Penulis: Aris Santoso
Ada hikmah lain di balik pensiunnya Agus Yudhoyono.
Pemberitaan seputar Agus turut mengangkat nama batalion infanteri
mekanis, satuan tempur relatif baru di tanah air. Kenali lebih lanjut
bersama Aris Santoso.
Saat Mayor Inf. Agus Harimurti Yudhoyono (kini sudah berstatus
purnawirawan) memutuskan mengundurkan diri dari dinas TNI pada akhir
September lalu, sehubungan niatnya untuk maju sebagai Cagub (calon
gubernur) DKI Jakarta Raya, publik merasa terkejut.
Bagaimana
tidak, Agus dikenal sebagai perwira muda yang cemerlang, dengan masa
depan menjanjikan. Latar belakang keluarganya juga mendukung, ayah dan
kakeknya adalah jenderal yang sangat terkenal. Sepertinya bukan hanya
TNI yang merasa kehilangan salah seorang kader terbaiknya, namun publik
juga menyayangkan pilihan Agus untuk pensiun dini.
Pilihan Agus
untuk pensiun dini adalah proses politik yang masih terus bergulir. Kita
masih harus menunggu bagaimana performa Agus di "palagan” yang baru.
Namun ada hikmah lain di balik pensiunnya Agus, bahwa pemberitaan
seputar Agus turut mengangkat nama batalion infanteri mekanis (yonif
mekanis), model satuan tempur yang relatif baru di tanah air. Mengingat
posisi terakhir Agus sebelum mengundurkan diri, adalah Komandan
Batalion Infanteri Mekanis 203/Arya Kamuning yang berkedudukan di
Tangerang.
Para Raiders dan Yonif Mekanis
Perjalanan
karier Agus juga unik, yang seolah merefleksian perjalanan satuan
infanteri lintas udara di tanah air. Pasca perang kemerdekaan, TNI (d/h
ABRI) mulai membentuk satuan infanteri berkemampuan khusus, dengan
kualifikasi teknis dan persenjataan yang lebih mumpuni, di atas
rata-rata satuan infanteri reguler.
Mulai dasawarsa 1950-an,
mulai dibentuk satuan-satuan yang di kemudian hari menjadi legendaris,
bahkan hingga hari ini. Satuan dimaksud antara lain, Kopassus (April
1952), Yonif 401/Banteng Raiders (Mei 1952), Yonif Linud 328/Kujang II,
Yonif Linud 330/Kujang I, dan seterusnya.
Bila satuan dengan
kualifikasi khusus tersebut, sudah teruji dalam berbagai medan tugas,
hingga layak memperoleh sebutan sebagai satuan legendaris. Sedang yonif
mekanis, sebagai model satuan relatif baru, masih dalam tahapan menuju
legendaris. Saya kira ditunjuknya Agus sebagai Komandan Yonif Mekanis
203 (Agustus 2015), merupakan bagian dari skenario pimpinan TNI AD, agar
satuan Yonif Mekanis dimaksud cepat menemukan bentuknya. Mengingat Agus
sebelumnya lama bertugas di satuan yang juga legendaris, yaitu Batalion
Linud 305/Tengkorak Kostrad (Karawang), dan sempat menjabat sebentar
sebagai Wakil Komandan Yonif Mekanis 201/Jaya Yudha.
Sekedar
tambahan informasi, seluruh satuan berkualifikasi linud (lintas udara),
kini sebutannya diganti menjadi batalion para raiders. Seperti Yonif
Linud 305 misalnya, kini menjadi Yonif Para Raiders 305/Tengkorak.
Memang perkembangannya demikian cepat, bisa jadi publik belum sempat
update
informasinya, termasuk soal keberadaan yonif mekanis. Sebagaimana
disebut sekilas di atas, bila tidak ada berita soal Mayor Agus, bisa
jadi publik juga belum paham soal keberadaan yonif mekanis.
Kalau
sedikit kita runut ke belakang, segala perubahan menyangkut konsep
satuan, khususnya satuan tempur, tidak lepas dari peran pimpinan yang
sedang menjabat. Soal pembentukan yonif mekanis misalnya, itu adalah
program saat KSAD dipegang oleh Jenderal George Toisutta.
Setiap KSAD selalu membuat terobosan, selain untuk kemajuan
institusi, juga agar namanya (sebisa mungkin) selalu dikenang. Seperti
Ryamizard misalnya, yang sudah identik dengan pembentukan satuan raiders
pada tiap kodam, karena hal ini adalah program unggulan saat Ryamizard
menjadi KSAD (2002-2005). Termasuk dalam hal perubahan sebutan untuk
satuan berkualifikasi lintas udara (linud), menjadi para raiders. Selain
sebutan yang berganti, juga ada peningkatan status kualifikasinya.
Dalam sebuah wawancara dengan majalah militer
Angkasa
(edisi April 2007), Jenderal (Purn) Luhut B. Panjaitan (kini Menko.
Maritim) dalam kapasitasnya sebagai sesepuh korps infanteri,
menjelaskan, pembentukan yonif mekanis masih dalam tahapan persiapan,
karena TNI AD (saat itu) masih fokus pada pengembangan
light infantry.
Light infantry
dimaksud Luhut adalah satuan infanteri ringan sebagaimana kita kenal
selama ini, dengan persenjataan utama adalah senapan serbu, dan
pergerakan pasukannya masih dengan cara berjalan kaki. Sementara dalam
yonif mekanis, pergerakan pasukan sudah menggunakan ranpur (kendaraan
tempur), agar lebih cepat mencapai sasaran.
Pada pertengahan 2007
itu pula, muncul rintisan pembentukan yonif mekanis, ketika TNI sedang
bersiap ke Libanon dalam misi perdamaian di bawah payung PBB (Kontingen
Garuda). Saat itu instruktur dari Pusdikkav (Pusat Pendidikan Kavaleri)
memberi pelatihan mengendarai ranpur pada sejumlah personel dari korps
infanteri. Ranpur yang disiapkan umumnya masuk kategori kendaraan angkut
personel atau biasa dikenal sebagai APC (
armoured personnel carier), seperti VAB Renault (produksi Perancis) atau BTR 40 (Rusia), yang memang sesuai dengan kebutuhan pasukan infanteri.
Membantu misi perdamaian PBB di Libanon
Menanti Palagan
Rupanya
prosesnya berlangsung demikian cepat, sekitar tiga tahun kemudian. Pada
Februari 2010 KSAD (saat itu) Jenderal George Toisutta sudah meresmikan
berdirinya Yonif Mekanis 201/Jaya Yudha (markas Gandaria, Jakarta
Timur) sebagai yonif mekanis pertama di Tanah Air. Yonif Mekanis 201
selanjutnya diperkuat dengan panser angkut personel Anoa, produksi
Pindad.
Kini seluruh yonif (konvensional) di Kodam Jaya, telah
ditingkatkan statusnya menjadi yonif mekanis, yaitu Yonif Mekanis
202/Taji Malela (Bekasi) dan Yonif Mekanis 203/Arya Kamuning
(Tangerang). Satuan yang disebut terakhir inilah, yang sebelumnya
dipimpin Mayor Inf. Purn. Agus Harimurti Yudhoyono.
Karena proses
yang terlalu cepat, kalau tidak boleh disebut terburu-buru, maka dalam
praktik di lapangan acapkali terjadi tumpang tindih atau irisan dalam
penggunaan ranpur, antara yonif mekanis dan yonkav (reguler). Sekadar
ilustrasi, dalam operasi pengamanan aksi massa 4 November (411) di
Jakarta baru-baru ini misalnya, Yonif Mekanis 203 menurunkan panser
Anoa, sementara Yonkav 7/Panser Khusus Kodam Jaya menurunkan panser VAB.
Dua
panser tersebut sebenarnya masuk kategori yang sama, yaitu jenis angkut
personel (APC). Sebenarnya Yonkav 7 memiliki ranpur jenis lain, yaitu
panser V-150 (Perancis), yang bisa jadi faktor pembeda dengan ranpur
organik yonif mekanis. Mengingat V-150 memiliki meriam (
canon),
sementara ranpur yonif mekanis umumnya hanya dilengkapi senjata mesin
berat, sebagai cara mempertahankan diri, saat mendorong pasukan
(infanteri reguler) ke titik sasaran. Ini merupakan salah satu fenomena,
bagaimana yonif mekanis di Tanah Air sedang mencari bentuk, sehingga
terkesan masih ambigu dalam penggunaan ranpur.
Terlihat pula
dalam pengalaman berikut, bagaimana ranpur yonif mekanis terkadang bisa
lebih canggih dari ranpur organik yonkav reguler, yang jauh lebih lama
berdiri. Sebagaimana terjadi pada Yonif Mekanis 413/Bremoro (Solo), yang
sudah mengoperasikan ranpur Marder (produksi Jerman), jenis ranpur yang
menggunakan roda rantai (
tracked infantry vehicles).
Masih
di sekitaran Jawa Tengah, Yonif Mekanis 411 (Salatiga) dan Yonif
Mekanis 412 (Purworejo) segera memperoleh sekian unit M113 (produksi
AS). Marder dan M113, dalam khazanah ranpur biasa disebut sebagai IFV (
infantry fighting vehicle),
jadi sedikit berbeda dengan APC. Ini memang terkesan ironi, mengingat
ada sebagian yonkav yang masih mengoperasikan tank ringan AMX 13
(Perancis), yang sudah tergolong tua, kemudian panser Saladin dan
Saracen, produksi Inggris tahun 1950-an.
Sebagaimana disebut
sekilas di atas, apabila satuan infanteri regular seperti Yonif
400/Raiders (dahulu Yonif 401/Banteng Raiders) atau Yonif Para Raiders
328/Kujang II, sudah sampai tingkatan legendaris, maka satuan yonif
mekanis sedang berproses atau mencari jalan menuju legenda. Menilik
pengalaman satuan tempur pada umumnya, butuh waktu relatif lama untuk
menjadi satuan legendaris.
Terkait yonif mekanis, setidaknya
karena dua hal. Pertama, palagan untuk yonif mekanis lebih terbatas
dibanding infanteri. Yonif mekanis lebih sebagai antisipasi masalah di
kawasan urban (perkotaan), sementara bagi yonif reguler bisa diterjunkan
di medan apapun. Kedua, ranpur yonif mekanis (khususnya panser Anoa),
belum pernah teruji dalam medan tempur yang sesungguhnya (
battle proven)
.
Credit
dw.com