Torpedo Shkval yang
tersohor (dari bahasa Rusia, berarti ‘badai’), yang sejak lama merupakan
pemimpin global dalam konteks kecepatan dan kekuatan penghancur hulu
ledaknya, akan diganti oleh torpedo baru bernama Khischnik (Predator).
Kapal selam serang nuklir
Severodvinsk kelas Yasen yang saat ini tengah bertugas di Angkatan Laut
Rusia berada di galangan kapal Sevmash.
Sumber: Vladimir Larionov/TASS
Belum ada informasi spesifik mengenai seperti apa torpedo ini dan bagaimana karakteristik teknisnya karena proyek ini dirahasiakan. Sejauh ini hanya diketahui bahwa torpedo dikembangkan oleh Biro Desain Elektropribor yang memiliki spesifikasi di bidang teknologi aviasi. Hubungan tersebut bukan kebetulan.
Proyek yang tengah dikembangkan bukan hanya torpedo, melainkan juga misil bawah laut yang mesinnya memiliki banyak kesamaan dengan misil versi udara. Satu hal yang pasti, dalam segi spesifikasi utama, Khischnik akan lebih unggul dari pendahulunya yang terkenal, Shkval.
Pemecah Rekor Bawah Laut
Rancangan proyek untuk mengembangkan torpedo baru secara fundamental yang mampu membawa hulu ledak nuklir pertama kali muncul di Uni Soviet pada 1970-an. Torpedo Skhval kemudian bergabung dengan militer pada 1988, dan meski sudah tergolong tua, ia masih tetap menjadi pemegang rekor proyektil bawah laut di dunia.Torpedo Shkval. Sumber: Anatoly Sokolov / Oruzhie Rossii
Torpedo biasa memiliki kecepatan tak lebih dari 140 kilometer per jam, sehingga kapal yang menjadi target bisa melakukan manuver dan menghindar dari serangan.
Sementara, Skhval tak menyisakan kesempatan bagi musuh. Kecepatannya hampir tiga kali lipat dibanding torpedo standar, sehingga kapal target hanya memiliki waktu sepertiga dari standar untuk melakukan manuver. Dalam pertempuran laut sesungguhnya, hal itu adalah serangan yang hampir tak terhindarkan.
Rahasia kecepatan Skhval adalah mesin khusus yang berjalan dengan bahan bakar padat. Jika torpedo biasa dibantu oleh baling-balingnya yang berputar, Shkval mengunakan kapitasi super. Desain khusus mesin ini membuat torpedo dapat mencapai efek fisik yang unik, yakni membentuk gelembung gas di sekeliling torpedo saat bergerak, sehingga proyektif akan bergerak di ruang hampa secara virtual dan meminimalisasi dorongan.
Torpedo Shkval tetap merupakan salah satu desain militer Rusia yang paling dirahasiakan. Meski telah beroperasi hampir 40 tahun, beberapa karakteristik teknisnya masih bersifat rahasia. Karena itu, tak heran jika dokumen terkait Shkval muncul pada awal 2000-an berkaitan dengan skandal mata-mata yang melibatkan pengusaha AS Edmond Pope.
Kabarnya, sebagian besar upaya untuk meniru torpedo ini di luar negeri gagal. Baru pada 2005, AL Jerman mendapat sebuah roket bawah laut dengan spesifikasi yang mendekati Shkval. Namun, ia gagal menandingi torpedo Rusia ini dari segi kecepatan.
Warisan Perang Dingin di Abad XXI
Seperti banyak desain militer lain yang awalnya muncul di era Perang Dingin, Shkval telah melalui konfrontasi global Soviet-AS. Senjata ini awalnya diciptakan sebagai balasan Soviet atas pengembangan pertahanan udara AL Amerika Serikat. Aviasi Soviet tak sebanding dengan AL Amerika Serikat yang tangguh dan torpedo reaktif muncul sebagai upaya untuk mengejar ketertinggalan tersebut.Sebagai senjata antimarinir yang efektif, Shkval masih populer hingga kini. Pada 1992, perancang Rusia mengembangkan sebuah versi ekspor torpedo ini. Meski ia lebih inferior dibanding versi aslinya dari segi jangkauan serta kecepatan, torpedo tersebut tetap lebih unggul dibanding saingan asingnya.
Namun, Shkval juga memiliki sejumlah potensi perbaikan yang dapat dipertimbangkan. Torpedo ini memiliki jangkauan tembak serta kapabilitas kedalaman pengangkutnya yang terbilang pendek, sehingga kapal selam Shkval rentan mengaktifkan pertahanan musuh. Sebuah torpedo yang bergerak dengan kecepatan tinggi biasanya menciptakan suara yang membuatnya mudah dideteksi. Selain itu, ia juga tak memiliki sistem panduan internal. Terdapat asumsi semua pertimbangan ini diperhitungkan dalam pengembangan Khischnik. Lagipula, hal-hal yang secara teknis mustahil dibuat 40 tahun lalu, kini menjadi cukup masuk akal untuk diciptakan.
Credit RBTH Indonesia