Kamis, 15 Desember 2016

Sambut Jokowi, Rouhani Sebut Iran dan Indonesia Bela Palestina


 
Sambut Jokowi, Rouhani Sebut Iran dan Indonesia Bela Palestina
Presiden Indonesia Joko Widodo dan Presiden Iran Hassan Rouhani saksikan penandatangan kerjasama kedua negara di Teheran, Rabu (14/12/2016). Foto / Mehr News
 
TEHERAN - Presiden Iran Hassan Rouhani menyambut kunjungan Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) di Teheran, hari Rabu. Rouhani mengatakan Iran dan Indonesia sama-sama berkomitmen membela hak-hak rakyat Palestina.

Empat nota kesepahaman ditandatangani di hadapan kedua presiden. Empat nota kesepahaman itu mencakup kerjasama timbal balik hukum dalam masalah pidana, ekstradisi penjahat, kerjasama listrik dan energi terbarukan, dan investasi antara kedua negara.

Teheran juga bertekad untuk mempererat hubungan dengan Jakarta. ”Iran menyambut peningkatkan hubungan ekonomi, politik, budaya dan sektor ilmiah dengan Indonesia dan siap untuk memasok energi untuk negara ini,” kata Presiden Rouhani.

”Jika negara dan bank swasta menjalin hubungan lebih dekat satu sama lain, kita dapat menyaksikan perkembangan lebih cepat dari hubungan komersial dan usaha patungan,” ujarnya.

Terkait isu Timur Tengah, Rouhani menegaskan bahwa Iran dan Indonesia memiliki komitmen yang sama untuk membela hak-hak rakyat Palestina.”Kedua negara mencapai tujuan bersama dalam membela hak-hak rakyat Palestina dan dapat bekerja sama lebih erat dalam menciptakan keamanan di Suriah, Irak dan Yaman dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada rakyat di negara yang dilanda perang tersebut,” kata Rouhani.

Sementara itu, Presiden Jokowi menekankan tekad Indonesia untuk mengembangkan hubungan dengan Iran.”Kami percaya bahwa ada kesempatan besar untuk memperluas kerjasama perdagangan dan investasi dengan Iran, yang dibangun dari pelaksanaan  kesepakatan nuklir dan pencabutan sanksi,” katanya,  seperti dikutip Mehr News, Kamis (15/12/2016).



Credit  sindonews.com






Ditakutkan Serang Kapal Induk AS, Kapal Selam Nuklir Rusia Diburu NATO


 
Ditakutkan Serang Kapal Induk AS, Kapal Selam Nuklir Rusia Diburu NATO
Kapal selam nuklir Rusia tipe Oscar II-class yang diburu NATO. Foto / Wikipedia
 
WASHINGTON - Kapal dan jet-jet tempur NATO dikerahkan untuk memburu dua kapal selam nuklir yang diduga berkeliaran di Laut Mediterania. NATO takut kedua kapal selam nuklir Rusia itu akan menyerang kapal induk Amerika Serikat (AS) dan Prancis yang beroperasi di lepas pantai Suriah.

Kapal induk AS dan Prancis selama ini melakukan serangan terhadap basis ISIS dari lepas pantai Suriah.

Kdua kapal selam nuklir Rusia yang diburu NATO adalah kapal selam tipe Oscar II-class. Kapal selam nuklir Rusia ini dibangun selama Perang Dingin dan dirancang untuk mengusik pertahanan kapal induk AS.

Kapal selam nuklir Rusia yang membuat waswas NATO itu memiliki panjang 154 meter panjang dan lebar 18 meter. Kapal dirancang untuk membawa 24 rudal jelajah berkemampuan nuklir. Kapal selam ini juga dilengkapi dengan enam tabung torpedo, yang masing-masing juga mampu meluncurkan rudal.

Pihak NATO membenarkan bahwa kapal dan sejumlah jet tempur dari Maritime Patrol Aircraft (MPA) telah dikerahkan ke Laut Mediterania untuk memburu kapal selam pembunuh milik rezim Presiden Vladimir Putin tersebut.

Sementara itu, Washington berjanji untuk mengirim lebih banyak kapal perang ke Suriah untuk menghadapi intimidasi Rusia.

“Jelas, ketika hal-hal menjadi lebih intens, Anda akan melihat kehadiran kapal tambahan,” kata pejabat Angkatan Laut AS, Laksamana James G.Foggo III, mengacu pada rencana pengerahan banyak kapal perang AS ke perairan Suriah, seperti dikutip Daily Star, semalam (14/12/2016).

Credit  sindonews.com





ISIS Rebut 30 Tank Rusia dan Sejumlah Rudal Grad di Palmyra



ISIS Rebut 30 Tank Rusia dan Sejumlah Rudal Grad di Palmyra
Para militan ISIS merebut persenjataan Rusia yang ditinggalkan di Palmyra, Suriah. Foto / IB Times / Amaq
 
PALMYRA - Kelompok Islamic State atau ISIS merebut serangkan persenjataan Rusia, termasuk 30 tank dan sejumlah rudal Grad saat menyerbu Palmyra, Suriah. Kota kuno Palmyra itu sejatinya sudah berhasil dikuasai pasukan Suriah, tapi direbut kembali oleh ISIS dalam serangan 10 Desember lalu.

Kemenangan pasukan Suriah yang dibantu Rusia saat itu bahkan dirayakan dengan menggelar konser di reruntuhan banguanan-bangunan kuno yang dihancurkan ISIS di Palmyra. Namun, kini Suriah kehilangan lagi kota bersejarah itu.

Rusia telah menyalahkan Amerika Serikat (AS) yang mereka tuduh sengaja membiarkan kelompok ISIS dari Irak lari ke Palmyra.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), mengatakan ISIS telah menguasai berbagai persenjataan yang ditinggalkan oleh Rusia di Palmyra.

Kelompok ISIS melalui medianya, Amaq, juga mengonfirmasi bahwa mereka memang berhasil merebut berbagai senjata Rusia. Melalui medianya itu pula, para militan ISIS berpose di samping tank-tank dan kendaraan lapis baja Rusia yang mereka rebut.

Laporan terbaru, yang dikutip dari IB Times, Rabu (14/12/2016), menyebut para militan ISIS sedang menuju ke pangkalan udara T4, Tiyas, yang terletak sekitar 100 km dari Homs dan 60km dari Palmyra, yang digunakan oleh pasukan Rusia. ISIS melalui medianya tersebut juga mengklaim bahwa mereka telah mengambil alih ladang minyak dan gas terdekat.

Militer Rusia dan Suriah belum berkomentar atas jatuhnya persenjataan Moskow di Palmyra ke tangan kelompok ISIS.




Credit  sindonews.com


Jenderal AS: Memalukan, ISIS Rebut Senjata Rusia di Palmyra

 
Jenderal AS: Memalukan, ISIS Rebut Senjata Rusia di Palmyra
Para militan ISIS merebut persenjataan Rusia yang ditinggalkan di Palmyra, Suriah. Foto / IB Times / Amaq
 
WASHINGTON - Komandan Operation Resolve Inherent (operasi koalisi yang dipimpin Amerika Serikat) Letnan Jenderal Stephen Townsend menyebut insiden direbutnya persenjataan Rusia di Palmyra, Suriah, oleh kelompok ISIS sebagai hal memalukan. Jenderal AS ini siap menyerang ISIS di Palmyra jika Rusia dan Suriah tidak melakukannya.

ISIS sebelumnya dilaporkan merebut sekitar 30 tank dan senjata Rusia lainnya termasuk sejumlah rudal Grad yang ditinggalkan di Palmyra. Para militan ISIS telah pamer dengan berpose di samping persenjataan Rusia yang mereka kuasai.

”Kami percaya itu termasuk beberapa kendaraan lapis baja dan berbagai senjata berat lainnya, mungkin beberapa peralatan pertahanan udara,” kata Townsend kepada wartawan hari Rabu.

 

Meski demikian, jenderal AS ini menolak menjelaskan rinci jenis senjata Rusia yang dikuasai kelompok ISIS yang kembali menduduki kota kuno di Suriah tersebut.”Saya tidak peduli untuk menampilkan ukuran, jenis, atau nomor. Semuanya,” ucapnya.

”Pada dasarnya, apa pun yang mereka rebut menimbulkan ancaman bagi koalisi,” lanjut Townsend. ”Jika Rusia dan rezim (Suriah) tidak menyerang, kita akan (menyerangnya),” imbuh jenderal AS ini, seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (15/12/2016).

Towndend berujar, jatuhnya Palmyra ke tangan ISIS merupakan hal memalukan bagi Rusia yang telah membantu rezim Suriah membebaskan kota kuno itu pada Maret lalu.

”Saya berharap bahwa Rusia dan rezim (Suriah) akan membahas di sini, dalam waktu singkat,” kata Townsend. ”Mereka kehilangan, itu terserah mereka untuk merebutnya kembali.”

Sementara itu, Presiden Suriah Bashar al-Assad menuduh koalisi pimpinan AS menutup mata dengan membiarkan kelompok teroris ISIS melakukan serangan besar di Palmyra.

”Ini adalah respons terhadap apa yang terjadi di Aleppo, kemajuan Angkatan Darat Arab Suriah, dan mereka ingin membuat ini, atau katakanlah, untuk melemahkan kemenangan (Suriah) di Aleppo,” kata Assad.
”Kami membebaskan Palmyra seperti sebelumnya, kami akan membebaskan sekali lagi. Ini adalah perang, kadang-kadang Anda menang dan kadang-kadang Anda kalah,” ujar Assad kepada stasiun televisi Rossiya 24.




Credit  sindonews.com






China Menginstal Sistem Senjata Canggih di Laut China Selatan



 
China Menginstal Sistem Senjata Canggih di Laut China Selatan
Citra satelit ungkap penginstalan sistem senjata canggih di pulau-pulau buatan di Laut China Selatan oleh China. Foto / CSIS / AMTI / DigitalGlobe

WASHINGTON - China terpantau satelit telah menginstal sistem persenjataan canggih di tujuh pulau buatan yang dibangun di kawasan Laut China Selatan. Sistem senjata canggih yang diinstal Beijing itu termasuk senjata anti-pesawat dan sistem anti-rudal.

Kegiatan China di kawasan sengketa itu diungkap Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI)—kelompok think tank Amerika Serikat (AS)—mengutip citra satelit terbaru, pada Rabu.

AMTI mengatakan temuannya dibeberkan meskipun pemimpin China berdalih tidak memiliki niat untuk melakukan militerisasi di pulau-pulau buatan di kawasan Laut China Selatan. Kawasan itu disengketakan oleh China dan beberapa negara Asia.

 

AMTI mengatakan ada pembangunan struktur heksagonal di terumbu Fiery Cross, Mischief dan Subi di Kepulauan Spratly sejak Juni dan Juli lalu. China sebelumnya juga terungkap telah membangun landasan pacu raksasa di pulau-pulau tersebut.

”Sekarang tampaknya bahwa struktur ini merupakan evolusi dari benteng titik pertahanan yang sudah dibangun di fasilitas China yang lebih kecil di terumbu Gaven, Hughes, Johnson, dan terumbu Cuarteron,” kata pihak AMTI mengutip citra satelit yang diambil pada bulan November, seperti dikutip Reuters, Kamis (15/12/2016).

Menurut AMTI, gambar satelit dari terumbu Hughes dan Gaven menunjukkan keberadaan senjata anti-pesawat dan sistem senjata CIWS untuk melindungi diri terhadap serangan rudal jelajah. Sedangkan citra satelit yang diambil dari terumbu Fiery Cross menunjukkan menara yang diduga terdapat radar.

”Senjata dan kemungkinan keberadaan CIWS ini menunjukkan bahwa Beijing serius tentang pertahanan di pulau buatan dalam kasus kontingensi bersenjata di Laut China Selatan,” lanjut AMTI.

Direktur AMTI Greg Poling mengatakan AMTI telah menghabiskan sekitar sebulan untuk mencoba mencari tahu apa tujuan dari struktur yang dibangun China. ”Ini adalah pertama kalinya kami yakin dengan mengatakan mereka (menginstal) anti-pesawat dan emplasemen CIWS. Kami tidak tahu bahwa mereka memiliki sistem ini secara besar dan maju di sana,” ujarnya.

”Ini adalah militerisasi. Orang China bisa membantah bahwa itu hanya untuk tujuan defensif, tetapi jika Anda sedang membangun senjata anti-pesawat raksasa dan emplasemen CIWS, itu berarti bahwa Anda melakukan persiapan untuk konflik di masa depan,” ujar Poling.

Pemerintah maupun militer China belum merespons laporan kelompok think tank AS perihal penginstalan persenjataan canggih Beijing di Laut China Selatan.



Credit  sindonews.com


China Disebut Persenjatai Pulau Buatan di LCS


China Disebut Persenjatai Pulau Buatan di LCS Ilustrasi sistem persenjataan. (Antara/M Risyal Hidayat)
 
Jakarta, CB -- Think tank Amerika Serikat menyebut China telah memasang sistem persenjataan seperti peralatan anti serangan udara dan anti rudal di tujuh pulau buatan yang dibuat negara tersebut di Laut China Selatan.

Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI) di Center for Strategic and International Studies (CSIS) menyatakan temuan yang didukung citra satelit ini mencuat meski China telah menyatakan tidak berniat memiliterisasi pulau-pulau di rute perdagangan strategis.

Sebagaimana diberitakan Reuters, Kamis (15/12), AMTI menyatakan sempat melacak konstruksi pembangunan berbentuk segi delapan di Fiery Cross, terumbu karang Mischief dan Subi di Kepulauan Spratly sejak Juni dan Juli. China juga telah membangun landasan terbang militer di sana.

"Struktur bangunan ini tampak seperti evolusi dari titik pertahanan yang telah dibangun sebelumnya di fasilitas-fasilitas lebih kecil milik China, di terumbu karang Gaven, Hughes, Johnson dan Cuarteron," kata AMTI merujuk pada citra satelit yang diambil November lalu.

"Model ini telah mengalami evolusi lain di pangkalan yang jauh lebih besar di Fiery Cross, Subi dan Mischief."

Citra satelit terumbu Hughes dan Gaven menunjukkan benda yang tampak seperti senjata anti serangan udara dan sistem pertahanan anti rudal, lanjutnya. Sementara citra dari Fiery Cross menunjukkan menara yang kemungkinan digunakan sebagai radar targeting.

AMTI menyebut menara-menara tersebut diselimuti penutup. Namun, ukuran selimut maupun menara itu sendiri menyiratkan sistem pertahanan yang serupa dengan di sejumlah terumbu karang.

"Senjata-senjata ini menunjukkan Beijing serius soal pertahanan pulau buatannya, jika suatu saat nanti kontingensi bersenjata terjadi di Laut China Selatan," kata AMTI.

"Di antara hal lainnya, peralatan ini akan jadi garis terakhir pertahanan melawan peluru kendali Amerika Serikat ke arah pangkalan udara yang akan segera beroperasi."

Direktur AMTI Greg Poling mengatakan pihaknya telah menghabiskan waktu berbulan-bulan mencoba untuk mencari tahu apa tujuan pembangunan di pulau-pulau tersebut.

"Ini kali pertamanya kami yakin menyatakan benda-benda tersebut adalah senjata anti serangan udara dan anti rudal. Kami tidak tahu mereka mempunyai sistem sebesar dan semaju ini di sana," katanya kepada Reuters.

"Ini adalah upaya militerisasi. China boleh saja menyatakan ini hanya untuk pertahanan, tapi jika Anda membangun senjata raksasa, artinya Anda bersiap menghadapi konflik di masa depan.

"Mereka tetap menyatakan tidak akan melakukan militerisasi, tapi mereka bisa mengerahkan jet tempur dan peluru kendali darat-ke-udara besok jika mereka mau," ujarnya.



Credit  CNN Indonesia















AS Siap Berhadapan Langsung dengan China Terkait LCS



AS Siap Berhadapan Langsung dengan China Terkait LCS Belakangan ini, China dilaporkan telah membangun landasan pacu, pelabuhan, hanggar pesawat, hingga jaringan komunikasi di pulau buatan di wilayah sengketa Laut China Selatan. (U.S. Navy/Handout)
 
Jakarta, CB -- Amerika Serikat siap berhadapan langsung dengan China jika Beijing terus mempertahankan dan memperluas klaim sepihaknya di wilayah Laut China Selatan.

"Kami tidak akan membiarkan wilayah bersama ditutup secara unilateral, tak peduli berapa banyak pangkalan yang dibangun di pulau buatan di LCS. Kami akan bekerja sama jika bisa, tapi kami siap berhadapan langsung jika harus," ujar Kepala Komando Pasifik AS, Harry Harris, sebagaimana dikutip Reuters, Rabu (14/12).

Pernyataan ini diperkirakan akan memperkeruh hubungan antara AS dan China. Kedua negara masih terus saling serang pernyataan sejak China mengkritik presiden terpilih AS, Donald Trump, karena berkomunikasi langsung dengan Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen.

Hubungan antara AS dan China sendiri memang sudah panas sejak Washington memutuskan untuk mengerahkan kapal perangnya ke dekat wilayah sengketa Laut China Selatan atas dasar kebebasan berlayar di perairan internasional.

Selama ini, China mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan yang kaya sumber daya alam. Wilayah di jalur perdagangan tersibuk itu juga diklaim oleh Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam.

China bahkan membangun pulau buatan di wilayah sengketa itu. Belakangan ini, China juga dilaporkan telah membangun landasan pacu, pelabuhan, hanggar pesawat, hingga jaringan komunikasi di pulau buatan tersebut.

Di tengah ketegangan itu, AS memutuskan untuk mengerahkan kapal perangnya ke dekat wilayah sengketa atas dasar kebebasan berlayar di perairan internasional. Meskipun Beijing terus mengkritik, Harris mengatakan bahwa AS akan tetap melakukan patroli tersebut.

"Setelah kemerdekaan, AS berperang untuk memastikan kebebasan berlayar. Ini merupakan prinsip dan menjadi salah satu alasan pasukan kami siap untuk bertempur sekarang," kata Harris.




Credit  CNN Indonesia



Amerika Siap Konfrontasi dengan China di Laut China Selatan

Amerika Siap Konfrontasi dengan China di Laut China Selatan
Kapal perang USS Decatur yang pernah membuat China marah karena patroli di wilayah sengketa di Laut China Selatan (foto atas). Pasukan AS manuver di atas kendaraan amfibi penyerang di Laut China Selatan. Foto-foto / REUTERS / Romeo Ranoco
 
SYDNEY - Amerika Serikat (AS) siap untuk konfrontasi dengan China yang terus mengklaim wilayah maritim melampaui batas di Laut China Selatan. Demikian disampaikan Kepala Komando Pasifik AS Laksamana Harry Harris dalam sebuah pidato di Sydney, hari Rabu.

Komentar itu berpotensi meningkatkan ketegangan kedua negara yang sedang memanas. China mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan yang menghasilkan sekitar USD5 triliun setiap tahunnya dari lalu lintas kapal-kapal perdagangan. Namun, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam juga memiliki klaim yang saling tumpah tindih.

AS telah meminta China untuk menghormati putusan pengadilan arbitrase di Den Haag awal tahun ini yang membatalkan klaim teritorial Beijing atas perairan strategis di Laut China Selatan. Tapi, kata Harris, Beijing terus bertindak secara ”agresif” sehingga AS siap untuk menanggapinya.

”Kami tidak akan mengizinkan domain bersama ditutup secara sepihak, tidak peduli berapa banyak yang sudah dibangun di pulau buatan di Laut China Selatan,” kata Harris.

”Kami akan bekerja sama ketika kami bisa, tapi kami akan siap untuk menghadapi ketika kami harus (melakukannya),” lanjut Harris, seperti dikutip Reuters, Kamis (15/12/2016).

Amerika Siap Konfrontasi dengan China di Laut China Selatan

Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang saat ditanya sikap Beijing terkait komentar pejabat militer AS itu, mengatakan bahwa situasi di Laut China Selatan saat ini stabil berkat kerja keras dari China dan negara-negara lain di wilayah tersebut.

”Kami berharap AS dapat mematuhi janji-janjinya untuk tidak memihak pada sengketa kedaulatan di Laut China Selatan, menghormati upaya negara-negara di kawasan untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di wilayah Laut China Selatan dan berbuat lebih banyak untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas di sana,” ujarnya dalam konferensi pers.






Credit  sindonews.com










Turki: Pelaku Bom Istanbul Datang dari Suriah


 
Turki: Pelaku Bom Istanbul Datang dari Suriah Pemerintah Turki menyebut salah satu dari dua pelaku bom bunuh diri datang dari Suriah (Dogan News Agency/Handout via AFP)
 
Jakarta, CB -- Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menyatakan salah satu dari dua pelaku bom di stadion sepak bola Besiktas di Istanbul, akhir pekan lalu, datang dari Suriah.

"Kami selalu mengatakan pada rekan-rekan kami bahwa kami menerima ancaman semacam ini. Dan kini, kami melihat pelaku bom Besiktas juga datang dari Suriah," kata Cavusoglu kepada TGRT TV, sebagaimana dikutip Reuters, Kamis (15/12).

Hanya saja, dia tidak mengatakan pelaku mana yang dia maksud. Diketahui, salah satu pelaku bom menggunakan mobil dalam beraksi, sementara seorang lainnya berjalan kaki mendekati korban sebelum meledakan diri.

Serangan bom tersebut pun telah diklaim oleh salah satu cabang militan Partai Pekerja Kurdi alias PKK. Organisasi ini telah melancarkan perang gerilya, menuntut otonomi selama beberapa dekade, terutama di tenggara Turki.

Otoritas turki menilai Partai Uni Demokrat dan organisasi sayap bersenjatanya, YPG, adalah cabang Partai Pekerja Kurdi alias PKK. Namun, meski ditentang habis-habisan oleh Turki, YPG menerima menerima dukungan internasional karena berperang melawan ISIS di Suriah.

PKK, yang mulai angkat senjata pada 1984 silam, dinyatakan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa, juga oleh Turki. Serangan bom bunuh diri ganda ini adalah salah satu serangan paling mematikan yang diklaim oleh militan Kurdi dalam sejarah.

Aksi tersebut menewaskan 44 orang yang sebagian besar di antaranya adalah anggota kepolisian. Setidaknya 150 orang lain terluka akibat peristiwa ini.

Awal pekan ini, Kepolisian Turki melaksanakan serangkaian penggerebekan dan menangkap 568 orang yang diduga terkait militan Kurdi. Tindakan tegas ditingkatkan menyusul serangan tersebut.

Sejumlah anggota Partai Demokrat Rakyat yang mendukung Kurdi pun turut ditangkap setelah peristiwa yang memakan puluhan jiwa tersebut. Partai tersebut adalah partai kedua terbesar di parlemen Turki.

Presiden Tayyip Erdogan menuding partai tersebut terkait dengan PKK. Namun, tudingan ditampik oleh partai Kurdi pertama yang menduduki kursi di parlemen itu.



Credit  CNN Indonesia





AS Siap Incar Senjata Sitaan ISIS di Palmyra



AS Siap Incar Senjata Sitaan ISIS di Palmyra Senjata yang direbut ISIS di Suriah bisa jadi mengancam koalisi Amerika Serikat. (Reuters/Umit Bektas)
 
Jakarta, CB -- Militer Amerika Serikat menyatakan siap mengincar senjata-senjata yang disita oleh kelompok teror ISIS saat merebut Palmyra, Suriah. Keberadaan senjata sitaan itu dinilai bisa jadi ancaman bagi koalisi AS di kawasan tersebut.

Kepala Pasukan Anti-ISIS Letnan Jenderal Stephen Townsend, Kamis (15/12), melalui arahan via komunikasi video ke Pentagon mengatakan persenjataan itu kemungkinan terdiri atas tank, senjata api, peralatan anti serangan udara atau alat berat lainnya.

Dia berharap Rusia atau Suriah bisa segera merebut kembali Palmyra dan menetralisir ancaman tersebut. Walau demikian, dia memperingatkan, pihaknya akan siap melancarkan serangan jika dibutuhkan, termasuk ketika persenjataan yang dia maksud dibawa keluar dari kota.

"Pada dasarnya apapun yang mereka sita memberikan ancaman kepada koalisi, tapi kita bisa mengatasi ancaman itu dan kita akan mengatasinya," kata Townsend sebagaimana dikutip Reuters.

"Saya kira kita akan punya kesempatan untuk menyerang peralatan itu dan membunuh militan ISIS yang mengoperasikannya segera."

Namun tetap, dia menilai Rusia atau Suriah lebih banyak mengerti mengenai situasi di lapangan dan punya posisi lebih baik untuk melakukan reaksi cepat.

"Kita tidak bisa membedakan satu sisi dengan sisi lainnya. Jadi, kita tidak bisa tahu apakah truk dan tank yang kita lihat dioperasikan oleh pasukan rezim (Bashar al Assad), pasukan Rusia atau ISIS," ujarnya.

Kota yang dipenuhi reruntuhan masa Romawi itu sempat direbut dari para militan, Maret lalu. Peristiwa ini disebut sebagai kemenangan besar bagi pemerintah dan titik balik peperangan sejak intervensi Rusia di perang ini.

Namun, ISIS merebut Palmyra pada akhir pekan lalu meski sejumlah serangan udara Rusia telah memukul mundur mereka.

Hal ini mungkin terjadi karena fokus pasukan Suriah dalam memberantas pemberontak di Aleppo mengalihkan sumber daya yang dibutuhkan untuk mempertahankan Palmyra.




Credit  CNN Indonesia




Jadi Ancaman, AS Targetkan Senjata Rusia yang Disita ISIS



Jadi Ancaman, AS Targetkan Senjata Rusia yang Disita ISIS
ISIS sita puluhan tank dan rudal milik Rusia saat menaklukan Palmyra. Foto/Istimewa
 
WASHINGTON - Kepala pasukan Amerika Serikat (AS) yang memerangi ISIS mengatakan akan menargetkan senjata Rusia yang disita oleh ISIS ketika merebut Palmyra. AS menilai persenjataan tersebut menimbulkan bahaya bagi koalisi pimpinan AS di wilayah tersebut.

ISIS merebut serangkaian persenjataan Rusia, termasuk 30 tank dan sejumlah rudal Grad saat menyerbu Palmyra, Suriah. Kota kuno Palmyra itu sejatinya sudah berhasil dikuasai pasukan Suriah, tapi direbut kembali oleh ISIS dalam serangan 10 Desember lalu.

 
Dia berharap Rusia atau Suriah akan cepat merebut kembali Palmyra dan menetralisir ancaman. Namun ia memperingatkan AS akan siap untuk menyerang jika diperlukan, termasuk jika senjata yang dijarah mulai bergerak keluar dari kota.

"Pada dasarnya apa pun yang mereka sita menimbulkan ancaman bagi koalisi tapi kita bisa mengelola ancaman mereka dan kami akan melakukannya. Saya mengantisipasi bahwa kita akan memiliki kesempatan untuk menyerang peralatan itu dan segera membunuh ISIS yang mengoperasikannya," kata Stephen Townsend seperti dikutip dari Reuters, Kamis (15/12/2016).

Namun, ia mengingatkan bahwa Rusia atau Suriah sadar dan berada dalam posisi yang lebih baik untuk bereaksi dengan cepat. "Kami tidak bisa mengatakan sesuatu dari dari satu sisi dari sisi yang lain. Jadi kami tidak mengatakan jika truk dan kendaraan lapis baja sedangan dioperasikan oleh seorang tentara rezim, tentara Suriah, atau pejuang ISIS," katanya.

"Mereka mengambil mata mereka disana, musuh mengetahui kelemahan itu dan memukul serta memperoleh kemenangan yang saya pikir mungkin akan cepat berlalu," kata Townsend.

Credit  sindonews.com







Senjata Rakitan ISIS Tak Kalah Canggih dengan Milik Militer




Senjata Rakitan ISIS Tak Kalah Canggih dengan Milik Militer  
Ilustrasi militan ISIS (CNN Indonesia/Laudy Gracivia)
 
Jakarta, CB -- ISIS dilaporkan memproduksi senjata dengan skala dan kecanggihan yang setara dengan peralatan pasukan militer nasional. Kelompok militan yang mengklaim kekuasaan di Irak dan Suriah ini bahkan memiliki standar khusus dalam merakit senjata mereka.

Kelompok pengawas senjata, Conflict Armament Research (CAR), mengungkapkan bahwa ISIS memiliki "rantai pasokan yang kuat" dengan bahan baku dari Turki dan produksi senjata "rakitan" yang masif.

"Meski fasilitas produksi mereka menggunakan berbagai bahan non-standar dan peledak kimia, namun tingkat organisasi, kontrol kualitas, dan manajemen persediaan bahan baku menunjukkan sistem produksi industri senjata yang kompleks dan terkontrol," bunyi laporan CAR, dikutip dari Reuters, Rabu (14/12).

Laporan CAR itu dirilis menyusul kunjungan kelompok itu ke enam fasilitas perakitan senjata ISIS yang ditemukan di Mosul timur, Irak, bulan lalu.

Sejak 17 Oktober lalu, Irak melancarkan operasi militer untuk merebut kembali Mosul, kota yang menjadi markas besar terakhir bagi ISIS di negara itu.

Pasukan tentara elit Irak berhasil merebut kembali seperempat kota Mosul dari tangan ISIS melalui operasi militer yang didukung AS. Namun, kemajuan yang dialami militer Irak terus menurun lantaran para tentara kewalahan menghadapi berbagai pertempuran di jalan-jalan kecil di pedesaan maupun peperangan masif di perkotaan.

CAR, kelompok yang mengidentifikasi dan melacak senjata serta amunisi dalam berbagai konflik di dunia, melaporkan bahwa fasilitas ISIS yang mereka kunjungi di Mosul adalah bagian dari sistem produksi senjata yang sesuai dengan pedoman dari sebuah otoritas yang terpusat.

Proses produksi senjata ISIS dilengkapi dengan sistem pengawasan yang teratur, laporan yang rinci soal tingkat produksi, dan standar yang sudah ditetapkan. Perakitan senjata ini dilakukan di seluruh daerah yang dikuasai ISIS di Irak dan Suriah.

"Mortir yang diproduksi di salah satu wilayah yang dikuasai ISIS akan sesuai dengan tabung mortir yang diproduksi di fasilitas lain," bunyi laporan itu.

Dalam laporannya, para analis CAR memperkirakan bahwa ISIS telah memproduksi puluhan ribu roket dan mortir dalam beberapa bulan menjelang serangan militer Irak ke Mosul.

Laporan itu juga menyebutkan bahwa standarisasi dalam perakitan senjata memerlukan ketersediaan bahan baku yang konsisten, melalui jaringan dari Turki dan rantai pasokan yang membentang dari Suriah hingga ke Mosul.

CAR juga melaporkan bahwa selain memiliki standar dalam perakitan senjata, ISIS juga meniru fungsi kekuatan militer nasional dalam upaya "melegitimasi kapasitas kelompok dan koherensi di mata pejuang ISIS."

Ketika mengunjungi fasilitas ISIS di Mosul, CAR juga menemukan sejumlah dokumen yang mengindikasikan kelompok militan itu memberikan petunjuk yang canggih bagi para pejuangnya untuk membuat dan menanam bom rakitan serta mengoperasikan sistem persenjataan yang kompleks, seperti peluru kendali antitank.



Credit  CNN Indonesia



ISIS Membuat 1.000 Mortir dan Roket di Pabrik Senjata Mosul

ISIS Membuat 1.000 Mortir dan Roket di Pabrik Senjata Mosul
Kelompok ISIS membuat sekitar 1.000 mortir, granat dan roket di pabrik senjata di Mosul. Foto / Twitter / Conflictarm
 
MOSUL - Kelompok ISIS telah membuat sekitar 1.000 mortir, granat dan roket di pabrik senjata yang berada di Mosul. Hal itu diungkap kelompok studi untuk Penelitian Persenjataan dan Konflik (CAR), sebuah kelompok investigasi independen yang berbasis di Inggris.

Sejak diduduki ISIS, pabrik senjata itu menggunakan bahan non-standar dan bahan peledak kimia dalam pembuatan senjata.”Tingkat organisasi, kontrol kualitas, dan manajemen persediaan, menunjukkan kompleks sistem produksi di yang dikendalikan secara terpusat,” kata pihak CAR dalam laporan terbarunya dirilis hari Rabu.

Laporan itu mencakup temuan dari kunjungan lapangan yang dilakukan oleh tim investigasi CAR pada bulan November terhadap enam fasilitas yang  dioperasikan oleh ISIS di Mosul timur.

Fasilitas ISIS di Mosul yang memproduksi senjata sesuai dengan pedoman teknis yang tepat yang dikeluarkan oleh pemerintah pusatnya, yang disebut sebagai  ”Sentral Organisasi untuk Standardisasi dan Kontrol Kualitas.

ISIS telah mengadopsi praktik standarisasi mirip dengan militer di seluruh dunia, yang membuat kelompok radikal ini berdiri di antara organisasi-organisasi teroris lainnya yang menggunakan senjata improvisasi yang cukup primitif dan alat peledak (IED).

”Produksi pabrik kemasan berkelas adalah salah satu contoh, di mana kelompok ini telah membangun kotak palletized kayu untuk penyimpanan jangka panjang, serta  transportasi jarak jauh, roket dan mortir," kata CAR, seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (15/12/2016).


Credit  sindonews.com







Banyak Korban Sipil di Yaman, AS Setop Jual Senjata ke Saudi


 
Banyak Korban Sipil di Yaman, AS Setop Jual Senjata ke Saudi Amerika Serikat menghentikan penjualan sejumlah senjata untuk Arab Saudi. (Dok. US Navy)
 
Jakarta, CB -- Amerika Serikat akan menghentikan penjualan sejumlah senjata ke Arab Saudi dan membatasi dukungan militernya atas operasi Saudi di Yaman untuk mencegah semakin banyak korban sipil di negara termiskin Timur Tengah itu.

AS juga akan mengubah fokus pelatihan angkatan udara Saudi pada kemampuan menembak tepat sasaran. Akurasi serangan Saudi menjadi perhatian AS lantaran kerap mengenai objek yang tak ditargerkan.

Dikutip Reuters, Rabu (14/12), seorang sumber di pemerintahan Barack Obama yang meminta namanya tidak dipublikasikan mengungkapkan masalah "sistemik, endemik" pada akurasi serangan Saudi membuat AS memutuskan menyetop sejumlah penjualan senjata pintar seperti rudal.

"Itu tentunya merefleksikan secara langsung kekhawatiran kami atas serangan Saudi yang mengakibatkan korban sipil," ujarnya. Seorang sumber lainnya pun mengonfirmasi keputusan ini.

Hal ini menunjukkan frustrasi mendalam pemerintahan Presiden Barack Obama atas intervensi Saudi di perang Yaman yang telah berlangsung selama 20 bulan dan menewaskan 10 ribu orang.

Keputusan ini juga bisa jadi memperparah hubungan antara Washington dan Riyadh di sisa-sisa masa pemerintahan Obama, sebelum diwariskan ke Presiden terpilih Donald Trump.

Walau demikian, tindakan ini masih belum memenuhi harapan pihak yang ingin AS menghentikan sepenuhnya bantuan militer untuk Saudi.

Ke depan, AS akan tetap mengisi bahan bakar pesawat koalisi Saudi yang terlibat dalam operasi militer dan tidak sepenuhnya memutus penjualan senjata ke negara tersebut.

Selain itu, Washington juga akan membagikan lebih banyak informasi intelijen soal perbatasan Saudi dan Yaman.

Sejak meluncurkan intervensi militer pada Maret 2015 untuk membantu Presiden Rabbu Mansour Hadi memerangi pemberontak Houthi yang didukung Iran, Saudi kerap menjadi sasaran serangan lintas batas oleh Houthi.

Namun, kelompok pemerhati HAM mengatakan ribuan serangan udara dari koalisi Saudi justru menghantam klinik, sekolah, pasar dan pabrik. Tindakan ini dapat disebut setara dengan kejahatan perang.

Pemerintah Saudi tidak menampik serangan tersebut maupun menjelaskan keberadaan musuh di kawasan yang mereka serang.



Credit  CNN Indonesia






Trump dalam bahaya, 55 elektor minta dibriefing soal intervensi Rusia




Trump dalam bahaya, 55 elektor minta dibriefing soal intervensi Rusia
Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump (REUTERS/Mike Segar )
karena masalah ini berdampak langsung terhadap faktor-faktor mendasar dalam pertimbangan kami mengenai apakah Tuan Trump layak menjabat Presiden Amerika Serikat
Jakarta (CB) - 55 elektor atau anggota Electoral College menuntut dibriefing intelijen soal keterlibatan pemerintahan Rusia dalam serangan siber yang telah mengarahkan Pemilihan Presiden Amerika Serikat ke arah lebih menguntungkan bagi Presiden terpilih Donald Trump.

Ke-55 elektor ini berasal dari Demokrat dan Republik. Dalam surat terbuka kepada Direktur Intelijen Nasional James R. Clappers, mereka menuntut dibriefing soal intervensi Rusia itu. Pihak Republik sepertinya sengaja meminta briefing ini karena khawatir para elektor dari Partai Republik membangkang tidak memilih Trump.

Senin lalu sembilan elektor dari Demokrat dan seorang elektor dari Republik telah menandatangani surat terbuka tersebut. Mereka menuntut informasi lebih jauh dari komunitas intelijen AS mengenai penyelidikan terhadap kaitan Trump dengan Rusia.

"Para elektor perlu mengetahui dari komunitas intelijen apakah ada penyelidikan mengenai kaitan antara Donald Trump, tim kampanye atau pembantunya, dan intervensi pemerintah Rusia dalam Pemilu, seberapa jauh jangkauan investigasi itu dan siapa yang terlibat dalam investigasi itu," tulis para elektor dalam surat terbuka itu.

"Kami perlu lebih jauh dibriefing mengenai temuan-temuan dari semua investigasi, karena masalah ini berdampak langsung terhadap faktor-faktor mendasar dalam pertimbangan kami mengenai apakah Tuan Trump layak menjabat Presiden Amerika Serikat."

Sampai Rabu waktu AS, jumlah elektor yang menandatangani petisi ini sudah 55 orang, di tengah kian gencarnya pemberitaan media massa AS bahwa Rusia telah mengintervensi Pemilihan Presiden AS.

Pemilihan Presiden Amerika Serikat tidak ditentukan oleh suara terbanyak pemilih, melainkan didelegasikan kepada sebuah sistem bernama Electoral College yang beranggotakan 538 elektor. Masing-masing dari 50 negara bagian memiliki jumlah elektor berbeda-beda, tergantung kepada jumlah penduduk atau pemilih di 50 negara bagian itu.

Trump saat ini mengumpulkan jumlah suara elektoral di atas batas minimal 270 dengan total menguasai 306 suara elektoral.

Namun sejumlah kecil elektor (pemberi suara elektoral) dari Partai Republik telah menyatakan tidak akan memberikan suaranya kepada Trump.

Mereka menyatakan akan mengalihkan suara elektoral yang mereka pegang kepada calon presiden dari Partai Republik lainnya atau bahkan dialihkan kepada Hillary Clinton, demikian International Business Times.





Credit  ANTARA News




Donald Trump tahu Rusia retas Pemilu AS

Donald Trump tahu Rusia retas Pemilu AS
Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump. (REUTERS/Carlo Allegri)
 
Jakarta (CB) - Sekretaris Pers Gedung Putih Josh Earnest meyakini Donald Trump sudah lama tahu Rusia berada di balik serangkaian serangan peretasan yang mengintervensi Pemilihan Presiden Amerika Serikat ketika dia mengundang Rusia untuk mencari email-email Hillary Clinton yang hilang.

Trump sendiri terus-terusan membantah laporan dinas intelijen AS bahwa Rusia berada di balik penyusupan ke lembaga-lembaga Partai Demokrat, termasuk Komite Nasional Demokrat (DNC), Komite Kampanye Senator Demokrat dan akun email kepala tim kampanye Hillary Clinton, John Podesta.

Josh Earnest menyatakan keyakinannya bahwa Trump tahu sekali intervensi Rusia itu jauh sebelum komunitas intelijen memastikan serangan siber itu atau tepatnya Oktober silam, satu bulan sebelum pemungutan suara 8 November lalu.

"Ada cukup bukti hal itu telah lama diketahui sebelum Pemilu dan pada kebanyakan kasus jauh sebelum Oktober," kata Earnest menunjuk seruan Trump kepada Rusia untuk membantu dia meretas lawannya, Hillary Clinton.

"Itu bisa menjadi indikasi bahwa dia jelas-jelas mengetahui dan telah menyimpulkan, berdasarkan pada apa pun fakta-fakta atau sumber-sumber yang ada di tangan dia, bahwa Rusia terlibat dan keterlibatan mereka telah memberikan dampak negatif kepada kampanye lawannya (Hillary Clinton)," sambung dia.

"Itulah alasan Trump mendorong Rusia untuk terus meretas," simpul Earnest merujuk undangan Trump kepada Rusia pada sebuah jumpa pers pertengahan Juli silam agar Rusia membantu dia mencari email-email hilang milik Hillary Clinton. Waktu itu, Trump menyatakan Rusia kemungkinan besar akan disanjung oleh media massa AS.

Jika laporan bocoran dokumen CIA bahwa Rusia mengintervensi Pemilihan Presiden AS dengan membantu menaikkan Trump ke Gedung Putih, maka Trump mungkin saja benar.

Pekan ini New York Times melaporkan bahwa "media massa besar yang memberitakan email-email DNC dan Podesta yang diposting oleh WikiLeaks, telah menjadi intrumen de facto dari intelijen Rusia."

Earnest juga mengingatkan media massa bahwa Trump pernah memuji kepemimpinan Presiden Rusia Vladimir dan memilih Paul Manafort sebagai kepala tim kampanyenya, padahal orang ini memiliki kaitan finansial dan pribadi yang ekstensif nan besar dengan Rusia.

"Jelas bagi mereka yang mengamati Pemilihan Presiden bahwa strategi 'retas dan bocorkan' telah diterapkan tidak setaraf kepada dua pihak (yang mengikuti Pemilu AS) dan kepada dua tim kampanye yang berbeda," kata Earnest.

Dia melanjutkan, satu pihak jelas-jelas dirugikan oleh strategi itu, sedangkan satu pihak lainnya diuntungkan.

"Kini saya tahu ada banyak laporan bahwa mungkin ada beberapa ketidaksepakatan di antara komunitas intelijen mengenai ada tidaknya niat, ini hal yang mesti mereka tanyakan dan dapatkan jawabannya bahwa mereka munkin saja berusaha menjawab, namun yang jelas tidak ada keraguan soal dampak (serangan peretasan itu)," kata dia dalam laman Politico.

Trump sendiri membantah intervensi Rusia itu dengan menyebutnya sebagai teori konspirasi. "Kecuali Anda bisa menangkap peretasnya, sangat sulit memastikan siapa yang meretas," tulis Trump dalam Twitter. "Mengapa ini tidak dilakukan sebelum Pemilu?"






 Credit  ANTARA News




Gara-gara typo, Rusia berhasil retas Pemilu AS


 
Gara-gara typo, Rusia berhasil retas Pemilu AS
Amerika Serikat kini diguncang skandal intervensi Rusia dalam proses Pemilihan Presiden AS yang kemudian dimenangkan Donald Trump dari Republik. (REUTERS/Jim Young)
 
 
Jakarta (CB) - Para peretas Rusia berhasil mengakses ribuan email para pejabat puncak Partai Demokrat setelah orang dekat bekas kepala tim kampanye Hillary Clinton, John Podesta, salah mengetikkan kata yang seharusnya "illegitimate" menjadi "legitimate".

Kesimpulan ini didapatkan dari hasil penyelidikan yang dilakukan surat kabar New York Times.

Kesimpulan ini sejalan dengan temuan badan intelijen Amerika Serikat CIA pekan lalu yang menyatakan Rusia sengaja mengintervensi Pemilihan Presiden AS demi menaikkan Donald Trump yang kini menjadi presiden AS berikutnya.

Trump sendiri marah atas temuan CIA itu dengan menyebut temuan itu "menggelikan".

Pada masa kampanye Pilpres AS lalu, Komite Nasional Demokrat (DNC)  menerima berbagai email 'pishing', tulis New York Times.

Salah satu email 'pishing' itu dikirimkan kepada John Podesta. Seorang pembantu dekat Podesta bernama Charles Delavan mengetahui pesan virus ini dan mengirimkannya (forward) kepada akun pribadi Podesta. Pesan itu sendiri berisi permintaan kepada Podesta untuk mengubah password akun emailnya.

Delavan tahu itu pesan 'phising' dan kemudian mem-forward pesan itu kepada seorang teknisi komputer.

Masalahnya, dia melakukan typo atau kesalahan mengetikkan kata, dengan menulis "Ini email legitimate (sah atau benar)".  Delavan menambahkan kalimat dalam pesannya itu, "John mesti segera mengganti password-nya".

Blunder ini tak pelak membuat para peretas Rusia seketika bisa mengakses 60.000 email dalam akun pribadi Gmail milik Podesta.

Menurut para pejabat intelijen AS, Rusia kemudian memberikan semua cache atau tembolok email-email itu kepada WikiLeaks. Nah, WikiLeaks kemudian merilisnya ke publik pada Oktober. Segera setelah itu skandal email Hillary pun mendominasi siklus berita dan dieksploitasi oleh Donald Trump.

Menurut New York Times, FBI sudah tahu Rusia tengah melancarkan upaya sistematis besar-besaran untuk meretas lembaga politik-lembaga politik AS. termasuk Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri.

Pada September 2015, FBI telah menemukkan sebuah tim mata-mata siber yang ada kaitannya dengan pemerintah Rusia telah berhasil masuk DNC.

Namun alih-alih mengirimkan tim penyelidik dan mewanti-wanti Demokrat, FBI malah hanya mengutus seorang agen untuk menelepon Demokrat. Sang agen bernama Adrian Hawkins itu menelepon DNC yang diteruskan kepada bagian IT lembaga Demokrat itu. Dia mengungkapkan sebuah rahasia kepada kontraktor IT yang lagi bertugas, Yared Tamene, bahwa satu kelompok menamakan diri "The Dukes" telah meretas jejaring komputer DNC.

Tamene mengira pesan telepon Hawkins itu lelucon belaka. Dia kemudian 'googleing' kata "Dukes" namun tak menemukan apa-apa. Karena menganggap tidak serius, Tamene tidak melaporkan panggilan telepon itu kepada atasannya, apalagi dia menemukan tak ada tanda-tanda log sistem komputer DNC telah disusupi hacker.

Hawkins kemudian berulang kali menelepon kembali DNC dalam beberapa pekan berikutnya. Tapi kali ini Tamene tak mau mengangkat panggilan teleponnya. "Saya tidak menjawab panggilan dia karena saya merasa tidak ada hal yang harus dilaporkan," tulis dia dalam sebuah memo yang diperlihatkan kepada New York Times.

Pendekatan gampangan FBI itu telah membuat para peretas Rusia leluasa menyusup sistem komputer DNC selama hampir tujuh bulan, sebelum para pejabat Demokrat akhirnya menyadari adanya serangan peretasan itu dan menyewa para pakar keamanan siber dari luar.

Pada Maret 2016, satu kelompok peretas Rusia lainnya menyerang DNC. Kelompok ini mengirimkan ratusan email "pishing" yang dimulai dengan kata, "Someone just used your password to try to sign into your Google account (Seseorang baru saja menggunakan password Anda untuk berusaha masuk ke akun Google Anda)".

Salah satu korban email scam atau sampah ini adalah Billy Rinehart, bekas direktur lapangan DNC, yang mengklik pesan "change password" atau "ubah password" dalam keadaan setengah mengantuk.

Menurut New York Times, pemerintahan Presiden Barack Obama lamban menanggapi ancaman siber dari peretas ini, menyepelekan keseriusan serangan peretasan ini dan menyianyiakan beberapa kesempatan untuk menghentikan serangan-serangan itu.

Akibatnya, serangan email itu telah membuat berantakan prospek keterpilihan Hillary Clinton dan sebaliknya menguntungkan Trump sehingga bisa memenangkan Pemilu seperti diinginkan Rusia.

Setelah pembobolan data itu DNC menyewa CrowdStrike, sebuah perusahaan keamanan siber. Perusahaan ini dengan cepat menghentikan peretasan yang berasal dari Rusia itu dan mengidentifikasi dua kelompok pelakunya, yakni Cozy Bear dan Fancy Bear. Cozy Bear, ada kaitannya dengan badan intelijen Rusia FSB, sudah sejak musim panas 2015 melancarkan serangan phishing ke AS, kata New York Times.

Fancy Bear bergabung dengan serangan peretasan itu pada Maret 2016. Kelompok ini ada kaitannya dengan GRU, intelijen militer Rusia. Kelompok ini pula yang meretas akun email Podesta. Dua kelompok peretas Rusia ini sepertinya tidak saling mengenal karena kadang-kadang mereka mencuri dokumen-dokumen yang sama.

Dmitri Alperovitch, pendiri dan bos CrowdStrike, berkata kepada New York Times bahwa tak diragukan lagi Rusia bertanggung jawab atas serangan peretasan Demokrat dan Pemilu AS itu.

"Tak ada pelaku yang lebih masuk akal yang memiliki kepentingan kepada semua korbannya ketimbang Rusia," kata dia.

Apalagi, kata dia, dua kelompok peretas itu aktif pada jam yang cocok sekali dengan zona waktu Rusia.



Credit  ANTARA News




Pengadilan militer Mesir penjarakan 141 pendukung Ikhwanul Muslimin


 
Pengadilan militer Mesir penjarakan 141 pendukung Ikhwanul Muslimin
Anggota Ikhwanul Muslimin melambaikan empat jari melambangkan Rabaa sebagai dukungan bagi anggota Ikhwanul Muslimin lain yang berada di pengadilan di pinggiran kota Kairo, Mesir, Selasa (2/6/15). (REUTERS/Amr Abdallah Dalsh)
 
Kairo (CB) - Pengadilan militer Mesir menjatuhkan hukuman pada 141 pendukung Ikhwanul Muslimin hingga 15 tahun penjara pada Selasa (13/12), atas perusakan fasilitas umum dan kerusuhan, kata pengacara para terdakwa.

Pengadilan militer Assiut menghukum 96 dari mereka untuk 15 tahun secara in absentia atau tanpa kehadiran di persidangan. Empat puluh dua orang dalam tahanan dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dan tiga dari mereka ditahan sampai lima tahun. 45 orang yang ditahan masing-masing juga didenda 20.000 pound Mesir ($ 1.100), kata pengacara Khaled al-Koumy dan Mohamed Samir, lapor Reuters.

Kasus tersebut terkait dengan peristiwa pada Agustus 2013 di kota Malawi, Provinsi Minya yang berada di antara gelombang kerusuhan setelah militer mencopot presiden Islamis terpilih Mohamed Mursi dari kekuasaannya, pascaprotes massa terhadap pemerintahannya.

Para tersangka yang dikaitkan dengan kasus keamanan dan terorisme, selalu dikirimkan ke pengadilan militer di Mesir. Jaksa penuntut umum mengarahkan para terdakwa ke pengadilan militer pada Maret tahun lalu.

Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri menyebut pelaku bom bunuh diri yang menyerang dan menewaskan 25 orang di Katedral Koptik Kairo pada hari Minggu (11/12) juga, adalah pendukung Ikhwanul Muslimin.

Tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu, namun pejabat Ikhwanul Muslimin yang diasingkan dan kelompok militan lokal telah bergabung dengan masyarakat internasional untuk mengecam serangan tersebut.

Pemerintah Mesir menganggap Ikhwanul Muslimin adalah organisasi teroris. Akan tetapi kelompok yang merupakan gerakan oposisi tertua di Mesir itu mengatakan mereka berkomitmen untuk melakukan gerakan damai.

Sejak menggulingkan Mursi dan memenangkan pemilihan presiden tahun berikutnya, Abdel Fattah al-Sisi yang merupakan seorang mantan jendral, telah menghancurkan perbedaan pendapat. Pasukan keamanan menewaskan ratusan pendukung Mursi dalam tindakan keras pada para demonstran dalam satu hari di Agustus 2013.

Sejak itu, ribuan pendukung Ikhwanul Muslimin ditahan dan ratusan diantaranya telah divonis dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup dalam pengadilan massal yang dikutuk oleh kelompok HAM sebagai sesuatu yang cacat hukum dan bermotif politik.

Tak satu pun dari hukuman mati tersebut telah dilakukan.

Pemerintah Mesir mengatakan peradilan tersebut independen dan tidak pernah ada intervensi di dalamnya.




Credit  ANTARA News







Korban jiwa akibat perang Suriah tambah menjadi 312.000

 
Korban jiwa akibat perang Suriah tambah menjadi 312.000
Warga berjalan di atas reruntuhan sementara warga lainnya berusaha memadamkan api setelah serangan udara oleh pasukan yang loyal terhadap Presiden Suriah Bashar al-Assad di Damaskus, Suriah, Senin (9/2). (REUTERS/Mohammed Badra)
 
Beirut, Lebanon (CB) - Perang Suriah sudah menewaskan 312.000 orang lebih sejak meletus pada Maret 2011, lebih dari 90.000 dari mereka warga sipil menurut kelompok pemantau Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia pada Selasa (13/12).

Kelompok yang berbasis di Inggris itu mencatat 312.001 kematian sejak perang dimulai dengan demonstrasi antipemerintah, termasuk hampir 16.000 anak.

Korban jiwa tidak hanya meliputi lebih dari 53.000 pemberontak dan hampir 110.000 petempur prorezim, di antaranya lebih dari 60.000 tentara Suriah, tapi juga ada puluhan ribu milisi Suriah, anggota gerakan Hizbullah Lebanon dan petempur asing lainnya.

Observatorium menyatakan hampir 55.000 ekstremis juga tewas dalam pertempuran, sebagian besar dari kelompok ISIS atau bekas afiliasi Al Qaeda, Front Fateh al-Sham, juga dari kelompok-kelompok yang lebih kecil.

Kelompok itu mengungkapkan bahwa mereka juga mencatat kematian 3.683 korban tewas yang tidak bisa diidentifikasi.

Konflik Suriah bermula dari demonstrasi anti pemerintah, tapi kemudian berubah menjadi perang saudara brutal setelah aksi penindakan pemerintah.

Pada Selasa, pasukan propemerintah Suriah di ambang merebut kembali seluruh kota Aleppo dari petempur pemberontak.


Credit  ANTARA News





Rabu, 14 Desember 2016

Cegah Serangan Misil, Rusia Bangun Stasiun Radar Supertangguh


 
Industri pertahanan Rusia akan merancang stasiun radar supertangguh yang mampu menjangkau area kunci yang mungkin menjadi jalan masuk serangan misil terhadap Rusia. Stasiun ini diharapkan dapat menyelesaikan sirkuit sistem peringatan serangan misil pada perimeter wilayah Rusia.
 
Voronezh-M
Sebuah radar peringatan serangan rudal jarak jauh kelas Voronezh-M di luar kota Usolye-Sibirskoye, Irkutskaya Oblast. Sumber: Vadim Savitsky/TASS
Industri pertahanan Rusia akan merancang stasiun radar supertangguh untuk memperingatkan kehadiran serangan misil potensial yang hendak menargetkan Rusia, demikian disampaikan kepala ekskekutif perusahaan yang akan merancang sistem peringatan serangan misil, Sergei Boev.
Menurut Boev, stasiun radar tipe Voronezh-DM akan ditempatkan di barat laut Rusia dekat kota Murmansk (1.872 km dari Moskow). Ia mengatakan, radar ini akan ‘menjangkau haluan utama ancaman misil’ di wilayah barat.
Stasiun baru ini dapat mendeteksi objek balistik, antariksa, serta aerodinamis, termasuk misil bersayap.

Bagaimana Sistem Pendeteksi Serangan Misil Bekerja?

Berkat stasiun radar tipe Voronezh, Kementerian Pertahanan Rusia dapat memantau apa yang terjadi di sekeliling Rusia pada jarak 6.000 km.
Stasiun ini merupakan salah satu dari tiga elemen sistem peringatan serangan misil terintegrasi.
“Level pertama terkait antariksa. Sebagai contoh, satelit tipe Tundra kami, yang dikirim Kementerian pertahanan Rusia ke orbit tahun lalu, melaporkan peluncuran misil balistik dari wilayah musuh potensial,” terang seorang narasumber dari industri pertahanan Rusia.
Menurutnya, stasiun radar tipe Voronezh, atau yang setara dengannya, melacak jalur penerbangan hulu ledak dan mengarahkan sistem pertahanan misil pada hulu ledak.
“Satelit merekam peluncuran tersebut dan kita harus menentukan ke mana misil mengarah — ke Rusia atau Amerika Selatan. Sistem inilah yang memberi sasaran target bagi sistem pertahanan antimisil. Dan stasiun radar semacam ini mencakup wilayah dari Sankt Peterburg hingga pesisir AS,” tambah sang narasumber.

Keunikan Voronezh-DM

Stasiun radar generasi sebelumnya kini seperti piramida Mesir kuno. Model terbaru yang hadir menawarkan hal yang sungguh berbeda.
“Soviet Daryal di Azerbaijan terdiri dari dua struktur beton yang sangat besar: sebuah pusat pemancar setinggi 60 meter dan ‘penerima’ setinggi 100 meter. Mereka dikendalikan oleh seratus orang dan pembangunannya memakan waktu sepuluh tahun serta menguras satu juta dolar AS,” terang narasumber dari industri pertahanan Rusia pada RBTH.
Menurutnya, Voronezh, dengan ‘antena berlayar kanvas terbuka yang dipasang di bawah sorotan cahaya serta sejumlah kontainer dengan berbagai perangkat’ terlihat seperti liliput di samping Daryal.
Biaya pembangunan stasiun baru diperkirakan antara 1,5 hingga 2 miliar rubel (23 – 31 juta dolar AS).
Stasiun ini hanya membutuhkan 15 orang kru. Semua perangkat dipersiapkan, dirakit, dan diuji coba di pabriknya. Berbagai modul kemudian dirakit menjadi stasiun di lokasi yang telah ditetapkan dan diatur untuk melakukan tugasnya.

Di Mana Stasiun Radar Serupa Bisa Ditemukan?

Sumber: Nikolay LitovkinSumber: Nikolay Litovkin
Sejak awal 2000-an, Rusia telah memodernisasi sistem peringatan serangan misilnya. Untuk mengamankan perbatasannya, Moskow telah mengganti stasiun lama dari periode Soviet, termasuk stasiun di Baltik, Ukraina, dan Belarus, yang hancur setelah jatuhnya Uni Soviet.
Pada 2008, sistem peringatan misil tipe Voronezh terbaru ditempatkan di pemukiman Lekhtusi dekat Sankt Peterburg. Ia bisa mengetahui segala objek udara dan antariksa yang datang dari pesisir Maroko hingga Spitsbergen, sebuah kepulauan di Samudra Arktik.
Stasiun kedua ditempatkan di Armavir, Krasnodarskiy Krai (1.400 di selatan Moskow). Stasiun ini melacak semua hal yang terjadi di wilayah yang mencakup Afrika Utara hingga India.
Sistem peringatan serangan misil serupa kini ditempatkan di Kaliningradskaya Oblast, tepatnya di permukiman Pionerskoye (1.300 km di sebelah barat Moskow) dan dekat Irkutskaya Oblast (5.200 km sebelah timur Moskow). Sistem pertama melacak peluncuran misil dari haluan ‘barat’, sementara yang kedua dari wilayah Tiongkok hingga pesisir barat Amerika.
Kementerian Pertahanan Rusia berencana menempatkan stasiun serupa di Krasnoyarskiy Krai (4.200 km sebelah timur Moskow) dan Altai Krai (3.900 km sebelah timur Moskow), serta di Orsk di Orenburgskaya Oblast (1.750 km sebelah timur Moskow) dan dekat Vorkuta (1.900 km sebelah barat laut Mosow) di Republik Komi.




Credit  RBTH Indonesia








Zver, Busa untuk ‘Sembunyikan’ Kendaraan Lapis Baja dari Radar Musuh



 
Sebuah sistem kamuflase dan perlindungan kimia yang dikembangkan insinyur-insinyur Rusia akan mampu menyamarkan perangkat-perangkat keras militer dan memadamkan kebakaran, termasuk di fasilitas nuklir.
Novel way to hide Russian armour
Sistem kamuflase dan perlindungan kimia bergerak Zver tampak seperti kontainer kargo biasa setinggi 6 meter yang bisa dikirim oleh truk militer, kendaraan terlacak, atau pengangkut pasukan serang amfibi PTS-2 mana pun. Sumber: Vladimir Astapkovich / RIA Novosti
Sebuah sistem kamuflase dan perlindungan kimia dinamis unik bernama Zver (bahasa Rusia: binatang buas) akan segera tersedia bagi unit keamanan kebakaran Kementerian Pertahanan Rusia dan resimen penyelamat. 
Sistem baru yang dikembangkan oleh asosiasi produksi dan riset berbasis di Sankt Peterburg Modern Fire Safety Technologies (SOPOT) ini dapat memadamkan api di depot amunisi nuklir, mencegah emisi apa pun dari material radioaktif, dan dalam hitungan detik perangkat militer kamuflase membuatnya tak terlihat dari radar dan satelit musuh.
Sistem kamuflase dan perlindungan kimia bergerak Zver tampak seperti kontainer kargo biasa setinggi enam meter yang bisa dikirim oleh truk militer, kendaraan terlacak, atau pengangkut pasukan serang amfibi PTS-2 mana pun. 
Di dalam modul ini, terdapat stasiun pemompaan tangguh dan beberapa kontainer dengan campuran pemadam api khusus berbasis silikon dioksida. Dalam bentuk cairnya, zat ini dengan cepat menjangkau semua area kebakaran, mengisi tiap celah. Beberapa detik kemudian, ia memadat dan secara instan mendinginkan lokasi dan memadamkan api.
“Zver telah melalui serangkaian tes di institut khusus Kementerian Pertahahan,” terang Direktur Jenderal SOPOT Gennady Kuprin pada Izvestia. “Rencananya, sistem kami akan dipasok untuk unit keamanan kebakaran di depot amunisi dan bahan bakar. Zver juga akan tersedia untuk menyelamatkan resimen yang tengah didirikan di distrik-distrik militer, untuk menghadapi dampak bencana baik dari alam maupun buatan manusia, evakuasi masyarakat, serta restorasi infrastruktur sosial.”

Ideal untuk Cegah Penyebaran Radiasi

Tiap sistem Zver memiliki lima ton silikon dioksida di tangkinya. Dalam satu ‘aplikasi’ yang berlangsung selama satu menit, zat ini, yang diluncurkan melalui monitor pemadam kebakaran khusus, dapat menutup area seluas beberapa ribu meter persegi. Selain itu, Zver juga bisa ditempatkan pada jarak aman -- 100 meter dari api, lebih jauh dibanding mesin pemadam api biasa. Jarak aman ini dua kali lipat dibanding sistem yang digunakan oleh Kementerian Pertahanan Rusia saat ini.
Fitur unik lain silikon dioksida adalah busa yang terbentuk mencegah penyebaran radiasi dan mengurangi konsentrasi gas emisi kimia dan berbahaya yang menyebar ke atmosfer saat terjadi kebakaran. Hal ini memungkinkan pemadaman api secara aman di depot amunisi nuklir dan lokasi yang memiliki emisi radioaktif dalam kecelakaan di PLTN atau kapal selam nuklir. 
Air tak bisa digunakan untuk memadamkan kebakaran semacam ini karena hanya akan memperburuk keadaan — air yang telah terkontaminasi oleh radiasi akan masuk ke dalam tanah. Sementara, busa silikon dioksida tak hnya memblokir penyebaran zat berbahaya, tapi juga tetap berada di permukaan dan mudah dihilangkan.
Penggunaan busa pemadam kebakaran unik ini juga memungkinkan untuk kamuflase perangkat militer. Silikon dioksida menyerap emisi radar stasiun radar dan satelit musuh. Selain itu, terang Kuprin, jika busanya tak tersentuh, ia akan terus melindungi perangkat selama beberapa bulan. Dan jika perlu dihilangkan, tank atau perangkat lapis baja hanya perlu dibasuh dengan air hangat.

Menjauhkan Manusia dari Bahaya

Pakar militer yang merupakan penyunting majalah Arsenal Otechestva (Gudang Senjata Tanah Air) Viktor Murakhovsky menyebutkan bahwa beberapa tahun lalu, ketika Kemenhan Rusia menyingkirkan amunisi lama, terdapat beberapa kebakaran di depot-depot militer. 
Akibatnya, Kemenhan Rusia mengadopsi program yang bertujuan memodernisasi depot amunisi secara komprehensif dan menyediakan perangkat pemadam keabakaran modern. Implementasi program ini rencananya akan selesai pada 2018. Sebagai bagian dari upaya ini, mesin pemadam khusus berbasis tank T-72 dan T-80 dikembangkan. Namun, efektivitasnya lebih rendah dibanding Zver.
“Sayangnya, dalam sebagian besar kasus, api harus dipadamkan oleh manusia, sehingga banyak korban di antara mereka,” kata Murakhovsky. “Jelas, untuk mengeliminasi, sebanyak mungkin, kehadiran manusia di zona berbahaya, kita perlu mengembangkan kendaran otomatis dan komposisi pemadam api yang sangat efektif.” 
“Dalam hal itu, sistem yang dibuat oleh SOPOT sungguh unik dan menawarkan solusi komprehensif untuk masalah ini. Sistem bergerak ini memiliki produktivitas pemadam api tingkat tinggi serta menghapus kontak langsung manusia dengan api saat beroperasi di zona bahaya,” katanya menyimpulkan.





Credit  RBTH Indonesia





Ada Ancaman China, AS Desak Taiwan Tingkatkan Anggaran Militer


 
Ada Ancaman China, AS Desak Taiwan Tingkatkan Anggaran Militer
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen memicu kemarahan China setelah menelepon presiden terpilih AS Donald Trump. Foto / REUTERS
 
WASHINGTON - Anggaran militer atau pertahanan Taiwan harus ditingkatkan seiring dengan adanya ancaman dari China. Desakan itu disuarakan Deputi Asisten Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Abraham Denmark.

Denmark mengatakan, kebijakan “One-China” pemerintahan Barack Obama tetap tidak berubah. Tapi, dia tidak bisa menjamin kebijakan itu bertahan setelah presiden terpilih AS Donald Trump mengisyaratkan akan mengakhiri kebijakan yang mengakui kedaulatan China atas Taiwan itu.

Trump telah bersitegang dengan China selama sepekan terakhir. Ketegangan dipicu Presiden Taiwan Tsai Ing-wen yang nekat menelepon Trump pada 2 Desember lalu.

Kontak telepon itu baru pertama kali dilakukan presiden terpilih AS sejak 1979. Sejumlah analis AS memperingatkan bahwa Trump bisa memicu konfrontasi militer dengan China jika dia menekan isu Taiwan terlalu jauh.

Menurut Denmark, “Project 2049 Forum” yang digelar di Washington fokus utamanya adalah membahas program modernisasi militer China yang bertujuan untuk reunifikasi dengan Taiwan,  termasuk dengan kekerasan jika diperlukan.

”Hal ini membuat incumbent Taiwan untuk mempersiapkan (diri) dan berinvestasi dalam kemampuan untuk menghalangi agresi dan membangun pertahanan yang efektif jika pencegahan gagal,” katanya.

Resourcing pertahanan sangat penting,” ujarnya. ”Anggaran pertahanan Taiwan belum sejalan dengan perkembangan ancaman dan harus ditingkatkan,” imbuh Denmark, seperti dikutip Reuters, Rabu (14/12/2016).

AS seperti diketahui merupakan sekutu politik dan pemasok senjata utama bagi Taiwan. Pemerintah China belum bereaksi atas desakan dari AS terhadap Taiwan untuk meningkatkan anggaran militer. China hingga kini menganggap Taiwan sebagai provinsinya yang membangkang.



Credit  sindonews.com




HRW Sebut Militer Myanmar Sengaja Bakar Desa Rohingya


 
HRW Sebut Militer Myanmar Sengaja Bakar Desa Rohingya
Citra satelit menunjukkan hancurnya bangunan di desa-desa warga Rohingya di Rakhine, Myanmar. Foto / BBC
 
RANGON - Kelompok Human Rights Watch (HRW) menyatakan, citra satelit membuktikan bahwa desa warga Rohingya di Rakhine, Myanmar, sengaja dibakar dan diratakan dengan tanah oleh militer di negara itu. Menurut kelompok HAM itu, militer Myanmar sudah semestinya bertanggung jawab atas kekerasan terhadap komunitas Muslim Rohingya.

Berbagai insiden, lanjut HRW, telah menawarkan bukti pola yang konsisten dengan operasi militer. Wakil Direktur HRW Divisi Asia, Phil Robertson, mengatakan gerakan pembakaran bangunan desa-desa warga Rohingya dari timur ke barat konsisten dengan gerakan “sapu” militer.

”Akal sehat paling dasar memberitahu Anda bahwa militer bertanggung jawab untuk ini,” katanya. Citra satelit menunjukkan kerusakan terjadi di Desa Wa Peik, Maungdaw, di Myanmar.

Juru bicara kepresidenan Myanmar Zaw Htay saat dimintai konfirmasi oleh CNN mengatakan bahwa pemerintah akan menanggapi nanti.

Pemerintah Myanmar sebelumnya telah membantah laporan bahwa militer bertanggung jawab atas pembakaran desa-desa warga Rohingya.

Tapi, menurut Robertson, pembakaran desa-desa itu sebagai indikasi taktik yang sejalan dengan modus operansi “bumi hangus” yang dijalankan militer Myanmar.

“Kami melihat jenis yang sama dari taktik, jenis yang sama dari kebohongan tentara Burma (Myanmar) ketika datang ke (alasan) semacam ini,” katanya, yang dilansir semalam (13/12/2016).


Credit  sindonews.com





Jadi Raja Ke-15, Sultan Muhammad V Kepala Negara Baru Malaysia


 
Jadi Raja Ke-15, Sultan Muhammad V Kepala Negara Baru Malaysia
Sultan Muhammad, 47, raja baru di Malaysia yang dinobatkan hari ini (13/12/2016). Foto / The Star

 
KUALA LUMPUR - Sultan Muhammad V dinobatkan sebagai Kepala Negara baru  Malaysia. Dia resmi menjadi raja ke-15 Malaysia mengggantikan Sultan Abdul Halim, 89, yang tercatat sebagai raja tertua Malaysia.

Sultan Muhammad, 47, bukan raja sembarangan. Raja baru Malaysia ini pernah belajar di St Cross College di Oxford. Dia dilantik di Parlemen dengan upacara militer.

Penobatan Sultan Muhammad sebagai kepala negara baru disambut oleh Perdana Menteri Najib Razak.

Dia terpilih pada bulan Oktober untuk mengambil alih kekuasaan negara dari Sultan Abdul Halim, 89. Sultan Muhammad V mengambil sumpah jabatan sebagai “Yang di-Pertuan Agong” pada Selasa (13/12/2016).

Upacara penobatan raja baru Malaysia di Istana Federal Malaysia disiarkan stasiun televisi nasional yang dihadiri oleh ratusan delegasi.

Menurut laporan AP, Malaysia merupakan negara yang mempertahankan sistem yang unik di mana keturunan sembilan penguasa negara harus bergiliran untuk  dinobatkan sebagai raja selama lima tahun.

Sejak merdeka dari Inggris pada tahun 1957, Malaysia telah mengikuti model pemerintahan monarki konstitusional, di mana raja yang terpilih resmi jadi kepala negara.

Menteri Besar Kelantan Datuk Ahmad Yakob mengatakan bahwa Sultan Muhammad V terus berbagi pandangan dan saran pada berbagai isu.

”Ini adat bagi saya untuk bertemu dengannya, sebagai  Menteri, dan secara terbuka mendiskusikan hal-hal yang menjadi perhatian,” kata Ahmad, seperti dikutip The Star



Credit  sindonews.com




Pangeran Saudi: Arab Lukai Islam dan Mendistorsi Citra Muslim


 
Pangeran Saudi: Arab Lukai Islam dan Mendistorsi Citra Muslim
Pangeran Arab Saudi, Khaled Al-Faisal, mengkritik dunia Arab yang dia sebut telah melukai Islam. Foto / REUTERS / Amr Abdallah Dalsh
 
ABU DHABI - Pangeran Arab Saudi, Khaled Al-Faisal, membuat pernyataan yang mengkritik keras dunia Arab dengan menyebut Arab telah melukai Islam dan mendistorsi citra Muslim. Pernyataan itu muncul dalam pidatonya di sebuah konferensi di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, awal pekan ini.

Pangeran Khaled tidak secara spesifik menunjuk pihak komunitas Arab yang dia kritik itu. Namun, komentarnya muncul di tengah kekacauan yang terjadi di Timur Tengah akibat ulah kelompok radikal ISIS.

”Saya tidak dengki (pada) siapa pun yang berdiri untuk berbicara atas nama orang-orang Arab saat ini. Kami telah melukai Islam dan mendistorsi citra Muslim,” katanya di forum “15th Arab Thought Foundation” yang mengangkat tema; “Arab Integration: The Gulf Cooperation Council and the United Arab Emirates”.

”Maafkan saya jika keterusterangan saya memang menyakitkan, tapi luka-luka telah mencolok,” ucapnya, seperti dikutip IB Times, semalam (13/12/2016). ”Bangunlah Arab, bangun Muslim, jangan biarkan kolonialisme untuk kembali."

Pada Juli lalu, para pejabat Saudi menuduh kelompok ISIS ingin mengebom kota suci Madinah, situs makam Nabi Muhammad serta rumahnya, dalam serangan yang menewaskan empat petugas keamanan dan melukai lima orang lainnya.

Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz telah kemudian mendesak umat Islam untuk bersatu melawan epidemi "ekstremisme." Tapi seruan persatuan itu sulit terwujud, karena Saudi hingga kini juga masih bersitegang dengan Iran.

Ketegangan pernah memuncak ketika otoritas keagamaan Arab Saudi, menyebut para pemimpin Iran bukan Muslim. Ucapan itu sebagai balasan atas hinaan yang dilontarkan para pemimpin Iran terhadap para pemimpin Kerajaan Saudi ketika kedua negara berseteru soal krisis haji.



Credit  sindonews.com







Presiden Iran Perintahkan Ilmuwan Rancang Sistem Kapal Bertenaga Nuklir



 
Presiden Iran Perintahkan Ilmuwan Rancang Sistem Kapal Bertenaga Nuklir
Presiden Iran Hassan Rouhani. FOTO/washtimes
 
TEHERAN - Presiden Iran Hassan Rouhani pada Selasa (13/12) memerintahkan Badan Nuklir Negara itu untuk memulai rencana memproduksi bahan bakar nuklir. Seperti dilaporkan kantor berita Fars, Rouhani juga memerintahkan ilmuwan negara itu untuk mulai mengembangkan sistem kapal bertenaga nuklir. 

Perintah ini adalah reaksi terhadap apa yang disebut Rouhani sebagai pelanggaran dari kesepakatan atom global yang dilakukan Amerika Serikat (AS). Perintah ini juga respon pertama Iran atas sikap Kongres AS bulan lalu yang memutuskan untuk memperpanjang pembuatan undang-undang yang akan mempermudah Washington menerapkan kembali sanksi bagi Iran.

"Menimbang, bahwa pemerintah AS telah mengabaikan dan menunda upaya sesuai dengan kesepakatan di bawah JCPOA  dan menerapkan perpanjangan terbaru dari sanksi Iran, Organisasi Energi Atom Iran (AEOI) diperintahkan untuk mengembangkan program nuklir damai,” kata Presiden Rouhani dalam surat yang ditujukan kepada Kepala AEOI, Ali Akbar Salehi.

Menurut Rouhani, langkah pertama yang harus dilakukan AEOI adalah menyusun program untuk merancang dan membangun sistem propulsi (penggerak) nuklir yang akan digunakan di bidang transportasi laut, bekerjasama dengan pusat-pusat ilmiah dan penelitian.

Rouhani juga meminta AEOI untuk melakukan penelitian untuk merancang produksi bahan bakar untuk sistem propulsi nuklir. Propulsi nuklir menggunakan reaktor nuklir untuk menghasilkan listrik di kapal.

Sistem seperti ini terkenal karena penggunaannya di kapal selam nuklir strategis, yang memungkinkan mereka untuk tetap berada di bawah air selama berminggu-minggu guna menghindari deteksi radar musuh. Propulsi nuklir juga digunakan pada beberapa kapal permukaan besar, seperti kapal induk.


Credit  sindonews.com






Pasukan Assad Dituduh Mengeksekusi Ratusan Warga Aleppo


 
Pasukan Assad Dituduh Mengeksekusi Ratusan Warga Aleppo
Pria Aleppo menggendong bayi yang sedang diinfus di sebuah jalan bersama seorang perempuan. Foto / REUTERS
 
ALEPPO - Kelompok pemberontak mengumumkan gencatan senjata di Aleppo setelah menuduh pasukan rezim Suriah dan milisi loyalis Presiden Bashar al-Assad mengeksekusi hampir 200 warga sipil di Aleppo. Menurut saksi mata, korban eksekusi itu termasuk perempuan dan anak-anak.

Staf medis juga disebut tak luput dari eksekusi regu tembak pasukan Assad dan milisi pro-rezim Suriah. Menurut aktivis di lapangan kepada Al Arabiya, mengatakan milisi Hizbullah melakukan eksekusi massal di kota yang dilanda perang tersebut.

Media itu, mengutip sumber di Aleppo juga menuduh milisi pro-rezim Suriah telah membakar sembilan anak dan empat perempuan. Sementara itu, kelompok relawan “Helm Putih” di Aleppo melaporkan bahwa lebih dari 90 jenazah ditemukan di bawah reruntuhan, tapi belum berhasil dievakuasi.

Penasihat hukum dari kelompok pemberontak Tentara Pembebasan Suriah (FSA), Osama Abu Zayd, mengimbau masyarakat internasional untuk membantu memberikan bantuan untuk evakuasi terhadap warga sipil di Aleppo. Zayd menegaskan bahwa pasukan rezim Suriah memaksa warga melarikan diri dari Aleppo untuk bertempur membela Assad.

Pemerintah Suriah belum berkomentar atas tuduhan bahwa pasukannya mengeksekusi banyak warga sipil di Aleppo.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon, melalui juru bicaranya, mengaku khawatir dengan laporan tentang kekejaman terhadap sebagian besar warga sipil di Aleppo, termasuk perempuan dan anak-anak.

”Sementara menekankan bahwa PBB tidak mampu mandiri memverifikasi laporan-laporan ini, Sekretaris Jenderal menyampaikan keprihatinan kepada pihak-pihak terkait,” kata juru bicara Ban Ki-moon, Stephane Dujarric, semalam (13/12/2016).

Ban Ki-moon telah meminta utusannya Staffan de Mistura untuk menindaklanjuti laporan soal eksekusi massal itu. ”PBB menggarisbawahi kewajiban semua pihak di lapangan untuk melindungi warga sipil dan mematuhi hukum kemanusiaan dan hak asasi manusia internasional,” ujar Dujarric.

Credit  sindonews.com



Komisi HAM PBB: Pasukan Suriah Eksekusi Warga Sipil Aleppo

Komisi HAM PBB: Pasukan Suriah Eksekusi Warga Sipil Aleppo
Kehancuran akibat pertempuran di Aleppo. FOTO/REUTERS/Abdalrhman Ismail
 
BEIRUT - Berhasil direbutnya Aleppo oleh pasukan pemerintah Suriah ternyata mendatangkan bencana bagi sebagian warga sipil kota itu. Komisi hak asasi manusia PBB mengatakan, setidaknya 82 warga sipil, termasuk 11 perempuan dan 13 anak-anak, tewas dalam beberapa hari terakhir.

Juru bicara kantor HAM PBB, Rupert Colville mengatakan kepada wartawan di Jenewa, Selasa (13/1), pembunuhan terjadi di empat wilayah di Aleppo timur dalam 48 jam terakhir. Dalam dua hari terakhir ini, pasukan pemerintah Suriah memang memaksimalkan serangan guna melumpuhkan perlawanan terakhir kaum pemberontak.

"Kami juga telah diberitahu, bahwa pasukan pro-pemerintah telah memasuki rumah penduduk dan menewaskan orang-orang yang ditemukan di dalam," kata Colville. “Beberapa warga sipil berusaha untuk melarikan diri dari pertempuran, namun tertangkap dan kemudian ditemukan tewas,” lanjutnya, seperti dikutip dari Channel News Asia.

Ibrahim Abu al-Leith, juru bicara layanan pertolongan white Helmets yang beroperasi di daerah oposisi mengatakan, pasukan rezim Suriah hanya berjarak 200 meter dari posisi ia berada. Selama ini, White Helmets memang beroperasi di wilayah yang dikuasai pemberontak.

Saksi lain menggambarkan adegan pembantaian di daerah pemberontak, dengan banyak mayat tergeletak di tengah puing-puing jalan-jalan kota. Sebagian warga yang putus asa duduk di trotoar tanpa tempat berlindung.

"Ada puluhan mayat di jalan-jalan karena pemboman intens oleh pasukan rezim," kata Rami Abdel Rahman dari Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia kepada AFP.


Credit  sindonews.com












Akhir Pertempuran Berdarah Lima Tahun di Aleppo



 
Akhir Pertempuran Berdarah Lima Tahun di Aleppo Setelah bertahun-tahun, peperangan di Aleppo akhirnya selesai dengan gencatan senjata. (AFP/George OURFALIAN)
 
Jakarta, CB -- Setelah bertahun-tahun, pertahanan para pemberontak di Aleppo, Suriah, berhenti sudah. Digempur habis-habisan selama beberapa bulan, akhirnya mereka sepakat melakukan gencatan senjata.

Pertempuran Aleppo, salah satu perang saudara terparah yang telah memancing keterlibatan kekuatan global dan regional, berakhir dengan kemenangan Presiden Bashar Al Assad dan koalisi militernya, Rusia, Iran dan milisi Syiah.

Para pemberontak diperkirakan mulai meninggalkan wilayah tersebut pada hari ini, Rabu (14/12), pagi hari waktu setempat. Kekalahan di salah satu kota terpenting di Suriah ini jelas jadi hantaman telak bagi upaya mereka menggulingkan Assad.

Walau demikian, meski pertempuran di kota ini telah berakhir, perang secara keseluruhan masih terus berkecamuk. Para pemberontak masih mempunyai banyak pos-pos pertahanan besar di kota lain di Suriah.

Belum lagi, militan kelompok teror ISIS masih terus bergeliat di bagian timur dan belakangan telah kembali merebut kota Palmyra.

"Beberapa jam terakhir kami telah menerima informasi yang menyebut kegiatan militer di Aleppo bagian timur telah berhenti, telah berhenti," kata Duta Besar Rusia untuk PBB Vitaly Churkin di hadapan Dewan Keamanan. "Pemerintah Suriah telah menguasai Aleppo bagian timur."

Pihak pemberontak mengatakan pertempuran berakhir Selasa malam. Sementara salah seorang sumber di koalisi Assad menyebut evakuasi para para pemberontak itu dimulai dini hari waktu setempat.

Menurut Reuters, suara hujan bom yang biasa terdengar di kota tersebut pun kini telah berhenti.

Seorang sumber di pemerintahan Turki menyebut para pemberontak beserta keluarga mereka, juga warga sipil yang mendukung mereka, diberi waktu hingga Rabu malam untuk meninggalkan kota. Gencatan senjata ini dinegosiasi oleh Turki dan Rusia, tanpa keterlibatan Amerika Serikat.

Salah satu komandan kelompok pemberontak Jabha Shamiya mengatakan keberhasilan mereka merebut Aleppo, dulu, adalah sebuah kemenangan moriil untuk mereka. "Kami sempat tabah...tapi sayangnya tidak ada yang mendukung kami sama sekali," ujarnya kepada Reuters.



Krisis Kemanusiaan

Keadaan warga sipil yang menyedihkan seiring dengan gempuran pemerintah Suriah selama dua pekan ini telah memancing kemarahan dunia.

"Kami seperti menyaksikan sebuah kemenangan militer yang keras kepala," kata Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dalam rapat dengan Dewan Keamanan, Selasa.

Pengusiran pemberontak dari wilayahnya yang semakin menyusut di Aleppo memicu pengungsian besar-besaran. Diliputi ketakutan, mereka berupaya meninggalkan kota itu meski cuaca buruk menghadang.

Menurut PBB, krisis ini mencerminkan hilangnya rasa kemanusiaan secara utuh. Para pengungsi juga meski mengalami krisis makanan dan air, sementara rumah sakit pun tidak beroperasi.

PBB juga juga menyampaikan keprihatinannya atas laporan yang menyebut tentara Suriah dan Irak begitu saja membunuh 82 orang di kawasan timur Aleppo. Tindakan ini disebut sebagai "pembantaian."

"Laporan yang kami terima beberapa orang yang mencoba untuk melarikan diri ditembak di jalanan, sementara yang lain di tembak di rumah-rumahnya," kata Juru Bicara Rupert Colville. "Kejadian seperti ini bisa saja lebih banyak lagi."

"Alih-alih melakukan penggempuran, mereka telah melakukan pembantaian," kata Duta Besar Inggris untuk PBB Matthew Rycroft.

"Aleppo akan disandingkan dengan peristiwa lain dalam sejarah di mana telah terjadi kejahatan modern yang menodai hati nurani kita satu dekade setelahnya - Halabja, Rwanda, Srebrenica dan sekarang Aleppo," kata Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Samantha Power.



Credit  CNN Indonesia