya
bekerja di beberapa negara Timur Tengah, termasuk Yordania.
Dia
mengatakan keputusan tersebut akan berdampak negatif pada bisnis tenaga
kerja asing. Hseinat juga menuturkan delegasi dari Yordania telah
mengunjungi Indonesia empat bulan lalu untuk membahas pembukaan kembali
pasar lokal untuk pembantu rumah tangga asal Indonesia.
"Keputusan itu mengejutkan, karena diskusi untuk melanjutkan kerja sama masih berlangsung," ucapnya kepada
The Jordan Times pada 6 Mei 2015.
Hseinat berujar, validitas lima tahun kesepakatan tentang perekrutan
pembantu rumah tangga antara pemerintah kedua negara secara otomatis
akan terus diperbarui dan harus tunduk pada perubahan.
Para
pejabat Indonesia, kata dia, meminta membuka kantor asosiasi pekerja
Indonesia di Amman, yang akan dipenuhi DHRAA setelah ada persetujuan
dari pemerintah kedua negara.
"Kami tidak akan membayar untuk
menyiapkan kantor jika ada larangan," ucap Hseinat, sambil menambahkan
bahwa pejabat Indonesia selalu menggambarkan Yordania sebagai negara
terbaik mengenai peraturan yang mengatur tentang pekerja asing.
Indonesia menghentikan pengiriman pekerja ke Yordania sekitar empat tahun lalu.
Sejak itu, menurut Hseinat, agen perekrutan mengalami kerugian hingga ratusan ribu dinar yang tertahan di Indonesia.
"Kami mendesak para pejabat untuk memungkinkan kami mendapatkan visa
selama dua-enam bulan untuk melakukan perjalanan ke Indonesia dan mulai
mengumpulkan kembali uang kami," ujarnya.
Hseinat berharap para pejabat Indonesia akan membatalkan keputusan moratorium TKI ke Yordania dan melanjutkan negosiasi.
Menurut Hseinat, jumlah TKI di Kerajaan Yordania sebelum terjadi
moratorium mencapai 50 ribu orang, tapi saat ini berkurang drastis
menjadi sekitar 4.000 orang.
Pelarangan TKI ke Timur Tengah
oleh pemerintah Indonesia bertujuan melindungi warga negaranya, terutama
yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Menteri Tenaga
Kerja Indonesia Muhammad Hanif Dhakiri menuturkan hak-hak TKI di Timur
Tengah telah dilanggar serta kondisi pekerjaannya telah menurunkan
nilai-nilai kemanusiaan dan martabat bangsa.
Keputusan itu
dipicu oleh eksekusi mati baru-baru ini terhadap dua pekerja Indonesia,
yakni Siti Zaenab dan Karni, di Arab Saudi.
Pekerja Indonesia
tidak akan lagi dikirim ke Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran,
Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Pakistan,
Palestina, Qatar, Sudan Selatan, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab,
Yaman, dan Yordania.
Credit
TEMPO.CO
Yordan Protes Moratorium TKI, Kata BNP2TKI Wajar
Kepala
BNP2TKI Nurron Wahid, Anggota DPR Mustopa bersama Keluarga dari Cicih,
saat memberikan keterangan kepada media di kantor BNP2TKI, Jakarta, 6
Mei 2015. Tempo/Dian Triyuli Handoko
CB, Jakarta -
Kebijakan moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Timur Tengah
menuai reaksi banyak pihak. Agen perekrut tenaga kerja Yordania,
misalnya, kecewa atas moratorium tersebut.
Humas Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Haryanto
memaklumi kekecewaan itu. "Wajar mereka keberatan karena kebutuhan
tenaga kerja, kan, sudah mereka perhitungkan," kata Haryanto saat
dihubungi pada Kamis, 7 Mei 2015.
Namun, menurut Haryanto,
moratorium TKI telah menjadi kebijakan nasional yang mau tak mau harus
diterima. "Risiko atas kebijakan ini sudah diperhitungkan," tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Asosiasi Perekrut Tenaga Kerja Yordania (DHRAA)
Khaled Hseinat menyatakan keputusan moratorium TKI Indonesia akan
berdampak negatif pada bisnis tenaga kerja asing. Delegasi dari Yordania
telah mengunjungi Indonesia empat bulan lalu untuk membahas pembukaan
kembali pasar lokal bagi pembantu rumah tangga asal Indonesia. Kerja
sama pengiriman TKI juga sudah disepakati dan berlaku lima tahun.
Haryanto menambahkan, moratorium ini akan digunakan untuk kembali
menata regulasi pengiriman TKI. Ke depan, TKI akan didorong untuk
bekerja pada sektor formal, bukan sebagai pekerja domestik. Bila pun
bekerja pada sektor domestik, kata Haryanto, TKI akan dibatasi untuk
bekerja hanya pada satu bidang.
Menurut Haryanto, selama ini seorang pekerja bisa merangkap beberapa pekerjaan; pembantu rumah tangga,
baby sitter, hingga petugas
cleaning service. "Ke depan akan lebih baik lagi," ujarnya.
Credit
TEMPO.CO